• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpangan Biaya Produksi Pada PTPN IV Unit/Kebun Pabatu

BAB IV HASIL PENELITIAN

B. Analisis Hasil Penelitian

4. Penyimpangan Biaya Produksi Pada PTPN IV Unit/Kebun Pabatu

Perlu penulis kemukakan bahwa anggaran biaya produksi Kelapa Sawit pada PTPN IV Unit/Kebun Pabatu adalah adalah anggaran bersama yang merupakan satu kesatuan anggaran biaya produksi CPO (Minyak Sawit/MS) dengan anggaran biaya produksi Inti Sawit (IS), begitu juga dengan realisasinya. Sehingga tidak ada pemisahan masing-masing antara anggaran dan realisasi biaya produksi minyak sawit (MS) dengan anggaran dan realisasi biaya produksi Inti Sawit (IS).

Hal ini dapat dimaklumi disebabkan proses produksi minyak sawit (MS) dan Inti Sawit (IS) merupakan proses produksi yang menyatu tetapi menghasilkan dua produk yang berbeda yaitu Minyak Sawit (MS) atau yang sering disebut dengan CPO

dan Inti Sawit (IS). Akan tetapi bukan berarti biaya produksi minyak sawit dengan biaya produksi Inti Sawit tidak dapat dipisahkan. Pemisahan biaya produksi kedua produk tersebut dilakukan di Kantor Pusat, sedangkan di unit Pabatu hal ini tidak dilakukan karena unit tidak diwajibkan untuk menghitung masing-masing biaya produksi tersebut.

Berikut ini penulis akan melakukan analisa terhadap anggaran biaya produksi minyak sawit dan inti sawit serta realisasinya pada tahun 2004, 2005, 2006 pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit/Kebun Pabatu dimana penulis melakukan penelitian. Untuk memudahkan pembahasan mengenai analisa penyimpangan (Varians) biaya produksi minyak sawit dan inti sawit pada PTPN IV Unit/Kebun Pabatu nantinya, penulis mencoba melampirkan tabel yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan adanya penyimpangan yang terdapat dalam proses produksi untuk menghasilkan komoditi yang menjadi pokok usaha perusahaan. Tabel-tabel tersebut adalah tabel perbandingan anggaran dengan realisasi Biaya Produksi Minyak Sawit (MS) dan Inti Sawit (IS) tahun 2004, 2005 dan 2006

TABEL ANGGARAN BIAYA PRODUKSI DAN REALISASI UNIT/KEBUN PABATU TAHUN 2004-2006

Dalam Juta

URAIA N

TAHUN 2004 TAHUN 2005 TAHUN 2006

RK AP ACT VAR % RKA P ACT VAR % RKA P ACT VAR % 1. Biaya Tidak Langsung 4.87 1 5.871 999 20,5 5.767 7.065 1.297 22,5 5.42 2 6.19 0 767 14,2 2. Biaya Langsung -Biaya Tanaman 15.3 59 16.651 1.291 8,4 21.01 8 21.616 597 2,8 26.1 18 25.9 05 (213) 0,8

-Biaya Pabrik 4.10 2 5.663 1.560 38,0 4.436 7.137 2.700 60,9 7.08 3 7.53 9 455 6,4 Total. Biaya Langsung 19.4 02 22.314 2.851 14,7 25.45 5 28.753 3.297 12,9 33.2 02 33.4 44 241 0,7 3. B. Penyusut an 1.70 2 3.301 1.592 93,3 2.063 3.110 1.046 50,7 3.02 7 3.42 1 394 13,0 Biaya Produks i Kebun Sendiri 26.0 43 31.48 6 5.443 20,9 33.2 87 38.928 5.641 16,9 41.6 53 43.0 56 1.40 3 3,4

Berdasarkan tabel diatas, penulis akan menjelaskan mengenai perbandingan yang terjadi antara anggaran dengan realiasi yang melebihi 10% dari yang dianggarkan yang dianggap cukup signifikan, baik itu penyimpangan yang merugikan perusahaan maupun penyimpangan yang menguntungkan perusahaan. Dianggap merugikan karena realisasi biaya yang terjadi melebihi anggaran yang telah ditetapkan. Sedangkan dianggap menguntungkan karena realisasi biaya yang terjadi tidak melebihi dari anggaran yang telah ditentukan perusahaan.

I. Penyimpangan yang terjadi pada Biaya Tidak Langsung

Penyimpangan atau varian yang terjadi pada biaya tidak langsung pada tahun 2004 sebesar Rp. 999 juta (20,5%) adalah varian yang merugikan, begitu juga tahun 2005 Rp. 1297 juta (22,5%) dan pada tahun 2006 merugikan sebesar Rp. 767 juta (14,2%), dengan penjelasan masing-masing mata anggaran sebagai berikut :

akibat kenaikan harga BBM sedang pada tahun 2006 merugikan sebesar Rp. 196 juta (76,6%) karena adanya penerimaan pegawai staf baru yang dipersiapkan untuk menggantikan pegawai staf yang akan memasuki masa pensiun.

b. Biaya gaji dan sosial non staf pada tahun 2006 merugikan sebesar Rp. 323 juta (51,9%) karena adanya kenaikan upah minimum regional (UMR) sesuai ketetapan pemerintah yang berdampak naiknya upah dan lembur karyawan pelaksana.

c. Biaya pengangkutan ,perjalanan dan penginapan pada tahun 2004 merugikan sebesar Rp 72 juta (30,5%) dan pada tahun 2005 merugikan sebesar Rp. 169 juta (71,7%) disebabkan karena naiknya harga bahan bakar untuk angkutan di darat dan tiket pesawat yang tidak diperkirakan sewaktu menyusun anggaran. Pada tahun 2006 merugikan sebesar Rp. 221 juta (78,7%) disebabkan karena adanya kebijakan program pergantian mobil dinas dengan sistem rental dari Kantor Pusat.

d. Biaya penelitian dan percobaan pada tahun 2005 merugikan sebesar RP. 34 juta (tidak dianggarkan sebelumnya) disebabkan adanya penelitian analisa tanah dan analisa daun dari Pusat Penelitian ARAB dan PPKS untuk menentukan kebutuhan jenis dan volume kebutuhan pupuk.

e. Biaya emplasmen pada tahun 2005 merugikan sebesar Rp. 112 juta (19,5%) disebabkan karena kenaikan upah karyawan dan bahan bakar serta bahan bangunan untuk pemeliharaan halaman perumahan dan infrastruktur lainnya dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 135 juta (16,2%) karena lingkungan perumahan memerlukan perawatan yang lebih optimal untuk menghindari serangan nyamuk demam berdarah.

f. Biaya pemeliharaan bangunan rumah pada tahun 2005 merupakan varian yang menguntungkan yaitu sebesar Rp. 167 juta dibawah anggaran (35%), begitu jiga

pada tahun 2006 sebesar Rp. 191 juta (25,0%) disebabkan karena adanya program prioritasisasi dan pertimbangan urgensi terhadap pemeliharaan rumah.

g. Biaya pemeliharaan bangunan perusahaan pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan yaitu sebesar Rp. 81 juta (33,1%) disebabkan karena harga BBM naik yang menyebabkan harga bahan bangunan ikut mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2006 merupakan varian yang menguntungkan sebesar Rp. 43 juta (17,9%) disebabkan karena adanya program efisiensi dan efektifitas terhadap pemeliharaan bangunan yang vital saja.

h. Biaya pemeliharaan jalan, jembatan dan saluran air pada tahun 2005 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 90 juta (29,5%) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 54 juta (16,8%) disebabkan karena banyaknya jalan, saluran air dan jembatan terutama di daerah rendahan yang rusak akibat musim penghujan yang perlu diperbaiki untuk kelancaran pengangkutan produksi.

