1
A. LATAR BELAKANG
Masa remaja dikenal sebagai sebuah periode perkembangan yang penting (Arnett, 2000). Pada akhir periode ini, transisi dari SMA ke Perguruan Tinggi merupakan salah satu dari banyak bentuk perubahan hidup yang besar bagi kebanyakan remaja (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007). Perubahan ini disebutkan memberikan begitu banyak kesempatan dan pengalaman baru yang mampu menstimulasi remaja, baik secara sosial dan intelektual (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2012). Akan tetapi di saat yang sama, bagi banyak remaja yang kemudian menyandang status sebagai mahasiswa baru, memasuki lingkungan Perguruan Tinggi juga merupakan waktu yang penuh tekanan (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2007).
Mahasiswa baru biasanya memiliki harapan tertentu terhadap kehidupan perkuliahan. Kebanyakan dari mereka berharap mendapatkan kebebasan lebih sehingga sangat bersemangat memulai dunia perkuliahan. Akan tetapi, kemudian mereka menemukan bahwa yang terjadi sebenarnya jauh dari harapan. Hal ini menyebabkan mereka merasa tidak bahagia dan tidak nyaman berada di lingkungan baru. Akan tetapi apapun harapannya, hampir setiap mahasiswa baru dipastikan mengalami kesulitan di awal masa perkuliahannya (Al-Qaisy, 2010).
dengan perkiraannya. Batas ketidakhadiran di kelas yang dibatasi, dosen yang sering hadir terlambat atau bahkan tidak hadir, akhir pekan yang dihabiskan untuk menghadiri kelas pengganti, sistem belajar SKS yang tidak dimengerti, metode belajar dengan presentasi, dan peraturan kampus yang rumit, adalah beberapa hal yang membuatnya terkejut di tahun pertamanya sebagai mahasiswa (Zoditama, 2010).
Banyak mahasiswa baru yang kemudian kewalahan dengan tuntutan-tuntutan perkuliahan yang mungkin berbeda dari masa sekolah dulu (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Berlakunya sistem pendidikan dengan standar yang lebih tinggi merupakan salah satu perubahan yang dialami oleh mahasiswa baru (Al-Qaisy, 2010). Sistem Kredit Semester, yang lazim diterapkan di tingkat Perguruan Tinggi, menuntut tanggung jawab lebih besar daripada sistem penyelenggaraan pendidikan di masa SMA.
pengaturan waktu, nilai hidup yang diperoleh dari lingkungan, serta kemandirian dan tanggung jawab yang meningkat.
Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 65 orang mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara, partisipan survei juga mengalami berbagai perubahan dan perbedaan tuntutan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perubahan yang dialami antara lain seperti perbedaan sistem belajar mengajar, perbedaan jadwal, beban tugas yang semakin bertambah, lingkungan dan teman-teman baru, dosen yang tidak memberi perhatian lebih seperti guru, meningkatnya kebebasan dan kemandirian, serta perbedaan budaya dari demografis mahasiswa yang sudah lebih variatif. Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 80% mahasiswa tingkat pertama di USU yang berpartisipasi menyatakan bahwa perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kondisi tertekan yang memengaruhi jalannya proses perkuliahan.
Walaupun banyak dari mahasiswa baru yang kemudian berhasil melewati masa transisi, beberapa orang lainnya terjebak di dalam kondisi stres, bahkan depresi, yang diakibatkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengam transisi ini (Gall, Evans, & Bellerose, 2000). Stres akademik pada mahasiswa baru biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka untuk mengerjakan tugas dalam tenggang waktu yang singkat dengan jumlah tugas yang terlalu banyak, tidak menyelesaikan tugas tepat waktu, berharap dapat menyelesaikan beberapa tugas sekaligus, dan kesulitan menghadapi dosen (Ragheb & McKinney, 1989).
Heck, 1996; Edwards, Hershberger, Russell, & Market, 2001; Misra, McKean, West, & Russo, 2000). Stres yang dialami pada mahasiswa tingkat pertama berpengaruh negatif terhadap nilai akademis dan motivasi belajar (Struthers, Perry, & Menec, 2000), serta ketekunan belajar pada mahasiswa tersebut (Perrine, 1999).
Baker & Siryk (dalam Salami, 2011) menyebutkan bahwa mahasiswa baru umumnya menyesuaikan diri dalam empat hal, yaitu akademik, sosial, emosional, dan komitmen (intitutional attachment). Penyesuaian akademis adalah bentuk usaha yang dilakukan mahasiswa baru dalam menghadapi tuntutan akademis, seperti motivasi untuk menyelesaikan tugas dan usaha untuk mencapai prestasi. Penyesuaian sosial merupakan bentuk keterlibatan aktivitas sosial mahasiswa baru selama berkuliah. Penyesuaian emosional melibatkan kerentanan mahasiswa baru terhadap masalah emosional, seperti gejala-gejala depresi yang timbul akibat masalah yang dialami sebagai mahasiswa baru. Sedangkan komitmen (institutional attachment) menjelaskan kepuasan mahasiswa baru terhadap pengalaman berkuliah secara umum dan keputusannya untuk terus melanjutkan perkuliahan walaupun banyaknya masalah yang harus dihadapi selama berkuliah.
Penelitian ini akan membahas salah satu dari karakteristik psikologis yang telah disebutkan di atas, yaitu kontrol diri. Kontrol diri adalah cara individu mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi hal-hal yang terjadi pada mereka, yang oleh Rotter disebut dengan locus of control. Menurut Demirtas & Günes, locus of control dianggap sebagai keyakinan individu tentang siapa atau apa yang bertanggung jawab atas hasil dari perilaku atau peristiwa dalam kehidupan mereka (dalam Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012).
Pemilihan ini dilandasi oleh hasil survei yang telah dilakukan sebelumnya, dimana komponen-komponen kontrol diri banyak dipertimbangkan sebagai variabel yang berkaitan dengan keberhasilan penyesuaian diri mahasiswa tingkat pertama yang berpartisipasi dalam survei. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo & Sukarti (2007) menunjukkan bahwa locus of control berkorelasi secara signifikan dengan coping stress. Lazarus (1969) menyebutkan bahwa coping merupakan salah satu usaha yang dilakukan individu dengan tujuan untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan atau masalah yang dianggap berada di luar batas kemampuan dirinya.
(effort). Sementara individu yang meyakini bahwa peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan hasil dari keberuntungan (luck) dan kekuasaan orang lain (context) di lingkungannya pada situasi yang sama, dikategorikan memiliki external locus of control.
Penelitian yang dilakukan oleh Phares (dalam Schultz & Schultz, 1994) menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of control memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah, tingkat harga diri (self-esteem) yang lebih tinggi, lebih siap untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, dan menikmati tingkat kesehatan mental yang lebih baik. Mathur (2014) juga melaporkan bahwa individu dengan internal locus of control memperoleh nilai akademik yang lebih baik daripada individu dengan external locus of control. Begitu pula dengan yang disebutkan oleh Lefcourt, Martin, Fick, & Wendy (1985) bahwa individu dengan internal locus of control merupakan individu yang mampu berinteraksi dengan baik (skilled social interactors) karena memiliki keahlian sosial (social skill) dan sensitivitas tinggi terhadap orang lain dan lingkungan. Kemampuan-kemampuan di atas diperkirakan mampu mendukung penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu, termasuk juga mahasiswa tingkat pertama.
serta atribusi yang mendukungnya seperti yang telah dijelaskan di atas, juga terjadi di kalangan mahasiswa baru, khususnya di Universitas Sumatera Utara.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengetahui: Apakah ada hubungan antara locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan masing-masing aspek dan atribusinya?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris untuk menjawab permasalahan utama, yaitu mengetahui hubungan locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, berupa: a. Sumbangan ilmu kepada ilmu pengetahuan di bidang psikologi klinis
yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri dan locus of control b. Sebagai referensi dalam pengembangan alat ukur locus of control dan
c. Sebagai referensi teoritis atau empiris untuk penelitian lain di masa mendatang
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Sebagai acuan atau informasi bagi para mahasiswa tingkat pertama tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses penyesuaian diri yang harus mereka lakukan di awal masa kuliah.
b. Sebagai referensi bagi pihak kampus untuk menyusun program untuk membantu atau menjadi katalisator dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswanya.
E. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika penelitian pada penelitian ini terdiri dari lima bab, dimulai dari bab I sampai dengan bab V. Adapun sistematika penelitian pada penelitian ini adalah :
1. BAB I – Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
2. BAB II – Tinjauan Pustaka
hubungan locus of control dengan penyesuaian diri, serta hipotesa penelitian.
3. BAB III – Metode Penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.
4. BAB IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi uraian hasil penelitian, seperti gambaran umum dan karakteristik subjek penelitian dan cara analisa data, serta interpretasi data dan pembahasan.
5. BAB V – Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun berdasarkan analisa dan interpretasi data penelitian, yang juga dilengkapi dengan saran-saran bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh.