DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anoraga, Pandji. Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995.
Dyah, Rokmatussah, Anna & Suratman. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
Ginting, Budiman. Hukum Investasi: Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing. Medan : Pustaka Bangsa Press, 2007.
Harjono K, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal, Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2008.
HS, Salim & Sutrisno, Budi. Hukum Investasi Di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
HS, Salim. Hukum divestasi di Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010. Ikhsan, Edy & Mahmul Siregar. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Bahan Ajar. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009. Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana
Media Group, 2007.
Juwana, Hikmahanto. Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian dan Investasi. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2006.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007.
Rahmawati, Rosyidah N. Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global. Malang : Penerbit Bayumedia, 2004.
Rajagukguk, Erman. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007.
Sihombing, Jonker.Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, Bandung : PT. Alumni, 2008.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.
Supanca, Ida Bagus Rahmadi. Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di Indonesia. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2006.
Syahyu, Yulianto. Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam:Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22-No. 5, Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003.
Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta : Sinar Grafika, 2010.
B. Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
C. Makalah
Khairunnisa Fathin, “Neraca Pembayaran dan Tingkat Ketergantungan Pada Modal Asing” 2015).
D. Website
Sumbarprov, "Tujuan Penanaman Modal",
(diakses pada tanggal 17 Oktober 2015.
BAB III
PENGADAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN
EKONOMI KHUSUS
A. Pengertian Dan Sejarah Lahirnya Kawasan Ekonomi Khusus
Kawasan Ekonomi Khusus adala
tercakup dalam
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui
penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
54
Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu yang
tercakup dalam wilayah Hukum RI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.55 Kawasan Ekonomi
Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu
dalm wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.56
KEK adalah kawasan industri khusus. KEK sebagai kawasan industri, tidak berbeda dengan kawasan industri yang telah ada, yaitu berisi sekumpulan perusahaan yang relatif sejenis. Sehingga dalam konteks ini, KEK tidak berbeda
54
https://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Ekonomi_Khusus 55
Ayu Prima Yesuari, Mengenal Kawasan Ekonomi Khusus,(Jakarta:ERLANGGA,2014), hlm.73
56
dengan kawasan industri tradisional, kawasan berikat, kawasan ekonomi terpadu, kawasan industri estate, Free Economic Zones, Free Trade Zones, Enterprise Free Zones, Enterprise Trade Zones, Export Processing Zones, Free Ports,
Foreign Trade Zones, New Export Distribution Centers; danRegional Foreign
Trade Zones.57
Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan
ketentuan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, perijinan, keimigrasian, dan
ketenagakerjaan.Maksud pengembangan KEK adalah untuk member peluang bagi
peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan
siap menampung kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi.58
1. Sejarah Kawasan Ekonomi Khusus di Luar Negeri
Lahirnya KEK didahului oleh lahirnya kawasan-kawasan industri yang memang telah ada sejak pertengahan abad ke-19. Konsep KEK mulai terkenal di China pada era tahun 1980-an. Namun didalam negeri, konsep KEK baru diperkenalkan sejak dikeluarkannya UU No Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), walaupun sebenarnya telah disinggung di UU RI No 25
RI No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, namun belum spesifik.
Sejarah KEK tidak terlepas dari munculnya kawasan-kawasan industri yang telah ada di abad ke-19. Pada tahun 1876 kawasan industry dikembangkan di Inggris, yaitu Trafford park estate dengan luas sekitar 500 ha yang merupakan kawasan industry terluas sampai tahun 1950-an. Selanjutnya pada awal abad 20,
57
Joubert M Maramis, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Perekonomian Daerah,
(Manado : ERLANGGA,2013), hlm. 1. 58
di Amerika Serikat, dikembangkan kawasan industry di kota Chicago antar lain central manufacturing district yang dibangun pada tahun 1909 seluas 215 ha dan the pershing road district yang dibangun pada tahun 1910 dengan luas 40 ha.59
Istilah KEK atau special economic zone (SEZ) sebagai suatu industrial park diperkenalkan di Puerto Rico di tahun 1947. KEK saat itu dibangun dengan
tujuan menangkap peluang investasi dari daratan Amerika Serikat (Kumar, 2008). Konsep ini kemudian diadopsi oleh Irlandia dan Taiwan pada tahun 1960-an. Namun negeri Cina-lah yang membuat KEK menjadi terkenal di seluruh dunia, yang berawal di kota Shenzhen. Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan KEK sebagai suatu kawasan. Hal ini sangat masuk akal karena
Selanjutnya pada tahun 1960-an di Amerika serikat telah berkembang kawasan industry yang dikenal dengan nama science park atau technology park yaitu kawasan industry untuk tujuan penelitian dan pengembangan. Pada
tahun 1970-an, dikembangkan konsep business park dimana dalam suatu kawasan terdapat berbagai kegiatan seperti perkantoran dan industry yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan rekreasi. Kemudian pada tahun 1980-an kawasan perumahan juga dimasukkan dalam kawasan business park.(Mulyadi dan Monstiska, majalah kawasan (2011: 1-2). Namun penggunaan istilah KEK (SEZ, special economic zone) baru lahir dipertengahan abad ke 20.
59
KEK, bukanlah konsep baru. KEK berkembang dari kawasan industri yang telah ada jauh sebelum konsep KEK dikenal.60
Perkembangan KEK di luar negeri di akhir abad ke 20 dan awal abad ke-21,mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dari sisi jumlah. Menurut Kumar (2008), KEK mengalami booming pada tahun 1995 yaitu terdapat 500 buah KEK di 73 negara, namun pada tahun 2002 bertambah menjadi sekitar 3.000 buah di 120 negara, yang menghasilkan US$ 600 billion eksport dan menyerap 50 juta pekerja. Yang diakhir tahun 1990-an hanya ada 80 buah KEK di 30 negara, yang menghasilkan US$ 6 billion (milyar) eksport dan mempekerjakan sekitar 1 juta Hal ini dibuktikan dengan banyaknya negara yang awalnya memiliki kawasan industri kemudian merubahnya menjadi KEK. Menurut Knowledge Innovation Zone Research Report tahun 2006, konsep Special economic
zones (SEZ), memiliki banyak sinonim (alternatif konsep) antara lain : Free
Economic Zones, Free Trade Zones, Enterprise Free Zones, Enterprise Trade
Zones, Export Processing Zones, Free Ports, Foreign Trade Zones, New Export
Distribution Centers dan Regional Foreign Trade Zones. Sebagai contoh ; di
India, awalnya kawasan industri yang ada disebut Export Processing Zones (EPZ) atau zona pemrosesan export, yang telah ada sejak tahun 1965. Namun
kemudian ada delapan EPZ dikonversi menjadi KEK, ditahun 2000. (Kumar, 2008).
60
tenaga kerja. Ini menunjukkan bahwa KEK telah berkembang dalam lingkup negara dan bahkan dalam lingkup global, saat ini.61
2. Sejarah Kawasan Ekonomi Khusus di Dalam Negeri
Salah satu hal yang memicu perkembangan KEK yang fantastis belakangan ini adalah adanya globalisasi ekonomi. Yang diiringi dengan masuknya FDI (foreign direct investment), khususnya dari negara maju ke negara negara industri baru seperti Taiwan dan China, diawal tahun 1990-an.
Sama seperti kondisi di luar negeri, KEK di dalam negeri, didasari pada perkembangan kawasan industri yang telah ada di era tahun 1970-an. Namun secara formal, baru lahir sejak dikeluarkannya UU No Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Bandingkan dengan India diera akhir tahun
2000, dan china di tahun 1980-an. Dan bahkan sampai saat ini (September 2011)
belum ada kawasan yang ditetapkan menjadi KEK.
Namun jika melihat kebelakang, kawasan industri di Indonesia telah ada
sejak tahun 1970-an. Hal ini didahului oleh lahirnya PT Jakarta Industrial Estate pulogadung (PT.JIEP) dengan luas kawasan 570 ha di DKI Jakarta pada Tahun 1973, yang merupakan upaya dari pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan industry yang jumlahnya semakin meningkat saat itu ( Mulyadi dan Monstiska, 2011:2).
Lahirnya istilah KEK di Indonesia seiring dengan lahirnya UU no 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah menyebutkan Kawasan EKonomi Khusus (KEK) pada Bab XIV dalam pasal 31. KEK sebenarnya, telah digulirkan
61
jauh sebelum adanya UU no 25 tahun 2007. Hal ini dapat dilihat pada tanggal 25 juni 2006, Presiden SUsilo Bambang Yudoyono, melakukan penandatanganan kerja sama pembentukan Special economic zone (SEZ) bersama perdana menteri Singapura Lee Hsien Loong di Turi Beach Resort. Jadi sebelum pengaturan KEK tersebut, sebenarnya cikal bakal terbentuknya KEK sudah dilakukan oleh pemerintah RI dengan pemerintah Singapura. Jadi UU 25/2007 hanya merupakan salah satu justifikasi atau legalitasnya.62
B. Fungsi, Bentuk dan Kriteria Kawasan Ekonomi Khusus
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geo strategidanberfungsi untuk menampung kegiatan industry, eksport, import dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
1. Fungsi Kawasan Ekonomi Khusus
KEK dengan fungsi perekonomian, mengandung makna bahwa pembentukan KEK haruslah mempertimbangkan keunggulan pada aspek sumber-sumber daya ekonomi dan lokasi yang strategis dalam konteks perekonomian nasional dan global. Artinya keberadaan KEK haruslah menjadi basis perdagangan Internasional bagi daerah yang akan dibentuk KEK. Dengan harapan KEK dapat memicu terjadinya percepatan ekonomi diwilayah /daerah dimana KEK berada secara khusus dan memicu terjadinya percepatan ekonomi secara nasional. Untuk itu pada UU 39/2009, pasal 2, dikatakan bahwa KEK
62
dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.63 2. Bentuk Kawasan Ekonomi Khusus
Pembentukan KEK, didasari pada konsep cluster, atau zoning. Zona adalah area di dalam KEK dengan batas tertentu yang pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena bersifat zoning maka dibutuhkan peraturan untuk mengaturnya. Menurut penjelasan UU 39/2009, Yang dimaksudkan dengan “peraturan zonasi” adalah ketentuan yang mengatur persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap Zona peruntukkan yang penetapan Zonanya dilakukan dengan rencana rinci tata ruang. Menurut UU 39/2009, pasal 3, bahwa aspek zoning dalam KEK dapat diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) zona, yaitu:
63
a. pengolahan ekspor; b. logistik;
c. industri;
d. pengembangan teknologi; e. pariwisata;
f. energi; dan/atau g. ekonomi lain.
terbarukan, teknologi hemat energi, dan pengolahan energi primer. Dan “Zona ekonomi lain” antara lain dapat berupa Zona industri kreatif dan Zona olahraga.
Dan KEK dapat terdiri atas satu atau beberapa Zona, didalam kawasan KEK, harus ada fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Dan di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.64
3. Kriteria Kawasan Ekonomi Khusus
Menurut UU 39/2009, pasal 4, KEK harus memenuhi kriteria :
a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;
b. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional
atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan
d. mempunyai batas yang jelas.
Untuk point C, Yang dimaksud dengan “jalur pelayaran internasional” adalah:
(1) Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI);
(2) jaringan pelayaran yang menghubungkan antarpelabuhan internasional hub di Indonesia dan pelabuhan internasional di Indonesia; dan
64
(3) jaringan pelayaran yang menghubungkan antara pelabuhan internasional hub dan pelabuhan internasional dengan pelabuhan internasional di negara lain.65
Untuk point D, Yang dimaksud dengan “mempunyai batas yang jelas” adalah batas alam (sungai atau laut) atau batas buatan (pagar atau tembok). Juga menurut PP 2/2011, pasal 11, pada batas KEK harus ditetapkan pintu keluar dan masuk barang untuk keperluan pengawasan barang yang masih terkandung kewajiban kepabeanan. Menurut PP 2/2011, pasal 6, lokasi KEK yang diusulkan, bisa berupa lokasi KEK yang baru atau lokasi perluasan KEK yang telah ada.Hidayat (2011), menyatakan bahwa masalah lokasi kawasan industri dinilai penting untuk dibahas (Harrington dan Wart, 2002), dikarenakan dua hal penting yaitu :
(1) Warga yang bekerja di dalam kawasan industri tersebut akan membina keluarganya, mendidik anaknya, membeli rumah, bertempat tinggal, dan menetapkan hidupnya secara jangka panjang, kesemuanya itu berhubungan erat dengan keberlangsungan kawasan industrinya. Kalau sesuatu terjadi dengan kegiatan industri yang berada di dalam kawasan (misalnya ditutup) atau malah kawasannya kemudian ditinggalkan oleh para penggunanya karena alas an alas an lokasional, maka warga tersebut akan kehilangan pekerjaan. Betul mereka bisa pindah ke tempat lain, tetapi asset yang ditinggalkan (rumah,pekarangan dan asset
65
kawasan seperti klinik, sekolah, taman dll) tidak mudah untuk dipindahkan.
(2) Kegiatan industri, yang lebih banyak berada di dalam kawasan-kawasan, akan menghasilkan kesempatan kerja bagi penduduk, memberikan pemasukan bagi Negara berupa pajak, tetapi dari sisi lain, dapat memberikan ancaman seperti pencemaran lingkungan.66
C. Proses Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus
1. Pengusulan
Proses pengusulan dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus pada
suatu wilayah terbagi atas :
a. Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
menyampaikan usulan kepada Gubernur untuk pembentukan KEK di
wilayahnya. Gubernur mengoordinasikan rencana pembentukan KEK
dengan Bupati/Walikota yang sebagian wilayahnya diusulkan untuk
ditetapkan sebagai KEK.
b. Masing-masing Bupati/Walikota yang wilayahnya diusulkan untuk
ditetapkan sebagai KEK, menyampaikan tanggapan dan/atau
persetujuannya kepada Gubernur. Dalam persetujuan tersebut juga disertai
rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak
daerah dan retribusi daerah serta kemudahan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
66
c. Berdasarkan koordinasi dengan Bupati/Walikota, Gubernur
menyampaikan tanggapan dan/atau persetujuan pembentukan KEK di di
wilayahnya yang disertai juga rencana pemberian insentif berupa
pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta
kemudahan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
d. Menteri/Kepala LPNK berdasarkan tanggapan dan/atau persetujuan dari
Gubernur menyampaikan usulan pembentukan KEK kepada Ketua Dewan
Nasional melalui Sekretaris Dewan Nasional.
e. Sekretaris Dewan Nasional melakukan verifikasi dan evaluasi dokumen
pengusulan sesuai persyaratan yang ditentukan paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja.
f. Dalam hal dokumen usulan tidak lengkap, maka Sekretaris Dewan
Nasional menyampaikan kepada Menteri/Kepala LPNK untuk
pengembalian dokumen usulan untuk dilengkapi.
g. Dalam hal dokumen pengusulan pembentukan KEK dari Menteri/Kepala
LPNK telah melengkapi persyaratan, Sekretaris Dewan Nasional
menyampaikan kepada Tim Pelaksana untuk dilakukan pengkajian./
h. Tim Pelaksana dibantu oleh Sekretaris Dewan Nasional melakukan
pengkajian usulan pembentukan KEK paling lama 25 (dua puluh lima)
hari kerja. Pengkajian dilakukan, terhadap:
(a) pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan
i. Tim Pelaksana dapat membentuk kelompok kerja untuk mendalami
usulan pembentukan KEK oleh Gubernur.
j. Tim Pelaksana menyusun rekomendasi berdasarkan hasil kajian yang
dilaksanakan untuk disampaikan kepada Ketua dan Anggota Dewan
Nasional.
k. Rekomendasi Tim Pelaksana disampaikan kepada Ketua dan Anggota
Dewan Nasional
l. Sekretaris Dewan Nasional mengagendakan sidang Dewan Nasional untuk
membahas rekomendasi dan hasil kajian Tim Pelaksana terhadap usulan
pembentukan KEK yang disampaikan oleh Gubernur.
m. Dewan Nasional melakukan sidang untuk membahas rekomendasi dan
hasil kajian pembentukan KEK yang dilakukan oleh Tim Pelaksana
dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak rekomendasi
diterima dari Tim Pelaksana.
n. Pelaksanaan Sidang Dewan Nasional mengacu kepada Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional
Kawasan Ekonomi Khusus Nomor : PER-06/M.EKON/08/2010 tentang
Tata Tertib Persidangan dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan
Nasional Kawasan Ekonomi Khusus
o. Dalam Sidang Dewan Nasional diputuskan dan ditetapkan untuk
menerima usulan pembentukan KEK atau menolak usulan pembentukan
p. Dalam hal Dewan Nasional menyetujui usulan pembentukan KEK, Ketua
Dewan Nasional menyampaikan surat rekomendasi penetapan KEK
kepada Presiden yang disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. Penyusunan Peraturan
Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK mengacu
kepada peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan
perundang-undangan (antara lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).
q. Dalam hal Dewan Nasional menolak pembentukan KEK, penolakan
tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Nasional kepada
Menteri/Kepala LPNK pengusul yang disertai dengan alasan penolakan.
r. Presiden berdasarkan rekomendasi dari Dewan Nasional menetapkan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai
KEK menjadi Peraturan Pemerintah.
s. Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan KEK, Ketua Dewan
Nasional menyampaikan kepada Menteri/Kepala LPNK untuk
melakukan proses pelaksanaan pembangunan KEK sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkoordinasi dengan
Gubernur. Dalam proses pembangunan tersebut, Gubernur menyiapkan
usulan pembentukan Dewan Kawasan yang disampaikan kepada Ketua
Dewan Nasional.
Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:
Untuk Badan Usaha, usulan disampaikan melalui provinsi setelah
memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota.
b. Pemerintah kabupaten/kota; atau
Untuk kabupaten/kota, usulan disampaikan melalui pemerintah
provinsi.
c. Pemerintah provinsi.
Untuk pemeritah provinsi usulan disampaikan setelah mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota.
d. Kementerian / Lembaga Pemerintah Non Kementerian67
2. Penetapan
Proses penetapan terbagi atas :
a. Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK
dalam jangka waktu paling lama 45 hari kerja sejak diterimanya dokumen
usulan lengkap.
b. Dewan Nasional melakukan evaluasi kebenaran prosedur pengusulan dan
kelengkapan dokumen yang disampaikan.
c. Dalam hal usulan pembentukan KEK memenuhi prosedur dan lengkap
dokumen yang disampaikan, Dewan Nasional melakukan Kajian.
d. Berdasarkan hasil kajian, Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui
atau menolak usulan pembentukan KEK. Keputusan menyetujui dan
menolak dilakukan dalam Sidang Dewan Nasional.
67
e. Dalam hal Dewan Nasional menyetujui pembentukan KEK, Dewan
Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden
disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu
lokasi sebagai KEK. KEK yang telah ditetapkan harus siap beroperasi
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkan.
f. Dalam hal Dewan Nasional menolak usulan pembentukan KEK,
penolakan disampaikan secara tertulis kepada pengusul disertai alasan.68
3. Pembangunan dan Pengoperasian
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 merumuskan :
(1)Berdasarkan penetapan pada kawasan ekonomi khusus, pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota menetapkan badan usaha untuk
membangun KEK sesuai dengan ketentuan
peraturan-perundang-undangan.
(2)Penetapan tersebut dilaksanakan oleh:
a. Pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas
kabupaten/kota;dan
b. Pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK berada pada satu
kabupaten/kota.
Dalam hal urusan berasal dari Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU KEK, pemerintah provinsi atau atau pemerintah
68
kabupaten/kota menunjuk langsung Badan Usaha pengusul untuk membangun
KEK.
KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
ditetapkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun , Dewan Nasional melakukan
evaluasi setiap tahun. Hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada pengusul untuk
ditindaklanjuti.69
a. Pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas wilayah
kabupaten/kota; atau
Pengaturan mengenai pembangunn dan pengoperasian KEK juga diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Kawasan Ekonomi Khusus, yang menyatakan bahwa berdasarkan penetapan
KEK, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian menetapkan Badan Usaha untuk melakukan
pembangunan KEK. Penetapan badan usaha tersebut dilaksanakan berdasarkan
prinsip terbuka dan transparan.
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Badan Usaha, Badan
Usaha pengusul ditetapkan sebagai Badan Usaha untuk membangun KEK oleh :
b. Pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK berada dalam suatu
wilayah kabupaten/kota
Badan Usaha yang melaksanakan pembangunan KEK harus menyampaikan
laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non
69
kementerian setiap 12 (dua belas) bulan. Badan Usaha harus menyampaikan
laporan status kesiapan KEK kepada pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian untuk
dinyatakan siap operasi oleh Dewan Nasional pada jangka waktu paling lama 36
(tiga puluh enam) bulan sejak KEK ditetapkan.70
2. Kelembagaan
Dalam menyelenggarakan pengembangan KEK, dibentuk Dewan Nasional
dan Dewan Kawasan. Dewan Nasional terdiri atas menteri dan kepala lembaga
pemerintah nonkementerian. Dewan Kawasan terdiri atas wakil Pemerintah dan
wakil pemerintah daerah.71
3. Pembiayaan
Pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di
dalam KEK dapat berasal dari :
a. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
b. Swasta;
c. Kerjasama antara Pemerintah, pemerintah daerah pemerintah daerah, dan
swasta; atau
d. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Dewan Nasional dapat menetapkan kebijakan tersendiri dalan kerja
sama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta dalam pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK. Pengelolaan aset hasil kerja sama
70
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Pasal 36 Angka 1-2.
