• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN

F. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal

Pertimbangan utama bagi investor melakukan investasi adalah adanya jamninan hukum penyelesaian sengketa penanaman modal, adanya cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase luar negeri merupakan pilihan para investor dengan pertimbangan bahwa para investor khususnya asing tidak mengenal atau memahami sistem hukum di Negara tempat ia melakukan investasi.

Di Indonesia sendiri penyelesaian sengketa penanaman modal di atur di dalam UUPM.

Pasal 32 UUPM mengatur sebagai berikut :

(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.

(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.

Pemerintah Indonesia juga telah melakukan rativikasi terhadap Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and National of other States dengan UU No.5 Tahun 1968, dengan adanya rativikasi ini maka investor asing dapat terlindung dari resiko investasi termasuk dari resiko politik (seperti: pengambil alihan aset/nasionalisasi). Tindak lanjut dari konvensi ini adalah dibentuknya lembaga penyelesaian sengketa antara penanam modal dengan Negara penerima modal The International Cebter for the Settlement of Investmen Dispute (ICSID), akan tetapi yang perlu diingat juga bahwa Pasal 2 UU No.5 Tahun 1968 menyatakan “Pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing diputuskan menurut konvensi dan untuk mewaikili Republik Indonesi dalam perselisihan tersebut dengan hak subtitusi” dengan demikian tidak berarti secara otomatis setiap sengketa harus di selesaikan

di dewan arbitrase ICSID53

a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrasi Internasional.

.

Konvensi lain yang berkaitan dengan Arbitrase diatas adalah Konvensi New York 1958 konvensi ini diratifikasii oleh pemerintah RI dengan Keputusan Presiden RI No.34 Tahun 1981. Dalam Pasal III Konvensi New York 1958 disebutkan, tiap Negara peserta dari konvensi ini akan mengakui keputusan arbitrase luar negeri dan menggapnya sebagai mengikat serta melaksanakan keputusan arbitrase itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di wilayah dimana keputusan itu diminta untuk dilaksanakan.

Selain peraturan-peraturan tersebut diatas Pemerintah Indonesia juga menerbitkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), hal ini dilakukan agar tidak ada lagi keraguan tentang pelaksanaan putusan dari lembaga arbitrase.

Pasal 66 UUAAPS mengatur sebagai berikut :

Putusan Arbirase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah Hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.

53

Patria Law Office, " Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal", http://anggisitorus.blogspot.co.id/2011/04/penyelesaian-sengketa-penanaman-modal.html (diakses pada tanggal 17 Oktober 2015).

c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan dan arah pembangunaan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Periode 2005-2025 yakni, berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, di mana masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, di antaranya bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi identik dengan pembangunan sektor-sektor ekonomi yang terdapat di Negara kita ini, seperti; sektor pertanian, kehutanan, perikanan, petternakan, pertambangan, industri, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.

Pelaksanaan pembangunan memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah atau masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Keadaan yang ideal, dari segi nasionalisme adalah apabila kebutuhan akan modal tersebut sepenuhnya dapat disediakan oleh kemampuan modal dalam negeri sendiri, apakah itu oleh pemerintah dan atau duniaa usaha swasta dalam negeri. 1

Jika dicermati secara seksama apa yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini sungguh menakjubkan yakni bagaimana menyejahterakan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun patut disadari bahwa untuk mencapai tujuan tersebut tidak

1

Ilmar Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta:Kencana, 2004) , hlm.1-2.

segampang membalik telapak tangan, namun memerlukan kerja keras semua pihak. Sarana yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut yakni melalui pranata pembangunan.2

Mencermati peranan penanaman modal cukup signifikan dalam membangun perekonomian, tidak mengherankan jika di berbagai negara di dunia , baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang berusaha secara optimal agar negaranya dapat menjadi tujuan penanaman modal asing. Di lain pihak, dari sudut pandang pihak penanam modal adanya keterbukaan pasar di era globalisasi membuka peluang untuk melakukan kegiatan penanaman modal di berbagai negara. Tujuannya sudah jelas yakni bagaimana mencari untung, sedangkan negara penerima modal berharap ada partisipasi penanam modal atau investor dalam pembangunan nasionalnya

Untuk melaksanakan pembangunan tersebut tidak dapat dipungkiri membutuhkan modal yang tidak sedikit. Bila hanya mengandalkan modal dari sumber dana pemerintah, hampir dapat dipastikan akan sulit mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini. Untuk itu perlu dicari sumber dana lain. Salah satu sumber modal yang dapat dimaanfaatkan adalah melalui pranata hukum penanaman modal. Lewat pranata hukum penanaman modal diharapkan ada payung hukum yang jelas bagi pihak penanam modal jika ingin menanamkan modalnya.

3

Sebagai Negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan untuk membangun kembali perekonomian Indonesia

2

Lili rasjidi dan Putra Wyasa , Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung:Mandar Maju,2003), hlm.25.

3

yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Dengan adanya kegiatan penanaman atau invesatasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan riil.

Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.4

Pihak penanam modal semakin leluasa dalam melakukan kegiatan penanaman modal di era liberalisasi perdagangan yang ditandai dengan

megacompetition. Untuk itu penerima modal harus menyiapkan berbagai sarana dalam menarik investor. Sebagaimana dikatahui, pada era tahun tujuh puluhan, motivasi investor asing untuk berinvestasi di berbagai kawasan adalah memperoleh sumber daya alam dan memproduksi dari lokasi yang lebih murah. Namun, pada era tahun delapan puluhan, motivasi relokasi menjadi lebih penting. Hal ini disebabkan, karena biaya produksi semakin tinggi. Lebih penting lagi adalah perusahaan-perusahaan transnasional telah mengglobal, lalu mereka mulai menciptakan jaringan produksi antar berbagai lokasi berdasarkan sumber daya

Penanaman Modal berperan penting dalam perekonomian Negara. Penanaman modal memberi lapangan kerja bagi penduduk setempat, membantu menggerakkan perekonomian dalam negeri, menyumbang

skill dan terutama modal ke dalam negeri penerima modal.

4

alam dan tenaga kerja serta kapabilitas teknologi, proses produksi yang dapat dibagi antarlokasi yang berbeda. Jaringan produksi dibentuk, umumnya produk kahir diekspor ke negara lain. Pola tersebut telah menciptakan kaitan antara perdagangan dan investasi di berbagai kawasan dan merupakan tuntutan proses integrasi yang didorong oleh tuntutan pasar.5

Penanaman modal didorong oleh suatu proses pengembangan ekonomi di suatu wilayah tertentu. Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.6 Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu daam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dn memperoleh fasilitas tertentu.7

5

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi (Bandung:NUANSA AULIA,2010), hlm. 59. 6

Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal 7

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus

Pada dasarnya, Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, diselenggarakan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu yang ditujukan untuk melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, serta memberikan dampak yang besar pada peningkatan lapangan kerja dalam negeri.

Perkembangan ekonomi global Indonesia perlu memfokuskan pada peningkatan ekspor dan investasi pada beberapa kawasan khusus yang memang mendapatkan fasilitas perpajakan dan kepabeanan. Beberapa keunggulan Indonesia dapat menjadi peluang dalam menarik investasi, diantaranya, letak geografis Indonesia yang sangat ideal bagi pengembangan pusat logistik dan distribusi karena dilewati oleh jalur maritim internasional dan posisi Indonesia terletak di tengah pasar yang sangat besar, yaitu pasar ASEAN. Sementara itu, pengembangan kawasan ekonomi di Indonesia bukanlah hal yang asing. Pasalnya pada tahun 1970 Indonesia berhasil mengembangkan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui UU NO. /1970, dilanjutkan pada tahun 1972 dikebangkan pula Kawasan Berikat (Bounded Warehouse) Kemudian tahun 1989 dikembangkan Kawasan Industri, setelah itu pada tahun 1996 dikembangkan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan terakhir pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus pada tahun 2009.8

Pada dasarnya KEK dibentuk untuk menjadikan lingkungan kondusif bagi akitivitas penanaman modal, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi. Untuk ide ini diinspirasi dari keberhasilan beberapa negara yang lebih dulu mengadopsinya, seperti Cina dan India. Bahkan data-data empiris melukiskan bahwa KEK di negara tersebut mampu menarik para investor, terutama investor asing untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja. Hal itu tak lain karena kemudahan yang didapat para investor, kemudahan itu berbentuk kemudahan di bidang fiskal,

perpajakan dan kepabeanan. Bahkan ada juga di bidang non-fiskal, seperti kemudahan birokrasi, pengaturan khusus di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan yang efisien dan ketertiban di dalam kawasan.9

Untuk meningkatkan penanaman modal pada KEK, yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu serta untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, perlu memberikan fasilitas dan kemudahan di KEK. Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan modal di Indonesia diberikan berbagai kemudahan. Pemberian kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik maupun investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Investasi itu sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pembangunan.10

Pemasukan barang impor ke KEK, belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK, ke tempat lain dalam daerah pabean berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya. Barang yang terkena ketentuan pembatasan impor dan ekspor dapat diberikan pengecualian dan/atau kemudahan.

Fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia salah satunya berupa fasilitas dan kemudahan Lalu Lintas Barang.

11 B. Perumusan Masalah 9 Ibid.,78. 10

Salim H dan Sutrisno Budi, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta:Raja Grafindo Persada ,2014), hlm. 269.

11

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 Tentang Fasilitas dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus, Pasal 31 Angka 2-5.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, selanjutnya dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan penanaman modal berdasarakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?

2. Bagaimanakah pengadaan kawasan ekonomi khusus beradasarkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus?

3. Bagaimanakah pengaturan pemberian fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang di kawasan ekonomi khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan KemudahanKawasan Ekonomi Khusus?

C. Tujuan Dan Maanfaat Penulisan

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan Penanaman Modal menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

2. Untuk mengetahui pengadaan Kawasan Ekonomi Khusus menurut Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus

3. Untuk mengetahui pemberian fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 Tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus

Sedangkan yang menjadi manfaat penelitian dalam hal ini adalah :

1. Secara teoritis untuk memberikan gambaran dan uraian yang komprehensif mengenai pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus,

khususnya pemberian fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang di Kawasan Ekonomi Khusus.

2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan materi bagi para pembacanya baik umum maupun para akademisi ataupun sebagai bahan referensi bagi para mahasiswa yang ingin membahas tentang pemberian Fasilitas dan Kemudahan di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini berjudul “Kajian yuridis terhadap fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang di wilayah kawasan ekonomi khusus sebagai upaya peningkatan penanaman modal di Indonesia”. Penulis telah melakukan pemeriksaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini belum pernah ada yang membahasnya atau meneliti. Berdasarkan penelusuran (checking) di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ditemukan beberapa judul penelitian yang membahas seputar Penanaman Modal dan Kawasan Ekonomi Khusus, yaitu: 1. Ronal Sirait, 040200123, Kewajiban dan Tanggung Jawab Penanam Modal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

2. Dwi Susilawati, 100200031, dengan judul Analisis Hukum Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

Keseimbangan Kemajuan Dalam Penanaman Modal Berdasarkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Beserta Peraturan Pelaksananya .

Meskipun demikian, substansi permasalahan dan penyajian dari penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut diatas. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan apabila dikemudian hari ada bukti bahwa penelitian ini plagiat atau duplikasi.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Penanaman Modal

Penanaman Modal menurut Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan penanaman modal atau modal dalam suatu perusahaan/proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Pengertian penanaman modal atau investasi menurut Kamus Hukum Ekonomi adalah penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan/member sekuritas dengan maksud untuk mencapai keuntungan.12

12

A.F.Elly Erawaty dan J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi(Jakarta: Proyek ELIPS, 1996), hlm. 14.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UUPM) Pasal 1 angka 1 mendefinisikan penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Idonesia. Investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portofolio investment), sedangkan penanaman modal lebih memiliki konotasi kepada investasi langsung.

2. Kawasan Ekonomi Khusus

Pasal 31 Angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 merumuskan untuk mempercepat pembangunan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus. Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 merumuskan Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK, adalah Kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona : 1. Pengolahan ekspor;

2. Logistik; 3. Industri;

4. Pengembangan teknologi; 5. Pariwisata;

7. Ekonomi lain.13

KEK membutuhkan Badan Usaha yang berfungsi badan pengelola KEK tersebut. Dalam Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan bahwa Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. Berbeda hal nya dengan Pelaku Usaha di dalam KEK yang merupakan perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK.

3. Fasilitas dan Kemudahan di KEK

Dalam rangka meningkatkan penanaman modal pada KEK yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu serta untuk meningkatkan penyerapam tenaga kerja, perlu memberikan fasilitas dan kemudahan di KEK berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, lalu lintas barang, ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan, serta perizinan dan nonperizinan.14

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji,

13

Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus

14

serta mengembangkan ilmu pengetahuan15

1. Spesifikasi Penelitian.

. Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.16

2. Data Penulisan

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat yaitu Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 Tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa

15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986), hlm. 250.

16

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat(Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm. 33,

buku-buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

c. Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research).Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (library research).

Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah. 4. Analisa data

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan kegiatan

untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisa data dilakukan dengan :17

Bab I merupakan Pendahuluan. Dalam Bab ini mengemukakan apa

Dokumen terkait