• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA OLEH ORGANISASI INTERNASIONAL

A. Penyelesaian Sengketa oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

Sebagaimana tercantum dalam pembukaan piagam PBB yang bertujuan untuk menyelamatkan generasi penerus dari ancaman terhadap perang serta dalam pasal 1 Piagam PBB, PBB bertujuan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu PBB mendorong agar sengketa-sengketa yang terjadi diselesaikan secara damai. Dalam konteks ini meliputi semua negara anggota PBB (Pasal 43 Piagam PBB) maupun bukan anggota PBB (pasal 2 ayat (6) piagam PBB)32 dan pembatasan akan kewenangan PBB yang luas tersebut dibatasi oleh pasal 2 (7) piagam PBB yang berbunyi:

Tidak ada satu ketentuan pun dalam Piagam ini yang memberi kuasa kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencampuri urusan-urusan yang pada hakekatnya termasuk urusan dalam negeri suatu negara atau mewajibkan angota-anggotanya untuk menyelesaikan urusan-urusan demikian menurut ketentuan-ketentuan Piagam ini; akan tetapi prinsip ini tidak mengurangi ketentuan mengenai penggunaan tindakan-tindakan pemaksaan seperti tercantum dalam Bab VII.

Pengaturan mengenai Penyelesaian Sengketa Secara Damai dapat terdapat di Bab VI Piagam PBB Pasal 33-38 menguraikan langkah damai yang harus dilakukan guna penyelesaian sengketa secara damai.

Alat atau organ PBB yang berwenang dalam perdamaian dan keamanan internasional adalah:

a. Dewan Keamanan (Pasal 24 – Bab VII Piagam PBB); b. Majelis Umum (Pasal 11 ayat 2 Piagam PBB);

c. Sekretaris Jenderal PBB (Pasal 99 Piagam PBB).33

1. Dewan Keamanan

Dewan Keamanan (Dewan) adalah salah satu dari enam organ utama PBB dimana negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB.34 Dalam menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan sengketa, Dewan dapat memroses sengketa atas:

a. Inisiatif sendiri (pasal 34 Piagam PBB);

b. Permintaan negara anggota (pasal 35 ayat 1 Piagam PBB);

c. Permintaan negara bukan anggota PBB (pasal 35 ayat 2 Piagam PBB);

d. Permintaan Majelis Umum (pasal 11 Piagam PBB); e. Permintaan Sekjen PBB (Pasal 99 Piagam PBB).

Berdasarkan pasal 24 ayat 1 Piagam PBB, Dewan Keamanan berfungsi memberikan rekomendasi untuk penyelesaian sengketa dengan damai dan dalam menjalankan tugasnya Dewan bertindak atas nama negara-negara anggota PBB.

33

Bouer Mauna. Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. (Bandung: PT.Alumni 2011) hlm. 217.

34

Maka dapat disimpulkan bahwa tugas dari Dewan Keamanan dalam menyelesaikan sengket diantaranya sebagai berikut:

a. Memelihara perdamaian dan keamanan sesuai dengan asas dan tujuan PBB;

b. Mengadakan penyelidikan setiap perselisihan yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional;

c. Memberi saran atau rekomendasi kepada para pihak tentang cara- cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan suatu sengketa; d. Menentukan apakah terjadi suatu keadaan yang mengganggu

perdamaian internasional atau tindakan agresi dan menyarankan tindakan apa yang dapat diambil untuk menyelesaikan sengketa tersebut;

e. Menganjurkan para anggota untuk mengambil sanksi ekonomi atau tindakan lain yang bersifat kekerasan untuk mencegah atau menghentikan suatu agresi serta mengambil tindakan militer terhadap adanya agresi.

Embargo merupakan salah satu bentuk dari sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB terhadap negara-negara yang dianggap telah melanggar ketentuan dalam Pasal-Pasal Piagam PBB. Kewenangan ini diberikan pada Dewan Keamanan berdasarkan yang menyatakan bahwa Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan-tindakan apapun di luar penggunaan kekuatan senjata yang harus dilaksanakan agar putusan-putusannya dapat

dilaksanakan. Embargo yang dijatuhkan dapat berupa pemutusan seluruhnya atau sebagian hubungan-hubungan ekonomi, termasuk hubungan kereta api, laut, udara, pos, telegraf, radio dan alat-alat komunikasi lainnya, serta pemutusan hubungan diplomatik.35

Dengan diberlakukannya Sanksi embargo ini tentunya akan menimbulkan dampak yang dampak tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh pemerintahan negara yang dijatuhkan sanksi, namun juga berdampak terhadap rakyat negara tersebut. Pada pasal 4 Piagam PBB dinyatakan:

“Dewan Keamanan memiliki hak menjatuhkan sanksi-sanksi udara dan darat menentang setiap negara yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional”.

Pasal 16 menyatakan: “Dewan Keamanan memiliki kekuasaan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat mengikat bagi negara-negara anggota PBB untuk menghentikan hubungan ekonomi, transportasi darat, udara, pos, telegram, dan radio secara total, baik keseluruhan atau sebagian, melawan negara yang mengancam perdamaian atau melakukan agresi,

Dalam hal tindakan yang menggunakan kekuatan militer dapat dilakukan jika tindakan sebelumnya tidak cukup, maka Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan

35

angkatan darat, laut, dan udara yang mungkin diperlukan dalam menjaga perdamaian. Selain itu tindakan seperti blokade, demonstrasi, dan tindakan lain mempergunakan angkatan darat, laut, dan udara dari anggota-anggota PBB. 36

Dewan Keamanan PBB mempunyai kekuasaan untuk memutuskan keputusan yang mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana tertuang dalam pasal 25 Piagam PBB:

The Members of the United Nations agree to accept and carry out the decisions of the Security Council in accordance with the present Charter.

Kekuatan memaksa yang dimiliki oleh Dewan Keamanan memiliki batasan yaitu:37

a. Hak membela diri secara unilateral maupun secara kolektif secara Dalam pasal 51 Piagam PBB memberikan pembatasan bahwa dalam hal terjadi serangan bersenjata terhadap negara anggota PBB, tidak dibenarkan adanya tindakan yang dapat merugikan hak perseorangan maupun kolektif dalam membela diri hingga adanya tindakan dari Dewan Keamanan yang diperlukan dalam memelihara perdamaian dan kemaanan internasional. Jika tindakan yang dilakukan negara anggota tersebut merugika hak perseorangan maupun hak kolektif, maka tindakan tersebut wajib dilaporkan kepada Dewan Keamanan.

b. Tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh organisasi regional atas kewenangan yang diberikan oleh Dewan Keamanan

c. Dalam pasal 53 Piagam PBB, mengartikan bahwa tindakan pemaksaan dapat dilakukan oleh organisasi regional dengan kekuasaan organisasi tersebut harus dilakukan dengan adanya wewenang yang diberikan oleh Dewan Keamanan untuk melakukannya.

Dewan Keamanan menjalankan kewenangan ekstensif dibandingkan Majelis Umum yang berarti kewenangan Dewan Keamanan untuk menyelesaikan sengketa jauh lebih besar wewenang dan perannya dan dapat memaksa atas hasil keputusan yang dikeluarkannya. Hal ini berarti wewenang Dewan Keamanan lebih luas dibandingkan dengan Majelis Umum yang kewenangannya dalam penyelesaian sengketa masih terbatas.38

2. Majelis Umum PBB

Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan saran dan rekomendasi berdasarkan Bab IV Pasal 9-14 Piagam PBB. Dalam pasal 10 Piagam PBB menyatakan bahwa Majelis mempunyai kewenangan yang luas dalam membahas semua persoalan termasuk dalam kerangka Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi organ PBB lainnya dan membuat rekomendasi kepada anggota-anggota PBB atau ke Dewan Keamanan.

38

http://www.academia.edu/8616314/Peran_Organisasi_Internasional_dalam_Mengatasi_Kon flik diakses pada tanggal 25 Juli 2015 pukul 14.00

Dapat disimpulkan bahwa kewenangan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa mencakup hal-hal berikut:39

a. Membahas setiap masalah atau urusan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam atau yang berkaitan dengan kekuasaan atau fungsi dari organ-organ yang terdapat dalam Piagam termasuk masalah-masalah yang terkait dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional yang dibawa ke hadapannya oleh negara-negara anggota atau Dewan Keamanan dan dapat membuat rekomendasi mengenai masalah atau urusan tersebut (pasal 10, pasal 11 ayat (2) piagam PBB); b. Mengangkat suatu situasi yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional ke hadapan Dewan Keamanan (pasal 11 ayat 3 Piagam PBB);

c. Mempertimbangkan prinsip-prinsip umum mengenai kerja sama dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan membuat rekomendasi guna mendorong perkembangan progresif hukum internasional dan pengkodifikasiannya (pasal 13 Piagam PBB);

d. Memberikan rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk penyelesaian sengketa setiap situasi, yang tampaknya dapat membahayakan kesejahteraan umum atau hubungan-hubungan bersahabat antarnegara (pasal 14).

Kedudukan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa lebih diwarnai kepentingan-kepentingan politis karena sifat dan kedudukan Majelis Umum

sebagai badan politis menempatkan hukum internasional sebagai pertimbangan kedua dengan memprioritaskan penyelesaian sengketa yang bersifat politis seperti kepentingan ekonomi.

3. Sekretaris Jenderal

Selain Dewan Keamanan dan Majelis Umum, Sekjen PBB juga sebagai organ dalam penyelesaian sengketa di PBB. Pasal 99 Piagam PBB:

Sekretaris Jenderal dapat menarik perhatian Dewan Keamanan atas semua masalah, yang menurut pendapatnya, dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia.

Jika dalam Liga Bangsa-Bangsa (Pendahulu Perserikatan Bangsa-Bangsa), Sekretaris Jenderal hanya merupakan pejabat administratif tertinggi organisasi dan tidak berdaya dalam menghadapi kelambanan yang disengaja dan kadang-kadang diperhitungkan negara anggotanya, maka dalam PBB, Sekretaris Jenderal dapat melancarkan tanda bahaya dan memainkan peranan penting dalam masalah yang tidak hanya menyangkut perdamaian dan keamanan internasional, namun juga kepentingan masyarakat pada umumnya. Sekretaris Jenderal juga dapat melaksanakan fungsi diplomatiknya atas mandat dari Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB.40

Sehingga tugas Sekretaris Jenderal PBB dalam masalah perdamaian dan kemanan internasional dapat dilakukan atas kapasitas menjalankan tugas yang didelegasikan oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, dan kapasitas atas permintaan para pihak atau inisiatif sendiri.

40

B. Penyelesaian Sengketa oleh Organisasi Negara-Negara Amerika

Piagam Organization of American States (OAS) pada 30 April 1948 menjadi landasan berdirinya Organisasi Negara-Negara Amerika. Dalam pasal 1 Piagam ini menegaskan tujuan berdirinya OAS yaitu untuk mencapai kedamaian dan mempromosikan solidaritas, untuk memperkuat kolaborasi antar anggota dan untuk mempertahankan kedaulatan, integritas teritorial, dan kemandirian.

Penyelesaian sengketa diatur dalam bab VI (pasal 23-26) piagam tersebut yang menyatakan bahwa jika terjadi suatu sengketa antara dua atau lebih negara makan penyelesaian terlebih dahulu dilakukan melalui jalur diplomatik yang dapat berupa negosiasi, mediasi, ad hoc committee, atau cara lain yang disepakati para pihak. Jika gagal mencapai kesepakatan maka para pihak akan memilih cara penyelesaian sengketa lainnya atas persetujuan bersama.

Negara-negara Amerika juga menandatangani Pakta Bogota atau the American Treaty on Pacific Settlement yang mengatur khusus tentang penyelesaian sengketa. Dalam pakta tersebut, Council OAS dan the Inter- American Peace (Committee) yang berwenang dalam menangani sengketa yang terjadi. Committee berfungsi melakukan pencarian fakta, mediasi, dan konsiliasi.

Saat Piagam OAS diubah ke Protokol Buenos Aires pada 27 Februari 1967, the Inter-American Peace Committee digantikan oleh the Inter-American on Peaceful Settlements (Committee) yang berada di bawah the Council OAS.

Salah satu pihak ataupun pihak secara bersama-sama dapat menyerahkan masalah-masalah yang terjadi ke Council OAS. Lalu komisi berdasarkan kesepakatan para pihak, penyelidikan akan dilakukan. Setelah itu, rekomendasi

mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang tepat akan diberikan. Komisi dapat pula menyerahkan persoalan tersebut ke the Inter-American Committee on Peaceful Settlements. Committee ini terdiri dari beberapa perwakilan negara anggota OAS dalam menyelesaikan sengketa yang disepakati para pihak.

Council OAS akan menyerahkan permasalahan kepada the Committee agar diadakan penyelidikan, memberikan jasa-jasa baik atau memberikan rekomendasi prosedur penyelesaian sengketa. Jika penyerahan sengketa ini tidak disetujui oleh pihak yang bertentangan maka committee akan melaporkan kepada the Council OAS lalu jika hal ini terus berlanjut maka akan dibuat laporan kepada Assembly OAS. Upaya dari OAS berakhir di tahap ini saja.

Dalam pasal 31 Pakta Bogota memberikan dan mengakui semua sengketa kepada yurisdiksi ICJ, sesuai dengan pasal 36 ayat (2) Statuta ICJ Optional Clause. Dan dalam pasal 32 menyatakan bahwa ICJ dapat berwenang bila suatu prosedur konsiliasi tidak berhasil mencapai kesepakatan atau para pihak tidak menyerahkan sengketanya ke arbitrase.41

C. Penyelesaian Sengketa oleh Uni Eropa

Uni Eropa merupakan organisasi internasional regional yang berada di lingkungan negara-negara Eropa. Perjanjian Roma menjadi cikal bakal Uni Eropa dan juga dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi Eropa. Dalam perjanjian tersebut mensyaratkan negara anggotanya untuk tidak menyerahkan sengketanya

41

mengenai penafsiran dan pelaksanaaan Perjanjian Roma 1957, sesuai dengan cara atau prosedur yang terdapat dalam Perjanjian Roma.

Adapun badan yang berwenang dalam menangani sengketa yang terjadi dia antara negara anggota Uni Eropa adalah:

1. The European Comission; dan

2. The Court of Justice.

The European Comission (Comission) bertugas mengeluarkan usulan pengaturan kepada the Council dan the European Parliament. Selain itu juga Comission juga berperan sebagai an enforcing mechanism of Community Laws. The Comission juga dapat mengenakan sanksi denda kepada negara yang melanggar hukum Uni Eropa.

Dalam hal suatu anggota menganggap bahwa anggota lainnya telah gagal dalam melaksanakan kewajibannya menyelesaikan masalah tersebut dapat dibawa ke the Comission dan selanjutnya akan mengeluarkan pendapat atas hal tersebut dalam jangka waktu 3 bulan dan pendapat ini tidak mengikat.

Pihak penuntut dapat membawa masalah tersebut ke hadapan the Court (the Court of Justice) apabiila the Commission tidak dapat memenuhi batas waktu tersebut atau apabila negara penuntut tidak sepakat dengan pendapat the Commission atau apabila negara tergugat tidak melaksanakan pendapat tersebut.

The Court terdiri dari 15 orang hakim dimana satu negara diwakil oleh satu orang hakim dan mereka bertugas dengan jangka waktu 6 tahun. Dalam hal the Court berkesimpulan bahwa suatu negara anggota telah gagagl melaksanakan

kewajibannya maka negara tersebut akan diminta melakukan tindakan yang diperlukan untuk mematuhi putusan the Court.

Dalam The Single European Act 1986 memperkenalkan suatu pengadilan baru, yaitu the Court of First Instance, yang mulai bekerja pada 1 September 1989, berfungsi mendengar dan mengadili sengketa di antara Uni Eropa dengan pegawainya (semacam peradilan administratif Uni Eropa), sengketa mengenai hukum persaingan, atau sengketa-sengketa yang tergolong kecil. Badan ini terdiri dari 15 orang hakim dan bertugas dengan jangka waktu 6 tahun. 42

D. Penyelesaian Sengketa oleh Organisasi Persatuan Afrika

Organisasi Persatuan Afrika atau the Organization of African Unity (OAU) berdiri pada 23 Mei 1963 didasarkan pada Piagam Addis Abbaba. Pembentuka organisasi ini digagas oleh Gamal Abdul Naser dari Mesir, Kwame Nkrumah dari Ghana, dan Ahmad Sekouture dari Guinea. Adapun tujuan dari OAU terdapat dalam pasal 2 Piagam OAU yang menyatakan:

1. Memajukan persatuan dan solidaritas negara-negara Afrika;

2. Mengoordinasi dan meningkatkan kerja sama dan usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi bangsa-bangsa Afrika;

3. Membela kedaulatan, keutuhan wilayah, dan kemerdekaan Afrika; 4. Menghapuskan segala bentuk kolonialisme dari Afrika;

5. Memajukan kerja sama internasional.

42

Maka dapat disimpulkan bahwa OAU memiliki tujuan dalam mengumpulkan negara-negara Afrika menjadi satu entitas politik dan berusaha menyelesaikan segala bentuk konflik dan perselisihan yang terjadi di antara negara Afrika.

Dalam pasal 19 Piagam memuat menegenai pengaturan penyelesaian sengketa dimana memuat batasan penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan dengan pembentukan Komisi Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase. Pembentukan Komisi lebih lanjut diatur dengan Protokol Kairo pada 21 Juli 1964 dimana Komisi ini terdiri dari 21 anggota yang dipilih oleh the Assembly of Heads of State and Government (atau the Assembly badan tertinggi OAU). Komisi ini memiliki wewenang sebagai badan yudisial dan non yudisial (peradilan dan non peradilan). Penanganan sengketa dilakukan oleh Komisi jika para pihak menyepakatinya, namun ada kemungkinan bahwa suatu sengketa diserahkan secara sepihak ke the Council of Ministers (Council) atau the Assembly.

Apabila kata sepakat tidak diterima oleh pihak lain, maka Bureau of the Commission akan menyerahkan sengketanya kepada Council agar dapat dipelajari. Jika hal ini diterima oleh pihak lainnya maka the Commission akan melanjutkan penyelidikan dan melaksanakan fungsinya sebagai mediator.

Prosedur yang lebih sering ditempuh yaitu dengan cara para pihak menyerahkan sengketanya dengan cara penyelesaian mediasi oleh the Assembly. Proses melalui mediasi bersifat informal. Dalam pasal 20 Protokol jika suatu sengketa diserahkan ke Komisi Mediasi maka presiden akan menunjuk satu atau lebih anggota komisi untuk melakukan mediasi atas persetujuan para pihak.

Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi jarang dilakukan. Penunjukkan badan Konsiliasi dilakukan jika penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara tersebut. Fungsi badan konsiliasi yaitu mengklarifikasi pokok sengketa dan setelah itu akan berupaya mencari penyelesaiannya.

Dalam praktik, OAU juga telah memanfaatkan prosedur penyelesaian sengketa lainnya seperti ad hoc committee yang dibentuk oleh the Council of Ministers maupun the Assembly of Heads of State and Government untuk menyelesaikan sengketa. OAU juga telah memanfaatkan jasa jasa baik dari pemimpin negara-negara Afrika.

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN MENURUT MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA ASEAN

A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Piagam ASEAN

ASEAN sebagai organisasi internasional regional juga memiliki pengaturan atas penyelesaian sengketa yang menyangkut negara-negara anggotanya. Sebagaimana dalam Bab VIII pasal 22 Piagam ASEAN yang menyebutkan bahwa:

Member states shall endeavour to resolve peacefully all disputes in a timely manner through dialogue, consultation, and negotiation.

Terjemahan:

Negara-negara anggota wajib berupaya menyelesaikan secara damai semua sengketa dengan cara yang tepat waktu melalui dialog, konsultasi, dan negosiasi.

Jelas dari pernyataan pasal tersebut bahwa ASEAN mengupayakan penyelesaian sengketa melalui cara damai seperti negosiasi, mediasi, maupun jasa baik. Negara-negara anggota ASEAN yang menjadi para pihak yang bersengketa dapat dengan sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui cara jasa baik, konsiliasi, atau mediasi dalam menyelesaikan sengketa dalam batas waktu yang disepakati.43 Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN dapat bertindak

sebagai ex-officio atas kesepakatan para pihak yang bersengketa untuk menyelenggarakan jasa baik, konsiliasi, atau mediasi.

Pengaturan Penyelesaian Sengketa termuat dalam Bab VIII dalam pasal 22 sampai dengan pasal 28 Piagam ASEAN. Piagam ini juga mengatur apabila sengketa tetap tidak terselesaikan walaupun sudah dilakukan dengan cara yang diatur dalam Piagam ini dan instrumen-instrumen lainnya, maka sengketa ini wajib dirujuk ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.44

Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN. Konferensi ini terdiri dari para Kepala Negara atau Pemerintahan dari tiap-tiap negara anggota. Konferensi Tingkat Tinggi juga dapat membahas, memberikan arah kebijakan, dan mengambil keputusan atas isu-isu yang berkaitan dengan realisasi tujuan ASEAN, hal-hal yang menjadi kepentingan negara anggota, dan segala isu yang dirujuk kepadanya. Adapun salah satu wewenang dari Konferensi Tingkat Tinggi ini adalah memutuskan hal-hal yang dirujuk berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penyelesaian sengketa. Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi dilaksanakan dua kali dalam jangka waktu satu tahun. Pelaksanaan Konferensi ini dilakukan oleh negara anggota dari Ketua ASEAN yang sedang menjabat. Tak hanya terbatas dalam jangka waktu tersebut, namun pertemuan ad hoc juga dapat diselenggarakan bila dibutuhkan, dimana pelaksanaan tersebut diketuai oleh negara anggota dari Ketua ASEAN yang sedang menjabat tersebut. Penentuan tempat pertemuan ad hoc tersebut harus disepakati bersama oleh negara-negara anggota.

44

Selanjutnya dalam pasl 28 Piagam ASEAN, para pihak yang bersengketa dapat mengalihkan cara penyelesaian sengketa melalui cara damai sebagaimana tertuang dalam pasal 33 ayat (1) dari Piagam PBB atau instrumen hukum internasional lainnya dimana para pihak terdaftar sebagai negara anggota di dalamnya.

Selain itu pengaturan penyelesaian sengketa ASEAN termuat dalam the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) yang ditandatangani di Bali 24 Februari 1976. TAC merupakan instrumen dimana negara anggota ASEAN sepakat untuk senantiasa mencegah dan menyelesaikan sengketa yang dapat menggangu hubungan regional dan dengan itikad baik melalui perundingan- perundingan yang bersahabat. Bab IV TAC yaitu di pasal 13-17 memuat pengaturan mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Menurut TAC, terdapat 3 mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa yang dikenal negara- negara anggota ASEAN diantaranya:

1. Penghindaran timbulnya sengketa dan penyelesaian melalui negosiasi secara langsung.

Menurut pasal 13 TAC, negara-negara anggota untuk sebisa mungkin dengan itikad baik mencegah timbulnya sengketa diantara mereka dan apabila sengketa tetap terjadi maka para pihak wajib menahan diri untuk tidak menggunakan kekerasan. Dalam pasal 13 ini mewajibkan para pihak menyelesaikan melalui cara negosiasi secara baik-baik dan langsung di antara mereka.

2. Penyelesaian sengketa melalui theHigh Council

Dalam TAC menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh the High Council jika negosiasi para pihak gagal dicapai.

To settle disputes through regional process, the High Contracting Parties shall constitute, as a continuing body, a High Council comprising a Representative at ministerial level from each of the High Contracting parties to take cognizance of the existence of disputes or situations likely to disturb regional peace and harmony. 45

The council terdiri dari setiap negara anggota ASEAN. Apabila sengketa timbul maka the Council akan memberi rekomendasi mengenai penyelesaian sengketanya. Wewenang the High Council juga dengan memberikan jasa baik, mediasi, penyelidikan atau konsiliasi dengan persetujuan para pihak.46

High Council terdiri dari perwakilan-perwakilan negara ASEAN setingkat dengan Menteri dimana The High Council terdiri dari wakil-wakil negara anggota ASEAN, 1 negara 1 wakil setingkat menteri, masing-masing negara 1 orang 1 wakil setingkat menteri pula untuk negara di luar ASEAN.

High Council memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi kepada para pihak untuk mempergunakan cara penyelesaian sengketa yang tepat (good offices, mediasi, konsiliasi, dan lainnya), dan juga dapat bertindak sendiri sebagai pemberi good offices. Selain itu juga High Council dapat bertindak sebagai Komite Mediasi, Komite Penyelidik, atau Komite Konsiliasi.47

Dokumen terkait