i. Biaya pemeliharaan inventaris pada tahun 2004 merupakan varian yang menguntungkan yaitu sebesar Rp. 18 juta (56,3%) dan pada tahun 2006 juga merupakan varian yang menguntungkan yaitu sebesar Rp. 13 juta (34,3% disebabkan karena adanya skala proritas terhadap perbaikan inventaris yang benar-benar sangat rusak, sedangkan pada tahun 2005 mengalami kerugian sebesar Rp. 11 juta (143,6%) disebabkan inventaris yang sudah berumur lebih dari 3 tahun memerlukan biaya perawatan yang cukup tinggi.

j. Pemakaian inventaris pada tahun 2004 merupakan varian yang menguntungkan sebesar Rp. 25 juta (43,0%), begitu juga pada tahun 2005 sebesar Rp. (69,7%) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 11 juta (36,9%) karena adanya kebijakan skala prioritas terhadap pemakaian inventaris yang benar-benar dibutuhkan.

k. Pemakaian dan pemeliharaan komputer pada tahun 2004 mengalami kerugian sebesar Rp. 7 juta (14,8%) disebabkan karena adanya kenaikan harga bahan-bahan peralatan komputer.

l. Biaya iuran dan sumbangan pada tahun 2004 mengalami kerugian sebesar Rp. 2 juta (59,1%), tahun 2005 sebesar Rp. 3 juta (51,8%) dan pada tahun 2006 sebsar Rp. 2 juta (48,6 %) dikarenakan adanya kenaikan beban iuran BKSPPS yang dibebankan kepada PTPN IV sebagai anggota Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Negara dan Swasta.

m.Pajak dan sewa tanah/PBB pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 106 juta (15%) dan tahun 2006 sebesar Rp. 397 juta (32,9%) disebabkan karena terjadinya kenaikan beban tarif pajak yang ditetapkan oleh Kantor Pajak.

n. Biaya Asuransi pada tahun 2004 merupakan varian yang menguntungkan sebesar Rp. 25 juta (55,3%) dan tahun 2005 sebesar Rp. 12 juta (38,4%) disebabkan premi asuransi yang dibayar menurun karena adanya kebijakan efektifitas terhadap aset-aset yang vital saja yang diasuransikan.

o. Biaya keamanan pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 156 juta (27,3%), tahun 2005 sebesar Rp. 513 juta (63,3%) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 218 juta (26,7%) disebabkan karena banyaknya pencurian TBS dan mengamankan areal dari para penggarap diperlukan memperketat kemanan dengan menambah tenaga keamanan dan diperlukan koordinasi dengan aparat kepolisian. p. Biaya penerangan pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp.

542 juta (103,2%) dan tahun 2005 sebesar Rp.373 juta ( 38,4%) karena adanya kenaikan tarif listrik dari PLN, sedang pada tahun 2006 merupakan varian yang

menguntungkan sebesar Rp. 197 juta (12,3%) karena adanya program penghematan dalam pemakaian listrik di perumahan dan prasarana lainnya.

q. Biaya persediaan air pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 21 juta (10,1%) dan pada tahun 2005 sebesar Rp. 166 juta (69,1%) disebabkan karena adanya kenaikan tarif retribusi perairan umum (APU) dan air bawah tanah (ABT) yang dibebankan oleh pemerintah.

r. Biaya lain-lain pada tahun 2005 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 20 juta (16,1%) disebabkan karena meningkatnya harga bahan kebutuhan alat kantor (ATK).

s. Andil biaya umum yang dibebankan ke TBM pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 16 juta (15,8%), tahun 2005 sebesar Rp. 85 juta (21,5%) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 336 juta (13,0%). Varian ini sebenarnya adalah varian yang tidak menguntungkan, tetapi karena biaya ini adalah salah satu daripada pengurang biaya produksi maka bisa dikatakan varian biaya ini adalah varian yang menguntungkan perusahaan (karena pengurang biaya produksi menjadi lebih besar). Varian dari biaya ini disebabkan karena realisasi dari biaya umum lebih besar dari anggaran, sehingga realisasi biaya umum yang dibebankan ke TBM pun menjadi lebih besar dari yang dianggarkan.

II. Penyimpangan yang terjadi pada Biaya langsung

Penyimpangan yang terjadi pada Biaya Langsung pada tahun 2004 adalah adanya selisih sebesar Rp. 2.851 juta yang sifatnya merugikan perusahaan (14,7% melebihi anggaran yang sudah ditetapkan), akan tetapi tidak semua item di dalam biaya produksi langsung ini merugikan (realisasi diatas anggaran) karena ada juga beberapa item di dalamnya yang justru menguntungkan perusahaan (realisasi dibawah

anggaran), begitu juga pada tahun 2005 sebesar Rp. 3297 juta (13,0% diatas anggaran), dengan penjelasan masing-masing mata anggaran sebagai berikut :

a. Gaji, tunjangan & biaya sosial pegawai staf Tanaman pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 114 juta (29,4%), tahun 2005 sebesar Rp. 304 juta (49,7%) karena adanya kenaikan harga bahan bakar menyebabkan tunjangan kendaraan / bahan bakar pegawi staf juga mengalami kenaikan dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 710 juta (95,0%) karena adanya program penerimaan pegawai staf baru untuk dipersiapkan menggantikan yang akan pensiun.

b. Biaya pemeliharaan Tanaman menghasilkan pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 1515 juta (53,7%) dan tahun 2005 sebesar 613 juta (11,0%) disebabkan karena :

- Meningkatnya biaya pemeliharaan jalan, saluran air karena banyaknya jalan untuk menuju kebun-kebun sawit yang rusak dan perlu diperbaiki, serta naiknya biaya bahan dan alat perlengkapan untuk pemeliharaan jalan.

- Meningkatnya biaya penyiangan karena biaya garuk piringan/pasar pikul (khemis) yang jauh meningkat diluar dugaan sebelumnya, meningkatnya biaya untuk wiping lalang, biaya dongkel kayu-kayuan, babat gawangan, serta meningkatnya biaya bahan kimia dan alat perlengkapan untuk penyiangan.

- Adanya alokasi biaya penyebaran tandan kosong padahal biaya ini tidak direncanakan dalam anggaran.

- Biaya lain-lain seperti biaya pangkasan, pemeliharaan piringan, centeng dan penjaga meningkat.

c. Biaya pemupukan pada tahun 2004 merupakan varian yang menguntungkan sebesar 1.071 juta (16,6% dibawah anggaran), tahun 2005 Rp. 1.491 juta (19,8%

dibawah anggaran) dan tahun 2006 sebesar Rp. 1.906 juta (20,8% dibawah anggaran) disebabkan karena keterlambatan kedatangan pupuk dari Kantor Pusat sehinggga realisasi pemupukan tidak sesuai dengan yang direncanakan/tertunda pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena wewenang pengadaan pupuk ada di Kantor Pusat sehingga Unit/Kebun Pabatu melaksanakan pemupukan bergantung dengan kedatangan pupuk yang didroping oleh Kantor Pusat. Keterlambatan pemupukan ini bisa berdampak merugikan perusahaan dimasa yang akan datang karena dapat menyebabkan produksi TBS menurun.

d. Biaya panen pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 579 juta (17,4%), tahun 2005 sebesar Rp. 832 juta (17,7%) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.328 juta (21,3%) disebabkan karena adanya kenaikan upah dan premi mandor dan karyawan pemanen serta kenaikan harga bahan dan alat-alat panen.

e. Biaya pengangkutan ke pabrik pada tahun 2005 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 337 juta (13,0%) varian ini disebabkan karena naiknya harga BBM dan suku cadang kendaraan yang berdampak pada kenaikan tarif angkutan TBS ke pabrik, juga disebabkan karena naiknya upah dan biaya sosial supir, tukang muat/bongkar, dan kenek.

f. Gaji, tunjangan dan biaya sosial pegawai staf pengolahan pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 94 juta (18,0%), tahun 2005 sebesar Rp. 376 juta (78,2%) dan tahun 2006 sebesarRp. 420 juta (65,6%) disebabkan karena kenaikan tunjangan bahan bakar/tunjangan kendaraan pegawai staf pengolahan dan staf teknik akibat meningkatnya harga bahan bakar dan juga karena meningkatnya produksi yang diolah sehingga premi olah staf pengolahan juga naik.

g. Biaya pengolahan pada tahun 2005 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 1.501 juta (49,9%) disebabkan karena kenaikan gaji dan premi karyawan pengolahan, kenaikan bahan bakar untuk pembangkit listrik dan tenaga uap dan kenaikan bahan kimia untuk proses pengolahan.

h. Biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pada tahun 2004 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 1.578 juta (46,6%) disebabkan banyaknya TBS yang diolah tahun ini mengakibatkan pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik ditingkatkan disamping juga harga bahan material melonjak.

i. Biaya pengepakan pada tahun 2004 meerupakan varian yang merugikan yaitu sebesar Rp. 9 juta (15,7% diatas anggaran) disebabkan kenaikan harga goni untuk pembungkus inti sawit. Pada tahun 2005 biaya pengepakan merupakan varian yang menguntungkan sebesar Rp.11 juta (23,6% dibawah anggaran) dan tahun 2006 Rp. 9 juta (15,3% dibawah anggaran) karena sebagian inti sawit yang dikirim diganti dengan sistem curah (tidak digonikan).

j. Asuransi pabrik pada tahun 2004 merupakan varian yang menguntungkan sebesar Rp. 169 juta (61,8% dibawah anggaran), tahun 2005 sebesar Rp. 210 juta (44,4% dibawah anggaran) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 343 juta (72,2% dibawah anggaran) karena menurunnya premi asuransi yang dibayar akibat adanya skala proritas terhadap asset yang vital saja yang diasuransikan.

k. Biaya pengolahan dari kebun seinduk pada tahun 2005 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 17 juta yang sebelumnya tidak dianggarkan disebabkan adanya beban biaya olah dari Kebun Adolina karena produksi TBS diolah ke Unit/Kebun Adolina akibat over produksi, sehingga bisa dikatakan varian biaya ini adalah varian yang menguntungkan perusahaan (produksi Unit/Kebun Pabatu

meningkat maka profit perusahaan juga meningkat). Perlu untuk diketahui, Unit/Kebun Adolina adalah Unit/Kebun yang berada dalam satu Grup Unit Usaha (GUU) yang sama dengan Unit/Kebun Pabatu, yaitu GUU III.

l. Biaya pengolahan kebun non plasma pada tahun 2005 merupakan varian yang merugikan sebesar Rp. 866 juta (25,6% dibawah anggaran) dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 329 juta (11,2% dibawah anggaran) karena TBS yang dibeli dari petani tidak sesuai target, maka biaya pengolahan TBS realisasinya juga dibawah anggaran.

III. Penyimpang (varian) yang terjadi pada Biaya penyusutan

Pada tahun 2004 s/d tahun 2006 beban biaya penyusutan merupakan varian yang merugikan perusahaan yaitu tahun 2004 sebesar Rp. 1592 juta (93,2%), tahun 2005 Rp. 1.046 juta (50,7%) dan tahun 2006 sebesar Rp. 394 juta (13,0%). Varians ini disebabkan penyusutan yang terjadi melebihi dari anggaran yang ada, hal ini menunjukkan masih kurang akuratnya perencanaan beban penyusutan aset yang dibebankan ke biaya produksi. Berdasarkan informasi yang diperoleh oleh Penulis, dalam penyusunan anggaran Biaya Produksi ada kemungkinan Biaya penyusutan ini sering dijadikan alat untuk menekan biaya produksi dan Harga Pokok Produksi. Apabila Anggaran Biaya Produksi Unit/Kebun yang diajukan oleh Manajer Unit dianggap terlalu besar oleh Kantor Pusat, maka salah satu cara yang paling mudah untuk menguranginya adalah dengan mengurangi beban biaya penyusutan. Hal ini dikarenakan Kantor Pusat menginginkan Harga Pokok Produksi yang seminimal mungkin, sehingga yang dominan dilihat oleh Tim Kantor Pusat adalah Harga Pokok Produksi secara keseluruhan bukan item per item dari anggaran Biaya Produksi.

Dokumen terkait