71
Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta dapat dilakukan sesuai dengan analisis
kelayakan ekonomi dan financial.72
D. Badan Usaha Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus
Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha
patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. Menurut UU 39/2009,
pasal 26, bahwa Penyelenggaraan kegiatan usaha di KEK dilaksanakan oleh
Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pengelola KEK. Dan Badan Usaha
tersebutdapat berupa :
a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
b. Badan Usaha koperasi;
c. Badan Usaha swasta; atau
d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan
Pemerintah, dan/atau pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota.
Menurut PP 2/2011, pasal 47-49, badan usaha pengelola KEK harus
ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK sebelum dinyatakan siap
beroperasi oleh Dewan Nasional.
Apabila KEK adalah hasil dari usulan badan usaha, maka badan usaha
pengusul ditetapkan sebagai badan usaha pengelola KEK oleh pemerintah
provinsi (jika lokasi KEK berada pada lintas wilayah kabupaten /kota) atau oleh
72
pemerintah kabupaten / kota (jika lokasi KEK berada dalam satu wilayah
kabupaten / kota).
Apabila KEK adalah hasil dari usulan pemerintah kabupaten /kota, maka
badan usaha pengelola KEK dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota yang
sesuai dengan :
(1) ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik
daerah, jika pembangunan KEK dibiayai dari APBD kabupaten / kota,
(2) atau, perjanjian pembangunan KEK jika pembangunan KEK dibiayai
dari kerjasama antara pemerintah kabupaten / kota dengan badan usaha.
Apabila KEK adalah hasil dari usulan pemerintah provinsi, maka badan
usaha pengelola KEK dilakukan oleh pemerintah provinsi yang sesuai dengan :
(1) ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik
daerah, jika pembangunan KEK dibiayai dari APBD provinsi,
(2) atau, perjanjian pembangunan KEK jika pembangunan KEK dibiayai
dari kerjasama antara pemerintah provinsi dengan badan usaha.
Apabila KEK adalah hasil dari usulan kementerian / lembaga pemerintahan
non kementerian, maka badan usaha pengelola KEK dilakukan oleh kementerian /
lembaga pemerintahan non kementerian yang sesuai dengan :
(1) ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik
daerah, jika pembangunan KEK dibiayai dari APBN,
(2) atau, perjanjian pembangunan KEK jika pembangunan KEK dibiayai
dari kerjasama antara kementerian / lembaga pemerintahan non
Badan usaha yang ditetapkan sebagai pengelola KEK akan melaksanakan
pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK yang ditandatangani
bersama antara badan usaha dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten /
kota, atau kementerian / lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan
kewenangannya. Perjanjian ini paling sedikit memuat :
a. Lingkup pekerjaan
b. Jangka waktu
c. Standart kinerja pelayanan
d. Sanksi
e. Pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi sengketa
f. Pemutusan perjanjian oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten /
kota, atau kementerian / lembaga pemerintah non kementeria
g. Pengakhiran perjanjian
h. Pertanggungjawaban terhadap barang milik Negara /daerah
i. Serah terima asset atau infrastruktur oleh badan usaha pengelola kepada
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten / kota, atau kementerian /
lembaga pemerintah non kementerian setelah kerjasama pengelolaan
berakhir.
j. Kesanggupan penyediaan ruang kantor untuk kegiatan pelayanan
kepabeanan dan cukai.73
73
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang
pemodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai
badan usaha – badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai
negeri. BUMN sendiri sekarang terdapat 3 macam yaitiu Perjan, Perum, Persero.
Perjan adalah bentuk badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki
oleh pemerintah. Perum adalah perjan yang sudah diubah. Persero adalah salah
satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Tujuan didirikan
Persero adalah mencari keuntungan dan memberikan pelayanan kepada umum.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah adalah perusahaan yang
didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah
membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam peraturan pemerintah No.25
Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai
daerah otonom.74
b. Badan Usaha Koperasi
Badan usaha koperasi adalah adanya kemauan orangperorang untuk
menghimpun diri secara sukarela dan bekerja sama untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi mereka. Yang membedakan dari badan usaha lain adalah
hak dan kewajiban anggota tidak bergantung pada besarnya modal yang
disektorkan kekoperasi. Adapun yang menjadi cirri-ciri Badan Usaha Koperasi
antara lain :
74
(1) Bekerja sama dengan sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi
(2) Memperhatikan hak dan kewajiban tiap anggota yang bergabung
didalamnya
(3) Mengutamakan gotong royong agar bisa mencapai tujuan.75
c. Badan Usaha Swasta
Badan Usaha Milik Swasta atau BUMS adalah badan usaha yang
didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD
1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah
mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang
tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
BUMS adalah badan usaha yang seluruh modalnya berasal dari pihak
swasta yang dimiliki seseorang atau beberapa orang. BUMS bertujuan untuk
mencari keuntungan seoptimal mungkin, untuk mengembangkan usaha dan
modalnya serta membuka lapangan pekerjaan. Selain berperan dalam
menyediakan barang, jasa, badan usaha swasta juga membantu pemerintah dalam
usaha mengurangi pengangguran serta memberi kontribusi dalam pemasukkan
dana berupa pajak.
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan alinea ketiga penjelasan
pasal 33 UUD 1945, dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya perusahaan yang tidak
75
menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan seseorang yang
kemudian di kenal dengan swasta.76
76
BAB IV
PENGATURAN PEMBERIAN FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
A. Tujuan Pemberian Fasilitas Dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus
Pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus
didasarkan pada kebijakan pemerintah dalam menarik minat investor (penanam
modal) untuk mau menanamkan modal di setiap kegiatan pembangunan ekonomi
di Indonesia. Dalam Pasal 18 Angka 1 dan Angka 2 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dirumuskan bahwa Pemerintah
memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal.
