• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah Syar’iah

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA HAK LANGGEH

C. Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah Syar’iah

Yang dimaksud dengan syariat atau ditulis juga syariah, secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan yang lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim. Syariat merupakan jalan hidup muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.118 Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syariat terdapat di dalam Al-qur’an dan di dalam kitab-kitab Hadis. Menurut sunnah (al-qauliyah atau perkataan) Nabi Muhammad, umat Islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegang teguh atau berpedoman kepada Alqur’an dan Sunnah Rasullullah. Dengan perkataan lain, umat Islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama ia mempergunakan pola hidup, pedoman

117 Wawancara dengan Geuchik Kelurahan Gampong Jawa, Kecamatan Langsa Kota, pada

hari Sabtu, 26 April 2014

hidup, tolok ukur hidup dan kehidupan yang terdapat dalam Alqur’an dan kitab-kitab hadis yang sahih (sahih = otentik, benar).119

Al Qadhamerupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam, prinsip- prinsip keadilan dalam Islam menjadi landasan pokok pelaksanaan syariat Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Alqur’an Surah An-Nisa’ (4): 135: “Wahai orang- orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.

Hadis Riwayat Ahmad dan Muslim : “Seandainya manusia diberi kebebasan berdasarkan dakwaan mereka, maka akan banyak orang yang mendakwakan darah orang dan hartanya. Akan tetapi orang yang didakwa itu harus bersumpah”.120Hadis lain : “Pembuktian wajib bagi pendakwa dan sumpah wajib bagi orang yang mengingkarinya” (HR. Baihaqi dan Tabrani). Secara etimologis, qadha bermakna memutuskan dan menetapkan. Sedangkan secara terminologis, qadha adalah lembaga peradilan yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang mengikat.121

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

119Ibid.46-47 120Ibid.47

merupakan kelanjutan serta kesempurnaan terhadap yang telah diatur Undang- Undang Nomor 44 Tahun 1999. Dalam konsideran huruf (c) disebutkan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh perlu diselaraskan dalam penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 25 disebutkan:

1. Peradilan Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional, dilakukan oleh Mahkamah Syar’iah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun;

2. Kewenangan Mahkamah Syar’iah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional yang diatur lebih lanjut dengan qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

3. Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan bagi pemeluk agama Islam.

Pada pasal tersebut jelas terdapat tambahan pada “Keistimewaan” Aceh. Yakni, adanya Lembaga Peradilan Khusus untuk melaksanakan Syariat Islam yaitu Mahkamah Syar’iah sebagai lembaga peradilan tingkat satu dan Mahkamah Syar’iah sebagai lembaga tingkat banding. Lembaga (Mahkamah) inilah yang berwenang melaksanakan syariat Islam untuk umat Islam di Aceh, baik tingkat satu maupun tingkat banding. Sedangkan untuk kasasi tetap dilakukan oleh Mahkamah Agung.122

122 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 26 ayat 2 berbunyi: “Mahkamah Syar’iah

Demikian juga tentang sengketa kewenangan mengadili antara Mahkamah Syar’iah dengan lembaga peradilan lainnya.123

Mengenai kewenangan Mahkamah Syar’iah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 menyerahkan pada qanun Provinsi Aceh. Saat ini telah disahkan qanun Provinsi Aceh Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilah Syar’iah Islam. Dalam Pasal 49 disebutkan bahwa perkara-perkara di bidang perdata yang meliputi hukum kekeluargaan, hukum perikatan, dan hukum harta benda serta perkara-perkara di bidang pidana, meliputi: qishas-diat, hudud, dan takzir sebagai kewenangan Mahkamah Syar’iah.

Dapat diketahui dari uraian di atas bahwa Undang-Undang tentang Otonomi Khusus telah melimpahkan sebagian wewenang pusat untuk daerah salah satunya pelaksanaan urusan tentang Peradilan Syariah dilakukan sendiri oleh daerah (Provinsi Aceh), dan kewenangan mengadili Mahkamah Syar’iah juga lebih luas dari pada Peradilan Agama pada umumnya. Yaitu meliputi pada bidang perdata termasuk didalamnya tentang hak langgeh (syuf’ah) serta perkara-perkara di bidang pidana, meliputi:qishas-diat, hudud, dantakzir.

Hukum Materiil dan Hukum Formil Mahkamah Syar’iah harus menggunakan syariat Islam. Menurut Qanun Nomor 10 Tahun 2002 pasal 53 dan 54, hukum materiil dan formal yang bersumber dari Syariat Islam akan dilaksanakan di Aceh seta dituangkan dalam bentuk qanun Provinsi Aceh. Kalau begitu, syariat Islam yang 123 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 27 berbunyi: “Sengketa-sengketa antara

Mahkamah Syr’iah dan Pengadilan lain menjadi wewenang Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk tingkat pertama dan tingkat akhir”.

akan dilaksanakan oleh hakim Mahkamah Syar’iah dan Mahkamah Syar’iah Provinsi harus dituangkan ke dalam qanun terlebih dahulu.124

Dalam hal penyelesaian kasus sengketa hak langgeh jelas merupakan kewenangan mengadili dalam lingkup Mahkamah Syar’iah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam yaitu “Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara- perkara pada tingkat pertama, dalam bidang”125:

a. Ahwal al – syakhshiyah; b. Mu'amalah;

c. Jinayah

Pada penjelasan Pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kewenangan dalam bidang muamalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan seperti: Jual beli, hutang piutang, Qiradh (Pamodalan), Musaqah, muzaraah, mukhabarah (bagi hasil pertanian), Wakilah (kuasa), Syirkah (perkongsian), Ariyah (pinjam meminjam), hajru (penyitaan harta), syuf’ah (Hak Langgeh), rahnun (Gadai), Ihyaul mawat (pembukaan lahan), ma'din(tambang), luqathah (barang temuan), Perbankan,ijarah (sewa menyewa),takaful, Perburuhan, Harta rampasan, Waqaf, hibah, shadaqah, dan hadiah.

Dari penjelasan pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam tersebut salah satunya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

124H.A. Basiq Djalil,Peradilan Islam(Jakarta: Amzah, 2012), hal. 224. 125Pasal 49, Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam.

kewenangan dalam bidang muamalah salah satunya mengatur tentang syuf’ah (Hak Langgeh). Penyelesaian sengketa tentang hak langgeh (syuf’ah) di Kota Langsa belum ada yang diselesaikan hingga ke tingkat Mahkamah Syar’iah, hal ini dikarenakan ketidaktahuan masyarakat (tidak mengerti hukum) bahwa penyelesaian kasus sengketa tentang hak langgeh (syuf’ah) dapat diselesaikan pada Mahkamah Syar’iah, dan juga memang sebahagian masyarakat yang mengerti hukum enggan membawa kasus sengketa tersebut hingga ke Mahkamah Syari’ah, karena mereka beranggapan atau lebih percaya akan peradilan adat di gampong, yang di rasa cukup adil bagi mereka.126

Sebagian besar masyarakat tidak tahu akan kompetensi mengadili terhadap sengketa hak langgeh (syuf’ah) yang merupakan wewenang mengadili Mahkamah Syar’iah, sebahagian besar masyarakat tidak ingin berurusan dengan peradilan formal dengan berbagai alasan, seperti akan menambah permasalahan baru, menghabiskan banyak biaya, menyita tenaga dan pikiran, dan sebagainya.127

Pada hakikatnya Mahkamah Syar’iah sebagai lembaga peradilan yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang mengikat mempunyai putusan yang kuat dalam setiap amar putusan yang harus di patuhi para pihak, mempunyai bukti putusan yang kuat karena disahkan oleh negara secara langsung melalui hakim dan pejabat mahkamah syari’ah. Oleh karena itu seharusnya masyarakat tidak hanya

126 Wawancara denganDr. Abu Jahid Darso Atmojo Lc.LLM (Hakim Mahkamah Syar’iah

Kota Langsa) pada hari Selasa, 1 April 2014

127 Wawancara dengan 30 (tiga puluh) kepala keluarga dari 3 (tiga) kecamatan di Kota

menyelesaikan kasus sengketa hak langgeh (syuf’ah) pada peradilan adat gampong, karena pada tingkat peradilan gampong terkadang tidak mempunyai amar putusan yang kuat.128

Tabel IV

Daftar Responden di Kecamatan Langsa Kota No. Nama Kepala

Keluarga Peradilan Adat Mahkamah Syar’iah

1 Ir. Zahlul Pasha 

2 Rahmat  3 T. Zainuddin  4 Ir. Sunaryo  5 Baharuddin  6 Yusuf Adam, ST  7 Drs. Razali Yusuf  8 Rahmad Adi  9 T. Zulkifli Bardan  10 Abdullah Itam 

Sumber: Data diperoleh dari survey di Kecamatan Langsa Kota Tabel V

Daftar Responden di Kecamatan Langsa Lama No. Nama Kepala

Keluarga Peradilan Adat Mahkamah Syar’iah

1 Zulhelmi 

2 Bahtiar 

3 Abdullah 

128 Wawancara denganDr. Abu Jahid Darso Atmojo Lc.LLM (Hakim Mahkamah Syar’iah

4 Effendi  5 Rizal  6 Danato  7 Sahrul Azhar  8 Dedi Ilhami  9 Fakhrurrazi  10 Asnawi 

Sumber: Data diperoleh dari survey di Kecamatan Langsa Lama Tabel VI

Daftar Responden di Kecamatan Langsa Barat No. Nama Kepala

Keluarga Peradilan Adat Mahkamah Syar’iah

1 Budiman, S. Sos. i  2 Musliadi  3 Putra Bahagia, ST  4 Indra Ilhami  5 Jafaruddin  6 Ridwan Kamil  7 Panca Trisna  8 Ramli Piah  9 Drg. Alwi  10 T. Zulfadlin 

Sumber: Data diperoleh dari survey di Kecamatan Langsa Barat

Dari ketiga tabel di atas terlihat bahwa 63 % (enam puluh tiga persen) kepala keluarga memilih menyelesaikan sengketa hak langgeh (syuf’ah) ke jalur peradilan adat apabila terjadinya sengketa, dan 37 % (tiga puluh tujuh persen) lebih memilih menyelesaikan sengketa hak langgeh (syuf’ah) ke Mahkamah Syar’iah. Masyarakat

yang memilih penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan adat berdasarkan hasil penelitian merupakan masyarakat yang tinggal sedikit berjauhan dari pusat kota, memiliki pengetahuan hukum yang minim. Adapun masyarakat yang lebih memilih penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Syar’iah merupakan masyarakat yang tinggal berdekatan dengan pusat kota, dan memiliki pengetahuan hukum yang memadai.

Dokumen terkait