PERTAMA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
HAIFA CHAIRUNNISA
111301050
FAKULTAS PSIKOLOGI
ii
PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dipersiapkan dan disusun oleh:
HAIFA CHAIRUNNISA 111301050
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 11 Mei 2015
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Irmawati, Psikolog
NIP. 195301311980032001
Tim Penguji
1. Arliza Juairiani Lubis, M.Si., Psikolog Penguji I/
NIP: 197803252003122002 Pembimbing
2. Juliana I. Saragih, M.Psi., Psikolog Penguji II
NIP: 198007222005022001
3. Fasti Rola, M.Psi., Psikolog Penguji III
iii sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri
pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 28 Mei 2015
HAIFA CHAIRUNNISA
iv
Haifa Chairunnisa dan Arliza J. Lubis
ABSTRAK
Mahasiswa tingkat pertama mengalami berbagai perubahan dalam
menghadapi perkuliahan sehingga membutuhkan penyesuaian diri agar dapat
menjalani perkuliahan dengan baik. Literatur menunjukkan bahwa individu
dengan internal locus of control memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk
membuktikan hubungan tersebut. Penelitian ini melibatkan 174 mahasiswa tingkat
pertama di Universitas Sumatera Utara secara insidental. Data dikumpulkan
menggunakan 2 alat ukur yang telah dimodifikasi, yaitu Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) dan Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan tendensi mengarah ke Internal Locus of Control memiliki Penyesuaian Diri yang lebih baik (rs= -.364, p < .001), terlebih pada atribusi Kemampuan dan Usaha. Oleh karena
itu, disarankan bagi mahasiswa tingkat pertama untuk mengoptimalkan
kemampuan dan memaksimalkan usaha dalam berkuliah, dimana hal tersebut
sejalan dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri.
v
Haifa Chairunnisa and Arliza J. Lubis
ABSTRACT
The freshmen experiences changes in their first year so that requires
adjustment in order to be successful in college. The literatures show that
individual with internal locus of control has characteristics that aligned with the
ability to adjust.
This study uses quantitative correlation method to examine that
relationship. 174 freshmen at University of Sumatera Utara are participated in this
research. Data are collected using two modified instruments, those are Student
Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and Multidimensional
Multiattributional Causality Scale (MMCS), then analyzed with Spearman-Rank
correlation technique. The result shows that the freshmen with tendency towards
Internal Locus of Control have better adjustment (rs = -.364, p < .001),moreover
in their Ability and Effort as the attributions of Internal Locus of Control.
Therefore, it can be suggested for the freshmen to optimize their ability and
maximize the effort that goes along with adjustment skill.
vi
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkah
dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Hubungan
Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di
Universitas Sumatera Utara” guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar
Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara
2. Arliza Juairiani Lubis, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih atas bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan sejak
awal hingga selesainya penelitian ini
3. Juliana Irmayanti Saragih, M. Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing
akademik sekaligus kakak bagi peneliti. Terima kasih atas nasihat,
dukungan, dan kesempatan yang selama ini diberikan.
4. Fasti Rola, M.Psi., Psikolog, selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih
atas bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama masa revisi
untuk membuat penelitian ini menjadi lebih baik
5. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
vii penelitian ini
7. Sahabat yang selalu mendukung, Fara Claudia Amanda, Rovicha Purnama
Sari, Laili Isrami, Ratri Pramuwidyandari, Winda Lydia Sari, Nurul
Fadhillah, Zulfa Dzatarohmah, Iray Umaya Sari, dan Nadya Vristissya
8. Para responden, dan teman-teman lain yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian di lapangan.
9. Dendi Krisna Nugraha, terima kasih telah menginspirasi dan menjadi
semangat bagi penulis untuk selalu berubah lebih baik.
10. Nissa Aztarid, terima kasih atas dukungan, bantuan, dan kerja sama sejak
seminar hingga penelitian ini selesai. Serta seluruh teman-teman
Psychotroops’11, semoga kelak kita menjadi orang yang lebih berguna
dengan ilmu yang sudah kita dapatkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Medan, 28 Mei 2015
viii
ABSTRAK……… iv
ABSTRACT………... v
KATA PENGANTAR………. vi DAFTAR ISI……… viii DAFTAR TABEL……… xi
DAFTAR LAMPIRAN……… xii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang………. 1
B. Rumusan Masalah……… 8
C. Tujuan Penelitian………. 8
D. Manfaat Penelitian………... 8
E. Sistematika Penelitian………. 9
BAB II LANDASAN TEORI……….. 11
A. Penyesuaian Diri……… 11
1. Pengertian Penyesuaian Diri………. 11
2. Bentuk Penyesuaian Diri……….. 12
3. Karakteristik Penyesuaian Diri………. ... 13
4. Aspek Penyesuaian Diri………... 14
5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri………... 18
B. Locus of Control………... 19
ix
4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control……… 23
C. Mahasiswa……….……… 25 D. Dinamika Hubungan antara Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama……… 25
E. Hipotesa Penelitian……… 27
BAB III METODE PENELITIAN……….. 28
A. Identifikasi Variabel Penelitian……… 28
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian………. 28
1. Definisi Operasional Penyesuaian Diri……… 28
2. Definisi Operasional Locus of Control……… 28
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel………. 29
1. Populasi……… 29
2. Metode Pengambilan Sampel……….. 30
D. Metode Pengumpulan Data……….. 30
1. Pengukuran Penyesuaian Diri……….. 31
2. Pengukuran Locus of Control……….. 31
E. Uji Instrumen Penelitian……….. 32
1. Validitas Alat Ukur………. 32
2. Daya Diskriminasi Aitem……… 33
x
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian……….. 37
3. Tahap Pengolahan Data……… 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 38
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian………. 38
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia…………...… 38
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin…... 39
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Fakultas/Jurusan……… 39
4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir……. 40
B. Hasil Penelitian………. 40
1. Hasil Uji Asumsi……….. 40
2. Hasil Penelitian……… 41
C. Pembahasan……….. 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 52
A. Kesimpulan………... 52
B. Saran………. 53
1. Saran Metodologis………...…… 53 2. Saran Praktis……… 53
DAFTAR PUSTAKA……… 54
xi
Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control………...… 21 Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri………...…… 31 Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control………...…… 32 Tabel 4. Distribusi Aitem Alat Ukur Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba… 34
Tabel 5. Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of ControlSetelah Uji Coba… 35 Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………. 38
Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin………. 39
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan
dan Fakultas/Jurusan………..………. 39
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir...………. 40
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Alat Ukur………..…...………. 40
Tabel 11. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik……….. 41
Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik……….. 42
Tabel 13. Kategorisasi Penyesuaian Diri………...………. 43
Tabel 14. Kategorisasi Locus of Control………. 43
Tabel 15. Cross Tabulation………. 44
Tabel 16. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel Secara Total………... 44
Tabel 17. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel dalam Dimensi Prestasi...45
xii
Lampiran 1. Reliabilitas Alat Ukur…. ………. …62
Lampiran 2. Daya Diskriminasi Aitem…. ………64
Lampiran 3. Uji Asumsi…. ………. ……….80
Lampiran 4. Alat Ukur Penelitian…. ………. …. 83
Lampiran 5. Uji Korelasi………... 88
iv
Haifa Chairunnisa dan Arliza J. Lubis
ABSTRAK
Mahasiswa tingkat pertama mengalami berbagai perubahan dalam
menghadapi perkuliahan sehingga membutuhkan penyesuaian diri agar dapat
menjalani perkuliahan dengan baik. Literatur menunjukkan bahwa individu
dengan internal locus of control memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk
membuktikan hubungan tersebut. Penelitian ini melibatkan 174 mahasiswa tingkat
pertama di Universitas Sumatera Utara secara insidental. Data dikumpulkan
menggunakan 2 alat ukur yang telah dimodifikasi, yaitu Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) dan Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan tendensi mengarah ke Internal Locus of Control memiliki Penyesuaian Diri yang lebih baik (rs= -.364, p < .001), terlebih pada atribusi Kemampuan dan Usaha. Oleh karena
itu, disarankan bagi mahasiswa tingkat pertama untuk mengoptimalkan
kemampuan dan memaksimalkan usaha dalam berkuliah, dimana hal tersebut
sejalan dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri.
v
Haifa Chairunnisa and Arliza J. Lubis
ABSTRACT
The freshmen experiences changes in their first year so that requires
adjustment in order to be successful in college. The literatures show that
individual with internal locus of control has characteristics that aligned with the
ability to adjust.
This study uses quantitative correlation method to examine that
relationship. 174 freshmen at University of Sumatera Utara are participated in this
research. Data are collected using two modified instruments, those are Student
Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and Multidimensional
Multiattributional Causality Scale (MMCS), then analyzed with Spearman-Rank
correlation technique. The result shows that the freshmen with tendency towards
Internal Locus of Control have better adjustment (rs = -.364, p < .001),moreover
in their Ability and Effort as the attributions of Internal Locus of Control.
Therefore, it can be suggested for the freshmen to optimize their ability and
maximize the effort that goes along with adjustment skill.
1
A. LATAR BELAKANG
Masa remaja dikenal sebagai sebuah periode perkembangan yang penting
(Arnett, 2000). Pada akhir periode ini, transisi dari SMA ke Perguruan Tinggi
merupakan salah satu dari banyak bentuk perubahan hidup yang besar bagi
kebanyakan remaja (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007). Perubahan ini
disebutkan memberikan begitu banyak kesempatan dan pengalaman baru yang
mampu menstimulasi remaja, baik secara sosial dan intelektual (Friedlander, Reid,
Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2012). Akan tetapi di saat yang
sama, bagi banyak remaja yang kemudian menyandang status sebagai mahasiswa
baru, memasuki lingkungan Perguruan Tinggi juga merupakan waktu yang penuh
tekanan (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2007).
Mahasiswa baru biasanya memiliki harapan tertentu terhadap kehidupan
perkuliahan. Kebanyakan dari mereka berharap mendapatkan kebebasan lebih
sehingga sangat bersemangat memulai dunia perkuliahan. Akan tetapi, kemudian
mereka menemukan bahwa yang terjadi sebenarnya jauh dari harapan. Hal ini
menyebabkan mereka merasa tidak bahagia dan tidak nyaman berada di
lingkungan baru. Akan tetapi apapun harapannya, hampir setiap mahasiswa baru
dipastikan mengalami kesulitan di awal masa perkuliahannya (Al-Qaisy, 2010).
Zoditama, mahasiswi Institut Manajemen Telkom 2009, menuliskan
dengan perkiraannya. Batas ketidakhadiran di kelas yang dibatasi, dosen yang
sering hadir terlambat atau bahkan tidak hadir, akhir pekan yang dihabiskan untuk
menghadiri kelas pengganti, sistem belajar SKS yang tidak dimengerti, metode
belajar dengan presentasi, dan peraturan kampus yang rumit, adalah beberapa hal
yang membuatnya terkejut di tahun pertamanya sebagai mahasiswa (Zoditama,
2010).
Banyak mahasiswa baru yang kemudian kewalahan dengan
tuntutan-tuntutan perkuliahan yang mungkin berbeda dari masa sekolah dulu (Papalia,
Olds, & Feldman, 2009). Berlakunya sistem pendidikan dengan standar yang
lebih tinggi merupakan salah satu perubahan yang dialami oleh mahasiswa baru
(Al-Qaisy, 2010). Sistem Kredit Semester, yang lazim diterapkan di tingkat
Perguruan Tinggi, menuntut tanggung jawab lebih besar daripada sistem
penyelenggaraan pendidikan di masa SMA.
Pola hubungan antara dosen dan mahasiswa yang sangat berbeda dengan
guru dan siswa di masa SMA juga disebutkan sebagai perubahan lainnya yang
dialami mahasiswa baru (Gunarsa & Gunarsa, 2000). Dosen memberikan
perhatian yang lebih sedikit kepada mahasiswa dibandingkan dengan perhatian
seorang guru kepada siswanya. Hal ini disebabkan oleh mahasiswa yang dituntut
lebih aktif dalam kegiatan perkuliahan, sehingga dosen terlihat kurang peduli
dengan mahasiswanya. Selain itu, Brouwer (dalam Alisjahbana & Sidharta, 1980)
menyebutkan perubahan-perubahan lainnya yang akan dihadapi oleh mahasiswa
pengaturan waktu, nilai hidup yang diperoleh dari lingkungan, serta kemandirian
dan tanggung jawab yang meningkat.
Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 65 orang mahasiswa
tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara, partisipan survei juga mengalami
berbagai perubahan dan perbedaan tuntutan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Perubahan yang dialami antara lain seperti perbedaan sistem belajar
mengajar, perbedaan jadwal, beban tugas yang semakin bertambah, lingkungan
dan teman-teman baru, dosen yang tidak memberi perhatian lebih seperti guru,
meningkatnya kebebasan dan kemandirian, serta perbedaan budaya dari
demografis mahasiswa yang sudah lebih variatif. Berdasarkan hasil survei
tersebut, sebanyak 80% mahasiswa tingkat pertama di USU yang berpartisipasi
menyatakan bahwa perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kondisi tertekan
yang memengaruhi jalannya proses perkuliahan.
Walaupun banyak dari mahasiswa baru yang kemudian berhasil melewati
masa transisi, beberapa orang lainnya terjebak di dalam kondisi stres, bahkan
depresi, yang diakibatkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengam
transisi ini (Gall, Evans, & Bellerose, 2000). Stres akademik pada mahasiswa baru
biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka untuk mengerjakan tugas dalam
tenggang waktu yang singkat dengan jumlah tugas yang terlalu banyak, tidak
menyelesaikan tugas tepat waktu, berharap dapat menyelesaikan beberapa tugas
sekaligus, dan kesulitan menghadapi dosen (Ragheb & McKinney, 1989).
Sementara itu, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa stres dapat
Heck, 1996; Edwards, Hershberger, Russell, & Market, 2001; Misra, McKean,
West, & Russo, 2000). Stres yang dialami pada mahasiswa tingkat pertama
berpengaruh negatif terhadap nilai akademis dan motivasi belajar (Struthers,
Perry, & Menec, 2000), serta ketekunan belajar pada mahasiswa tersebut (Perrine,
1999).
Tentunya, stres yang dialami mahasiswa baru initidak selesai dan berlalu
begitu saja. Kemampuan untuk menyesuaikan diri adalah yang paling diandalkan
jika seseorang harus berhadapan dengan lingkungan baru (Agustiani, 2006).
Dengan penyesuaian diri pula, para mahasiswa baru dapat mengatasi kondisi
tertekan (stres) yang mengganggu fungsi-fungsi kehidupan mereka. Penyesuaian diri kemudian menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan karena
keberhasilan penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa baru di
lingkungannya yang baru berkorelasi positif dengan performa akademis mereka
(Stoynoff, 1997; Felsten & Wilcox, 1992). Menurut Mutadin (2002), penyesuaian
diri juga merupakan salah satu pesyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa.
Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk
dapat bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas dan situasi sosialnya,
serta bisa menjalin hubungan sosial yang sehat. Penyesuaian diri adalah usaha
manusia untuk mencapai kesesuaian antara diri sendiri dengan lingkungannya
(Kartono, 2002). Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri timbul apabila
terdapat kebutuhan, dorongan, dan keinginan yang harus dipenuhi oleh seseorang,
termasuk juga saat seseorang menghadapi masalah atau konflik yang harus
Baker & Siryk (dalam Salami, 2011) menyebutkan bahwa mahasiswa
baru umumnya menyesuaikan diri dalam empat hal, yaitu akademik, sosial,
emosional, dan komitmen (intitutional attachment). Penyesuaian akademis adalah bentuk usaha yang dilakukan mahasiswa baru dalam menghadapi tuntutan
akademis, seperti motivasi untuk menyelesaikan tugas dan usaha untuk mencapai
prestasi. Penyesuaian sosial merupakan bentuk keterlibatan aktivitas sosial
mahasiswa baru selama berkuliah. Penyesuaian emosional melibatkan kerentanan
mahasiswa baru terhadap masalah emosional, seperti gejala-gejala depresi yang
timbul akibat masalah yang dialami sebagai mahasiswa baru. Sedangkan
komitmen (institutional attachment) menjelaskan kepuasan mahasiswa baru terhadap pengalaman berkuliah secara umum dan keputusannya untuk terus
melanjutkan perkuliahan walaupun banyaknya masalah yang harus dihadapi
selama berkuliah.
Setiap individu mungkin berbeda dalam hal lamanya mereka bangkit dari
kondisi tertekan dan berhasil menyesuaikan diri. Ada individu yang cepat
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dihadapinya, tetapi ada juga yang
butuh waktu lebih lama (Karanina & Suyasa, 2005). Individu-individu yang lebih
cepat menyesuaikan diri memiliki beberapa karakteristik, yaitu memiliki
pengetahuan tentang diri (self-knowledge), penerimaan diri (self-acceptance),
perkembangan diri dan kontrol diri (self-development and self-control), memiliki rasa tanggung jawab, menunjukkan kematangan respon, mempunyai rasa humor,
adanya adaptabilitas, memiliki kemampuan bekerja sama, dan memiliki orientasi
Penelitian ini akan membahas salah satu dari karakteristik psikologis
yang telah disebutkan di atas, yaitu kontrol diri. Kontrol diri adalah cara individu
mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi hal-hal
yang terjadi pada mereka, yang oleh Rotter disebut dengan locus of control.
Menurut Demirtas & Günes, locus of control dianggap sebagai keyakinan individu tentang siapa atau apa yang bertanggung jawab atas hasil dari perilaku
atau peristiwa dalam kehidupan mereka (dalam Hamedoglu, Kantor, & Gulay,
2012).
Pemilihan ini dilandasi oleh hasil survei yang telah dilakukan
sebelumnya, dimana komponen-komponen kontrol diri banyak dipertimbangkan
sebagai variabel yang berkaitan dengan keberhasilan penyesuaian diri mahasiswa
tingkat pertama yang berpartisipasi dalam survei. Penelitian yang dilakukan oleh
Widodo & Sukarti (2007) menunjukkan bahwa locus of control berkorelasi secara signifikan dengan coping stress. Lazarus (1969) menyebutkan bahwa coping
merupakan salah satu usaha yang dilakukan individu dengan tujuan untuk
menyesuaikan diri terhadap tekanan atau masalah yang dianggap berada di luar
batas kemampuan dirinya.
Konsep locus of control dikembangkan dalam sebuah kontinuum dengan dua kutub berbeda, yaitu internal dan eksternal. Bagi individu yang meyakini
bahwa apapun yang terjadi di dalam hidupnya menjadi tanggung jawabnya dan ia
memiliki kuasa dan kontrol untuk mengubahnya adalah orang-orang yang
(effort). Sementara individu yang meyakini bahwa peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan hasil dari keberuntungan (luck) dan kekuasaan orang lain
(context) di lingkungannya pada situasi yang sama, dikategorikan memiliki external locus of control.
Penelitian yang dilakukan oleh Phares (dalam Schultz & Schultz, 1994)
menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of control memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah, tingkat harga diri (self-esteem) yang lebih tinggi,
lebih siap untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, dan menikmati tingkat
kesehatan mental yang lebih baik. Mathur (2014) juga melaporkan bahwa individu
dengan internal locus of control memperoleh nilai akademik yang lebih baik daripada individu dengan external locus of control. Begitu pula dengan yang disebutkan oleh Lefcourt, Martin, Fick, & Wendy (1985) bahwa individu dengan
internal locus of control merupakan individu yang mampu berinteraksi dengan baik (skilled social interactors) karena memiliki keahlian sosial (social skill) dan
sensitivitas tinggi terhadap orang lain dan lingkungan. Kemampuan-kemampuan
di atas diperkirakan mampu mendukung penyesuaian diri yang dilakukan oleh
individu, termasuk juga mahasiswa tingkat pertama.
Jika merujuk kepada paparan di atas, secara teoritis menunjukkan bahwa
individu membutuhkan suatu bentuk kendali diri, dalam hal ini disebut dengan
serta atribusi yang mendukungnya seperti yang telah dijelaskan di atas, juga
terjadi di kalangan mahasiswa baru, khususnya di Universitas Sumatera Utara.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
peneliti tertarik untuk mengetahui: Apakah ada hubungan antara locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera
Utara, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan masing-masing aspek dan
atribusinya?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris untuk menjawab
permasalahan utama, yaitu mengetahui hubungan locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, berupa:
a. Sumbangan ilmu kepada ilmu pengetahuan di bidang psikologi klinis
yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri dan locus of control
c. Sebagai referensi teoritis atau empiris untuk penelitian lain di masa
mendatang
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Sebagai acuan atau informasi bagi para mahasiswa tingkat pertama
tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses penyesuaian diri
yang harus mereka lakukan di awal masa kuliah.
b. Sebagai referensi bagi pihak kampus untuk menyusun program untuk
membantu atau menjadi katalisator dalam proses penyesuaian diri
yang dilakukan oleh mahasiswanya.
E. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika penelitian pada penelitian ini terdiri dari lima bab, dimulai
dari bab I sampai dengan bab V. Adapun sistematika penelitian pada penelitian ini
adalah :
1. BAB I – Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
2. BAB II – Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan teori dalam
penelitian, antara lain teori penyesuaian diri, teori locus of control, dan
hubungan locus of control dengan penyesuaian diri, serta hipotesa penelitian.
3. BAB III – Metode Penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan
alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur
pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.
4. BAB IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi uraian hasil penelitian, seperti gambaran umum dan
karakteristik subjek penelitian dan cara analisa data, serta interpretasi
data dan pembahasan.
5. BAB V – Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun berdasarkan
analisa dan interpretasi data penelitian, yang juga dilengkapi dengan
saran-saran bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang telah
diperoleh.
11
A. PENYESUAIAN DIRI
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog,
dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut
dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses
psikologis dimana seseorang mengatur atau mengatasi berbagai tuntutan dan
tekanan.
Menurut Atwater (1983), penyesuaian diri berkaitan dengan perubahan
pada diri sendiri dan lingkungan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan. Hal ini
serupa dengan yang diungkapkan Martin dan Osborne (1989) bahwa
penyesuaian diri merupakan bentuk perubahan perilaku untuk menghadapi
perubahan tuntutan lingkungan.
Sawrey dan Telford menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan
interaksi yang terjadi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya,
yang melibatkan sistem kognisi, emosi, dan perilaku (dalam Calhoun &
Acocella, 1990). Fahmi juga menyatakan hal yang serupa (dalam Sobur, 2003).
Ia mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang dinamis,
berlangsung terus-menerus, yang bertujuan untuk mengubah perilaku untuk
Penyesuaian diri merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai
harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan,
dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan emosi negatif lainnya yang
tidak sesuai dan kurang efisien dapat dikikis habis (Kartono, 2002). Menurut
Schneiders penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon
mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil
mengatasi kebutuhan-kebutuhan di dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat
keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang
diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri
merupakan reaksi individu dalam mengatasi ketegangan karena terhambatnya
kebutuhan untuk mencapai keselarasan antara individu dan lingkungan.
2. Bentuk Penyesuaian Diri
Schneiders (1964) juga mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk
penyesuaian diri yang dilakukan individu, yaitu:
a. Penyesuaian diri personal
Adalah bentuk penyesuaian diri yang diarahkan kepada diri sendiri,
seperti penyesuaian diri fisik dan emosi, penyesuaian diri seksual, dan
b. Penyesuaian diri sosial
Adalah bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, seperti rumah,
sekolah, dan masyarakat; yang merupakan aspek khusus dari kelompok
sosial. Hal ini berarti melibatkan pola hubungan di antara kelompok yang
ada dan saling berhubungan secara integral di antara ketiganya.
Sementara itu, menurut Gunarsa, bentuk penyesuaian diri ada dua, antara
lain (dalam Sobur, 2003):
a. Adaptive
Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat fisik, artinya
perubahan-perubahan dalam proses fisiologis untuk menyesuaikan kebutuhan diri
terhadap lingkungan.
b. Adjustive
Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat psikis, artinya
penyesuaian diri, baik emosi dan tingkah laku terhadap lingkungan yang
memiliki norma sosial.
3. Karakteristik Penyesuaian Diri
Schneiders (1964) memberikan kriteria individu dengan penyesuaian diri
yang baik, yaitu sebagai berikut:
a. Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya
b. Objektivitas diri dan penerimaan diri
c. Kontrol dan perkembangan diri
e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya
f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat
g. Mempunyai rasa humor
h. Mempunyai rasa tanggung jawab
i. Menunjukkan kematangan respon
j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik
k. Adanya adaptabilitas
l. Bebas dari respon yang cacat
m.Memiliki kemampuan bekerja sama dan menaruh minat terhadap
orang lain
n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain
o. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas
4. Aspek Penyesuaian Diri
Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik
meliputi tujuh aspek sebagai berikut:
a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih
Aspek ini menekankan pada adanya kontrol emosi yang
memungkinkan individu tersebut untuk menghadapi permasalahan dan
dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika
b. Tidak terdapat mekanisme psikologis
Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih
mengindikasikan respon yang normal daripada penyelesaian masalah
melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri. Individu dikategorikan
normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha
kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
c. Tidak terdapat perasaan frustasi personal
Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara
normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang frustrasi akan
merasa tidak berdaya dan hidup tanpa harapan. Maka akan sulit bagi
individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi
dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
d. Kemampuan untuk belajar
Penyesuaian merupakan proses belajar berkesinambungan dari
perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi
situasi konflik dan stres.
e. Pemanfaatan pengalaman masa lalu
Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman
di masa lalu itu penting. Individu dapat menggunakan pengalamannya
maupun pengalaman orang lain melalui kegiatan analisis mengenai
faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu proses
f. Sikap realistik dan objektif
Penyesuaian secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan
objektif yang bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan
menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan
kenyataan sebenarnya.
g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan
terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran,
tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi
sulit sekalipun.
Pada mahasiswa sendiri, penyesuaian diri di lingkungan Perguruan
Tinggi memiliki empat aspek (Baker & Siryk, 1984), yaitu:
a. Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment)
Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan perkuliahan dan mencapai tingkat
kepuasan pada prestasi akademisnya. Aspek ini meliputi motivasi (sikap
terhadap tujuan akademis, motivasi untuk mencapai tujuan akademis dan
untuk berkuliah), aplikasi (seberapa jauh motivasi diubah menjadi suatu
usaha untuk mencapai tujuan akademis), performa (keberhasilan dan
keefektifan dalam mencapai tujuan akademis), dan lingkungan akademis
b. Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)
Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Aspek ini meliputi
keterlibatan individu dalam kegiatan di lingkungan kampus secara
umum, keterlibatan dan hubungan individu dengan orang lain di
lingkungan kampus, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus.
c. Penyesuaian Emosional (Emotional Adjustment)
Penyesuaian emosional adalah kemampuan mahasiswa untuk
menyesuaikan diri terhadap masalah emosional dan masalah fisik yang
dihadapi sebagai mahasiswa baru. Aspek ini meliputi kesejahteraan
psikologis (psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical well-being).
d. Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Attachment) Komitmen (institutional attachment) adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan antar dirinya
dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani yang berpengaruh
terhadap keputusan individu untuk melanjutkan perkuliahan. Aspek ini
meliputi perasaan dan kepuasan terhadap lingkungan atau kegiatan
perkuliahan secara umum dan kepuasan terhadap kegiatan perkuliahan
5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri
Faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri adalah (Schneiders,
1964):
a. Keadaan fisik
Merupakan faktor yang memengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan
sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya
penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan
melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan
penyesuaian diri.
b. Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap
perkembangan. Tidak hanya karena proses pembelajaran, tetapi juga
karena individu yang sudah lebih matang, baik dari segi intelektual,
sosial, moral, dan emosi.
c. Keadaan psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
frustrasi, kecemasan dan gangguan mental dapat menghambat
penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu
untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal
d. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan
kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan
memperlancar proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang
dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga.
e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki
arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi
tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kebudayaan pada
suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan
tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru
membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.
B. LOCUS OF CONTROL
1. Pengertian Locus of Control
Locus of control menurut Rotter adalah keyakinan individu mengenai
sumber kontrol atau penguatan (reinforcement) di dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut tergantung pada perilaku masing-masing atau
bergantung pada kekuatan di luar diri (Schultz & Schultz, 1994).
Menurut Lefcourt, locus of control mengacu pada derajat dimana individu meyakini peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya
dengan Grimes, Millea & Woodruff (2004) yang menyatakan bahwa locus of control adalah konstruk psikologis yang digunakan untuk mengidentifikasi
persepsi individu mengenai kontrol dirinya terhadap lingkungan eksternal dan
tingkat tanggung jawab atau hasil perilaku. Larsen & Buss (2010) juga
menyebutkan bahwa locus of control menggambarkan persepsi individu tentang tanggung jawab atas kejadian dalam hidupnya.
Menurut Forte (2005), locus of control mengacu pada kondisi dimana
individu mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya. Hal ini
serupa dengan yang dinyatakan oleh Demirtas & Günes bahwa locus of control
adalah persepsi individu tentang siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa
yang terjadi di dalam hidup mereka (Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012).
Spector (dalam Munir & Sajid, 2010) menyebutkan bahwa locus of
control adalah sebuah kecenderungan individu untuk meyakini bahwa ia atau hal-hal di luar kekuasannya yang mengendalikan peristiwa dalam hidupnya.
Erdogan (dalam Kutanis, Mesci, & Ovdur, 2011) menyatakan bahwa locus of control adalah gagasan yang dimiliki individu sepanjang hidupnya,
menganalisis peristiwa sebagai hasil dari perilaku mereka atau hasil dari
kebetulan, nasib, atau kekuatan di luar kendali mereka.
Berdasarkan pandangan dari beberapa ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa locus of control adalah suatu konsep yang menggambarkan keyakinan akan pusat kendali individu mengenai penyebab peristiwa-peristiwa
2. Karakteristik Locus of Control
Menurut Andre (2008), ada beberapa perbedaan karakter individu yang
memiliki external locus of control dan internal locus of control, yaitu: Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control External Locus of Control Internal Locus of Control
- Kurang memiliki kontrol terhadap perilaku diri
- Kurang aktif mencari informasi untuk menghadapi situasi tertentu - Memiliki self-esteem yang rendah - Memiliki kepuasan kerja yang
rendah
- Kesulitan mengatasi stres
- Meyakini reward dan punishment
yang diterima sebagai kekuatan yang mungkin berubah dan tidak menentu
- Memiliki kontrol yang baik terhadap perilaku diri
- Lebih aktif mencari informasi yang berhubungan dengan situasi yang sedang dihadapi
- Memiliki self-esteem yang tinggi - Memiliki kepuasan kerja yang tinggi - Memiliki kemampuan mengatasi
stres yang baik
- Meyakini reward dan punishment
yang diterima berhubungan dengan performa yang telah mereka hasilkan
3. Aspek Locus of Control
Rotter mengusulkan locus of control sebagai aspek kepribadian yang
terdiri dari dua kutub ekstrim yang bertolak belakang (dalam Lefcourt, 1982).
Setiap individu memiliki kedua kutub locus of control, yaitu internal locus of control dan external locus of control. Akan tetapi ada kalanya salah satu kutub
berperan lebih kuat daripada kutub lainnya. Oleh karena itu, tidak ada satupun
individu yang benar-benar internal ataupun sebaliknya. Locus of control juga
tidak bersifat statis, tetapi dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi
yang menyertainya.
a. External Locus of Control
dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya, seperti keberuntungan atau
kesempatan. Individu dengan external locus of control cenderung pasrah
terhadap apa yang menimpanya. Menurut Rotter, external locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesempatan, nasib,
keberuntungan, takdir, orang lain, dan hal-hal lainnya berpengaruh lebih
kuat dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu (Karimi
& Alipour, 2011). Hal ini sesuai dengan Lefcourt yang membagi lagi
external locus of control menjadi dua tipe atribusi, yaitu konteks dan keberuntungan (dalam Halpert & Hill, 2001). Sementara itu, Levenson &
Miller (1976) mengelompokkan tipe-tipe external locus of control ke dalam dua kelompok, yaitu kontrol dari orang lain (powerful others) dan kontrol dari kesempatan dan keberuntungan (chance and luck) (April,
Dharani, & Peters, 2012). Individu seperti ini meyakini bahwa dirinya
tidak memiliki kontrol atas yang terjadi di dalam hidupnya.
b. Internal Locus of Control
Menurut Rotter, internal locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi di dalam hidup seseorang
merupakan hasil dari tindakan dan usaha individu tersebut (Karimi &
Alipour, 2011). Individu dengan internal locus of control meyakini bahwa ia dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang
yang diperoleh sepanjang hidupnya (Lefcourt, 1982 dalam Halpert &
Hill, 2001).
Dalam penelitian ini, pengukuran locus of control dibagi lagi dalam dua dimensi (Lefcourt, 1982), yaitu:
a. Achievement (Prestasi/Pencapaian)
Prestasi atau pencapaian merupakan suatu bentuk atau wujud dari
kemampuan ataupun hasil usaha yang dilakukan seseorang. Lefcourt
(1982) kemudian mendefinisikan prestasi sebagai hasil akademis, yaitu
suatu hasil dari tujuan pendidikan, seperti nilai ataupun kelulusan dari
suatu materi pelajaran.
b. Affiliation (Afiliasi/Hubungan)
Afiliasi atau hubungan merupakan suatu tindakan untuk menjalin
hubungan dengan orang lain dan organisasi. Lefcourt (1982) menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan afiliasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk menjalin hubungan dengan orang lain, baik dalam konteks
pertemanan ataupun hubungan romantis.
4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control
Dari beberapa hasil penelitian, berikut disimpulkan faktor-faktor yang
memengaruhi locus of control yang dimiliki individu, yaitu:
a. Faktor Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat utama seseorang mendapat
Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012). Orang tua mendidik anak sembari
melakukan sosialisasi nilai melalui berbagai cara, salah satunya pola
asuh. Individu yang diasuh dalam lingkungan otoriter dengan kontrol
perilaku ketat akan tumbuh sebagai individu yang pemalu dan
bergantung (external locus of control). Sementara anak yang tumbuh pada lingkungan demokraktis akan mengembangkan kemandirian dan
memiliki keterampilan interaksi sosial yang lebih baik, percaya diri, dan
rasa ingin tahu yang besar (internal locus of control)
b. Faktor Motivasi
Menurut Forte, individu hidup dengan motivasi internal dan eksternal.
Hal ini juga turut memengaruhi locus of control seseorang (dalam Karimi & Alipour, 2011). Kepuasan, harga diri, peningkatan kualitas hidup
merupakan beberapa motivasi internal. Sedangkan promosi jabatan, gaji,
atau bentuk reward dan punishment lainnya merupakan bentuk motivasi
eksternal.
c. Faktor Pelatihan
Program pelatihan adalah sebuah pendekatan terapi yang diberlakukan
untuk mengembalikan kendali atas hasil yang ingin diperoleh. Hal ini
akan membantu meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi
hal-hal yang membawa dampak buruk di dalam hidupnya. Menurut
Luzza, Funk, dan Strang, pelatihan dapat mendorong individu hidup
dengan internal locus of control (dalam Weissbein, Huang, Ford, &
C. MAHASISWA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah
orang yang belajar di perguruan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30
Tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di
perguruan tinggi. Selanjutnya, Sarwono (1978) menyebutkan bahwa mahasiswa
adalah setiap orang berusia 18-30 tahun yang resmi terdaftar untuk mengikuti
proses belajar di perguruan tinggi. Sementara itu menurut Papalia, Olds, &
Feldman (2009), mahasiswa, dalam masa perkembangannya, berada di tahap
remaja akhir dengan rentang usia 18 – 21 tahun, yakni di masa transisi antara
remaja menuju dewasa muda .
Mahasiswa tingkat pertama adalah peserta didik yang terdaftar dan
sedang belajar pada semester satu atau semester dua di perguruan tinggi.
D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL
DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA
Perkuliahan merupakan waktu yang penuh dengan tekanan bagi para
mahasiswa baru terkait dengan banyaknya perbedaan tuntutan antara masa
sekolah dan masa kuliah. Stres yang timbul biasanya disebabkan oleh
ketidaksiapan mereka dengan standar pendidikan yang lebih tinggi dimana mereka
harus mengerjakan tugas dengan jumlah banyak dan dalam tenggang waktu
mahasiswa, pencarian teman baru, serta masalah kemandirian dan tanggung jawab
yang meningkat.
Stres yang dialami mahasiswa tingkat pertama ini kemudian perlu
ditindaklanjuti karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti pada
nilai akademis, motivasi belajar, dan ketekunan belajar. Untuk itulah dibutuhkan
kemampuan penyesuaian diri yang baik yang dapat diandalkan untuk mengatasi
stres yang mereka alami sebagai mahasiswa tingkat pertama.
Schneiders (1964) memberikan beberapa kriteria individu dengan
penyesuaian diri yang baik, salah satunya adalah kontrol diri, yaitu cara individu
mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi peristiwa
dalam hidupnya. Konsep ini oleh Rotter disebut dengan Locus of Control yang terdiri dari dua kutub yang bersifat kontinuum, internal dan eksternal.
Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal, yang meyakini bahwa ia memiliki kendali atas perisitiwa dalam hidupnya melalui
kemampuan (ability) dan usaha (effort), disebutkan memiliki kontrol perilaku lebih baik, lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan yang
berhubungan dengan situasi yang dihadapi, memiliki self-esteem yang tinggi, dan memiliki kemampuan mengatasi stres lebih baik. Kemampuan ini tentu diperlukan
oleh individu-individu yang sedang melakukan penyesuaian diri terhadap
perubahan ataupun lingkungan baru.
Sedangkan bagi individu yang meyakini bahwa sumber penyebab
ketidakberuntungan (luck). Hal ini diasumsikan akan menyebabkan penyesuaian diri yang dilakukan akan berjalan lebih lama karena akan lebih sulit mengubah
lingkungan atau hal-hal yang ada di luar kendali diri.
E. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka peneliti memiliki hipotesa
bahwa terdapat hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri
pada mahasiswa tingkat pertama. Semakin tinggi tingkat locus of control seseorang (semakin eksternal), maka akan semakin buruk penyesuaian dirinya.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat locus of control seseorang (semakin internal), maka akan semakin baik pula penyesuaian dirinya.
Selain itu, terdapat hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Ada hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri
akademik, sosial, dan komitmen.
2. Pada dimensi prestasi, ada hubungan negatif antara kemampuan
(ability), usaha (effort), konteks (context), dan keberuntungan (luck) dengan penyesuaian diri, baik secara akademik, sosial, dan komitmen.
3. Pada dimensi afiliasi, ada hubungan negatif antara kemampuan
28
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Variabel 1 : Locus of Control
b. Variabel 2 : Penyesuaian Diri
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Definisi Operasional Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri pada mahasiswa adalah pikiran, perasaan, dan perilaku
mahasiswa untuk mengatasi tuntutan dan tekanan yang disebabkan oleh
perubahan masa sekolah ke masa perkuliahan dengan cara mengikuti
perkuliahan dengan baik (akademik), membina hubungan dengan civitas academica (sosial), serta berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan
perkuliahan (komitmen).
2. Definisi Operasional Locus of Control
Locus of Control adalah keyakinan individu mengenai penyebab peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya. Locus of control bersifat kontinum,
Internal locus of control adalah keyakinan individu bahwa apapun yang terjadi padanya dikendalikan oleh dirinya sendiri. Atribusi dari internal locus
of control terdiri dari kemampuan dan usaha. Semakin rendah skor kemampuan dan usaha yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin
internal, dan semakin tinggi skor kemampuan dan usaha yang diperoleh,
mengindikasikan locus of control yang semakin eksternal.
Sementara external locus of control adalah keyakinan individu bahwa
apapun yang terjadi padanya dikendalikan kekuatan di luar dirinya. Atribusi
dari external locus of control terdiri dari konteks dan keberuntungan. Semakin
tinggi skor konteks dan keberuntungan yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin eksternal, dan semakin rendah skor konteks dan keberuntungan yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin
internal.
C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat
pertama di Universitas Sumatera Utara. Adapun karakteristik populasi yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Berstatus sebagai mahasiswa tingkat pertama (semester satu atau dua)
di Universitas Sumatera Utara
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode non-probability sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan apabila tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi subjek penelitian. Adapun jenis non-probability sampling yang digunakan adalah incidental sampling dengan alasan kemudahan akses, hemat waktu, dan kepraktisan di lapangan. Kelemahan metode ini adalah peneliti
tidak dapat melakukan generalisasi karena sampel yang ada tidak cukup
merepresentasikan populasi secara keseluruhan.
Secara tradisional, jumlah sampel yang lebih dari 60 orang dapat
dikatakan sudah cukup banyak (Azwar, 2013). Peneliti telah menyebar 200 alat
ukur, akan tetapi peneliti hanya mengolah data dari 174 orang subjek karena
sebanyak 26 responden lainnya tidak mengembalikan lembar kuesioner.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung
dari sampel penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penggunaan alat ukur psikologis berbentuk kuesioner sebagai instrumen
penelitian, yang berisi pernyataan tertulis yang berhubungan dengan variabel
penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua alat ukur psikologis
1. Pengukuran Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri pada mahasiswa diukur dengan menggunakan alat ukur
yang telah diterjemahan dan dimodifikasi dari Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) yang dikembangkan oleh Baker & Siryk pada 1989 dan
telah diadaptasi oleh Andulsalam pada 2003. SACQ merupakan alat ukur yang
terdiri dari 18 aitem yang mengukur tiga aspek penyesuaian diri, yaitu
akademik, sosial, dan komitmen. SACQ memiliki empat pilihan respon, yaitu
Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju
(SS). Semakin tinggi skor penyesuaian diri yang diperoleh, maka semakin baik
pula penyesuaian diri yang dilakukan individu tersebut. Sebaliknya, semakin
rendah skor penyesuaian diri yang diperoleh, maka semakin buruk pula
penyesuaian diri yang dilakukan individu tersebut.
Berikut ini merupakan tabel blue print dari Student Adaptation to College Scale:
Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri
No. Aspek Nomor Aitem
(Favorable)
Nomor Aitem (Unfavorable)
1 Akademik 1, 8, 10, 15 3, 12 2 Sosial 4, 6, 7, 11, 13, 14,16 - 3 Komitmen 2, 5, 9 17,18
2. Pengukuran Locus of Control
Locus of control diukur dengan menggunakan alat ukur yang telah
diterjemahkan dan dimodifikasi dari Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS) yang dikembangkan oleh Lefcourt pada 1981.
dimensi, yaitu prestasi (achievement) dan afiliasi (affiliation), dimana masing-masing dimensi terdiri dari dua aspek, yaitu internal, yang terdiri dari
kemampuan (ability) dan usaha (effort), dan eksternal, yang terdiri dari konteks (context) dan keberuntungan (luck). MMCS memiliki empat pilihan respon,
yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat
Setuju (SS). Semakin tinggi skor locus of control yang diperoleh mencerminkan locus of control yang semakin eksternal. Sebaliknya, semakin
rendah skor locus of control yang diperoleh mencerminkan locus of control yang semakin internal.
Berikut merupakan tabel blue print dari Multidimensional Multiattributional Causality Scale:
Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control
No. Bagian Context Luck Ability Effort
1 Achievement 11, 18,
E. UJI INSTRUMEN PENELITIAN 1. Validitas Alat Ukur
Pengukuran validitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana sebuah
alat ukur mampu menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2013). Adapun validitas
yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi berkaitan dengan berkaitan dengan sejauh mana aitem-aitem
isi dalam penelitian ini diperoleh melalui validasi logik dengan mengevaluasi
relevansi aitem berdasarkan kesepakatan dengan penilai yang kompeten
(professional judgement) (Azwar, 2013).
2. Daya Diskriminasi Aitem
Pengujian daya diskriminasi aitem diperlukan untuk mengetahui sejauh
mana aitem dapat membedakan individu yang memiiki dan yang tidak
memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2013). Pengujian daya diskriminasi
aitem dilakukan dengan komputasi korelasi skor aitem dengan skor total tes
dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS 18.0 for Windows. Batas nilai indeks daya diskriminasi aitem dalam penelitian ini adalah 0,3 (Azwar, 2013). Adapun hasil uji daya
diskriminasi aitem dapat dilihat pada Lampiran 2.
Uji coba alat ukur pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali,
dimana uji coba pertama dilakukan pada 60 orang subjek dan uji coba kedua
dilakukan pada 30 orang subjek.
a. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penyesuaian Diri
Jumlah aitem alat ukur penyesuaian diri yang diujicobakan pada uji
coba pertama adalah 36 aitem. Setelah dilakukan analisis terhadap data
yang diperoleh, terdapat 30 aitem yang diputuskan untuk diikutsertakan
dalam uji coba kedua berdasarkan pertimbangan indeks daya
(riX > 0,25) dan uji validitas isi yang dilakukan bersama professional
judgement, dan terdapat 6 aitem yang gugur.
Dari 30 aitem yang diujicobakan pada uji coba kedua, diperoleh 16
aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 (riX > 0,3), 2 aitem
yang memiliki nilai diskriminasi di bawah 0,3 (riX = 0.283 dan riX =
0.287) yang setelah dipertimbangkan melalui validasi logik bersama
penilai yang kompeten tetap disertakan, dan 12 aitem yang gugur.
Tabel 4. Distribusi Aitem Alat Ukur Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba
No. Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot
1 Akademik 1, 8, 10, 15 3, 12 6 33,33% 2 Sosial 4, 6, 7, 11,
13, 14,16 - 7 38,89% 3 Komitmen 2, 5, 9 17,18 5 27,28%
Total 14 4 18 100%
b. Hasil Uji Coba Alat Ukur Locus of Control
Jumlah aitem alat ukur locus of control yang diujicobakan pada uji
coba pertama adalah 48 aitem. Setelah dilakukan analisis terhadap data
yang diperoleh, terdapat 44 aitem yang diputuskan untuk diikutsertakan
dalam uji coba kedua berdasarkan pertimbangan indeks daya
diskriminasi aitem berdasarkan tabel korelasi Pearson Product Moment (riX > 0,25) dan uji validitas isi yang dilakukan bersama professional
judgement, dan terdapat 4 aitem yang gugur.
Dari 44 aitem yang diujicobakan pada uji coba kedua, diperoleh 29
aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 (riX > 0,3) dan 15 aitem
Tabel 5. Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of Control Setelah Uji Coba
No. Dimensi Favorable Unfavorable Total Bobot
Context Luck Ability Effort
1 Prestasi 11, 18, 20, 27
3, 15, 19,
24, 28 1, 16 2, 10, 21 14 48,28% 2 Afiliasi 9, 29 5, 13,
22, 26
4, 7, 14, 23
6, 8, 12,
17, 25 15 51,72%
Total 15 14 29 100%
3. Reliabilitas Alat Ukur
Pengukuran reliabilitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana alat
ukur dapat dipercaya dan konsisten (Azwar, 2013). Reliabilitas adalah
konsistensi skor yang dihasilkan oleh subjek yang sama ketika diberikan
kembali alat ukur yang sama namun pada kesempatan berbeda (Anastasi &
Urbina, 1997).
Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan konsistensi internal berupa koefisien Cronbach
Alpha. Pengukuran reliabilitas alat ukur akan dilakukan secara komputasi dengan bantuan program SPSS 18.0 for Windows. Koefisien reliabilitas
memiliki rentang angka 0 – 1,00. Sebuah alat ukur dianggap reliabel jika
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00.
Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan, SACQ memiliki
koefisien reliabilitas sebesar 0,774 dan MMCS memiliki koefisien reliabitas
sebesar 0,610. Adapun hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat di
F. PROSEDUR PELAKSANAAN
Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap
persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan terlebih dahulu beberapa alat
ukur penyesuaian diri dan alat ukur locus of control yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Setelah mendapatkan alat ukur yang dimaksud,
peneliti melakukan proses back translation pada kedua alat ukur. Kemudian peneliti bersama dosen pembimbing merevisi kembali alat ukur yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar kalimatnya lebih mudah
dipahami. Penyusunan alat ukur dilanjutkan dengan membuat blue print, dimana pada awalnya alat ukur penyesuaian diri terdiri dari 36 buah aitem dan
alat ukur locus of control terdiri dari 48 buah aitem. Setiap aitem memiliki 4 pilihan respon. Alat ukur akan dicetak pada kertas berukuran A4 70g yang
disusun dalam bentuk booklet.
Setelah perancangan alat ukur selesai, peneliti melakukan uji coba alat
ukur. Uji coba ini dilakukan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas
dari alat ukur. Setelah tahap uji coba dilakukan, peneliti akan merevisi alat
ukur dengan cara memilih aitem-aitem berdasarkan indeks daya diskriminasi
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti mengambil data penelitian yang sebenarnya. Alat
ukur diberikan kepada sampel yang telah ditentukan dengan menjelaskan
tujuan dari pengisian alat ukur. Peneliti juga memberikan reward kepada
subjek penelitian sebagai bentuk apresiasi karena telah bersedia meluangkan
waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah memperoleh seluruh data dari subjek penelitian, penelitia
melakukan pengolahan data dengan menggunakan metode analisa data inferensial,
yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan hubungan atau komparasi dari dua buah
variabel. Jika data memenuhi uji asumsi parametrik, maka teknik inferensial yang
digunakan adalah teknik korelasi Pearson Product Moment. Akan tetapi jika data tidak memenuhi uji asumsi parametrik, maka analisa data akan menggunakan
38
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Penelitian ini melibatkan 174 orang subjek yang merupakan mahasiswa
tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara. Berikut ini merupakan deskripsi
dari subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, tingkat
pendidikan, fakultas/jurusan, jalur masuk kuliah, IPK terakhir, agama, suku, asal
daerah, dan tempat tinggal (keterangan tabel: ditebalkan = kelompok dengan jumlah paling banyak ; dimiringkan = kelompok dengan jumlah paling sedikit).
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Sebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (N) Persentase
17 12 6,90
18 90 51,72
19 61 35,06
20 11 6,32
Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek
terbanyak adalah mahasiswa berusia 18 tahun, yakni 90 orang (51,72%), dan
subjek paling sedikit adalah mahasiswa berusia 20 tahun berjumlah 11 orang