Fasilitas penanaman modal tersebut dapat dipberikan kepada penanaman modal
yang :
1. Melakukan perluasan usaha; atau
2. Melakukan penanaman modal baru.
Penanaman modal yang mendapat fasilitas tersebut adalah yang
sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini :
1. Menyerap banyak tenaga kerja;
2. Termasuk skala prioritas tinggi;
3. Termasuk pembangunan infrastruktur;
4. Melakukan alih teknologi;
6. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah
lain yang dianggap perlu;
7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi;
10. Industry yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.77
Untuk meningkatkan penanaman modal pada Kawasan Ekonomi Khusus,
yang selanjutnya disebut KEK, yang dapat menunjang pengembangan ekonomi
nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu serta untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, perlu memberikan fasilitas dan
kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK. Pada
dasarnya investor, baik investor domestic maupun investor asing yang
menanamkan investasi di Indonesia diberikan berbagai kemudahan. Pemberian
kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestic maupun investor asing
mau menanamkan investasinya di Indonesia. Investasi itu sangat dibutuhkan oleh
Pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pembangunan.78
Menurut PP 2/2011, pasal 9, menyatakan bahwa pemerintah provinsi dan
atau pemerintah kabupaten / kota, paling sedikit memberikan dukungan dalam
bentuk :
Fasilitas dan
kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia salah satunya berupa
fasilitas dan kemudahan Lalu Lintas Barang.
77
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 18. 78
1. Komitmen rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan
pajak daerah dan restribusi daerah serta kemudahan lainnya.
2. Pendelegasian kewenangan di bidang perizinan, fasilitas dan kemudahan
Fasilitas atau insentif yang diberikan bagi perusahaan dalam wilayah KEK
adalah :
1. fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) dan tambahan fasilitas PPh sesuai dengan
karakteristik Zona 79
2. Fasilitas perpajakan dalam waktu tertentu kepada penanam modal berupa
pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan80
3. Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa:
a. penangguhan bea masuk;
b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau
bahan penolong produksi;
c. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk
barang kena pajak; dan
d. tidak dipungut PPh impor.81
e. Penyerahan barang kena pajak dari tempat lain di dalam daerah pabean ke
KEK dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyerahan barang
kena pajak dari KEK ke tempat lain di dalam daerah pabean sepanjang
tidak ditujukan kepada pihak yang mendapatkan fasilitas PPN dikenakan
79
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.,Pasal 30. 80
Ibid.,Pasal 31. 81
PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.82
f. Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif
berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain insentif
pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah daerah dapat memberikan
kemudahan lain.83
4. Di KEK diberikan kemudahan untuk memperoleh hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan.84
5. Di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perizinan usaha,
kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan keimigrasian
bagi orang asing pelaku bisnis, serta diberikan fasilitas keamanan.85
Fasilitas dan kemudahan untuk KEK ini terdiri dari 9 poin utama, yakni:
1. Diskon Pajak Penghasilan (PPh)
Tax Holiday untuk investasi di bidang kegiatan utama barupa pengurangan PPh sebesar 20-100% selama10-25 tahun dengan nilai investasi
lebih dari Rp1 triliun, atau pengurangan PPh sebesar 20-100% selama 5-15 tahun
dengan nilai investasi lebih dari Rp500 miliar. Tax Allowance untuk investasi di luar bidang kegiatan utama berupa pengurangan penghasilan netto sebesar 30%
selama 6 tahun, percepatan penyusutan, PPh atas deviden sebesar 10%, dan
kompensasi kerugian 5-10 tahun.
2. PPN dan PPnBM tidak dipungut untuk kegiatan impor, pemasukan dari
tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) ke KEK, pengeluaran dari KEK
ke TLDDP, transaksi antar pelaku di KEK, dan transaksi dengan pelaku di
KEK lain.
3. Tarif bea masuk memakai ketentuan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk
aktivitas dari KEK ke pasar domestik.
4. Orang asing/badan usaha asing dapat memiliki hunian/properti di KEK
berupa rumah tapak atau satuan rumah susun. Syaratnya, WNA pemilik
hunian/properti diberikan izin tinggal dengan Badan Usaha Pengelola KEK
sebagai penjamin. Selain itu dapat diberikan pembebasan PPnBM dan PPn
atas barang sangat mewah (luxury).
5. Untuk kegiatan utama pariwisata dapat diberikan pengurangan Pajak
Pembangunan I sebesar 50%-100% atau pengurangan pajak hiburan sebesar
50%-100%.
6. Di KEK dibentuk Dewan Pengupahan dan LKS Tripartit Khusus, yang
diwakili oleh satu Forum SP/SB dari setiap perusahaan, pengesahan dan
perpanjangan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di KEK,
serta perpanjangan Ijin Menggunakan Tenaga kerja Asing (IMTA) di KEK.
7. Fasilitas Visa Kunjungan Saat Kedatangan selama 30 hari dan dapat
diperpanjang 5 (lima) kali masing-masing 30 hari, multiple visa berlaku 1
tahun, izin tinggal bagi orang asing yang memiliki properti di KEK, izin
8. Untuk KEK yang diusulkan Badan Usaha Swasta diberikan HGB dan
perpanjangannya diberikan langsung bersamaan dengan proses pemberian
haknya. Administrator KEK dapat memberikan pelayanan pertanahan.
9. Administrator berwenang menerbitkan izin prinsip dan izin usaha melalui
pelayanan terpadu satu pintu di KEK. Percepatan penerbitan izin
selambat-lambatnya 3 jam (dalam hal persyaratan terpenuhi). Penerapan perizinan dan
nonperizinan daftar pemenuhan persyaratan (check list). Proses dan
penyelesaian perizinan dan non perizinan keimigrasian, ketenagakerjaan, dan
pertanahan di Administrator KEK.86
Fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha serta Pelaku
Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi
Khusus, meliputi :
1. Perpajakan, kepabeanan, dan cukai;
2. Lalu lintas barang;
3. Ketenagakerjaan;
4. Keimigrasian;
5. Pertanahan;
6. Perizinan dan nonperizinan.
Tujuan pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus
adalah untuk memberikan kepastian dan daya tarik bagi penanam modal sehingga
86
juga menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghasilan bagi para pekerja
di wilayah masing-masing.87
B. Prosedur Pemberian Fasilitas Dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus
Kawasan Ekonomi Khusus juga bertujuan untuk menciptakan iklim
investasi yang baik di KEK. Pasalnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah
bersinergi dalam pengurusan izin satu atap. Langkah tersebut diharapkan dapat
menyederhanakan investasi dan meningkatkan ease of doing business di berbagai
daerah.
Kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor haruslah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal
mendapatkan fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, Badan
Usaha dan Pelaku usaha yang berwenang untuk mendapatkan fasilitas dan
kemudahan tersebut harus lah memenuhi ketentuan tentang pemberian fasilitas
dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus yakni Peraturan Pemerintah Nomor
96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus.
Dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan, fasilitas perpajakan,
kepabeanan dan cukai berupa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai atau
pajak penjualan atas barang mewah dan kepabeanan atau cukai. Namun, terdapat
87
syarat-syarat yang wajib dipenuhi pelaku atau badan usaha dalam memperoleh
kemudahan tersebut.88
Sedangkan wajib pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru
sebesar Rp500 miliar sampai Rp1 triliun dan bidang usahanya merupakan rantai
produksi kegiatan utama di KEK diberikan fasilitas pengurangan pajak Pertama, pelaku atau badan usaha tersebut memiliki penetapan sebagai
badan usaha untuk membangun atau mengelola KEK dari pemerintah provinsi
atau pemerintah kabupaten/kota atau kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian sesuai dengan kewenangannya.
Kedua, memiliki perjanjian pembangunan atau pengelolaan KEK antara
badan usaha dengan pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota atau
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya.
Ketiga, membuat batas tertentu areal kegiatan KEK.
Selain itu, pelaku atau badan usaha tersebut wajib memenuhi syarat umum
lain seperti merupakan wajib pajak badan dalam negeri. Serta, telah mendapatkan
izin prinsip penanaman modal dari administrator KEK.
Dalam Pemraturan Pemerintah disebutkan, wajib pajak badan baru yang
melakukan penanaman modal baru lebih dari Rp1 triliun dan bidang usahanya
merupakan rantai produksi kegiatan utama di KEK diberikan fasilitas
pengurangan pajak penghasilan badan untuk jangka waktu paling sedikit 10 tahun
dan paling lama 25 tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai
penanaman modal.
88
penghasilan badan untuk jangka waktu paling sedikit lima tahun paling lama 15
tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.
Untuk wajib pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru
dengan rencana penanaman modal baru kurang dari Rp500 miliar dan bidang
usaha beserta rantai produksinya merupakan kegiatan utama yang berlokasi di
KEK yang ditentukan oleh Dewan Nasional KEK, dapat diberikan fasilitas
pengurangan pajak penghasilan badan untuk jangka waktu paling kurang 5 tahun
dan paling lama 15 tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai
penanaman modal.
Peraturan Pemeritah ini juga disebutkan beberapa fasilitas terkait
pemasukan barang impor oleh pelaku usaha di KEK yang berasal dari lokasi
pelaku usaha lain dalam satu KEK, pelaku usaha pada KEK lainnya, tempat
penimbunan berikat di luar KEK dan kawasan perdagangan bebas serta pelabuhan
bebas.
Fasilitas tersebut berupa, penangguhan bea masuk, pembebasan cukai
sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai dan tidak
dipungut pajak dalam rangka impor.
Selain itu toko yang berada pada KEK pariwisata dapat berpartisipasi dalam
skema pengembalian pajak pertambahan nilai kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
Sedangkan terkait pembelian rumah tinggal atau hunian pada KEK yang
kegiatan utama di KEK pariwisata diberikan kemudahan pembebasan pajak
penjualan atas barang mewah dan pembebasan pajak penghasilan atas penjualan
atas barang yang tergolong sangat mewah.
Bidang usaha lainnya di KEK ditetapkan sebagai jasa keuangan dapat
diberikan fasilitas perpajakan, kepabeanan dan cukai. Melalui PP ini, pemerintah
juga mendorong pemerintah daerah agar dapat menetapkan pengurangan,
keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah atau retribusi daerah kepada badan
usaha atau pelaku usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Pengurangan pajak daerah atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud
diberikan paling rendah 50 persen dan paling tinggi 100 persen yang ditetapkan
dengan peraturan daerah. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan,” demikian bunyi Pasal 87 Peraturan Pemerintah yang diundangkan
oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 28 Desember
2015 itu.89
a. Merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri;
Hal umum yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha dalam
mendapatkan fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, seperti yang
diatur dalam Pasal 5 Angka 3 yakni sebagai berikut :
b. Telah mendapatkan ijin Prinsip Penanaman modal dari Adminitrator
Kawasan Ekonomi Khusus
89
Yang dimaksud dengan mendapatkan ijin (Perizinan) dalam penanaman
modal seperti yang diatur dalam Pasal 1 Angka 9 Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan
Tata Cara Izin Prinsip dalam Penanaman Modal adalah segala bentuk
persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Peabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan
Ekonomi Khusus, yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pedoman dan tata cara permohonan ijin prinsip bertujuan :
(1) Terwujudnya kesamaan dan keseragaman prosedur pengajuan dan
persyaratan ijin prinsip pada PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP
Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, dan PTSP KEK,
di seluruh Indonesia;
(2) Memberikan informasi kepastian waktu penyelesaian permohonan Ijin
Prinsip;
(3) Tercapainya pelayanan yang cepat, sederhana, transparan dan
terintegrasi.90
90
C. Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus
Fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah bagi Badan
Usaha dan Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus terdapat 6 (enam) fasilitas
dan kemudahan. Salah satu dari ke 6 (enam) fasilitas dan kemudahan di Kawasan
Ekonomi Khusus tersebut yakni fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang.
Larangan impor dan ekspor di KEK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam daerah
pabean (“TLDDP”) dilakukan sesuai dengan ketentuan pembatasan di bidang
impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya. Barang yang terkena
ketentuan pembatasan impor dan ekspor dapat diberikan pengecualian dan/atau
kemudahan.
Pengeluaran barang untuk ekspor dilengkapi dengan Surat Keterangan
Asal (“SKA”) yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA. Barang yang
dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) dilengkapi dengan
surat keterangan kandungan nilai lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit
SKA. Penggunaan SKA yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat
diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke tempat lain dalam daerah
secara parsial dari KEK ke tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) dengan
menggunakan pemotongan kuota.91
Sebagaimana di atur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang larangan pembatasan impor ekpor di Indonesia, maka jenis jenis
ketentuang barang yang harus dipenuhi dalam lalu lintas barang di Kawasan
Ekonomi Khusus yakni :
Fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang merupakan salah satu fasilitas
dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di Kawasan
Ekonomi Khusus. Dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015
tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus merumuskan
bahwa Ketentuan larangan impor dan eksor di Kawasan Ekonomi Khusus berlaku
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan
pembatasan impor dan ekspor.
Dasar Hukum larangan pembatasan impor ekpor di Indonesia terdapat
pada Pasal 53 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo Undang-undang Nomor
17 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 161/PMK.04/2007
tentang Pengawasan Terhadap Impor dan Ekspor Barang Larangan dan/atau
Pembatasan.
92
1. Ketentuan barang larangan dan pembatasan untuk kepentingan perlindungan
bidang kesehatan
a. Obat dan Bahan Baku Obat
Dasar hukum:
91
http://setkab.go.id/pp-diteken-presiden-inilah-fasilitas-dan-kemudahan-perpajakan-di-kawasan-ekonomi-khusus/
92
(1) Peraturan Kepala BPOM Nomor: HK.00.05.3.1950 jo
HK.00.05.1.3459 tentang Pengawasan Obat Impor
(2) Peraturan Kepala BPOM Nomor: HK.00.05.1.3460 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat.
Ketentuan Impor:
(1) Obat hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi atau Pedagang
Besar Farmasi yang telah memiliki Izin Edar atas Obat Impor dari
BPOM
(2) Bahan Baku Obat hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi atau
Pedagang Besar Farmasi.
(3) Pemasukan Obat dan bahan baku obat Impor oleh Industri Farmasi
atau Pedagang Besar Farmasi harus mendapat persetujuan
pemasukan obat impor dari Kepala Badan Pengawas Obatdan
Makanan.
b. Pangan Dan Suplemen Makanan
Dasar Hukum:
(1) PP. No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
(2) Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.1455 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan
Ketentuan Impor:
setiap impor pangan olahan wajib mendapat persetujuan pemasukan dari
Kepala BPOM. Ketentuan ini berlaku pula untuk pemasukan bahan baku, bahan
pangan. Impor pangan segar tidak wajib mendapat persetujuan pemasukan dari
Kepala BPOM, akan tetapi merupakan domain pengawasan karantina.
c. Kategori Pangan
Dasar hukum
(1) Keputusan Kepala Badan
Ketentuan impor :
(1) Produk-produk susu dan analognya.
(2) Lemak, minyak, dan emulsi minyak.
(3) Es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet).
(4) Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang
kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian.
(5) Kembang gula / permen dan cokelat.
(6) Serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari
biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman).
(7) Produk bakeri.
(8) Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging
hewan buruan.
(9) Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase,
ekinodermata, serta amfibi dan reptil.
(10) Telur dan produk-produk telur.
(11) Pemanis, termasuk madu.
(13) Produk pangan untuk keperluan gizi khusus.
(14) Minuman, tidak termasuk produk susu.
(15) Makanan ringan siap santap.
(16) Pangan campuran (komposit)
d. Kosmetik Dan Bahan Baku Kosmetik
Dasar Hukum:
(1) Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang
Kosmetik
Pengertian:
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Bahan baku kosmetik
adalah bahan yang berasal dari alam atau sintetik yang digunakan untuk
memproduksi kosmetik
Ketentuan Impor :
Setiap importasi Kosmetik dan/atau bahan baku kosmetik wajib
mendapatkan persetujuan pemasukan dari Kepala Badan POM
e. Obat Tradisional & Bahan Baku Obat Tradisional
Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00.05.41.1384 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal terstandar
dan Fitofarmaka.
Pengertian :
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman, termasuk jamu merupakan obat tradisional.
Ketentuan
Setiap importasi Obat Tradisional dan/atau bahan baku obat tradisional
wajib mendapatkan persetujuan pemasukan berupa Surat Keterangan Impor (SKI)
dari Kepala Badan POM.
2. Ketentuan barang larangan dan pembatsan untuk kepentingan perlindungan
bidang karantina.
a. Karantina Ikan
Pengertian
Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut
media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan
atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina. Hewan
adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang
hidup secara liar. Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang
dapat diolah lebih lanjut. Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang
bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi
penyebaran penyakit hama dan penyakit hewan karantina.
Perijinan
KH-5 adalah Persetujuan Bongkar/Approval of disembarkation; Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan
bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain disetujui
dibongkar/diturunkan dari alat angkut untuk dilakukan tindakan karantina lebih
lanjut.
KH-7 adalah Perintah Masuk Karantina Hewan/Order to Take Into The Animal Quarantine Installation Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk
hewan/benda lain disetujui untuk dibongkar namun dengan ketentuan harus
dimasukkan ke Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan oleh Kepala
Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
KH-12 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina/Certificate of Release Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan
kesehatan/sanitasi yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk
hewan/benda lain tersebut telah memenuhi kelengkapan dokumen karantina
hewan yang dipersyaratkan dan dinyatakan sehat, sanitasi yang baik, dan bebas
dari ektoparasit.
b. Karantina Tumbuhan
Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut
dapat membawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Tumbuhan adalah
semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum
diolah maupun telah diolah. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina adalah
semua Organisme Penganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk
dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik
Indonesia;
Dasar Hukum
(1) PP 14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan
Perizinan
(1) KT-1 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri
(2) KT-19 adalah Surat Keterangan Masuk Karantina (Surat
Persetujuan Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Di Luar
Tempat Pemasukan/Pengeluaran;
(3) KT-36 adalah Surat Izin Membongkar Muatan Alat Angkut
c. Karantina Ikan
Perizinan
Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang selanjutnya
disebut Media Pembawa adalah ikan dan/atau Benda Lain yang dapat membawa
Hama dan Penyakit Ikan Karantina;
Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur
hidupnya berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk
Benda Lain adalah Media Pembawa selain ikan yang mempunyai potensi
penyebaran Hama dan Penyakit Ikan Karantina;
Dasar Hukum :
PP 15 Tahun 2002 Tentang Karantina Ikan
Perizinan
(1) Sertifikat Pelepasan Karantina Ikan (KI-D3)
(2) Surat Persetujuan Pengeluaran Media Pembawa dari Tempat
Pemasukan (KI-D15)
3. Ketentuan barang larangan dan pembatasan untuk kepentingan perlindungan
departemen perdagangan.
a. Bahan baku plastik
Untuk melindungi industri pengguna bahan baku plastik dalam negeri
sekaligus memenuhi kebutuhan industri dalam negeri seperti industri barang dari
plastik dan kemasan dari plastik, mainan anak-anak, dan pipa plastik.
Dasar Hukum
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
230/MPP/Kep/7/1997 tanggal 4 Juli 1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga
Impornya.
Pokok-pokok pengaturan
(1) Impor dapat dilakukan oIeh Importir Produsen (IP) yang ditetapkan oleh
Departemen Perdagangan;
(2) Importasi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan impor dari
b. Garam
Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung
natrium klorida dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat
dan bahan tambahan iodium, anticaking atau free-flowing maupun tidak,
yaitu :
(1) HS. 2501.00.10.00 :garam meja garam lainnya yang mengandung
natrium klorida paling sedikit 94,7% dihitung dari basis kering;
(2) HS. 2501.00.41.00 :dalam kemasan dengan berat bersih kurang dari
45 kg;
(3) HS. 2501.00.49.00 :lain-lain (dalam kemasan dengan berat bersih
lebih dari 45 kg);
(4) HS. 2501.00.50.00 :air
(5) HS. 2501.00.90.00 :lain-lain
Dasar Hukum
Per.Men. Perdagangan No. 0020/M-Dag/Per/9/2005 jo. Per.Men.
Perdagangan No. 0044/M-DAG/PER/200
Pengakuan Sebagai Importir Produsen Garam Non Iodisasi atau Garam
Iodisasi dari Departemen Perdagangan. Penunjukan sebagai Importir Terdaftar
Garam Iodisasi atau garam Non Iodisasi dari DEPDAG disertai Surat Persetujuan
Impor untuk setiap Importasi. Laporan Surveyor dari negara asal sebagai bukti
telah dilakukan verifikasi di negara asal. Impor garam tambang pada periode 1
rakyat dilarang, penentuan masa panen oleh Menteri Perindustrian. Kewajiban
verifikasi dikecualikan untuk importasi garam yang merupakan :
(1)Barang keperluan penelitian dan pengembangan teknologi;
(2)Barang contoh;
(3)Barang pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut atau pelintas
batas;
(4)Barang promosi; dan atau barang kiriman melalui jasa kurir dengan
menggunakan jasa pesawat udara.
(1) Prekusor
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang
dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
industri dan apabila disimpangkan dapat digunakan dalam memproses pembuatan
narkotika dan/atau psikotropika. Prekursor untuk keperluan farmasi hanya dapat
diimpor untuk dipakai setelah mendapat ijin dari Departemen Kesehatan,
sedangkan Prekursor untuk keperluan non farmasi hanya dapat diimpor untuk
dipakai setelah mendapat ijin dari Departemen Perdagangan. Dasar Hukum,
Kep.Men. Perindag No. 0647/MPP/Kep/10/2004 dan PerMen Kesehatan No
0168/Menkes/Per/II/2005
(2) Bahan perusak dan lapisan ozon
Bahan Perusak lapisan Ozon, selanjutnya disebut BPO, adalah senyawa
kimia yang berpotensi dapat bereaksi dengan molekul ozon di lapisan stratosfir.
