• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Locus of Control Internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Locus of Control Internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama."

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Aurelia Judith Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan postitif antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasi. Responden pada penelitian ini berjumlah 125 mahasiswa tahun pertama di Universitas Sanata Dharma, yang berusia 18 sampai 25 tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dengan membagikan skala pengukuran locus of control internal dan skala penyesuaian diri di perguruan tinggi yang berbentuk skala Likert kepada responden penelitian. Koefisien reliabilitas skala locus of control internal adalah sebesar α = 0,707, sedangkan koefisien reliabilitas untuk skala penyesuaian diri di perguruan tinggi sebesar α = 0,849. Uji korelasi dilakukan dengan teknik analisis Pearson Product Moment Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu sebesar r = 0,528 (p = 0,00), artinya hipotesis yang diajukan diterima. Locus of control internal memberikan kontribusi terhadap penyesuaian diri di perguruan tinggi sebesar 27,9%.

(2)

CORRELATION BETWEEN INTERNAL LOCUS OF CONTROL AND COLLEGE ADJUSTMENT AMONG FRESHMEN

Aurelia Judith Pratiwi

ABSTRACT

(3)

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN

PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Aurelia Judith Pratiwi

129114105

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)

iii

(6)

iv

HALAMAN MOTO

“Look not to the faults of others, nor to their omissions and commissions. But rather look to your own act, to what you have done and left undone.”

Gautama Buddha

There is no such thing as coincidence in this world. Everything happens for a reason.”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk semesta yang selalu menyertai dan merestui hingga karya ini dapat selesai pada akhirnya. Semoga yang direstui oleh semesta dapat membagi kebajikan pada sesama.

Kupersembahkan pula karya ini untuk:

ibuku, Foustina Lily Rahayu Prabaningrum

ayahku, Mayor SUS Agustinus Wigit Santosa, M.Si. serta juniorku, Anastasya Nauli Putri Regitha

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL

DAN PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Aurelia Judith Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan postitif antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasi. Responden pada penelitian ini berjumlah 125 mahasiswa tahun pertama di Universitas Sanata Dharma, yang berusia 18 sampai 25 tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dengan membagikan skala pengukuran locus of control internal dan skala penyesuaian diri di perguruan tinggi yang berbentuk skala Likert kepada responden penelitian. Koefisien reliabilitas skala locus of control internal adalah sebesar α = 0,707, sedangkan koefisien reliabilitas untuk skala penyesuaian diri di perguruan tinggi sebesar α = 0,849. Uji korelasi dilakukan dengan teknik analisis Pearson Product Moment Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu sebesar r = 0,528 (p = 0,00), artinya hipotesis yang diajukan diterima. Locus of control internal memberikan kontribusi terhadap penyesuaian diri di perguruan tinggi sebesar 27,9%.

(10)

viii

CORRELATION BETWEEN INTERNAL LOCUS OF CONTROL AND

COLLEGE ADJUSTMENT AMONG FRESHMEN

Aurelia Judith Pratiwi

ABSTRACT

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas restu, waktu dan akal budi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh pembelajaran dalam prosesnya.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan hal lainnya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengungkapkan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi.

3. Ibu Dr. Y. Titik Kristiyani, M. Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terima kasih yang teramat banyak atas kesabaran, waktu dan tenaga yang luar biasa Ibu curahkan selama membimbing saya 

4. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan, dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis.

6. Segenap karyawan Fakulas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik dan Mas Muji) atas bantuan yang diberikan berkaitan keperluan administrasi dan praktikum sejak tahun pertama perkuliahan.

7. Seluruh mahasiswa USD angkatan 2016 yang bersedia menjadi responden penelitian secara suka rela.

8. Mama dan Papa. Terimakasih untuk kesabaran, pengorbanan dan semua yang telah Mama dan Papa lakukan sampai kakak bisa menyelesaikan kewajiban ini. Terimakasih pula untuk adikku, Tasya, my personal alarm.

9. Bue dan Babe atas segala bentuk dukungan, baik secara materiil maupun moril.

(13)

xi

Olive, Indri, Rizki, Dira, dll.) yang sangat signifikan pengaruhnya dalam pengerjaan skripsi ini.

11.Bella, Teteh, Lona, Chika, Devita, Yosua, Gede, Vishnu, Lintang, dan Oni yang sering menemani serta mendukung proses pengerjaan skripsi ini bahkan menjadi tutor pribadi.

12.Gede, Yosua, dan Yogi (beserta pasangan masing-masing). Terima kasih untuk layar-layar film dan panggung-panggung musik yang menjadi salah satu sumber energi dalam proses pengerjaan tiap lembar skripsi ini.

13.LION, Panti PF 2015, Maureen, Ochi, Indun, Bayu, Ita, Dipa, Unyil-Menuk, Leviana, Lia, Bebing, Anette, Manansyer, Lydia, Ayne, Kasita, Ochasasmitha, serta teman-teman lain yang selalu menjadi pengingat untuk menyelesaikan karya ini dengan bertanya (secara berulang): “Gimana skripsinya?

14.Seluruh pihak yang mendukung pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca supaya skripsi ini menjadi penelitian yang lebih baik dan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Terima kasih.

Yogyakarta, 19 Juli 2017 Penulis,

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

(15)

xiii

BAB II. LANDASAN TEORI ... 11

A. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 11

1. Pengertian Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 11

2. Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 13

3. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi 16 B. Locus of Control Internal ... 20

1. Konsep Locus of Control ... 20

2. Pengertian Locus of Control Internal ... 21

3. Karakteristik Locus of Control Internal ... 22

4. Dampak Locus of Control Internal pada Individu... 23

C. Mahasiswa Tahun Pertama ... 26

D. Penelitian-Penelitian Terkait ... 27

E. Hubungan antara Locus of Control Internal dan Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi pada Mahasiswa Tahun Pertama ... 30

F. Skema Penelitian ... … 36

G. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A.Jenis Penelitian ... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional ... 39

1. Locus of Control Internal ... 39

2. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 40

(16)

xiv

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

1. Penyusunan Blueprint ... 41

2. Focus Group Discussion ... 44

3. Penulisan Item ... 49

4. Review dan Revisi Item ... 51

5. Validitas Isi ... 51

6. Uji Coba Alat Ukur ... 54

F. Reliabilitas Alat Ukur ... 57

G. Metode Analisis Data ... 58

1. Uji Normalitas ... 59

1. Uji Linearitas ... 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

A.Hasil Penelitian ... 60

1. Pelaksanaan Penelitian ... 60

2. Deskripsi Responden ... 60

3. Deskripsi Data Penelitian ... 61

4. Reliabilitas Data Penelitian ... 64

5. Hasil Uji Asumsi ... 65

6. Hasil Uji Hipotesis ... 66

B. Pembahasan ... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

(17)

xv

B. Saran ... 73

1. Bagi Mahasiswa Tahun Pertama ... 74

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 74

3. Bagi Dosen Pembimbing Akademik ... 75

4. Bagi Institusi Perguruan Tinggi ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Skala Locus of Control Internal ... 42

Tabel 2. Blueprint Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 44

Tabel 3. Pemberian Skor Skala Locus of Control Internal dan Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 50

Tabel 4. Distribusi Item Skala Locus of Control Internal Sebelum dan Sesudah Uji Coba ... 57

Tabel 5. Distribusi Item Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi Sebelum dan Sesudah Uji Coba ... 55

Tabel 6. Deskripsi Responden Penelitian... 61

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian ... 62

Tabel 8. Kategorisasi Tingkat Locus of Control Internal Responden ... 63

Tabel 9. Kategorisasi Tingkat Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi... 64

Tabel 10. Hasil Uji Reliabilitas Data Penelitian ... 65

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 65

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas ... 66

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Panduan FGD Locus of Control Internal ... 83

Lampiran 2 Panduan FGD Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 85

Lampiran 3 Form Penilaian Validitas Isi Locus of Control Internal ... 87

Lampiran 4 Form Penilaian Validitas IsiPenyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 96

Lampiran 5 Hasil Pengujian Validitas Isi Locus of Control Internal ... 104

Lampiran 6 Hasil Pengujian Validitas Isi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 108

Lampiran 7 Skala Kehidupan Perkuliahan Uji Coba ... 112

Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Skala Uji Coba Locus of Control Internal ... 128

Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Skala Uji Coba Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 134

Lampiran 10 Skala Kehidupan Perkuliahan ... 144

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Data ... 155

Lampiran 12 Uji Normalitas ... 157

Lampiran 13 Uji Linearitas ... 160

Lampiran 14 Uji Hipotesis ... 163

Lampiran 15 Uji One Sample Test ... 165

(20)

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Dinamika Hubungan antara Locus of Control Internal dan

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kehidupan tahun pertama di perguruan tinggi merupakan dunia baru

bagi individu yang beralih status dari siswa sekolah menengah menjadi

mahasiswa. Mereka umumnya merasakan perbedaan dan mengalami banyak

perubahan pada masa awal memasuki dunia perkuliahan. Menurut Gunarsa

(2004), individu yang baru saja beralih status menjadi mahasiswa mengalami

perbedaan dalam hal sistem pendidikan perguruan tinggi meliputi sistem

pengajaran, disiplin, serta hubungan antara mahasiswa dengan dosen. Selain

dalam hal akademik, perubahan juga terjadi pada hubungan sosial. Hal

tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang

mahasiwa tahun pertama angkatan 2016 pada tanggal 15 September 2016 di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mahasiswa tahun pertama dalam

wawancara tersebut memaparkan bahwa dirinya merasakan perbedaan pada

masa awal perkuliahan dan mengalami perubahan dalam hal-hal kompleks

seperti sistem belajar, lingkungan pergaulan, dan aktivitas sehari-hari.

Perbedaan dan perubahan yang dialami tersebut, jika tidak diatasi

dengan baik oleh mahasiswa tahun pertama dapat menyebabkan

masalah-masalah seperti menimbulkan perasaan tertekan pada individu (Duffy &

Atwater, 2005; Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber &

(22)

dilakukan oleh peneliti dimana sebanyak delapan dari sepuluh orang

mahasiswa tahun pertama mengakui bahwa dirinya masih mengalami

perasaan tertekan dan cemas karena perbedaan dan perubahan yang terjadi

dalam tahun pertama perkuliahan hingga memengaruhi prosesnya mengikuti

perkuliahan. Hal tersebut dialami mahasiswa tahun pertama yang menghadapi

norma dan budaya baru, teman baru, tugas yang banyak, dan perubahan lain

pada gaya hidup menuntut waktu dan pengaturan diri yang lebih baik

dibandingkan pada saat masa sekolah menengah atas.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut pula, diketahui mahasiswa

tahun pertama belum menemukan cara belajar yang efektif sehingga merasa

kewalahan dengan tugas kuliah yang menumpuk dan membutuhkan tenaga

serta waktu yang ekstra untuk menyelesaikannya. Mereka mencemaskan

ujian-ujian, bermasalah saat berbicara di depan kelas, dan semakin merasa

tertekan karena kesulitan dalam mengatur waktu antara mengerjakan tugas

dengan kegiatan lain seperti kegiatan keorganisasian dan kegiatan komunitas

kampus. Hal ini membuat mereka takut mengalami kegagalan di perguruan

tinggi. Gerdes dan Mallinckrodt (1994) menyatakan bahwa kegagalan dalam

memenuhi tuntutan-tuntutan universitas menjadi masalah paling umum bagi

mahasiswa untuk menarik diri dari pendidikan di perguruan tinggi.

Tidak hanya itu, dari hasil wawancara tersebut juga diketahui bahwa

enam dari sepuluh mahasiswa mengalami kesulitan untuk bergaul karena

merasa cemas dengan lingkungan barunya. Ahkam (2004) memaparkan data

(23)

Makassar tahun 2001-2003 yang menunjukkan bahwa permasalahan yang

paling sering dikonsultasikan oleh mahasiswanya berupa perasaan rendah diri

dalam situasi baru, kurang percaya diri dalam kegiatan di kelas, kesulitan

bergaul di dalam maupun di luar kampus, sulit menyesuaikan diri dengan

dosen, menyelesaikan kuliah melebihi waktu yang seharusnya, hingga drop

out. Data lain juga dimuat oleh mediaindonesia.com pada tahun 2016 dan

kabarkampus.com pada tahun 2015 bahwa jumlah mahasiswa yang

mengalami drop out di Universitas Tadulako Sulawesi Tengah dan Institut

Teknologi Sepuluh November Surabaya terbilang tinggi akibat gagal

menyesuaikan diri dengan tuntutan perkuliahan seperti kurangnya

kemampuan bersosialisasi serta beradaptasi dengan lingkungan dan

perubahan pola belajar.

Dalam menghadapi situasi terkait perbedaan dan perubahan itu,

mahasiswa tahun pertama dituntut untuk dapat menyesuaikan diri di

perguruan tinggi agar mampu menguasai lingkungan sosial barunya,

mengembangkan orientasinya terhadap institusi tempat dirinya berkuliah,

menjadi anggota yang produktif dalam lingkup perguruan tinggi, dan

menyesuaikan diri dengan peran serta tanggung jawab barunya (Credé &

Niehorster, 2012; Gall, Evans, & Bellerose, 2000).

Penyesuaian diri di perguruan tinggi merupakan sebuah respon

psikososial pada diri mahasiswa dalam menanggapi perubahan-perubahan

yang terjadi di lingkungan sekitarnya, yang dapat menjadi sumber stress dan

(24)

1985). Baker dan Siryk (1986) mengemukakan empat dimensi penyesuaian

diri di perguruan tinggi yang meliputi penyesuaian akademik (academic

adjustment), penyesuaian sosial (social adjustment), penyesuaian

personal-emosional (personal-emotional adjustment), dan kelekatan institusional

(institutional-attachment). Berdasarkan pendapat tersebut, mahasiswa tahun

pertama dikatakan telah melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi

ketika mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan akademik perkuliahan

yang cenderung lebih besar dibandingkan saat SMA, mampu berintegrasi

dengan lingkungan sosial yang baru di kalangan kampus, mulai muncul

kelekatan secara emosional dengan perguruan tingginya, dan mampu melalui

kecemasan serta stress akibat tuntutan lingkungan perkuliahan.

Mahasiswa tahun pertama yang mampu melakukan penyesuaian diri

dengan baik akan lebih mudah untuk berkembang secara optimal sesuai

potensi yang dimilikinya sehingga tujuan dalam menempuh pendidikan

tercapai. Hal ini didukung dengan penelitian-penelitian yang menunjukkan

penyesuaian di perguruan tinggi yang baik pada mahasiswa tahun pertama

berpengaruh dalam pencapaian akademik yang baik pula serta ketahanan

mahasiswa dalam berkuliah (Baker & Siryk, 1986; Beyers & Goossens, 2003;

Credé & Niehorster, 2012). Penelitian sebelumnya juga menunjukkan adanya

hubungan negatif antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dengan tingkat

stress dan kecenderungan drop out (Baker & Siryk, 1986; Beyers &

Goossens, 2003; Crede & Nichorster, 2012; Friedlander et al., 2007). Hal ini

(25)

mahasiswa tahun pertama akan cenderung terhindar dari stress akibat

perubahannya yang dapat menghambat proses menempuh pendidikan di

perguruan tinggi. Oleh karena itu, penyesuaian diri di perguruan tinggi yang

baik dirasa cukup penting bagi para mahasiswa tahun pertama.

Menyadari pentingnya penyesuaian diri di perguruan tinggi, para

peneliti terdahulu telah melakukan penelitian-penelitian terkait guna

mengetahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyesuaian diri di

perguruan tinggi itu sendiri. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan

bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor

demografis seperti etnis, jenis kelamin, usia dan status generasi (Bernier,

Larose, Boivin, & Soucy, 2004; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010;

Schneider & Ward, 2003), persepsi dukungan sosial (Friedlander et al., 2007;

Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003) dan persepsi hubungan mahasiswa

dengan orangtua (Orrego & Rodriguez, 2001; Schnuck & Handal, 2011).

Selain itu, penyesuaian diri juga dapat dipengaruhi oleh faktor

kecerdasan emosi (Adeyemo, 2005; Durán, Extremera, Rey,

Fernández-Berrocal, & Montalbán, 2006; Parker, Summerfeldt, Hogan, & Majeski,

2004; Petrides, Sangareau, Furnham, & Frederickson, 2006), karakter

kepribadian atau trait (Rice, Vergara, & Aldea, 2006; Schnuck et al., 2011),

serta evaluasi diri atau core self-evaluation yang meliputi stabilitas emosi,

harga diri atau self-esteem, efikasi diri atau self-efficacy, dan locus of control

(Aspelmeier, Love, McGill, Elliott, & Pierce, 2012; Credé & Niehorster,

(26)

McKenry, 2000; Pritchard, Wilson, & Yamnitz, 2007; Toews & Yazedjian,

2007).

Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan, peneliti melihat

locus of control sebagai sebuah variabel yang perlu dilihat hubungannya

dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Hal ini mengacu pada

pernyataan bahwa locus of control menjadi faktor yang penting dalam

menentukan bagaimana mahasiswa baru akan menyesuaikan diri melalui

pemaknaan situasi menekan di perguruan tinggi (Crede & Nichorster, 2012;

Kammeyer-Mueller, Judge, dan Scott 2009). Rotter (1966) mengungkapkan

seorang individu dapat memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya

sebagai hal yang bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri (locus of

control internal), atau memaknai peristiwa tersebut sebagai hal yang terjadi

karena pengaruh dari luar dirinya seperti takdir dan pengaruh orang lain

(locus of control eksternal). Individu dengan locus of control internal

diketahui cenderung memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya

sebagai hal yang dapat dikendalikan (Lefcourt, 1991). Dalam konteks

kehidupan di perguruan tinggi, pemaknaan terhadap tuntutan di perguruan

tinggi juga akan dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama sebelum

menentukan bagaimana cara mahasiswa tersebut merespon tuntutan itu

sendiri. Mahasiswa tahun pertama yang memaknai tuntutan di perguruan

tinggi sebagai hal yang dapat dikendalikan, atau disebut memiliki locus of

control internal, akan memutuskan tindakan yang efektif dalam menghadapi

(27)

mahasiswa dengan locus of control internal akan cenderung merespon

tuntutan tersebut dengan berusaha menyesuaiankan dirinya di perguruan

tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berfokus pada faktor

locus of control internal.

Locus of control merupakan sebuah kecenderungan yang bersifat

dinamis dan dapat berubah seiring bertambahnya usia individu (Crandall,

Katkovsky, & Crandall, 1965). Penelitian yang dilakukan oleh Crandall,

Katkovsky, dan Crandall (1965) menunjukkan semakin bertambahnya usia

individu maka kecenderungan locus of control yang dimilikinya semakin

internal sesuai dengan tingkat kedewasaan individu tersebut. Hal ini

menunjukkan bahwa locus of control merupakan faktor yang masih dapat

dikembangkan pada diri individu. Oleh karena itu, dengan menguji hubungan

antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi maka

dapat diketahui peran locus of control internal terhadap penyesuaian diri di

perguruan tinggi.

Penelitian-penelitian terdahulu terkait locus of control internal pada

mahasiswa telah menunjukkan kaitan locus of control internal terhadap

karakteristik individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan

tinggi (Abouserie, 1994; Aspelmeier et al., 2012; Caplan, Henderson,

Henderson, & Fleming, 2002; Findley & Cooper, 1983; Gifford,

Briceno-Perriott, & Mianzo, 2006; Janssen & Carton, 1999; Martin & Dixon, 1994;

Roddenberry & Renk, 2010; Rose, Hall, Bolen, & Webster, 1996; Warehime

(28)

sebelumnya hanya menunjukkan hubungan locus of control internal dengan

salah satu dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti penyesuaian

akademik atau penyesuaian sosial saja. Di sisi lain, tuntutan yang terjadi di

perguruan tinggi tidak hanya berasal dari dimensi akademik maupun sosial

saja, melainkan meliputi dimensi personal-emosianal dan komitmen terhadap

institusi perkuliahan seperti teori yang dikemukakan oleh Baker dan Syrik

(1986). Mahasiswa tahun pertama dikatakan berhasil melakukan penyesuaian

diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi keempat dimensi tersebut dan

tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Akan tetapi, pengukuran penyesuaian

diri di perguruan tinggi secara menyeluruh meliputi keempat dimensi tersebut

belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan pemaparan tersebut,

penelitian ini bermaksud untuk menguji hubungan antara locus of control

internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun

pertama secara lebih komprehensif dengan menggunakan pengukuran yang

meliputi keempat dimensi penyesuaian diri dari Baker dan Syrik (1986).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan sebelumnya terkait munculnya berbagai

masalah dalam perkuliahan akibat penyesuaian diri yang buruk pada tahun

pertama perkuliahan, maka peneliti berupaya melihat faktor yang dapat

memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun

pertama. Dalam penelitian ini, peneliti secara khusus ingin melihat locus of

(29)

perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara locus of control

internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun

pertama?

C. TUJUAN PENELTIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara locus of

control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa

tahun pertama.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan sumbangan ilmu dan pengetahuan di

bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan, mengenai hubungan

antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan

tinggi pada mahasiswa tahun pertama.

2. Manfaat Praktis

2.1.Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan

penelitian-penelitian selanjutnya mengenai locus of control internal, penyesuaian

(30)

2.2.Bagi mahasiswa tahun pertama

Penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa tahun pertama

sebagai pertimbangan akan pentingnya penyesuaian diri di perguruan

tinggi dan faktor yang berhubungan dengan hal tersebut. Selain itu,

penelitian ini memberikan gambaran bagi mahasiswa tahun pertama

akan pentingnya memiliki locus of control internal.

2.3.Bagi Dosen Pembimbing Akademik

Penelitian ini memberikan informasi kepada dosen pembimbing

terkait gambaran penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa

tahun pertama. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjadi

pertimbangan bagi dosen pembimbing untuk melakukan

pendampingan pada mahasiswa yang masih mengalami kesulitan

dalam penyesuaian dirinya.

2.4.Bagi Institusi Perguruan Tinggi

Penelitian ini dapat digunakan oleh pihak institusi perguruan tinggi

sebagai referensi untuk menyusun program guna membantu

(31)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

1. Pengertian Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Penyesuaian diri (adjustment) pada dasarnya merupakan istilah

psikologis yang berkembang dari konsep adaptasi secara biologis

(Lazarus, 1961). Lazarus (1961) mulai mengembangkan konsep

penyesuaian diri sebagai usaha pertahanan diri yang lebih menekankan

pada proses-proses psikologis individu untuk menanggapi tekanan

eksternal maupun internal pada dirinya. Secara lebih rinci, Schneiders

(1960) menjelaskan penyesuaian diri sebagai rangkaian respon mental dan

tingkah laku yang dilakukan individu untuk menyelaraskan

kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di

mana ia tinggal. Lalu, Sawrey dan Telford (1971) menekankan bahwa

penyesuaian diri merupakan bentuk interaksi antara individu dengan

lingkungannya secara terus-menerus dengan melibatkan proses kognisi,

emosi, dan perilakunya yang saling terkait satu sama lain.

Santrock (2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri merupakan

respon psikologis terkait adaptasi, koping, dan pengelolaan tantangan

dalam kehidupan sehari-hari. Eschun (2006) berpendapat bahwa

penyesuaian diri adalah respon individu terhadap perubahan-perubahan

(32)

mengatasi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula

Dunn, Hammer dan Weiten (2015) menyebutkan penyesuaian diri sebagai

proses psikologis mengenai bagaimana individu mengelola atau mengatasi

tuntutan dan tantangan pada kehidupan sehari-hari. Berdasarkan

pandangan-pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri

merupakan respon individu berupa usaha yang dilakukan secara terus

menerus untuk menyelaraskan dorongan dalam dirinya dengan tekanan

dari lingkungan dan melibatkan sistem kognisi, emosi serta perilaku.

Dalam pengembangannya, Baker et al. (1985) menjelaskan

penyesuaian diri di konteks perguruan tinggi, khususnya terjadi pada

mahasiswa, yaitu merupakan respon psikologis yang melibatkan

tuntutan-tuntutan dengan jenis dan tingkatan yang berbeda, serta membutuhkan

keterampilan coping. Pengembangan konsep penyesuaian diri di

perguruan tinggi oleh Baker, McNeil dan Siryk inilah yang menjadi dasar

acuan penelitian-penelitian terkait hingga saat ini. Dari uraian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi adalah

sebuah respon mahasiswa untuk menyelaraskan dorongan dirinya dengan

lingkungan dalam menghadapi tekanan dan tuntutan yang terjadi di

(33)

2. Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Dalam konteks penyesuaian diri di perguruan tinggi, Baker dan

Siryk (1986) menyebutkan bahwa terdapat empat dimensi penyesuaian diri

di perguruan tinggi (college adjustment) berdasarkan penelitian yang

dilakukannya, yaitu:

2.1.Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment)

Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa dalam

menyesuaikan diri dengan tuntutan akademis dalam perkuliahan dan

mencapai tingkat kepuasan pada prestasi akademisnya. Dimensi ini

tercermin dari motivasi (sikap terhadap tujuan akademis, motivasi

untuk mencapai tujuan akademis dan berkuliah), aplikasi (seberapa

jauh motivasi diubah menjadi usaha untuk mencapai tujuan akademis),

performa (keberhasilan dan keefektifaan dalam mencapai tujuan

akademis), dan lingkungan akademis (kepuasan terhadap prestasi

akademis). Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan

tinggi mampu mengaplikasikan motivasi akademik, memiliki

performansi akademik yang baik, dan mampu mengatasi tuntutan

akademik.

2.2.Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk

berintegrasi dengan struktur sosial di lingkungan kampus. Dimensi ini

meliputi keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan di lingkungan kampus

(34)

menjalin pertemanan baru, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus.

Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi terlibat

aktif dalam kegiatan yang ada di perguruan tinggi, mampu menjalin

hubungan dengan orang lain dalam lingkup perguruan tinggi dan

mampu mengatasi perubahan lingkungan sosial.

2.3.Penyesuaian Personal-Emosional (Personal-Emotional Adjustment)

Penyesuaian personal-emosional adalah kemampuan mahasiswa

untuk menyesuaikan diri terhadap masalah emosional seperti stress dan

kecemasan, serta masalah fisik seperti kesulitan tidur yang dihadapi

mahasiswa. Dimensi ini meliputi kesejahteraan psikologis

(psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical

well-being). Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi

menunjukkan bahwa dirinya dapat mengontrol emosi dengan baik,

memiliki persepsi positif terhadap tuntutan di perguruan tinggi dan

memiliki kondisi fisik yang baik.

2.4.Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Adjustment)

Kelekatan terhadap institusi atau komitmen adalah kemampuan

mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan

antar dirinya dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani,

yang kemudian berpengaruh terhadap keputusan mahasiswa untuk

melanjutkan perkuliahan. Individu yang memiliki penyesuaian diri

yang baik di perguruan tinggi cenderung merasa puas terhadap fakultas

(35)

berkuliah, dan puas terhadap keberadaannya di perguruan tinggi secara

umum.

Walaupun penyesuaian diri di perguruan tinggi yang dikemukakan

oleh Baker dan Siryk (1986) memiliki empat dimensi, akan tetapi dalam

penelitian ini penyesuaian diri di perguruan tinggi diperlakukan sebagai

satu komponen tunggal dengan alasan individu dikatakan berhasil

melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi

keempat dimensi tersebut dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Alasan serupa juga dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang

mengukur penyesuaian diri di perguruan tinggi sebagai sebuah komponen

yang menyeluruh (Beyers & Goossens, 2003; Caplan et al., 2002; Choi,

2002; Marmarosh & Markin, 2007; Ramos-Sanchez & Nichols, 2007,

2007).

Tuntutan yang dihadapi mahasiswa tahun pertama di perguruan

tinggi tidak hanya berupa tuntutan akademik saja melainkan juga tuntutan

sosial. Oleh karena itu, penyesuaian diri di perguruan tinggi tidak dapat

dipisahkan antara penyesuaian akademik dan penyesuaian sosial. Di sisi

lain, hanya dengan berhasil dalam akademik dan sosial tidak dapat

menunjukkan bahwa individu telah melakukan penyesuaian diri di

perguruan tinggi dengan baik apabila penyesuaian personal-emosionalnya

sendiri masih buruk. Kemudian, dimensi komitmen dan kelekatan terhadap

(36)

di perguruan tinggi yang baik apabila pada dimensi lain individu

menunjukkan indikasi yang berkebalikan.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan

Tinggi

Dalam lingkup perguruan tinggi, ditemukan faktor-faktor yang

memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu:

3.1.Persepsi dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan sumber daya yang dimiliki individu

untuk melakukan penyesuaian diri. Persepsi individu mengenai

lingkungan sosial yang mendukung mengurangi ketegangan yang

dialami individu dan memudahkan dirinya melakukan proses transisi

di lingkungan yang baru (Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al.,

2007).

3.2.Persepsi hubungan dengan orang tua

Kelekatan antara anak dengan orangtua dan pola asuh orangtua

berpengaruh dalam proses penyesuaian diri karena berkaitan dengan

ketergantungan hubungan mahasiswa dengan orangtuanya (Beyers &

Goossens, 2003; Credé & Niehorster, 2012; Mattanah, Hancock, &

Brand, 2004; Orrego & Rodriguez, 2001). Mahasiswa dengan tipe

kelekatan tak aman, khususnya kelekatan kecemasan dapat

menyebabkan dirinya mengalami ketakutan pada penolakan,

(37)

pada penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti merasa kesepian,

depresi, dan dapat mengakibatkan distress (Marmarosh & Markin,

2007). Pola asuh autoritatif mempermudah mahasiswa melalui masa

transisi ke dalam lingkungan perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan

keluarga yang hangat, emosional, peduli, serta memiliki komunikasi

yang terbuka membuat individu mencapai penguasaan (prestasi) yang

lebih besar dan regulasi diri yang baik (Hickman et al., 2000).

3.3.Data demografi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data demografis

terkait posisi etnis tertentu dalam masyarakat (minoritas atau

mayoritas), status generasi mahasiswa (terkait perbedaan informasi

yang dimiliki antara mahasiswa generasi pertama berkuliah dalam

keluarganya dengan mahasiswa generasi lanjutan yang memiliki

pengalaman keluarga berkuliah), dan status ekonomi sosial memiliki

pengaruh terhadap proses penyesuian dirinya (Credé & Niehorster,

2012; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003).

Mahasiswa yang beretnis minoritas di masyarakat, cenderung

memerlukan usaha yang lebih untuk dapat menyesuaikan diri di

perguruan tinggi atau akan mengalami kesulitan dalam

penyesuaiannya. Status mahasiswa dengan keluarga yang sudah pernah

berkuliah sebelumnya cenderung memiliki informasi yang lebih

banyak mengenai kehidupan perkuliahan sehingga dapat

(38)

menyesuaikan diri di perguruan tinggi. Kemudian, penelitian juga

menemukan bahwa mahasiswa dengan status ekonomi sosial yang

tinggi cenderung lebih mudah untuk menyesuaikan diri di perguruan

tinggi dibandingkan mahasiswa dengan status ekonomi sosial yang

rendah.

3.4.Kecerdasan emosi

Kecerdasan emosi merupakan tipe kecerdasan yang meliputi

kemampuan untuk memproses informasi emosional dan

menggunakannya dalam penalaran dan aktivitas kognitif lainnya

(VandenBos, 2007). Dalam menyesuaikan diri, individu melibatkan

keterampilan untuk mengelola perubahan. Keterampilan mengelola

perubahan itu sendiri melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi

potensi masalah serta menggunakan strategi koping yang realistis dan

fleksibel. Dimensi pengelolaan stres melibatkan kemampuan untuk

mengelola situasi yang penuh tekanan dengan cara yang tenang dan

proaktif. Individu dengan kemampuan pengelolaan stres yang baik

cenderung tidak impulsif dan dapat bekerja dengan baik di bawah

tekanan sehingga mendukung proses penyesuaian dirinya termasuk

dalam konteks perguruan tinggi (Parker et al., 2004).

3.5.Karakter kepribadian (trait)

Trait merupakan dimensi kepribaian yang memengaruhi pikiran,

perasaan dan perilaku individu dengan cara tertentu. Karakter seperti

(39)

membuat individu lebih cepat menjalin pertemanan baru dan lebih siap

mempelajari lingkungan barunya sehingga mendukung proses

penyesuaian diri di perguruan tinggi (Aspinwall & Taylor, 1992; Credé

& Niehorster, 2012; Schnuck et al., 2011). Individu dengan

perfeksionisme maladaptif memiliki kecenderungan stres yang lebih

tinggi, memiliki pandangan yang kaku atau tidak fleksibel terhadap

diri sendiri, dan orang lain. selain itu juga kurang memiliki solusi yang

efektif dalam memahami dan mengatasi masalahnya sehingga

mengakibatkan individu ini sulit menyesuaikan diri dengan baik di

lingkungannya (Rice et al., 2006).

3.6.Evaluasi-diri inti (core self-evaluation)

Faktor yang mencakup harga diri, efikasi diri, locus of control,

ini berpengaruh pada penyesuaian diri di perguruan tinggi karena

menentukan cara yang dilakukan individu untuk menghadapi

permasalahan dari tekanan lingkungan pada dirinya, serta cara individu

mempersepsikan dan memaknai lingkungan barunya dalam perguruan

tinggi. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat kepercayaan diri dan

optimisme sehingga lebih mudah untuk membentuk hubungan sosial

baru (Credé & Niehorster, 2012).

Menurut Friedlander et al. (2007), individu dengan penilaian diri

yang baik cenderung memiliki strategi yang lebih efektif untuk

menghadapi tuntutan akademik dan sosial yang melekat di lingkungan

(40)

dengan kesadaran bahwa dirinya memiliki kendali dalam perilakunya,

responnya terhadap lingkungan. Dengan demikian, orang yang merasa

punya kendali akan mengarahkan dirinya dalam merespon tekanan

sehingga melakukan penyesuaian diri, sedangkan yang merasa tidak

punya kendali akan mengikuti arus tekanan dari lingkungan. Oleh

karena itu, locus of control internal berdampak pada kesuksesan

individu untuk menyesuaiakan diri pada keempat dimensi penyesuaian

diri di perguruan tinggi (Aspelmeier et al., 2012).

B. LOCUS OF CONTROL INTERNAL 1. Konsep Locus of Control

Locus of Control dikembangkan oleh Rotter (1966) yang

mendefinisikannya sebagai keyakinan individu akan sumber kontrol atau

penguatan dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut

bergantung pada perilaku dirinya sendiri (internal) atau bergantung pada

kekuatan dari luar dirinya (ekstenal). Ahli lain seperti Lefcourt (1991) juga

berpendapat serupa bahwa locus of control merupakan keyakinan individu

mengenai sumber penyebab dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam

hidupnya. Individu dapat meyakini bahwa dirinya mampu mengontrol

hidupnya, atau meyakini bahwa orang lain atau lingkungannya lah yang

justru mengatur. Locus of control digambarkan sebagai suatu konsep yang

(41)

mereka adalah dalam kendali mereka atau di luar kendali mereka dengan

dua sisi yang berlawanan (April, Dharani, & Peters, 2012).

Duffy dan Atwater (2005) mengemukakan definisi locus of control

sebagai sumber keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam

mengendalikan peristiwa yang terjadi baik itu dari diri sendiri ataupun

dari luar dirinya. Senada dengan hal itu, Robbins et al., (2008)

mendefinisikan locus of control sebagai tingkat dimana individu yakin

bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Semakin individu

yakin bahwa dirinya merupakan penentu nasib mereka sendiri, maka

locus of control mereka dikatakan semakin internal.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa locus of control merupakan suatu konsep yang menunjukkan

keyakinan individu mengenai letak kendali atau kontrol akan

peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control terdiri dari dua

jenis yang menunjukkan orientasi keyakinan individu, yaitu locus of

control internal dan locus of control eksternal. Dalam penelitian ini,

variabel yang digunakan secara spesifik adalah locus of control internal.

2. Pengertian Locus of Control Internal

Rotter (1966) menekankan locus of control internal sebagai keyakinan

seseorang bahwa penguatan atau hasil dari perilakunya bergantung pada

karakteristik pribadi dan dapat dipengaruhi oleh penyesuaian perilaku

(42)

Selain Rotter, ahli lain seperti Lefcourt (1991) melihat locus of control

internal sebagai keyakinan individu bahwa hasil interaksi antara individu

dengan peristiwa yang terjadi bergantung dari tingkah lakunya sehingga

dapat dikontrol.

Kreitner & Kinicki (2009) berpendapat bahwa individu yang memiliki

kecenderungan locus of control internal adalah individu yang memiliki

keyakinan untuk dapat mengendalikan segala peristiwa konsekuensi yang

memberikan dampak pada hidup mereka. Individu dengan internal locus

of control akan menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya

dengan faktor yang ada dalam dirinya sendiri karena diyakini bahwa hasil

dari perilakunya disebabkan oleh faktor kemampuan, minat dan usaha

(Phares, 1976).

Sarafino (2011) berpendapat bahwa locus of control internal adalah

keyakinan individu bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi pada

dirinya bergantung pada dirinya sendiri. Dari penjelasan para ahli

tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa locus of control internal

merupakan keyakinan individu bahwa konsekuensi dari interaksi antara

individu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya

bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri seperti tingkah laku,

(43)

3. Karakteristik Locus of Control Internal

Menurut Sarafino (2011), karakteristik individu yang mempunyai

locus of control internal adalah sebagai berikut:

3.1.Ekspektansi

Individu memiliki keyakinan bahwa perilaku yang dilakukannya

akan menghasilkan konsekuensi tertentu. Individu tersebut meyakini

bahwa konsekuensi positif akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai

imbalan atas tingkah lakunya.

3.2.Kontrol

Individu meyakini bahwa peristiwa hidupnya adalah hasil dari

kontrol personal sehingga individu tersebut akan melakukan usaha

untuk mengarahkan dirinya mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu.

3.3.Mandiri

Individu percaya pada kemampuan dan ketrampilannya sendiri

dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu.

3.4.Bertanggung jawab

Individu merasa bertanggung jawab akan peristiwa yang terjadi

dalam hidupnya sebagai akibat dari faktor internal sehinggga memiliki

kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap

atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau

(44)

4. Dampak Locus of Control Internal pada Individu

Perbedaan orientasi locus of control pada setiap individu dapat

berdampak pada sikap dan perilaku individu, bahkan berpengaruh pada

efisiensi dan efektivitasnya (Findley & Cooper, 1983). Phares (1978)

menunjukkan bahwa locus of control internal membawa dampak pada

individu, yaitu:

4.1.Sikap terhadap lingkungan

Orang-orang dengan locus of control internal akan menganalisa

situasi dengan lebih terarah dan waspada dibandingkan dengan orang

dengan locus of control eksternal. Mereka lebih aktif mencari,

menggunakan dan mengelola informasi yang relevan dalam rangka

memanipulasi dan mengendalikan lingkungan.

4.2.Konformitas dan perubahan sikap

Individu dengan locus of control internal lebih mampu bertahan

terhadap pengaruh dan tekanan dari lingkungan. Hal ini menunjukkan

konformitas yang cenderung lebih rendah dibandingkan individu

dengan locus of control eksternal karena perubahan sikap individu

dengan locus of control internal bergantung pada keinginan dan

(45)

4.3.Perilaku menolong dan atribusi tanggung jawab

Phares menyebutkan bahwa individu dengan locus of control

internal lebih sering menunjukkan perilaku menolong daripada

individu dengan eksternal locus of control. Individu dengan locus of

control internal cenderung mengatribusikan tanggung jawab pada

dirinya sendiri. Artinya, individu tersebut merasa bertanggung jawab

akan hal yang terjadi pada dirinya sehingga sering menunjukkan

keinginan untuk memperbaiki perilakunya.

Kleinke (1978) menambahkan dampak locus of control internal pada

individu dalam hal:

4.4.Pencapaian prestasi

Menurut Kleinke, tingginya prestasi yang dicapai oleh

orang-orang dengan locus of control internal merupakan hasil dari

kemampuannya untuk menunda menikmati penghargaan atas

hasil-hasil usahanya serta mengurangi reaksi negatif yang cenderung muncul

pada saat dirinya mengalami kegagalan.

4.5.Penyesuaian diri

Orang-orang dengan internal locus of control akan lebih mampu

menyesuaikan diri daripada orang-orang dengan eksternal locus of

control karena mereka lebih mampu mengandalkan diri sendiri, aktif

dan memiliki kecenderungan berjuang yang tinggi, dimana hal ini

membawanya pada keberhasilan dalam penyesuaian diri. Dalam usaha

(46)

1984). Orang-orang dengan locus of control internal cenderung lebih

mampu melakukan coping secara lebih adaptif terhadap stress sehingga

dapat dikatakan melakukan penyesuaian diri dengan baik.

C. MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Mahasiswa merupakan pelajar yang menimba ilmu pengetahuan

tinggi, dimana pada tingkat ini mereka dianggap memiliki kematangan fisik

dan perkembangan pemikiran luas, sehingga dengan nilai lebih tersebut

mereka dapat memiliki kesadaran untuk menentukan sikap dirinya serta

mampu bertanggung jawab terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam wacana

ilmiah (Ganda, 1987). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa

diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Senada dengan itu,

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

juga tertulis bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan

belajar pada perguruan tinggi tertentu. Setiap tahunnya, perguruan tinggi akan

menerima peserta didik baru sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2012 Pasal 73 tentang penerimaan mahasiswa baru. Dengan demikian,

setiap peserta didik baru pada perguruan tinggi dapat disebut dengan

mahasiswa tahun pertama.

Pada umumnya, mahasiswa tahun pertama pada perguruan tinggi

berusia 18 sampai 21 tahun. Usia ini masih termasuk pada tahap

perkembangan dewasa awal atau oleh Arnett (2012) disebut dengan istilah

(47)

masa dewasa. Pada masa transisi ini individu mengalami banyak perubahan

dalam dirinya termasuk dalam bidang pendidikan (Ganda, 1987). Pendidikan

di perguruan tinggi pada tahap usia ini merupakan salah satu hal penting untuk

menuju kedewasaan (Papalia, Feldman, & Olds, 2007; Santrock, 2006).

Menurut Ganda (1987), mahasiswa bertujuan untuk mencapai dan

meraih taraf keilmuan yang matang, menguasai suatu ilmu, serta memiliki

wawasan ilmiah yang luas, sehingga mampu bersikap dan bertindak ilmiah

dalam segala hal yang berkaitan dengan keilmuannya untuk diabdikan kepada

masyarakat dan umat manusia. Mahasiswa juga diharapkan menjadi insan

dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri

dan secara aktif melakukan pembelajaran, pengembangan serta pengalaman

suatu ilmu pengetahuan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor

12 tahun 2012.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

mahasiswa tahun pertama merupakan peserta didik dengan rentang usia 18

sampai 21 tahun yang sedang menjalankan tahun pertamanya (semester I dan

II) berkuliah di suatu perguruan tinggi.

D. PENELITIAN-PENELITIAN TERKAIT

Penelitian yang dilakukan Findley dan Cooper (1983) mengenai

hubungan antara locus of control dengan pencapaian performansi akademik

merujuk pada kesimpulan bahwa semakin individu meyakini kemampuan dari

(48)

akademik yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan pengukuran locus of

control spesifik dan pengukuran prestasi atau tes intelejensi yang

terstandardisir.

Warehime dan Foulds (1971) meneliti tentang persepsi locus of control

dengan penyesuaian personal. Penelitian ini dilakukan pada 110 mahasiswa

perguruan tinggi yang terdiri dari 55 mahasiswa perempuan dan 55 mahasiswa

laki-laki. Dalam pengukurannya, Warehime dan Founds menggunakan skala

Internal-External Control of Reinforcement milik Rotter (I-E) dan sebuah

pengukuran penyesuaian personal dengan alat ukur Personal Orientation

Inventory (POI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara locus of control internal dengan penyesuaian personal.

Berangkat dari banyaknya penelitian mengenai hubungan antara stress

dengan penyakit fisik, Roddenberry dan Renk (2010) melakukan sebuah

penelitian yang bertujuan untuk menguji fenomena psikologis seperti locus of

control dan efikasi diri sebagai mediator antara stress dan sakit fisik pada 159

mahasiswa perguruan tinggi. Hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut

menunjukkan bahwa subjek dengan tingkat stress yang tinggi memiliki

kecenderungan yang kuat pada locus of control eksternal karena subjek

dengan kecenderungan locus of control eksternal lebih perseptif terhadap

stress. Hal ini juga berkorelasi dengan tingkat sakit fisik yang tinggi dan

tingkat efikasi diri yang cenderung rendah. Dalam penelitian ini, locus of

control secara signifikan terbukti sebagai mediator antara stress dan sakit fisik

(49)

Rose, Hall, Bolen, dan Webster (1996) melakukan pengujian untuk

mengetahui kemampuan faktor psikologis seperti locus of control, pendekatan

belajar mahasiswa, dan kehadiran dalam perkuliahan untuk memprediksi

indeks prestasi kumulatif mahasiswa. Penelitian yang dilakukan pada 202

mahasiswa strata satu (72 laki-laki, 125 perempuan dan 5 tidak diketahui)

dengan alat ukur Study Process Questionare, Scholastic Aptitude Test, daftar

hadir perkuliahan dan laporan indeks prestasi kumulatif menunjukkan bahwa

pendekatan belajar mahasiswa berkorelasi secara signifikan dengan indeks

prestasi kumulatifnya. Pendekatan belajar mahasiswa yang mendalam

menunjukkan karakteristik mahasiswa yang termotivasi secara internal, sama

halnya dengan memiliki locus of control internal, sedangkan pendekatan

belajar permukaan menunjukkan karakteristik mahasiswa yang termotivasi

secara eksternal yaitu mementingkan pemberian nilai dari pengajar dan

dengan kata lain memiliki locus of control eksternal. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pendekatan belajar yang mendalam dan terkait dengan

motivasi internal dapat memprediksi perolehan indeks prestasi kumulatif dan

diikuti kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan.

Aspelmeier et al., (2012) melakukan penelitian guna menguji peran

status generasi sebagai moderator dari hubungan antara faktor psikologis

(locus of control dan harga diri) dan variabel perkuliahan (penyesuaian di

perguruan tinggi dan indeks prestasi kumulatif). Hasil penelitian ini

menunjukkan status generasi secara signifikan menjadi moderator hubungan

(50)

penelitian ini tampak bahwa hubungan antara faktor psikologis (locus of

control dan harga diri) dengan variabel perkuliahan (penyesuaian diri di

perguruan tinggi dan indeks prestasi kumulatif) bersifat paling kuat pada

kelompok mahasiswa yang merupakan generasi pertama berkuliah di

keluarganya. Selain itu, ditemukan bahwa status generasi pertama dalam

perkuliahan pada mahasiswa berperan sepakai faktor yang memengaruhi

kepekaan individu pada efek negatif maupun positif dari orientasi locus of

control yang dimilikinya. Secara kontras, status generasi pertama pada

mahasiswa justru menyebabkan dirinya beresiko memiliki harga diri yang

lebih rendah.

Martin dan Dixon (1994) juga melakukan penelitian yang

menunjukkan bahwa locus of control memiliki korelasi dengan penyesuaian

diri mahasiswa dimana mahasiswa yang memiliki internal locus of control

menunjukkan nilai yang tinggi pada Freshmen Transition Questionare (FTQ)

yang mengindikasikan keberhasilan mahasiswa tersebut dalam penyesuaian

diri. Akan tetapi penelitian ini kurang menggambarkan dimensi penyesuaian

diri seperti halnya yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (1986).

E. HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN

PENYESAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

Locus of control merupakan suatu konsep yang menunjukkan

keyakinan individu mengenai letak kendali atau kontrol akan

(51)

kendali dirinya atau dikendalikan oleh faktor-faktor diluar dirinya (Lefcourt,

1991;). Julian Rotter (1966) yang mengembangkan konsep ini membagi

sumber kontrol menjadi dua, yaitu kontrol internal sebagai persepsi bahwa

sebuah peristiwa yang terjadi dalam hidupnya bergantung pada faktor dalam

diri individu itu sendiri atau bagian dari karakteristiknya pribadinya; dan

kontrol eksternal sebagai persepsi bahwa suatu peristiwa dikendalikan oleh

faktor di luar diri seperti keberuntungan, kebetulan, takdir, sesuatu yang tidak

dapat dikendalikan individu, tidak dapat diprediksi karena kompleksitas hebat

dari daya di sekitarnya. Berdasarkan hal itu pula individu dapat dikategorikan

menjadi dua, yaitu individu dengan locus of control internal dan individu

dengan locus of control eksternal.

Individu dengan locus of control internal akan menghubungkan

peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya dengan sumber daya yang ada dalam

dirinya sendiri seperti kemampuan, minat dan usaha (Phares, 1976). Dengan

demikian, individu dengan locus of control internal memiliki keyakinan

bahwa dirinya akan memperoleh konsekuensi positif sebagai imbalan atas

tingkah lakunya pada suatu situasi tertentu (Sarafino, 2011). Dalam

kehidupan perkuliahan, mahasiswa tahun pertama yang menghadapi

perubahan dan tantangan baru di perguruan tinggi dengan karakteristik ini

akan menyadari bahwa untuk menghadapi tuntutan di perguruan tinggi maka

dirinya perlu melakukan suatu usaha agar mendapat konsekuensi sesuai

harapannya. Dengan adanya kesadaran tersebut, mahasiswa tahun pertama

(52)

maupun sosial dan mengaplikasikan motivasi tersebut ke dalam bentuk

tindakan nyata. Hal ini merupakan salah satu indikasi yang menunjukkan

bahwa dirinya memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi.

Locus of control internal akan mendorong individu untuk berusaha

mengontrol dan mengendalikan lingkungan sekitarnya karena mereka

meyakini kemampuan yang dimilikinya, sehingga mereka akan cenderung

mengandalkan diri mereka sendiri daripada bergantung pada orang lain

(Phares, 1976). Hal ini juga digambarkan oleh Sarafino (2011) sebagai

karakteristik individu dengan locus of control internal yang mempunyai

keyakinan bahwa peristiwa dalam hidupnya terjadi sebagai hasil dari kontrol

yang dilakukannya, sehingga mereka cenderung mengarahkan dirinya agar

memperoleh suatu hasil yang ingin dicapainya. Jika mahasiswa tahun pertama

memiliki locus of control internal maka mereka akan berusaha semaksimal

mungkin untuk mengontrol perilakunya dan menyesuaikan diri dalam

menghadapi perubahan dan tantangan di perguruan tinggi. Hal ini dapat

tercermin dari adanya persepsi bahwa tuntutan di perguruan tinggi merupakan

suatu hal yang dapat dikendalikan sehingga mahasiswa memiliki kecemasan

yang cenderung rendah akan tuntutan tersebut.

Mahasiswa juga akan memiliki motivasi yang kuat dan berusaha

memberikan perhatian yang lebih untuk mengarahkan perilaku agar dapat

mencapai tujuan perkuliahan. Adanya motivasi tercermin ketika seorang

individu seperti mahasiswa tahun pertama melakukan penyesuaian terhadap

(53)

melakukan penyesuaian akademik akan mengaplikasikan motivasi akademik

ke dalam usaha nyata seperti memberi perhatian lebih untuk mengarahkan

perilaku agar mencapai tujuannya tersebut. Hal ini dapat mendukung dan

memengaruhi dirinya untuk melibatkan informasi dan pembelajaran yang

telah dilakukannya agar dapat menunjukkan performansi yang lebih baik.

Lebih lanjut, adanya keyakinan bahwa peristiwa dalam hidupnya terjadi

sebagai hasil dari kontrol yang dilakukannya dapat mendorong individu

seperti mahasiswa tahun pertama untuk berperan aktif dan menjalin hubungan

dengan orang lain sebagai bentuk penyesuaian sosialnya. Mereka akan

berinisiatif untuk terlibat aktif dalam relasi dengan orang lain agar dapat

menyesuaikan diri di lingkup sosial perguruan tinggi. Ketika seorang

mahasiswa tahun pertama memiliki karakter ini maka dirinya akan mampu

mengatasi perubahan lingkungan dalam konteks penyesuaian sosial dan

mampu mengatasi tekanan atau stress secara adaptif dalam penyesuaian

personal-emosionalnya di perguruan tinggi.

Individu dengan locus of control internal akan memiliki rasa percaya

diri dan kemampuan pemecahan masalah yang baik karena hal tersebut

menunjang kemampuannya untuk mengubah kondisi lingkungan yang

bermasalah menjadi situasi yang diharapkannya. Mereka akan berusaha

memberdayakan segenap kemampuannya untuk menghadapi situasi yang

terjadi secara mandiri tanpa menunggu atau bergantung dari pihak lain

(Phares, 1976; Sarafino, 2011; Shojaee & French, 2014). Mahasiswa tahun

(54)

bergantung pada orang lain seperti karakteristik individu yang memiliki locus

of control internal tersebut akan menghadapi tuntutan dalam hal akademik

maupun sosial secara mandiri dan penuh inisiatif. Mahasiswa tahun pertama

akan terdorong untuk mengendalikan perubahan dan tantangan di perguruan

tinggi dengan percaya pada kemampuannya sendiri, sehingga untuk

menghadapi perubahan dan tantangan tersebut ia tidak menunggu atau

bergantung dengan orang lain atau lingkungannya. Rasa kepercayaan pada

kemampuannya sendiri ini pula akan memfasilitasi kemampuan berelasi

sosial yang lebih baik dan kecemasan yang cenderung lebih rendah sehingga

terbebas dari stress. Hal ini menunjukkan penyesuaian diri yang baik di

perguruan tinggi.

Individu merasa bertanggung jawab akan peristiwa yang terjadi dalam

hidupnya sebagai akibat dari faktor internal akan memiliki kesediaan untuk

menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya

sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar

mencapai hasil yang lebih baik lagi (Sarafino, 2011). Oleh karena itu,

individu ini akan memiliki kepuasaan atas prestasi yang diraih dari hasil kerja

kerasnya sendiri, kepuasan terhadap fakultas tempat dirinya berkuliah, dan

kepuasan terhadap universitas tempat dirinya berkuliah karena ia merasa

bahwa apa yang diperolehnya sejauh ini merupakan hasil dari kerja kerasnya

sendiri.

Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal yang

(55)

konsekuensi tertentu karena dirinya kurang yakin bahwa sebah konsekuensi

bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri. Keraguan bahwa perilakunya

menghasilkan konsekuensi tertentu ini membuat mahasiswa yang memiliki

kecenderungan locus of control internal rendah juga kurang termotivasi baik

secara akademik maupun sosial. Dirinya akan ragu untuk berusaha

melakukan sesuatu untuk menghadapi tuntutan di perguruan tinggi karena

walaupun ia melakkan usaha, hal itu tidak serta merta membuatnya dapat

mengatasi tuntutan tersebut sehingga performansinya pun cenderung kurang

baik disbanding mahasiswa dengan locus of control internal tinggi.

Individu dengan locus of control internal yang rendah kurang

melakukan kontrol untuk mencapai suatu tujuan karena dia merasa bahwa

tidak ada gunanya. Mampu atau tidaknya mencapai tujuan bergantung pada

kontrol orang lain atau keberuntungan sehingga tidak dapat diupayakan.

Mahasiswa yang tidak mengarahkan perilakunya dan tidak melakukan upaya

dalam menghadapi tuntutan di perguruan tinggi akan menunjukkan

performansi yang kurang baik dibandingkan mahasiswa dengan locus of

control internal tinggi. Mahasiswa ini juga akan cenderung tidak berdaya

dalam menghadapi tekanan dan tuntutan di perguruan tinggi sehingga

beresiko mengalami stress dan kecemasan selama masa perkuliahan. Hal ini

menunjukkan adanya permasalahan akibat penyesuaian diri yang buruk di

perguruan tinggi.

Lebih lanjut, individu dengan locus of control internal yang rendah

(56)

pada faktor lain di luar dirinya seperti power dari orang yang lebih berkuasa

atau faktor keberuntungan. Keraguan pada kemampuan dirinya sendiri ini

akan membuat mahasiswa merasa rendah diri dan tidak berdaya dalam

menghadapi tuntuttan di perguruan tinggi. Oleh karena itu mereka cenderung

bergantung pada hal-hal di luar dirinya seperti dosen atau teman kuliah. Jika

seorang mahasiswa mengalami kesulitan dalam perkuliahan, baik secara

akademik maupun sosial sedangkan dirinya ragu akan kemampuannya sendiri

dalam menghadapi kesulitan tersebut, maka ia akan menunggu bantuan teman

atau dosen dalam menghadapinya terlebih dahulu. Hal ini membuat

penyesuaian dirinya di perguruan tinggi kurang efektif atau bahkan

terhambat.

Kemudian, dengan adanya keyakinan-keyakinan tersebut, indiviidu

dengan locus of control internal akan mengatribusikan tanggung jawabnya

pada faktor di luar dirinya. Hal ini dikarenakan keberhasilan atau kegagalan

yang diperolehnya tidak berasal dari dirinya sendiri melainkan dari orang lain

atau faktor lain. Mahasiswa yang mengatribusikan tanggung jawab pada

faktor di luar dirinya akan kurang merasa puas dengan segala prestasi atau hal

yang diperolehnya karena apa yang diperolehnya tersebut tidak serta merta

merupakan hasil dari perilaku atau usahanya sendiri melainkan dari orang lain

atau faktor lain di luar dirinya. Gambaran dinamika hubungan locus of

control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi dapat dilihat pada

Gambar

Tabel 1. Blueprint Skala Locus of Control Internal
Tabel 2.
Tabel 2. Blueprint Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi
Tabel 3. Pemberian Skor Skala Locus of Control Internal dan Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Analisis Gangguan Sendi Tempromandibular (STM) Secara Auskultasi Pada Penderita Di Klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jember”

Berdasarkan Berita Acara Hasil Evaluasi File 1 (Penawaran Administrasi dan Teknis) Nomor : pp-05/11/BAHE.File1/Konsultan/2012 dan Berita Acara Hasil Evaluasi File 2 (Kombinasi

[r]

Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara Kebutuhan Bimbingan Pribadi dengan Konsep Diri siswa SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga, dari hasil korelasi

memperlihatkan bahwa rata-rata nyeri persalinan sebelum pemberian teknik akupresur titik pada tangan sebesar 6,78 atau diinterpretasikan ke dalam kategori skala

Semua dokumen pemerintah yang penting harus memiliki URL ( Uniform Resource Locator ) yang tetap, sehingga mesin pencari ( search engine ) dapat menghubungkan

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi masalah sampah yang saat ini mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari masyarakat

Berkenaan dengan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk memecahkan masalah yang dihadapi salon D’Glow mengenai p enurunan penjualan, dengan menggunakan konsep