• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

mengetahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi itu sendiri. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor demografis seperti etnis, jenis kelamin, usia dan status generasi (Bernier, Larose, Boivin, & Soucy, 2004; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003), persepsi dukungan sosial (Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003) dan persepsi hubungan mahasiswa dengan orangtua (Orrego & Rodriguez, 2001; Schnuck & Handal, 2011).

Selain itu, penyesuaian diri juga dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan emosi (Adeyemo, 2005; Durán, Extremera, Rey, Fernández-Berrocal, & Montalbán, 2006; Parker, Summerfeldt, Hogan, & Majeski, 2004; Petrides, Sangareau, Furnham, & Frederickson, 2006), karakter kepribadian atau trait (Rice, Vergara, & Aldea, 2006; Schnuck et al., 2011), serta evaluasi diri atau core self-evaluation yang meliputi stabilitas emosi,

harga diri atau self-esteem, efikasi diri atau self-efficacy, dan locus of control

(Aspelmeier, Love, McGill, Elliott, & Pierce, 2012; Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Hickman, Bartholomae, &

McKenry, 2000; Pritchard, Wilson, & Yamnitz, 2007; Toews & Yazedjian, 2007).

Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan, peneliti melihat

locus of control sebagai sebuah variabel yang perlu dilihat hubungannya dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Hal ini mengacu pada pernyataan bahwa locus of control menjadi faktor yang penting dalam menentukan bagaimana mahasiswa baru akan menyesuaikan diri melalui pemaknaan situasi menekan di perguruan tinggi (Crede & Nichorster, 2012; Kammeyer-Mueller, Judge, dan Scott 2009). Rotter (1966) mengungkapkan seorang individu dapat memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai hal yang bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri (locus of control internal), atau memaknai peristiwa tersebut sebagai hal yang terjadi karena pengaruh dari luar dirinya seperti takdir dan pengaruh orang lain (locus of control eksternal). Individu dengan locus of control internal diketahui cenderung memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai hal yang dapat dikendalikan (Lefcourt, 1991). Dalam konteks kehidupan di perguruan tinggi, pemaknaan terhadap tuntutan di perguruan tinggi juga akan dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama sebelum menentukan bagaimana cara mahasiswa tersebut merespon tuntutan itu sendiri. Mahasiswa tahun pertama yang memaknai tuntutan di perguruan tinggi sebagai hal yang dapat dikendalikan, atau disebut memiliki locus of control internal, akan memutuskan tindakan yang efektif dalam menghadapi situasi tersebut dan mempertimbangkan konsekuensinya. Dengan kata lain,

mahasiswa dengan locus of control internal akan cenderung merespon tuntutan tersebut dengan berusaha menyesuaiankan dirinya di perguruan tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berfokus pada faktor

locus of control internal.

Locus of control merupakan sebuah kecenderungan yang bersifat dinamis dan dapat berubah seiring bertambahnya usia individu (Crandall, Katkovsky, & Crandall, 1965). Penelitian yang dilakukan oleh Crandall, Katkovsky, dan Crandall (1965) menunjukkan semakin bertambahnya usia individu maka kecenderungan locus of control yang dimilikinya semakin internal sesuai dengan tingkat kedewasaan individu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa locus of control merupakan faktor yang masih dapat dikembangkan pada diri individu. Oleh karena itu, dengan menguji hubungan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi maka dapat diketahui peran locus of control internal terhadap penyesuaian diri di perguruan tinggi.

Penelitian-penelitian terdahulu terkait locus of control internal pada mahasiswa telah menunjukkan kaitan locus of control internal terhadap karakteristik individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi (Abouserie, 1994; Aspelmeier et al., 2012; Caplan, Henderson, Henderson, & Fleming, 2002; Findley & Cooper, 1983; Gifford, Briceno-Perriott, & Mianzo, 2006; Janssen & Carton, 1999; Martin & Dixon, 1994; Roddenberry & Renk, 2010; Rose, Hall, Bolen, & Webster, 1996; Warehime & Foulds, 1971). Akan tetapi, penelitian-penelitian yang dilakukan

sebelumnya hanya menunjukkan hubungan locus of control internal dengan salah satu dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti penyesuaian akademik atau penyesuaian sosial saja. Di sisi lain, tuntutan yang terjadi di perguruan tinggi tidak hanya berasal dari dimensi akademik maupun sosial saja, melainkan meliputi dimensi personal-emosianal dan komitmen terhadap institusi perkuliahan seperti teori yang dikemukakan oleh Baker dan Syrik (1986). Mahasiswa tahun pertama dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi keempat dimensi tersebut dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Akan tetapi, pengukuran penyesuaian diri di perguruan tinggi secara menyeluruh meliputi keempat dimensi tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menguji hubungan antara locus of control

internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama secara lebih komprehensif dengan menggunakan pengukuran yang meliputi keempat dimensi penyesuaian diri dari Baker dan Syrik (1986).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan sebelumnya terkait munculnya berbagai masalah dalam perkuliahan akibat penyesuaian diri yang buruk pada tahun pertama perkuliahan, maka peneliti berupaya melihat faktor yang dapat memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Dalam penelitian ini, peneliti secara khusus ingin melihat locus of control internal sebagai faktor yang berhubungan dengan penyesuaian diri di

perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara locus of control

internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama?

C. TUJUAN PENELTIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan sumbangan ilmu dan pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan, mengenai hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama.

2. Manfaat Praktis

2.1.Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai locus of control internal, penyesuaian diri di perguruan tinggi dan mahasiswa tahun pertama.

2.2.Bagi mahasiswa tahun pertama

Penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa tahun pertama sebagai pertimbangan akan pentingnya penyesuaian diri di perguruan tinggi dan faktor yang berhubungan dengan hal tersebut. Selain itu, penelitian ini memberikan gambaran bagi mahasiswa tahun pertama akan pentingnya memiliki locus of control internal.

2.3.Bagi Dosen Pembimbing Akademik

Penelitian ini memberikan informasi kepada dosen pembimbing terkait gambaran penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi dosen pembimbing untuk melakukan pendampingan pada mahasiswa yang masih mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya.

2.4.Bagi Institusi Perguruan Tinggi

Penelitian ini dapat digunakan oleh pihak institusi perguruan tinggi sebagai referensi untuk menyusun program guna membantu mahasiswanya dalam proses penyesuaian diri di perguruan tinggi.

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

1. Pengertian Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Penyesuaian diri (adjustment) pada dasarnya merupakan istilah psikologis yang berkembang dari konsep adaptasi secara biologis (Lazarus, 1961). Lazarus (1961) mulai mengembangkan konsep penyesuaian diri sebagai usaha pertahanan diri yang lebih menekankan pada proses-proses psikologis individu untuk menanggapi tekanan eksternal maupun internal pada dirinya. Secara lebih rinci, Schneiders (1960) menjelaskan penyesuaian diri sebagai rangkaian respon mental dan tingkah laku yang dilakukan individu untuk menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal. Lalu, Sawrey dan Telford (1971) menekankan bahwa penyesuaian diri merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya secara terus-menerus dengan melibatkan proses kognisi, emosi, dan perilakunya yang saling terkait satu sama lain.

Santrock (2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri merupakan respon psikologis terkait adaptasi, koping, dan pengelolaan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Eschun (2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah respon individu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, serta membantu individu dalam

mengatasi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula Dunn, Hammer dan Weiten (2015) menyebutkan penyesuaian diri sebagai proses psikologis mengenai bagaimana individu mengelola atau mengatasi tuntutan dan tantangan pada kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan respon individu berupa usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk menyelaraskan dorongan dalam dirinya dengan tekanan dari lingkungan dan melibatkan sistem kognisi, emosi serta perilaku.

Dalam pengembangannya, Baker et al. (1985) menjelaskan penyesuaian diri di konteks perguruan tinggi, khususnya terjadi pada mahasiswa, yaitu merupakan respon psikologis yang melibatkan tuntutan-tuntutan dengan jenis dan tingkatan yang berbeda, serta membutuhkan keterampilan coping. Pengembangan konsep penyesuaian diri di perguruan tinggi oleh Baker, McNeil dan Siryk inilah yang menjadi dasar acuan penelitian-penelitian terkait hingga saat ini. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi adalah sebuah respon mahasiswa untuk menyelaraskan dorongan dirinya dengan lingkungan dalam menghadapi tekanan dan tuntutan yang terjadi di perguruan tinggi.

2. Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Dalam konteks penyesuaian diri di perguruan tinggi, Baker dan Siryk (1986) menyebutkan bahwa terdapat empat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi (college adjustment) berdasarkan penelitian yang dilakukannya, yaitu:

2.1.Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment)

Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan akademis dalam perkuliahan dan mencapai tingkat kepuasan pada prestasi akademisnya. Dimensi ini tercermin dari motivasi (sikap terhadap tujuan akademis, motivasi untuk mencapai tujuan akademis dan berkuliah), aplikasi (seberapa jauh motivasi diubah menjadi usaha untuk mencapai tujuan akademis), performa (keberhasilan dan keefektifaan dalam mencapai tujuan akademis), dan lingkungan akademis (kepuasan terhadap prestasi akademis). Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi mampu mengaplikasikan motivasi akademik, memiliki performansi akademik yang baik, dan mampu mengatasi tuntutan akademik.

2.2.Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk berintegrasi dengan struktur sosial di lingkungan kampus. Dimensi ini meliputi keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan di lingkungan kampus secara umum, keterlibatan mahasiswa dengan orang lain seperti

menjalin pertemanan baru, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus. Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi terlibat aktif dalam kegiatan yang ada di perguruan tinggi, mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam lingkup perguruan tinggi dan mampu mengatasi perubahan lingkungan sosial.

2.3.Penyesuaian Personal-Emosional (Personal-Emotional Adjustment) Penyesuaian personal-emosional adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri terhadap masalah emosional seperti stress dan kecemasan, serta masalah fisik seperti kesulitan tidur yang dihadapi mahasiswa. Dimensi ini meliputi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical well-being). Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi menunjukkan bahwa dirinya dapat mengontrol emosi dengan baik, memiliki persepsi positif terhadap tuntutan di perguruan tinggi dan memiliki kondisi fisik yang baik.

2.4.Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Adjustment) Kelekatan terhadap institusi atau komitmen adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan antar dirinya dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani, yang kemudian berpengaruh terhadap keputusan mahasiswa untuk melanjutkan perkuliahan. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi cenderung merasa puas terhadap fakultas tempat dirinya berkuliah, puas terhadap universitas tempat dirinya

berkuliah, dan puas terhadap keberadaannya di perguruan tinggi secara umum.

Walaupun penyesuaian diri di perguruan tinggi yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (1986) memiliki empat dimensi, akan tetapi dalam penelitian ini penyesuaian diri di perguruan tinggi diperlakukan sebagai satu komponen tunggal dengan alasan individu dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi keempat dimensi tersebut dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Alasan serupa juga dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang mengukur penyesuaian diri di perguruan tinggi sebagai sebuah komponen yang menyeluruh (Beyers & Goossens, 2003; Caplan et al., 2002; Choi, 2002; Marmarosh & Markin, 2007; Ramos-Sanchez & Nichols, 2007, 2007).

Tuntutan yang dihadapi mahasiswa tahun pertama di perguruan tinggi tidak hanya berupa tuntutan akademik saja melainkan juga tuntutan sosial. Oleh karena itu, penyesuaian diri di perguruan tinggi tidak dapat dipisahkan antara penyesuaian akademik dan penyesuaian sosial. Di sisi lain, hanya dengan berhasil dalam akademik dan sosial tidak dapat menunjukkan bahwa individu telah melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi dengan baik apabila penyesuaian personal-emosionalnya sendiri masih buruk. Kemudian, dimensi komitmen dan kelekatan terhadap institusi tentunya tidak dapat semata-mata menunjukkan penyesuaian diri

di perguruan tinggi yang baik apabila pada dimensi lain individu menunjukkan indikasi yang berkebalikan.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Dalam lingkup perguruan tinggi, ditemukan faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu:

3.1.Persepsi dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan sumber daya yang dimiliki individu untuk melakukan penyesuaian diri. Persepsi individu mengenai lingkungan sosial yang mendukung mengurangi ketegangan yang dialami individu dan memudahkan dirinya melakukan proses transisi di lingkungan yang baru (Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al., 2007).

3.2.Persepsi hubungan dengan orang tua

Kelekatan antara anak dengan orangtua dan pola asuh orangtua berpengaruh dalam proses penyesuaian diri karena berkaitan dengan ketergantungan hubungan mahasiswa dengan orangtuanya (Beyers & Goossens, 2003; Credé & Niehorster, 2012; Mattanah, Hancock, & Brand, 2004; Orrego & Rodriguez, 2001). Mahasiswa dengan tipe kelekatan tak aman, khususnya kelekatan kecemasan dapat menyebabkan dirinya mengalami ketakutan pada penolakan, kurangnya keterampilan sosial, dan isolasi. Keadaan ini berdampak

pada penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti merasa kesepian, depresi, dan dapat mengakibatkan distress (Marmarosh & Markin, 2007). Pola asuh autoritatif mempermudah mahasiswa melalui masa transisi ke dalam lingkungan perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan keluarga yang hangat, emosional, peduli, serta memiliki komunikasi yang terbuka membuat individu mencapai penguasaan (prestasi) yang lebih besar dan regulasi diri yang baik (Hickman et al., 2000).

3.3.Data demografi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data demografis terkait posisi etnis tertentu dalam masyarakat (minoritas atau mayoritas), status generasi mahasiswa (terkait perbedaan informasi yang dimiliki antara mahasiswa generasi pertama berkuliah dalam keluarganya dengan mahasiswa generasi lanjutan yang memiliki pengalaman keluarga berkuliah), dan status ekonomi sosial memiliki pengaruh terhadap proses penyesuian dirinya (Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003). Mahasiswa yang beretnis minoritas di masyarakat, cenderung memerlukan usaha yang lebih untuk dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi atau akan mengalami kesulitan dalam penyesuaiannya. Status mahasiswa dengan keluarga yang sudah pernah berkuliah sebelumnya cenderung memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kehidupan perkuliahan sehingga dapat mempersiapkan diri dan tidak terlalu mengalami kesulitan dalam

menyesuaikan diri di perguruan tinggi. Kemudian, penelitian juga menemukan bahwa mahasiswa dengan status ekonomi sosial yang tinggi cenderung lebih mudah untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi dibandingkan mahasiswa dengan status ekonomi sosial yang rendah.

3.4.Kecerdasan emosi

Kecerdasan emosi merupakan tipe kecerdasan yang meliputi kemampuan untuk memproses informasi emosional dan menggunakannya dalam penalaran dan aktivitas kognitif lainnya (VandenBos, 2007). Dalam menyesuaikan diri, individu melibatkan keterampilan untuk mengelola perubahan. Keterampilan mengelola perubahan itu sendiri melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi potensi masalah serta menggunakan strategi koping yang realistis dan fleksibel. Dimensi pengelolaan stres melibatkan kemampuan untuk mengelola situasi yang penuh tekanan dengan cara yang tenang dan proaktif. Individu dengan kemampuan pengelolaan stres yang baik cenderung tidak impulsif dan dapat bekerja dengan baik di bawah tekanan sehingga mendukung proses penyesuaian dirinya termasuk dalam konteks perguruan tinggi (Parker et al., 2004).

3.5.Karakter kepribadian (trait)

Trait merupakan dimensi kepribaian yang memengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku individu dengan cara tertentu. Karakter seperti ekstraversi, keramahan, keterbukaan dan kestabilan emosi dapat

membuat individu lebih cepat menjalin pertemanan baru dan lebih siap mempelajari lingkungan barunya sehingga mendukung proses penyesuaian diri di perguruan tinggi (Aspinwall & Taylor, 1992; Credé & Niehorster, 2012; Schnuck et al., 2011). Individu dengan perfeksionisme maladaptif memiliki kecenderungan stres yang lebih tinggi, memiliki pandangan yang kaku atau tidak fleksibel terhadap diri sendiri, dan orang lain. selain itu juga kurang memiliki solusi yang efektif dalam memahami dan mengatasi masalahnya sehingga mengakibatkan individu ini sulit menyesuaikan diri dengan baik di lingkungannya (Rice et al., 2006).

3.6.Evaluasi-diri inti (core self-evaluation)

Faktor yang mencakup harga diri, efikasi diri, locus of control,

ini berpengaruh pada penyesuaian diri di perguruan tinggi karena menentukan cara yang dilakukan individu untuk menghadapi permasalahan dari tekanan lingkungan pada dirinya, serta cara individu mempersepsikan dan memaknai lingkungan barunya dalam perguruan tinggi. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat kepercayaan diri dan optimisme sehingga lebih mudah untuk membentuk hubungan sosial baru (Credé & Niehorster, 2012).

Menurut Friedlander et al. (2007), individu dengan penilaian diri yang baik cenderung memiliki strategi yang lebih efektif untuk menghadapi tuntutan akademik dan sosial yang melekat di lingkungan perguruan tinggi. Locus of control merupakan cara pandang, berkaitan

dengan kesadaran bahwa dirinya memiliki kendali dalam perilakunya, responnya terhadap lingkungan. Dengan demikian, orang yang merasa punya kendali akan mengarahkan dirinya dalam merespon tekanan sehingga melakukan penyesuaian diri, sedangkan yang merasa tidak punya kendali akan mengikuti arus tekanan dari lingkungan. Oleh karena itu, locus of control internal berdampak pada kesuksesan individu untuk menyesuaiakan diri pada keempat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi (Aspelmeier et al., 2012).

B. LOCUS OF CONTROL INTERNAL 1. Konsep Locus of Control

Locus of Control dikembangkan oleh Rotter (1966) yang mendefinisikannya sebagai keyakinan individu akan sumber kontrol atau penguatan dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut bergantung pada perilaku dirinya sendiri (internal) atau bergantung pada kekuatan dari luar dirinya (ekstenal). Ahli lain seperti Lefcourt (1991) juga berpendapat serupa bahwa locus of control merupakan keyakinan individu mengenai sumber penyebab dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam hidupnya. Individu dapat meyakini bahwa dirinya mampu mengontrol hidupnya, atau meyakini bahwa orang lain atau lingkungannya lah yang justru mengatur. Locus of control digambarkan sebagai suatu konsep yang mencerminkan sejauh mana orang percaya bahwa apa yang terjadi kepada

mereka adalah dalam kendali mereka atau di luar kendali mereka dengan dua sisi yang berlawanan (April, Dharani, & Peters, 2012).

Duffy dan Atwater (2005) mengemukakan definisi locus of control

sebagai sumber keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam mengendalikan peristiwa yang terjadi baik itu dari diri sendiri ataupun dari luar dirinya. Senada dengan hal itu, Robbins et al., (2008) mendefinisikan locus of control sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Semakin individu yakin bahwa dirinya merupakan penentu nasib mereka sendiri, maka

locus of control mereka dikatakan semakin internal.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan suatu konsep yang menunjukkan keyakinan individu mengenai letak kendali atau kontrol akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control terdiri dari dua jenis yang menunjukkan orientasi keyakinan individu, yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan secara spesifik adalah locus of control internal.

2. Pengertian Locus of Control Internal

Rotter (1966) menekankan locus of control internal sebagai keyakinan seseorang bahwa penguatan atau hasil dari perilakunya bergantung pada karakteristik pribadi dan dapat dipengaruhi oleh penyesuaian perilaku mereka sendiri misalnya meningkatkan tingkat keinginan untuk berusaha.

Selain Rotter, ahli lain seperti Lefcourt (1991) melihat locus of control

internal sebagai keyakinan individu bahwa hasil interaksi antara individu dengan peristiwa yang terjadi bergantung dari tingkah lakunya sehingga dapat dikontrol.

Kreitner & Kinicki (2009) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal adalah individu yang memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan segala peristiwa konsekuensi yang memberikan dampak pada hidup mereka. Individu dengan internal locus of control akan menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya dengan faktor yang ada dalam dirinya sendiri karena diyakini bahwa hasil dari perilakunya disebabkan oleh faktor kemampuan, minat dan usaha (Phares, 1976).

Sarafino (2011) berpendapat bahwa locus of control internal adalah keyakinan individu bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi pada dirinya bergantung pada dirinya sendiri. Dari penjelasan para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa locus of control internal merupakan keyakinan individu bahwa konsekuensi dari interaksi antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri seperti tingkah laku, kemampuan, minat dan usaha yang dimilikinya.

3. Karakteristik Locus of Control Internal

Menurut Sarafino (2011), karakteristik individu yang mempunyai

locus of control internal adalah sebagai berikut: 3.1.Ekspektansi

Individu memiliki keyakinan bahwa perilaku yang dilakukannya akan menghasilkan konsekuensi tertentu. Individu tersebut meyakini bahwa konsekuensi positif akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan atas tingkah lakunya.

3.2.Kontrol

Individu meyakini bahwa peristiwa hidupnya adalah hasil dari kontrol personal sehingga individu tersebut akan melakukan usaha untuk mengarahkan dirinya mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu. 3.3.Mandiri

Individu percaya pada kemampuan dan ketrampilannya sendiri

Dokumen terkait