II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/6/2006, dengan
pengecualian untuk Metil Bromida (No. HS 2903.39.00.00 dan No. CAS 74-83-9)
yang hanya dapat diimpor untuk keperluan fumigasi dalam rangka perlakuan
karantina dan pra pengapalan. BPO yang dapat diimpor setelah tanggal 31
Dessember 2007 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/6/2006 (kelompok Hidro Cloro
Fluoro Carbon /HCFC).
(3) Tekstil dan produk tekstil
Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 15/M-DAG/PER/5/2008
Kewajiban menyerahkan pengakuan IP Tekstil hanya terhadap impor
komoditi bahan baku tekstil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
Permendag 15/M-DAG/PER/5/2008, nomor urut 1 s.d. 12 (HS 5208 s.d.5211,
5212, 5311, 5407, 5408, 5512 s.d. 5514, 5515, 5516, 5602, 5801, 5802, 5804,
5810, 5811, 6001 dan 6002.
(4) Cakram Optik
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 0005/M-Dag/PER/4/2005 Dasar Hukum:
Mesin dan Peralatan Mesin yang dipergunakan dalam proses produksi
Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optic Isi (Mesin dan peralatan mesin
untuk mastering). Bahan Baku yang dapat dipergunakan dalam proses produksi
cakram optik kosong dan/atau cakram optik isi (Bahan Baku Poly Carbonate
cakram yang dapat diisi atau berisi data dan atau informasi berupa suara, musik,
film, atau data dan/atau informasi lainnya yang dapat dibaca dengan mekanisme
teknologi pemindaian (scanning) secara optik menggunakan sumber sinar yang
intensitasnya tinggi seperti laser (CD, VCD, DVD, LD, dsb)
(5) Bahan berbahaya
Bahan Berbahaya disingkat B2 adalah zat, bahan kimia dan biologi,
baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membayakan kesehatan
dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat
racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Dasar Hukum,
B2 yang diatur tata niaga impornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 254/MPP/Kep/7/2000
(1) Penunjukan Importir Produsen (IP) B2 oleh Depertemen Perdagangan;
atau Perijinan Impor:
(2) Penunjukan Sebagai Importir Terdaftar (IT) B2 oleh Departemen
Perdagangan disertai Surat Persetujuan Impor untuk setiap kali impor.
(6) Nitro Cellulose (NC)
Nitro Cellulose atau juga dikenal dengan cellulose nitrate, atau flash paper
adalah bahan yang mempuntai sifat sangat mudah terbakar, yang terbentuk dari
proses nitrasi cellulose dengan nitric acid atau dengan agen penitrat kuat lainnya
dengan proses sebagai berikut : 2HNO3+ C6H10O5 → C6H8(NO2)2O5 + 2H2O.
418/MPP/Kep/6/2003 tentang Ketentuan Impor Nitro Cellulose (NC) jo . Nomor:
662/MPP/Kep/10/2003
(7) Gula
Gula adalah Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar), Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar), dan Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar). Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugary adalah Gula yang dipergunakan sebagai bahan baku proses produksi, dengan ICUMSA minimal 1200 IU. Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) adalah Gula yang dipergunakan sebagai bahan baku proses produksi, dan memiliki bilangan ICUMSA maksimal 45 lU. Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar) adalah Gula yang dapat dikonsumsi langsung tanpa proses lebih lanjut, dan harus memiliki bilangan ICUMSA antara 70 IU sampai 200 IU. Dasar hukum, Kep.Men. Perindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 Jo.
Per.Men Perdagangan No. 18/M-DAG/PER/4/2007. Gula Kristal Mentah/Gula
Kasar (Raw Sugar) dan Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) hanya dapat
diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Importer Gula
(IP) Gula. Impor Gula Putih (Plantation White Sugar) hanya dapat dilaksanakan
oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Gula
(IT Gula). Dengan ketentuan sbb:
(8) Bahan peledak
Diatur dalam Kep.Men. Perindag No. 0230/MPP/Kep/7/1997 jo.Kep.Men.
Perindag No. 0662/MPP/Kep/10/2003 Jo. 418/MPP/Kep/6/2003. Importir
Terdaftar Bahan Peledak dan Surat Persetujuan Impor untuk tiap kali impor.
dilakukan setelah mendapat persetujuan impor dari Dirjen DAGLU setelah
mendapat rekomendasi dari POLRI dan DEPHAN. Khusus untuk keperluan
militer ditetapkan sendiri oleh Menteri Pertahanan.
(9) Mesin multifungsi berwarna
Mesin Multifungsi Berwarna adalah mesin yang dapat menjalankan dua
fungsi atau lebih untuk mencetak, menggandakan atau transmisi faksimili,
memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan mesin pengolah data otomatis
atau jaringan yang dapat memproduksi barang cetakan berwarna lebih dari satu
warna. Mesin Fotokopi Berwarna adalah mesin fotokopi yang dapat memproduksi
barang cetakan berwarna lebih dari satu warna. Mesin Printer Berwarna adalah
unit keluaran dari mesin pengolah data otomatis yang dapat memproduksi barang
cetakan berwarna lebih dari satu warna. Dasar hukum terdapat pada, Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/3/2007
Perizinan :
(1) Importir Terdaftar Mesin Multifungsi Berwarna,
(2) Surat Persetujuan Impor Untuk Setiap Kali Impor
(3) Laporan Surveyor Di Negara Asal
(10) Cengkeh
Yang dimaksud dengan cengkeh adalah cengkeh dalam keadaan buah utuh
(pos tarif 0907.00.00.10) dan bunga dan tangkai (pos tarif 0907.00.00.20). Dasar
hukum diatur dalam Kep. Menperindag No. 528/MPP/Kep/7/2002
Limbah Non-B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun. Dasar hukum terdapat pada
Kep.Men. Perindag No. 0231/MPP/Kep/7/1997
Perizinan :
IP Limbah, IU Limbah, Laporan Surveyor
(12) Komoditi wahib SNI
Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disebut SNI, adalah standar
yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional .
Dasar hukum diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:
14/M-DAG/PER/3/2007.
Dokumen Final yang dilampirkan pada PIB adalah SPB (Surat Pendaftaran
Barang). Surat Pendaftaran Barang (SPB), adalah dokumen impor yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan Republik Indonesia cq. Direktur Pengawasan dan Pengendalian
Mutu Barang, yang digunakan sebagai salah satu dokumen yang wajib
dilampirkan pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) (14/M-DAG/PER/3/2007)
(13) Alat Telekomunikasi
Diatur dalam PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
: No. 29 /PER/M.KOMINFO/ 09/2008 dan Keputusan Direktur Jenderal Pos dan
Telekomunikasi Nomor: 102/DIRJEN/2008
Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan