BAB II LANDASAN TEORI
C. Penyesuaian Fiskal
Penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial (diluar unsur penghasilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan Final dan tidak termasuk objek pajak) dalam rangka
menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan Undang-undang PPh
beserta aturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan
dan/atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada penghasilan neto
Dalam buku pedoman pengisian SPT Wajib Pajak Badan
halaman 6 dan pada formulir 1771 Lampiran I, penyesuaian fiskal
dikelompokkan menjadi :
1. Penyesuaian Fiskal Positif
a. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pemegang saham, sekutu, anggota.
Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang-undang PPh,
biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau angota,
seperti perbaikan rumah, premi asuransi, biaya perjalanan untuk
kepentingan pribadi para pemegang saham tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
Menurut pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-undang PPh,
pembentukan dana cadangan tidak dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan. Namun untuk jenis usaha tertentu yang secara
ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup
biaya atau beban perusahaan.
1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995
Menurut keputusan Menteri Keuangan no
80/KMK.04/1995 pasal 1 ayat (2) besarnya dana cadangan
a) Bank maximal 3% dari rata-rata saldo awal dan
saldo akhir piutang.
b) Sewa guna usaha dengan hak opsi sebesar 2,5% dari
rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.
SE-09/PJ.42/1999
Menurut surat edaran direktur jenderal pajak No.
SE-09/PJ.42/1999, dinyatakan bahwa besarnya dana cadangan
piutang tak tertagih yang diperkenankan untuk dibebankan
sebagai biaya untuk jenis usaha bank, yaitu sebagai
berikut:
a) Untuk kredit yang digolongkan lancer, dalam
perhatian khusus dan kurang lancer ditentukan
perhitungan secara bertahap.
b) Untuk kredit yang digolongkan diragukan adalah
50% setelah dikurangi nilai anggunan
c) Untuk kredit yang digolongkan macet adalah 100%
setelah dikurangi nilai anggunan.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk
natura atau kenikmatan.
Berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e Undng-undang PPh ,
penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk
natura atau kenikmatan bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP
213/PJ/2001
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP
213/PJ/2001 Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) yang
mengatakan bahwa :
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah sarana dan fasilitas di lokasi
pekerjaan untuk :
a) Tempat tinggal termasuk perumahan bagi pegawai
dan keluarganya, sepanjang dilokasi bekerja tersebut
tidak ada tempat tinggal yang dapat disewa;
b) Pelayanan kesehatan bagi pegawai, sepanjang
c) Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya,
sepanjang dilokasi tidak ada sarana pendidikan yang
setara
d) Pengangkutan bagi pegawai di lokasi bekerja,
sedangkan pengangkutan bagi anggota keluarga dari
pegawai yang bersangkutan terbatas pada
pengangkutan sehubungan dengan kedatangan
pertama ke lokasi bekerja dan kepergian pegawai
dan keluarganya karena terhentinya hubungan kerja.
e) Olahraga bagi pegawai dan keluarganya tidak
termasuk golf, boating dan pacuan kuda, sepanjang
dilokasi bekerja tidak terdapat sarana yang
dimaksud.
Pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk natura dan
kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
merupakan penghasilan bagi pegawai dan dapat
dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja pada tahun
pajak dibayarnya atau terutangnya pengeluaran tersebut.
2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-220/PJ/2002
Menurut keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-220/PJ/2002 Pasal 2 mengatakan bahwa atas biaya
bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk antar jemput pegawai,
dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II dan atas
biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus,
minibus atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan oleh
perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sehubungan dengan pekerjaan.
Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPh,
pembayaran gaji, honorarium. Dan imbalan lain sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang
saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
undang-undang PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran.
e. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang PPh , bantuan
atau sumbangan dan harta hibaan yang diterima oleh badan
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak
terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Bagi Wajib
Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan
menurut Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-undang PPh tidak
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
245/PMK.03/2008 menyatakan bahwa :
1) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud adalah badan
keagamaan yang kegiatannya semata-mata mengurus
tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan,
kegiatan di bidang keagamaan, yang tidak mencari
keuntungan.
2) Badan pendidikan sebagaimana dimaksud adalah badan
pendidikan yang kegiatannya sernata-mata
menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari
keuntungan.
3) Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi sebagaimana
dimaksud adalah badan sosial yang kegiatannya
semata-mata menyelenggarakan:
a. pemeliharaan kesehatan;
c. pemehharaan anak yatim-piatu, anak atau orang
terlantar, dan anak atau orang cacat;
d. santunan dan/atau pertolongan kepada korban
bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
e. pemberian beasiswa;
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
g. kegiatan sosial lainnya,
yang tidak mencari keuntungan.
4) Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha
kecil sebagaimana dimaksud adalah orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan usaha, kecil yang memiliki
dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
f. Pajak Penghasilan.
Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf h Undang-undang PPh, Pajak
Penghasilan serta kredit pajak bukan merupakan biaya
g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau
CV.
Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf I Undang-undang PPh, bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan,
bagi perseroan komanditer pembayaran gaji terhadap para
anggotanya tidak dapat dibebankan sebagi biaya perusahaan.
h. Sanksi administrasi
Sanksi yang diberikan menurut Pasal 9 ayat (1) huruf k
Undang-undang PPh berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan.
i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal
j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal
k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun
2000 menyatakan bahwa dengan keputusan Direktur Jenderral
Pajak dapat ditetapkan saat pengakuannya biaya dalam hal-hal
tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijakan
Pemerintah.
1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
dimaksud dengan kredit non-performing adalah kredit
yang diberikan oleh Bank yang digolongkan sebagai kredit
kurang lancar, diragukan, dan macet
2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-08/PJ.42/2002
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, Bank
wajib menyerahkan daftar debitur yang kreditnya
digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet kepada
Kantor Pelayanan Pajak tempat bank terdaftar sebagai
Wajib Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan.
l. Penyesuaian fiskal lainnya.
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6
undang-undang PPh beserta peraturan pelaksanaanya, dalam hal :
1) Terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial
akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan tidak bersifat final
2) Terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian
yang diakui secara komersial akan tetapi tidak diakui
3) Terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk
usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan
penyesuaian fiskal positif dan negatif.
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-04/PJ/2002 dikatakan bahwa apabila pengajuan keberatan atau
permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan/atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan telah dibayar yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Sedangkan menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-01/PJ.33/2005 menyatakan bahwa berdasarkan pasal
23 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh, atas penghasilan
tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, Penyelenggaraan kegiatan, Bentuk
Usaha Tetap kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas deviden
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g, bunga
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f, royalti,
hadiah dan penghargaan selain telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e.
2. Penyesuaian Fiskal Negatif
Yang dimaksud penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang
dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak) dalam
rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat
mengurangi penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial
tersebut pada penghasilan neto komersial dalam negeri.
Yang termasuk dalam penyesuaian fiskal negatif adalah sebagai
berikut :
a. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal
b. Selisih amortisasi di bawah amortisasi fiskal
c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun
2000, menyatakan bahwa dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam
hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan
1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-184/PJ/2002
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang
dimaksud dengan kredit non-performing adalah kredit
yang diberikan oleh Bank yang digolongkan sebagai kredit
kurang lancar, diragukan, dan macet
2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-08/PJ.42/2002
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, Bank wajib
menyerahkan daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang
lancar, diragukan, dan macet kepada Kantor Pelayanan Pajak
tempat bank terdaftar sebagai Wajib Pajak sebagai lampiran
SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan
d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 Undang-undang PPh
beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat
biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara
komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal.