• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PERTAMA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

HAIFA CHAIRUNNISA

111301050

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

HAIFA CHAIRUNNISA 111301050

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal 11 Mei 2015

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog

NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Arliza Juairiani Lubis, M.Si., Psikolog Penguji I/

NIP: 197803252003122002 Pembimbing

2. Juliana I. Saragih, M.Psi., Psikolog Penguji II

NIP: 198007222005022001

3. Fasti Rola, M.Psi., Psikolog Penguji III

(3)

iii sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri

pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari

hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 28 Mei 2015

HAIFA CHAIRUNNISA

(4)

iv

Haifa Chairunnisa dan Arliza J. Lubis

ABSTRAK

Mahasiswa tingkat pertama mengalami berbagai perubahan dalam

menghadapi perkuliahan sehingga membutuhkan penyesuaian diri agar dapat

menjalani perkuliahan dengan baik. Literatur menunjukkan bahwa individu

dengan internal locus of control memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk

membuktikan hubungan tersebut. Penelitian ini melibatkan 174 mahasiswa tingkat

pertama di Universitas Sumatera Utara secara insidental. Data dikumpulkan

menggunakan 2 alat ukur yang telah dimodifikasi, yaitu Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) dan Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan tendensi mengarah ke Internal Locus of Control memiliki Penyesuaian Diri yang lebih baik (rs= -.364, p < .001), terlebih pada atribusi Kemampuan dan Usaha. Oleh karena

itu, disarankan bagi mahasiswa tingkat pertama untuk mengoptimalkan

kemampuan dan memaksimalkan usaha dalam berkuliah, dimana hal tersebut

sejalan dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri.

(5)

v

Haifa Chairunnisa and Arliza J. Lubis

ABSTRACT

The freshmen experiences changes in their first year so that requires

adjustment in order to be successful in college. The literatures show that

individual with internal locus of control has characteristics that aligned with the

ability to adjust.

This study uses quantitative correlation method to examine that

relationship. 174 freshmen at University of Sumatera Utara are participated in this

research. Data are collected using two modified instruments, those are Student

Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and Multidimensional

Multiattributional Causality Scale (MMCS), then analyzed with Spearman-Rank

correlation technique. The result shows that the freshmen with tendency towards

Internal Locus of Control have better adjustment (rs = -.364, p < .001),moreover

in their Ability and Effort as the attributions of Internal Locus of Control.

Therefore, it can be suggested for the freshmen to optimize their ability and

maximize the effort that goes along with adjustment skill.

(6)

vi

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkah

dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Hubungan

Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di

Universitas Sumatera Utara” guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar

Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara

2. Arliza Juairiani Lubis, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih atas bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan sejak

awal hingga selesainya penelitian ini

3. Juliana Irmayanti Saragih, M. Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing

akademik sekaligus kakak bagi peneliti. Terima kasih atas nasihat,

dukungan, dan kesempatan yang selama ini diberikan.

4. Fasti Rola, M.Psi., Psikolog, selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih

atas bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama masa revisi

untuk membuat penelitian ini menjadi lebih baik

5. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

(7)

vii penelitian ini

7. Sahabat yang selalu mendukung, Fara Claudia Amanda, Rovicha Purnama

Sari, Laili Isrami, Ratri Pramuwidyandari, Winda Lydia Sari, Nurul

Fadhillah, Zulfa Dzatarohmah, Iray Umaya Sari, dan Nadya Vristissya

8. Para responden, dan teman-teman lain yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian di lapangan.

9. Dendi Krisna Nugraha, terima kasih telah menginspirasi dan menjadi

semangat bagi penulis untuk selalu berubah lebih baik.

10. Nissa Aztarid, terima kasih atas dukungan, bantuan, dan kerja sama sejak

seminar hingga penelitian ini selesai. Serta seluruh teman-teman

Psychotroops’11, semoga kelak kita menjadi orang yang lebih berguna

dengan ilmu yang sudah kita dapatkan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak untuk penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, 28 Mei 2015

(8)

viii

ABSTRAK……… iv

ABSTRACT………... v

KATA PENGANTAR………. vi DAFTAR ISI……… viii DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 8

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Manfaat Penelitian………... 8

E. Sistematika Penelitian………. 9

BAB II LANDASAN TEORI……….. 11

A. Penyesuaian Diri……… 11

1. Pengertian Penyesuaian Diri………. 11

2. Bentuk Penyesuaian Diri……….. 12

3. Karakteristik Penyesuaian Diri………. ... 13

4. Aspek Penyesuaian Diri………... 14

5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri………... 18

B. Locus of Control………... 19

(9)

ix

4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control……… 23

C. Mahasiswa……….……… 25 D. Dinamika Hubungan antara Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama……… 25

E. Hipotesa Penelitian……… 27

BAB III METODE PENELITIAN……….. 28

A. Identifikasi Variabel Penelitian……… 28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian………. 28

1. Definisi Operasional Penyesuaian Diri……… 28

2. Definisi Operasional Locus of Control……… 28

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel………. 29

1. Populasi……… 29

2. Metode Pengambilan Sampel……….. 30

D. Metode Pengumpulan Data……….. 30

1. Pengukuran Penyesuaian Diri……….. 31

2. Pengukuran Locus of Control……….. 31

E. Uji Instrumen Penelitian……….. 32

1. Validitas Alat Ukur………. 32

2. Daya Diskriminasi Aitem……… 33

(10)

x

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian……….. 37

3. Tahap Pengolahan Data……… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 38

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian………. 38

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia…………...… 38

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin…... 39

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Fakultas/Jurusan……… 39

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir……. 40

B. Hasil Penelitian………. 40

1. Hasil Uji Asumsi……….. 40

2. Hasil Penelitian……… 41

C. Pembahasan……….. 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 52

A. Kesimpulan………... 52

B. Saran………. 53

1. Saran Metodologis………...…… 53 2. Saran Praktis……… 53

DAFTAR PUSTAKA……… 54

(11)

xi

Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control………...… 21 Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri………...…… 31 Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control………...…… 32 Tabel 4. Distribusi Aitem Alat Ukur Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba… 34

Tabel 5. Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of ControlSetelah Uji Coba… 35 Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………. 38

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin………. 39

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Fakultas/Jurusan………..………. 39

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir...………. 40

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Alat Ukur………..…...………. 40

Tabel 11. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik……….. 41

Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik……….. 42

Tabel 13. Kategorisasi Penyesuaian Diri………...………. 43

Tabel 14. Kategorisasi Locus of Control………. 43

Tabel 15. Cross Tabulation………. 44

Tabel 16. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel Secara Total………... 44

Tabel 17. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel dalam Dimensi Prestasi...45

(12)

xii

Lampiran 1. Reliabilitas Alat Ukur…. ………. …62

Lampiran 2. Daya Diskriminasi Aitem…. ………64

Lampiran 3. Uji Asumsi…. ………. ……….80

Lampiran 4. Alat Ukur Penelitian…. ………. …. 83

Lampiran 5. Uji Korelasi………... 88

(13)

iv

Haifa Chairunnisa dan Arliza J. Lubis

ABSTRAK

Mahasiswa tingkat pertama mengalami berbagai perubahan dalam

menghadapi perkuliahan sehingga membutuhkan penyesuaian diri agar dapat

menjalani perkuliahan dengan baik. Literatur menunjukkan bahwa individu

dengan internal locus of control memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk

membuktikan hubungan tersebut. Penelitian ini melibatkan 174 mahasiswa tingkat

pertama di Universitas Sumatera Utara secara insidental. Data dikumpulkan

menggunakan 2 alat ukur yang telah dimodifikasi, yaitu Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) dan Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan tendensi mengarah ke Internal Locus of Control memiliki Penyesuaian Diri yang lebih baik (rs= -.364, p < .001), terlebih pada atribusi Kemampuan dan Usaha. Oleh karena

itu, disarankan bagi mahasiswa tingkat pertama untuk mengoptimalkan

kemampuan dan memaksimalkan usaha dalam berkuliah, dimana hal tersebut

sejalan dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri.

(14)

v

Haifa Chairunnisa and Arliza J. Lubis

ABSTRACT

The freshmen experiences changes in their first year so that requires

adjustment in order to be successful in college. The literatures show that

individual with internal locus of control has characteristics that aligned with the

ability to adjust.

This study uses quantitative correlation method to examine that

relationship. 174 freshmen at University of Sumatera Utara are participated in this

research. Data are collected using two modified instruments, those are Student

Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and Multidimensional

Multiattributional Causality Scale (MMCS), then analyzed with Spearman-Rank

correlation technique. The result shows that the freshmen with tendency towards

Internal Locus of Control have better adjustment (rs = -.364, p < .001),moreover

in their Ability and Effort as the attributions of Internal Locus of Control.

Therefore, it can be suggested for the freshmen to optimize their ability and

maximize the effort that goes along with adjustment skill.

(15)

1

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja dikenal sebagai sebuah periode perkembangan yang penting

(Arnett, 2000). Pada akhir periode ini, transisi dari SMA ke Perguruan Tinggi

merupakan salah satu dari banyak bentuk perubahan hidup yang besar bagi

kebanyakan remaja (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007). Perubahan ini

disebutkan memberikan begitu banyak kesempatan dan pengalaman baru yang

mampu menstimulasi remaja, baik secara sosial dan intelektual (Friedlander, Reid,

Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2012). Akan tetapi di saat yang

sama, bagi banyak remaja yang kemudian menyandang status sebagai mahasiswa

baru, memasuki lingkungan Perguruan Tinggi juga merupakan waktu yang penuh

tekanan (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2007).

Mahasiswa baru biasanya memiliki harapan tertentu terhadap kehidupan

perkuliahan. Kebanyakan dari mereka berharap mendapatkan kebebasan lebih

sehingga sangat bersemangat memulai dunia perkuliahan. Akan tetapi, kemudian

mereka menemukan bahwa yang terjadi sebenarnya jauh dari harapan. Hal ini

menyebabkan mereka merasa tidak bahagia dan tidak nyaman berada di

lingkungan baru. Akan tetapi apapun harapannya, hampir setiap mahasiswa baru

dipastikan mengalami kesulitan di awal masa perkuliahannya (Al-Qaisy, 2010).

Zoditama, mahasiswi Institut Manajemen Telkom 2009, menuliskan

(16)

dengan perkiraannya. Batas ketidakhadiran di kelas yang dibatasi, dosen yang

sering hadir terlambat atau bahkan tidak hadir, akhir pekan yang dihabiskan untuk

menghadiri kelas pengganti, sistem belajar SKS yang tidak dimengerti, metode

belajar dengan presentasi, dan peraturan kampus yang rumit, adalah beberapa hal

yang membuatnya terkejut di tahun pertamanya sebagai mahasiswa (Zoditama,

2010).

Banyak mahasiswa baru yang kemudian kewalahan dengan

tuntutan-tuntutan perkuliahan yang mungkin berbeda dari masa sekolah dulu (Papalia,

Olds, & Feldman, 2009). Berlakunya sistem pendidikan dengan standar yang

lebih tinggi merupakan salah satu perubahan yang dialami oleh mahasiswa baru

(Al-Qaisy, 2010). Sistem Kredit Semester, yang lazim diterapkan di tingkat

Perguruan Tinggi, menuntut tanggung jawab lebih besar daripada sistem

penyelenggaraan pendidikan di masa SMA.

Pola hubungan antara dosen dan mahasiswa yang sangat berbeda dengan

guru dan siswa di masa SMA juga disebutkan sebagai perubahan lainnya yang

dialami mahasiswa baru (Gunarsa & Gunarsa, 2000). Dosen memberikan

perhatian yang lebih sedikit kepada mahasiswa dibandingkan dengan perhatian

seorang guru kepada siswanya. Hal ini disebabkan oleh mahasiswa yang dituntut

lebih aktif dalam kegiatan perkuliahan, sehingga dosen terlihat kurang peduli

dengan mahasiswanya. Selain itu, Brouwer (dalam Alisjahbana & Sidharta, 1980)

menyebutkan perubahan-perubahan lainnya yang akan dihadapi oleh mahasiswa

(17)

pengaturan waktu, nilai hidup yang diperoleh dari lingkungan, serta kemandirian

dan tanggung jawab yang meningkat.

Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 65 orang mahasiswa

tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara, partisipan survei juga mengalami

berbagai perubahan dan perbedaan tuntutan seperti yang telah disebutkan

sebelumnya. Perubahan yang dialami antara lain seperti perbedaan sistem belajar

mengajar, perbedaan jadwal, beban tugas yang semakin bertambah, lingkungan

dan teman-teman baru, dosen yang tidak memberi perhatian lebih seperti guru,

meningkatnya kebebasan dan kemandirian, serta perbedaan budaya dari

demografis mahasiswa yang sudah lebih variatif. Berdasarkan hasil survei

tersebut, sebanyak 80% mahasiswa tingkat pertama di USU yang berpartisipasi

menyatakan bahwa perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kondisi tertekan

yang memengaruhi jalannya proses perkuliahan.

Walaupun banyak dari mahasiswa baru yang kemudian berhasil melewati

masa transisi, beberapa orang lainnya terjebak di dalam kondisi stres, bahkan

depresi, yang diakibatkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengam

transisi ini (Gall, Evans, & Bellerose, 2000). Stres akademik pada mahasiswa baru

biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka untuk mengerjakan tugas dalam

tenggang waktu yang singkat dengan jumlah tugas yang terlalu banyak, tidak

menyelesaikan tugas tepat waktu, berharap dapat menyelesaikan beberapa tugas

sekaligus, dan kesulitan menghadapi dosen (Ragheb & McKinney, 1989).

Sementara itu, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa stres dapat

(18)

Heck, 1996; Edwards, Hershberger, Russell, & Market, 2001; Misra, McKean,

West, & Russo, 2000). Stres yang dialami pada mahasiswa tingkat pertama

berpengaruh negatif terhadap nilai akademis dan motivasi belajar (Struthers,

Perry, & Menec, 2000), serta ketekunan belajar pada mahasiswa tersebut (Perrine,

1999).

Tentunya, stres yang dialami mahasiswa baru initidak selesai dan berlalu

begitu saja. Kemampuan untuk menyesuaikan diri adalah yang paling diandalkan

jika seseorang harus berhadapan dengan lingkungan baru (Agustiani, 2006).

Dengan penyesuaian diri pula, para mahasiswa baru dapat mengatasi kondisi

tertekan (stres) yang mengganggu fungsi-fungsi kehidupan mereka. Penyesuaian diri kemudian menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan karena

keberhasilan penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa baru di

lingkungannya yang baru berkorelasi positif dengan performa akademis mereka

(Stoynoff, 1997; Felsten & Wilcox, 1992). Menurut Mutadin (2002), penyesuaian

diri juga merupakan salah satu pesyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa.

Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk

dapat bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas dan situasi sosialnya,

serta bisa menjalin hubungan sosial yang sehat. Penyesuaian diri adalah usaha

manusia untuk mencapai kesesuaian antara diri sendiri dengan lingkungannya

(Kartono, 2002). Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri timbul apabila

terdapat kebutuhan, dorongan, dan keinginan yang harus dipenuhi oleh seseorang,

termasuk juga saat seseorang menghadapi masalah atau konflik yang harus

(19)

Baker & Siryk (dalam Salami, 2011) menyebutkan bahwa mahasiswa

baru umumnya menyesuaikan diri dalam empat hal, yaitu akademik, sosial,

emosional, dan komitmen (intitutional attachment). Penyesuaian akademis adalah bentuk usaha yang dilakukan mahasiswa baru dalam menghadapi tuntutan

akademis, seperti motivasi untuk menyelesaikan tugas dan usaha untuk mencapai

prestasi. Penyesuaian sosial merupakan bentuk keterlibatan aktivitas sosial

mahasiswa baru selama berkuliah. Penyesuaian emosional melibatkan kerentanan

mahasiswa baru terhadap masalah emosional, seperti gejala-gejala depresi yang

timbul akibat masalah yang dialami sebagai mahasiswa baru. Sedangkan

komitmen (institutional attachment) menjelaskan kepuasan mahasiswa baru terhadap pengalaman berkuliah secara umum dan keputusannya untuk terus

melanjutkan perkuliahan walaupun banyaknya masalah yang harus dihadapi

selama berkuliah.

Setiap individu mungkin berbeda dalam hal lamanya mereka bangkit dari

kondisi tertekan dan berhasil menyesuaikan diri. Ada individu yang cepat

menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dihadapinya, tetapi ada juga yang

butuh waktu lebih lama (Karanina & Suyasa, 2005). Individu-individu yang lebih

cepat menyesuaikan diri memiliki beberapa karakteristik, yaitu memiliki

pengetahuan tentang diri (self-knowledge), penerimaan diri (self-acceptance),

perkembangan diri dan kontrol diri (self-development and self-control), memiliki rasa tanggung jawab, menunjukkan kematangan respon, mempunyai rasa humor,

adanya adaptabilitas, memiliki kemampuan bekerja sama, dan memiliki orientasi

(20)

Penelitian ini akan membahas salah satu dari karakteristik psikologis

yang telah disebutkan di atas, yaitu kontrol diri. Kontrol diri adalah cara individu

mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi hal-hal

yang terjadi pada mereka, yang oleh Rotter disebut dengan locus of control.

Menurut Demirtas & Günes, locus of control dianggap sebagai keyakinan individu tentang siapa atau apa yang bertanggung jawab atas hasil dari perilaku

atau peristiwa dalam kehidupan mereka (dalam Hamedoglu, Kantor, & Gulay,

2012).

Pemilihan ini dilandasi oleh hasil survei yang telah dilakukan

sebelumnya, dimana komponen-komponen kontrol diri banyak dipertimbangkan

sebagai variabel yang berkaitan dengan keberhasilan penyesuaian diri mahasiswa

tingkat pertama yang berpartisipasi dalam survei. Penelitian yang dilakukan oleh

Widodo & Sukarti (2007) menunjukkan bahwa locus of control berkorelasi secara signifikan dengan coping stress. Lazarus (1969) menyebutkan bahwa coping

merupakan salah satu usaha yang dilakukan individu dengan tujuan untuk

menyesuaikan diri terhadap tekanan atau masalah yang dianggap berada di luar

batas kemampuan dirinya.

Konsep locus of control dikembangkan dalam sebuah kontinuum dengan dua kutub berbeda, yaitu internal dan eksternal. Bagi individu yang meyakini

bahwa apapun yang terjadi di dalam hidupnya menjadi tanggung jawabnya dan ia

memiliki kuasa dan kontrol untuk mengubahnya adalah orang-orang yang

(21)

(effort). Sementara individu yang meyakini bahwa peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan hasil dari keberuntungan (luck) dan kekuasaan orang lain

(context) di lingkungannya pada situasi yang sama, dikategorikan memiliki external locus of control.

Penelitian yang dilakukan oleh Phares (dalam Schultz & Schultz, 1994)

menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of control memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah, tingkat harga diri (self-esteem) yang lebih tinggi,

lebih siap untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, dan menikmati tingkat

kesehatan mental yang lebih baik. Mathur (2014) juga melaporkan bahwa individu

dengan internal locus of control memperoleh nilai akademik yang lebih baik daripada individu dengan external locus of control. Begitu pula dengan yang disebutkan oleh Lefcourt, Martin, Fick, & Wendy (1985) bahwa individu dengan

internal locus of control merupakan individu yang mampu berinteraksi dengan baik (skilled social interactors) karena memiliki keahlian sosial (social skill) dan

sensitivitas tinggi terhadap orang lain dan lingkungan. Kemampuan-kemampuan

di atas diperkirakan mampu mendukung penyesuaian diri yang dilakukan oleh

individu, termasuk juga mahasiswa tingkat pertama.

Jika merujuk kepada paparan di atas, secara teoritis menunjukkan bahwa

individu membutuhkan suatu bentuk kendali diri, dalam hal ini disebut dengan

(22)

serta atribusi yang mendukungnya seperti yang telah dijelaskan di atas, juga

terjadi di kalangan mahasiswa baru, khususnya di Universitas Sumatera Utara.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

peneliti tertarik untuk mengetahui: Apakah ada hubungan antara locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera

Utara, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan masing-masing aspek dan

atribusinya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris untuk menjawab

permasalahan utama, yaitu mengetahui hubungan locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, berupa:

a. Sumbangan ilmu kepada ilmu pengetahuan di bidang psikologi klinis

yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri dan locus of control

(23)

c. Sebagai referensi teoritis atau empiris untuk penelitian lain di masa

mendatang

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Sebagai acuan atau informasi bagi para mahasiswa tingkat pertama

tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses penyesuaian diri

yang harus mereka lakukan di awal masa kuliah.

b. Sebagai referensi bagi pihak kampus untuk menyusun program untuk

membantu atau menjadi katalisator dalam proses penyesuaian diri

yang dilakukan oleh mahasiswanya.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika penelitian pada penelitian ini terdiri dari lima bab, dimulai

dari bab I sampai dengan bab V. Adapun sistematika penelitian pada penelitian ini

adalah :

1. BAB I – Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

2. BAB II – Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan teori dalam

penelitian, antara lain teori penyesuaian diri, teori locus of control, dan

(24)

hubungan locus of control dengan penyesuaian diri, serta hipotesa penelitian.

3. BAB III – Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan

alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur

pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

4. BAB IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi uraian hasil penelitian, seperti gambaran umum dan

karakteristik subjek penelitian dan cara analisa data, serta interpretasi

data dan pembahasan.

5. BAB V – Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun berdasarkan

analisa dan interpretasi data penelitian, yang juga dilengkapi dengan

saran-saran bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang telah

diperoleh.

(25)

11

A. PENYESUAIAN DIRI

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog,

dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut

dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses

psikologis dimana seseorang mengatur atau mengatasi berbagai tuntutan dan

tekanan.

Menurut Atwater (1983), penyesuaian diri berkaitan dengan perubahan

pada diri sendiri dan lingkungan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan

dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan. Hal ini

serupa dengan yang diungkapkan Martin dan Osborne (1989) bahwa

penyesuaian diri merupakan bentuk perubahan perilaku untuk menghadapi

perubahan tuntutan lingkungan.

Sawrey dan Telford menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan

interaksi yang terjadi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya,

yang melibatkan sistem kognisi, emosi, dan perilaku (dalam Calhoun &

Acocella, 1990). Fahmi juga menyatakan hal yang serupa (dalam Sobur, 2003).

Ia mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang dinamis,

berlangsung terus-menerus, yang bertujuan untuk mengubah perilaku untuk

(26)

Penyesuaian diri merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai

harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan,

dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan emosi negatif lainnya yang

tidak sesuai dan kurang efisien dapat dikikis habis (Kartono, 2002). Menurut

Schneiders penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon

mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil

mengatasi kebutuhan-kebutuhan di dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,

konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat

keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang

diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri

merupakan reaksi individu dalam mengatasi ketegangan karena terhambatnya

kebutuhan untuk mencapai keselarasan antara individu dan lingkungan.

2. Bentuk Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) juga mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk

penyesuaian diri yang dilakukan individu, yaitu:

a. Penyesuaian diri personal

Adalah bentuk penyesuaian diri yang diarahkan kepada diri sendiri,

seperti penyesuaian diri fisik dan emosi, penyesuaian diri seksual, dan

(27)

b. Penyesuaian diri sosial

Adalah bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, seperti rumah,

sekolah, dan masyarakat; yang merupakan aspek khusus dari kelompok

sosial. Hal ini berarti melibatkan pola hubungan di antara kelompok yang

ada dan saling berhubungan secara integral di antara ketiganya.

Sementara itu, menurut Gunarsa, bentuk penyesuaian diri ada dua, antara

lain (dalam Sobur, 2003):

a. Adaptive

Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat fisik, artinya

perubahan-perubahan dalam proses fisiologis untuk menyesuaikan kebutuhan diri

terhadap lingkungan.

b. Adjustive

Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat psikis, artinya

penyesuaian diri, baik emosi dan tingkah laku terhadap lingkungan yang

memiliki norma sosial.

3. Karakteristik Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) memberikan kriteria individu dengan penyesuaian diri

yang baik, yaitu sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya

b. Objektivitas diri dan penerimaan diri

c. Kontrol dan perkembangan diri

(28)

e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya

f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat

g. Mempunyai rasa humor

h. Mempunyai rasa tanggung jawab

i. Menunjukkan kematangan respon

j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik

k. Adanya adaptabilitas

l. Bebas dari respon yang cacat

m.Memiliki kemampuan bekerja sama dan menaruh minat terhadap

orang lain

n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain

o. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas

4. Aspek Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik

meliputi tujuh aspek sebagai berikut:

a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih

Aspek ini menekankan pada adanya kontrol emosi yang

memungkinkan individu tersebut untuk menghadapi permasalahan dan

dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika

(29)

b. Tidak terdapat mekanisme psikologis

Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih

mengindikasikan respon yang normal daripada penyelesaian masalah

melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri. Individu dikategorikan

normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha

kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

c. Tidak terdapat perasaan frustasi personal

Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara

normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang frustrasi akan

merasa tidak berdaya dan hidup tanpa harapan. Maka akan sulit bagi

individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi

dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.

d. Kemampuan untuk belajar

Penyesuaian merupakan proses belajar berkesinambungan dari

perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi

situasi konflik dan stres.

e. Pemanfaatan pengalaman masa lalu

Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman

di masa lalu itu penting. Individu dapat menggunakan pengalamannya

maupun pengalaman orang lain melalui kegiatan analisis mengenai

faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu proses

(30)

f. Sikap realistik dan objektif

Penyesuaian secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan

objektif yang bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan

menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan

kenyataan sebenarnya.

g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan

terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran,

tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi

sulit sekalipun.

Pada mahasiswa sendiri, penyesuaian diri di lingkungan Perguruan

Tinggi memiliki empat aspek (Baker & Siryk, 1984), yaitu:

a. Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment)

Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa untuk

menyesuaikan diri dengan kehidupan perkuliahan dan mencapai tingkat

kepuasan pada prestasi akademisnya. Aspek ini meliputi motivasi (sikap

terhadap tujuan akademis, motivasi untuk mencapai tujuan akademis dan

untuk berkuliah), aplikasi (seberapa jauh motivasi diubah menjadi suatu

usaha untuk mencapai tujuan akademis), performa (keberhasilan dan

keefektifan dalam mencapai tujuan akademis), dan lingkungan akademis

(31)

b. Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Aspek ini meliputi

keterlibatan individu dalam kegiatan di lingkungan kampus secara

umum, keterlibatan dan hubungan individu dengan orang lain di

lingkungan kampus, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus.

c. Penyesuaian Emosional (Emotional Adjustment)

Penyesuaian emosional adalah kemampuan mahasiswa untuk

menyesuaikan diri terhadap masalah emosional dan masalah fisik yang

dihadapi sebagai mahasiswa baru. Aspek ini meliputi kesejahteraan

psikologis (psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical well-being).

d. Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Attachment) Komitmen (institutional attachment) adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan antar dirinya

dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani yang berpengaruh

terhadap keputusan individu untuk melanjutkan perkuliahan. Aspek ini

meliputi perasaan dan kepuasan terhadap lingkungan atau kegiatan

perkuliahan secara umum dan kepuasan terhadap kegiatan perkuliahan

(32)

5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri

Faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri adalah (Schneiders,

1964):

a. Keadaan fisik

Merupakan faktor yang memengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan

sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya

penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan

melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan

penyesuaian diri.

b. Perkembangan dan kematangan

Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap

perkembangan. Tidak hanya karena proses pembelajaran, tetapi juga

karena individu yang sudah lebih matang, baik dari segi intelektual,

sosial, moral, dan emosi.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya

penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya

frustrasi, kecemasan dan gangguan mental dapat menghambat

penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu

untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal

(33)

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh

penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan

kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan

memperlancar proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang

dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga.

e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki

arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi

tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kebudayaan pada

suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan

tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru

membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

B. LOCUS OF CONTROL

1. Pengertian Locus of Control

Locus of control menurut Rotter adalah keyakinan individu mengenai

sumber kontrol atau penguatan (reinforcement) di dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut tergantung pada perilaku masing-masing atau

bergantung pada kekuatan di luar diri (Schultz & Schultz, 1994).

Menurut Lefcourt, locus of control mengacu pada derajat dimana individu meyakini peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya

(34)

dengan Grimes, Millea & Woodruff (2004) yang menyatakan bahwa locus of control adalah konstruk psikologis yang digunakan untuk mengidentifikasi

persepsi individu mengenai kontrol dirinya terhadap lingkungan eksternal dan

tingkat tanggung jawab atau hasil perilaku. Larsen & Buss (2010) juga

menyebutkan bahwa locus of control menggambarkan persepsi individu tentang tanggung jawab atas kejadian dalam hidupnya.

Menurut Forte (2005), locus of control mengacu pada kondisi dimana

individu mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya. Hal ini

serupa dengan yang dinyatakan oleh Demirtas & Günes bahwa locus of control

adalah persepsi individu tentang siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa

yang terjadi di dalam hidup mereka (Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012).

Spector (dalam Munir & Sajid, 2010) menyebutkan bahwa locus of

control adalah sebuah kecenderungan individu untuk meyakini bahwa ia atau hal-hal di luar kekuasannya yang mengendalikan peristiwa dalam hidupnya.

Erdogan (dalam Kutanis, Mesci, & Ovdur, 2011) menyatakan bahwa locus of control adalah gagasan yang dimiliki individu sepanjang hidupnya,

menganalisis peristiwa sebagai hasil dari perilaku mereka atau hasil dari

kebetulan, nasib, atau kekuatan di luar kendali mereka.

Berdasarkan pandangan dari beberapa ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa locus of control adalah suatu konsep yang menggambarkan keyakinan akan pusat kendali individu mengenai penyebab peristiwa-peristiwa

(35)

2. Karakteristik Locus of Control

Menurut Andre (2008), ada beberapa perbedaan karakter individu yang

memiliki external locus of control dan internal locus of control, yaitu: Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control External Locus of Control Internal Locus of Control

- Kurang memiliki kontrol terhadap perilaku diri

- Kurang aktif mencari informasi untuk menghadapi situasi tertentu - Memiliki self-esteem yang rendah - Memiliki kepuasan kerja yang

rendah

- Kesulitan mengatasi stres

- Meyakini reward dan punishment

yang diterima sebagai kekuatan yang mungkin berubah dan tidak menentu

- Memiliki kontrol yang baik terhadap perilaku diri

- Lebih aktif mencari informasi yang berhubungan dengan situasi yang sedang dihadapi

- Memiliki self-esteem yang tinggi - Memiliki kepuasan kerja yang tinggi - Memiliki kemampuan mengatasi

stres yang baik

- Meyakini reward dan punishment

yang diterima berhubungan dengan performa yang telah mereka hasilkan

3. Aspek Locus of Control

Rotter mengusulkan locus of control sebagai aspek kepribadian yang

terdiri dari dua kutub ekstrim yang bertolak belakang (dalam Lefcourt, 1982).

Setiap individu memiliki kedua kutub locus of control, yaitu internal locus of control dan external locus of control. Akan tetapi ada kalanya salah satu kutub

berperan lebih kuat daripada kutub lainnya. Oleh karena itu, tidak ada satupun

individu yang benar-benar internal ataupun sebaliknya. Locus of control juga

tidak bersifat statis, tetapi dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi

yang menyertainya.

a. External Locus of Control

(36)

dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya, seperti keberuntungan atau

kesempatan. Individu dengan external locus of control cenderung pasrah

terhadap apa yang menimpanya. Menurut Rotter, external locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesempatan, nasib,

keberuntungan, takdir, orang lain, dan hal-hal lainnya berpengaruh lebih

kuat dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu (Karimi

& Alipour, 2011). Hal ini sesuai dengan Lefcourt yang membagi lagi

external locus of control menjadi dua tipe atribusi, yaitu konteks dan keberuntungan (dalam Halpert & Hill, 2001). Sementara itu, Levenson &

Miller (1976) mengelompokkan tipe-tipe external locus of control ke dalam dua kelompok, yaitu kontrol dari orang lain (powerful others) dan kontrol dari kesempatan dan keberuntungan (chance and luck) (April,

Dharani, & Peters, 2012). Individu seperti ini meyakini bahwa dirinya

tidak memiliki kontrol atas yang terjadi di dalam hidupnya.

b. Internal Locus of Control

Menurut Rotter, internal locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi di dalam hidup seseorang

merupakan hasil dari tindakan dan usaha individu tersebut (Karimi &

Alipour, 2011). Individu dengan internal locus of control meyakini bahwa ia dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang

(37)

yang diperoleh sepanjang hidupnya (Lefcourt, 1982 dalam Halpert &

Hill, 2001).

Dalam penelitian ini, pengukuran locus of control dibagi lagi dalam dua dimensi (Lefcourt, 1982), yaitu:

a. Achievement (Prestasi/Pencapaian)

Prestasi atau pencapaian merupakan suatu bentuk atau wujud dari

kemampuan ataupun hasil usaha yang dilakukan seseorang. Lefcourt

(1982) kemudian mendefinisikan prestasi sebagai hasil akademis, yaitu

suatu hasil dari tujuan pendidikan, seperti nilai ataupun kelulusan dari

suatu materi pelajaran.

b. Affiliation (Afiliasi/Hubungan)

Afiliasi atau hubungan merupakan suatu tindakan untuk menjalin

hubungan dengan orang lain dan organisasi. Lefcourt (1982) menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan afiliasi adalah tindakan yang dilakukan

untuk menjalin hubungan dengan orang lain, baik dalam konteks

pertemanan ataupun hubungan romantis.

4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control

Dari beberapa hasil penelitian, berikut disimpulkan faktor-faktor yang

memengaruhi locus of control yang dimiliki individu, yaitu:

a. Faktor Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan tempat utama seseorang mendapat

(38)

Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012). Orang tua mendidik anak sembari

melakukan sosialisasi nilai melalui berbagai cara, salah satunya pola

asuh. Individu yang diasuh dalam lingkungan otoriter dengan kontrol

perilaku ketat akan tumbuh sebagai individu yang pemalu dan

bergantung (external locus of control). Sementara anak yang tumbuh pada lingkungan demokraktis akan mengembangkan kemandirian dan

memiliki keterampilan interaksi sosial yang lebih baik, percaya diri, dan

rasa ingin tahu yang besar (internal locus of control)

b. Faktor Motivasi

Menurut Forte, individu hidup dengan motivasi internal dan eksternal.

Hal ini juga turut memengaruhi locus of control seseorang (dalam Karimi & Alipour, 2011). Kepuasan, harga diri, peningkatan kualitas hidup

merupakan beberapa motivasi internal. Sedangkan promosi jabatan, gaji,

atau bentuk reward dan punishment lainnya merupakan bentuk motivasi

eksternal.

c. Faktor Pelatihan

Program pelatihan adalah sebuah pendekatan terapi yang diberlakukan

untuk mengembalikan kendali atas hasil yang ingin diperoleh. Hal ini

akan membantu meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi

hal-hal yang membawa dampak buruk di dalam hidupnya. Menurut

Luzza, Funk, dan Strang, pelatihan dapat mendorong individu hidup

dengan internal locus of control (dalam Weissbein, Huang, Ford, &

(39)

C. MAHASISWA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah

orang yang belajar di perguruan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30

Tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di

perguruan tinggi. Selanjutnya, Sarwono (1978) menyebutkan bahwa mahasiswa

adalah setiap orang berusia 18-30 tahun yang resmi terdaftar untuk mengikuti

proses belajar di perguruan tinggi. Sementara itu menurut Papalia, Olds, &

Feldman (2009), mahasiswa, dalam masa perkembangannya, berada di tahap

remaja akhir dengan rentang usia 18 – 21 tahun, yakni di masa transisi antara

remaja menuju dewasa muda .

Mahasiswa tingkat pertama adalah peserta didik yang terdaftar dan

sedang belajar pada semester satu atau semester dua di perguruan tinggi.

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL

DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA

Perkuliahan merupakan waktu yang penuh dengan tekanan bagi para

mahasiswa baru terkait dengan banyaknya perbedaan tuntutan antara masa

sekolah dan masa kuliah. Stres yang timbul biasanya disebabkan oleh

ketidaksiapan mereka dengan standar pendidikan yang lebih tinggi dimana mereka

harus mengerjakan tugas dengan jumlah banyak dan dalam tenggang waktu

(40)

mahasiswa, pencarian teman baru, serta masalah kemandirian dan tanggung jawab

yang meningkat.

Stres yang dialami mahasiswa tingkat pertama ini kemudian perlu

ditindaklanjuti karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti pada

nilai akademis, motivasi belajar, dan ketekunan belajar. Untuk itulah dibutuhkan

kemampuan penyesuaian diri yang baik yang dapat diandalkan untuk mengatasi

stres yang mereka alami sebagai mahasiswa tingkat pertama.

Schneiders (1964) memberikan beberapa kriteria individu dengan

penyesuaian diri yang baik, salah satunya adalah kontrol diri, yaitu cara individu

mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi peristiwa

dalam hidupnya. Konsep ini oleh Rotter disebut dengan Locus of Control yang terdiri dari dua kutub yang bersifat kontinuum, internal dan eksternal.

Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal, yang meyakini bahwa ia memiliki kendali atas perisitiwa dalam hidupnya melalui

kemampuan (ability) dan usaha (effort), disebutkan memiliki kontrol perilaku lebih baik, lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan yang

berhubungan dengan situasi yang dihadapi, memiliki self-esteem yang tinggi, dan memiliki kemampuan mengatasi stres lebih baik. Kemampuan ini tentu diperlukan

oleh individu-individu yang sedang melakukan penyesuaian diri terhadap

perubahan ataupun lingkungan baru.

Sedangkan bagi individu yang meyakini bahwa sumber penyebab

(41)

ketidakberuntungan (luck). Hal ini diasumsikan akan menyebabkan penyesuaian diri yang dilakukan akan berjalan lebih lama karena akan lebih sulit mengubah

lingkungan atau hal-hal yang ada di luar kendali diri.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka peneliti memiliki hipotesa

bahwa terdapat hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri

pada mahasiswa tingkat pertama. Semakin tinggi tingkat locus of control seseorang (semakin eksternal), maka akan semakin buruk penyesuaian dirinya.

Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat locus of control seseorang (semakin internal), maka akan semakin baik pula penyesuaian dirinya.

Selain itu, terdapat hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Ada hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri

akademik, sosial, dan komitmen.

2. Pada dimensi prestasi, ada hubungan negatif antara kemampuan

(ability), usaha (effort), konteks (context), dan keberuntungan (luck) dengan penyesuaian diri, baik secara akademik, sosial, dan komitmen.

3. Pada dimensi afiliasi, ada hubungan negatif antara kemampuan

(42)

28

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Variabel 1 : Locus of Control

b. Variabel 2 : Penyesuaian Diri

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Definisi Operasional Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri pada mahasiswa adalah pikiran, perasaan, dan perilaku

mahasiswa untuk mengatasi tuntutan dan tekanan yang disebabkan oleh

perubahan masa sekolah ke masa perkuliahan dengan cara mengikuti

perkuliahan dengan baik (akademik), membina hubungan dengan civitas academica (sosial), serta berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan

perkuliahan (komitmen).

2. Definisi Operasional Locus of Control

Locus of Control adalah keyakinan individu mengenai penyebab peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya. Locus of control bersifat kontinum,

(43)

Internal locus of control adalah keyakinan individu bahwa apapun yang terjadi padanya dikendalikan oleh dirinya sendiri. Atribusi dari internal locus

of control terdiri dari kemampuan dan usaha. Semakin rendah skor kemampuan dan usaha yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin

internal, dan semakin tinggi skor kemampuan dan usaha yang diperoleh,

mengindikasikan locus of control yang semakin eksternal.

Sementara external locus of control adalah keyakinan individu bahwa

apapun yang terjadi padanya dikendalikan kekuatan di luar dirinya. Atribusi

dari external locus of control terdiri dari konteks dan keberuntungan. Semakin

tinggi skor konteks dan keberuntungan yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin eksternal, dan semakin rendah skor konteks dan keberuntungan yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin

internal.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat

pertama di Universitas Sumatera Utara. Adapun karakteristik populasi yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Berstatus sebagai mahasiswa tingkat pertama (semester satu atau dua)

di Universitas Sumatera Utara

(44)

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode non-probability sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan apabila tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama

untuk menjadi subjek penelitian. Adapun jenis non-probability sampling yang digunakan adalah incidental sampling dengan alasan kemudahan akses, hemat waktu, dan kepraktisan di lapangan. Kelemahan metode ini adalah peneliti

tidak dapat melakukan generalisasi karena sampel yang ada tidak cukup

merepresentasikan populasi secara keseluruhan.

Secara tradisional, jumlah sampel yang lebih dari 60 orang dapat

dikatakan sudah cukup banyak (Azwar, 2013). Peneliti telah menyebar 200 alat

ukur, akan tetapi peneliti hanya mengolah data dari 174 orang subjek karena

sebanyak 26 responden lainnya tidak mengembalikan lembar kuesioner.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung

dari sampel penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penggunaan alat ukur psikologis berbentuk kuesioner sebagai instrumen

penelitian, yang berisi pernyataan tertulis yang berhubungan dengan variabel

penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua alat ukur psikologis

(45)

1. Pengukuran Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri pada mahasiswa diukur dengan menggunakan alat ukur

yang telah diterjemahan dan dimodifikasi dari Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) yang dikembangkan oleh Baker & Siryk pada 1989 dan

telah diadaptasi oleh Andulsalam pada 2003. SACQ merupakan alat ukur yang

terdiri dari 18 aitem yang mengukur tiga aspek penyesuaian diri, yaitu

akademik, sosial, dan komitmen. SACQ memiliki empat pilihan respon, yaitu

Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju

(SS). Semakin tinggi skor penyesuaian diri yang diperoleh, maka semakin baik

pula penyesuaian diri yang dilakukan individu tersebut. Sebaliknya, semakin

rendah skor penyesuaian diri yang diperoleh, maka semakin buruk pula

penyesuaian diri yang dilakukan individu tersebut.

Berikut ini merupakan tabel blue print dari Student Adaptation to College Scale:

Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri

No. Aspek Nomor Aitem

(Favorable)

Nomor Aitem (Unfavorable)

1 Akademik 1, 8, 10, 15 3, 12 2 Sosial 4, 6, 7, 11, 13, 14,16 - 3 Komitmen 2, 5, 9 17,18

2. Pengukuran Locus of Control

Locus of control diukur dengan menggunakan alat ukur yang telah

diterjemahkan dan dimodifikasi dari Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS) yang dikembangkan oleh Lefcourt pada 1981.

(46)

dimensi, yaitu prestasi (achievement) dan afiliasi (affiliation), dimana masing-masing dimensi terdiri dari dua aspek, yaitu internal, yang terdiri dari

kemampuan (ability) dan usaha (effort), dan eksternal, yang terdiri dari konteks (context) dan keberuntungan (luck). MMCS memiliki empat pilihan respon,

yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat

Setuju (SS). Semakin tinggi skor locus of control yang diperoleh mencerminkan locus of control yang semakin eksternal. Sebaliknya, semakin

rendah skor locus of control yang diperoleh mencerminkan locus of control yang semakin internal.

Berikut merupakan tabel blue print dari Multidimensional Multiattributional Causality Scale:

Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control

No. Bagian Context Luck Ability Effort

1 Achievement 11, 18,

E. UJI INSTRUMEN PENELITIAN 1. Validitas Alat Ukur

Pengukuran validitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana sebuah

alat ukur mampu menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2013). Adapun validitas

yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas isi berkaitan dengan berkaitan dengan sejauh mana aitem-aitem

(47)

isi dalam penelitian ini diperoleh melalui validasi logik dengan mengevaluasi

relevansi aitem berdasarkan kesepakatan dengan penilai yang kompeten

(professional judgement) (Azwar, 2013).

2. Daya Diskriminasi Aitem

Pengujian daya diskriminasi aitem diperlukan untuk mengetahui sejauh

mana aitem dapat membedakan individu yang memiiki dan yang tidak

memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2013). Pengujian daya diskriminasi

aitem dilakukan dengan komputasi korelasi skor aitem dengan skor total tes

dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS 18.0 for Windows. Batas nilai indeks daya diskriminasi aitem dalam penelitian ini adalah 0,3 (Azwar, 2013). Adapun hasil uji daya

diskriminasi aitem dapat dilihat pada Lampiran 2.

Uji coba alat ukur pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali,

dimana uji coba pertama dilakukan pada 60 orang subjek dan uji coba kedua

dilakukan pada 30 orang subjek.

a. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penyesuaian Diri

Jumlah aitem alat ukur penyesuaian diri yang diujicobakan pada uji

coba pertama adalah 36 aitem. Setelah dilakukan analisis terhadap data

yang diperoleh, terdapat 30 aitem yang diputuskan untuk diikutsertakan

dalam uji coba kedua berdasarkan pertimbangan indeks daya

(48)

(riX > 0,25) dan uji validitas isi yang dilakukan bersama professional

judgement, dan terdapat 6 aitem yang gugur.

Dari 30 aitem yang diujicobakan pada uji coba kedua, diperoleh 16

aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 (riX > 0,3), 2 aitem

yang memiliki nilai diskriminasi di bawah 0,3 (riX = 0.283 dan riX =

0.287) yang setelah dipertimbangkan melalui validasi logik bersama

penilai yang kompeten tetap disertakan, dan 12 aitem yang gugur.

Tabel 4. Distribusi Aitem Alat Ukur Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba

No. Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

1 Akademik 1, 8, 10, 15 3, 12 6 33,33% 2 Sosial 4, 6, 7, 11,

13, 14,16 - 7 38,89% 3 Komitmen 2, 5, 9 17,18 5 27,28%

Total 14 4 18 100%

b. Hasil Uji Coba Alat Ukur Locus of Control

Jumlah aitem alat ukur locus of control yang diujicobakan pada uji

coba pertama adalah 48 aitem. Setelah dilakukan analisis terhadap data

yang diperoleh, terdapat 44 aitem yang diputuskan untuk diikutsertakan

dalam uji coba kedua berdasarkan pertimbangan indeks daya

diskriminasi aitem berdasarkan tabel korelasi Pearson Product Moment (riX > 0,25) dan uji validitas isi yang dilakukan bersama professional

judgement, dan terdapat 4 aitem yang gugur.

Dari 44 aitem yang diujicobakan pada uji coba kedua, diperoleh 29

aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 (riX > 0,3) dan 15 aitem

(49)

Tabel 5. Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of Control Setelah Uji Coba

No. Dimensi Favorable Unfavorable Total Bobot

Context Luck Ability Effort

1 Prestasi 11, 18, 20, 27

3, 15, 19,

24, 28 1, 16 2, 10, 21 14 48,28% 2 Afiliasi 9, 29 5, 13,

22, 26

4, 7, 14, 23

6, 8, 12,

17, 25 15 51,72%

Total 15 14 29 100%

3. Reliabilitas Alat Ukur

Pengukuran reliabilitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana alat

ukur dapat dipercaya dan konsisten (Azwar, 2013). Reliabilitas adalah

konsistensi skor yang dihasilkan oleh subjek yang sama ketika diberikan

kembali alat ukur yang sama namun pada kesempatan berbeda (Anastasi &

Urbina, 1997).

Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pendekatan konsistensi internal berupa koefisien Cronbach

Alpha. Pengukuran reliabilitas alat ukur akan dilakukan secara komputasi dengan bantuan program SPSS 18.0 for Windows. Koefisien reliabilitas

memiliki rentang angka 0 – 1,00. Sebuah alat ukur dianggap reliabel jika

koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00.

Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan, SACQ memiliki

koefisien reliabilitas sebesar 0,774 dan MMCS memiliki koefisien reliabitas

sebesar 0,610. Adapun hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat di

(50)

F. PROSEDUR PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap

persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan terlebih dahulu beberapa alat

ukur penyesuaian diri dan alat ukur locus of control yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Setelah mendapatkan alat ukur yang dimaksud,

peneliti melakukan proses back translation pada kedua alat ukur. Kemudian peneliti bersama dosen pembimbing merevisi kembali alat ukur yang telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar kalimatnya lebih mudah

dipahami. Penyusunan alat ukur dilanjutkan dengan membuat blue print, dimana pada awalnya alat ukur penyesuaian diri terdiri dari 36 buah aitem dan

alat ukur locus of control terdiri dari 48 buah aitem. Setiap aitem memiliki 4 pilihan respon. Alat ukur akan dicetak pada kertas berukuran A4 70g yang

disusun dalam bentuk booklet.

Setelah perancangan alat ukur selesai, peneliti melakukan uji coba alat

ukur. Uji coba ini dilakukan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas

dari alat ukur. Setelah tahap uji coba dilakukan, peneliti akan merevisi alat

ukur dengan cara memilih aitem-aitem berdasarkan indeks daya diskriminasi

(51)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengambil data penelitian yang sebenarnya. Alat

ukur diberikan kepada sampel yang telah ditentukan dengan menjelaskan

tujuan dari pengisian alat ukur. Peneliti juga memberikan reward kepada

subjek penelitian sebagai bentuk apresiasi karena telah bersedia meluangkan

waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah memperoleh seluruh data dari subjek penelitian, penelitia

melakukan pengolahan data dengan menggunakan metode analisa data inferensial,

yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan hubungan atau komparasi dari dua buah

variabel. Jika data memenuhi uji asumsi parametrik, maka teknik inferensial yang

digunakan adalah teknik korelasi Pearson Product Moment. Akan tetapi jika data tidak memenuhi uji asumsi parametrik, maka analisa data akan menggunakan

(52)

38

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Penelitian ini melibatkan 174 orang subjek yang merupakan mahasiswa

tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara. Berikut ini merupakan deskripsi

dari subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, tingkat

pendidikan, fakultas/jurusan, jalur masuk kuliah, IPK terakhir, agama, suku, asal

daerah, dan tempat tinggal (keterangan tabel: ditebalkan = kelompok dengan jumlah paling banyak ; dimiringkan = kelompok dengan jumlah paling sedikit).

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Sebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase

17 12 6,90

18 90 51,72

19 61 35,06

20 11 6,32

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek

terbanyak adalah mahasiswa berusia 18 tahun, yakni 90 orang (51,72%), dan

subjek paling sedikit adalah mahasiswa berusia 20 tahun berjumlah 11 orang

Gambar

Tabel 1.  Perbedaan Karakteristik Locus of Control
Tabel 2.  Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri
Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control
Tabel 5.  Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of Control Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku merokok mahasiswa UNNES termasuk dalam kriteria sedang pada mahasiswa internal locus of control dan external locus of control, yang berarti bahwa mahasiswa internal locus

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Penyesuaian Diri ... Pengertian Penyesuaian Diri ... Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh korelasi antara locus of control internal dengan komitmen organisasi (r) sebesar 0,840 dengan p=0,000 dimana p &lt; 0,01, hal

Hubungan antara Locus of Control Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karir pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) .... Hubungan antara Locus of Control Internal

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Penyesuaian Diri ... Pengertian penyesuaian diri ... Aspek-aspek penyesuaian diri

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara locus of control dan penyesuaian diri pada mahasiswa tahun pertama Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Pemilihan ini dilandasi oleh hasil survei yang telah dilakukan sebelumnya, dimana komponen-komponen kontrol diri banyak dipertimbangkan sebagai variabel yang

Siswa yang mempunyai locus of control internal, ketika dihadapkan pada pemilihan karir, maka siswa akan melakukan usaha untuk mengenali diri, mencari tahu tentang pekerjaan