• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOP penanakan beras jagung diperoleh berdasarkan kajian SOP yang telah dilakukan sebelumnya. SOP ini terdiri atas SOP perbandingan beras jagung dan air tanak serta SOP perlakuan awal. Hasil penyusunan SOP penanakan disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. SOP penanakan beras jagung

Keterangan:

A = ukuran > 4 mm C = ukuran 2.36-3.35 mm B = ukuran 3.35-4 mm D = ukuran 1.18-2.36 mm

Berdasarkan hasil penyusunan SOP penanakan (Tabel 9) diketahui bahwa pada basis 50 gram beras jagung SOP perbandingan beras jagung dan air tanak optimal untuk beras jagung A dan B adalah 1:7, sedangkan SOP perbandingan beras jagung dan air tanak untuk beras jagung C adalah 1:5 dan untuk beras jagung D adalah 1:4.

SOP perlakuan awal untuk beras jagung A adalah perendaman dalam air dingin selama 5 jam dan perendaman dalam air panas selama 60 menit. SOP perlakuan awal untuk beras jagung B adalah perendaman dalam air dingin selama 4 jam dan perendaman dalam air panas selama 50 menit, sedangkan

SOP Penanakan Beras

Jagung Perbandingan Beras

Jagung dan Air Tanak Perlakuan Awal

A 1:7 - Perendaman dalam air dingin 5 jam - Perendaman dalam air panas 60 menit B 1:7 - Perendaman dalam air dingin 4 jam

- Perendaman dalam air panas 50 menit C 1:5 - Perendaman dalam air dingin 3 jam

- Perendaman dalam air panas 30 menit

SOP perlakuan awal untuk beras jagung C adalah perendaman dalam air dingin selama 3 jam dan perendaman dalam air panas selama 30 menit. Beras jagung D tidak membutuhkan perlakuan awal.

Untuk mengetahui takaran penanakan yang sesuai untuk masing-masing beras jagung, dilakukan kajian SOP perbandingan beras jagung dan air tanak dengan menggunakan beberapa jumlah beras jagung yang berbeda yakni 50 gram, 80 gram, 100 gram, 150 gram, dan 200 gram. Proses ini bertujuan mengetahui jumlah air tanak optimal yang harus ditambahkan untuk setiap jumlah beras jagung tertentu (50 gram, 80 gram, 100 gram, 150 gram, dan 200 gram). Kajian ini dilakukan dengan cara menanak beras jagung dengan menggunakan rice cooker. Sesuai dengan SOP perlakuan awal, beras jagung A, B, dan C yang akan ditanak terlebih dahulu diberi perlakuan awal, sedangkan beras jagung D tidak diberi perlakuan awal sebelum ditanak.

Beras jagung A diberi perlakuan awal perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C) selama 60 menit dan perendaman dalam air dingin (± 27° C) selama 5 jam. Beras jagung B diberi perlakuan awal perendaman dalam air panas selama 50 menit dan perendaman dalam air dingin selama 4 jam. Beras jagung C diberi perlakuan awal perendaman dalam air panas selama 30 menit dan perendaman dalam air dingin selama 3 jam.

Hasil kajian menunjukkan bahwa pada berat sampel 50 gram beras jagung A dan B membutuhkan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:7, sedangkan beras jagung C membutuhkan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:5 dan beras jagung D membutuhkan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:4. Namun, hasil kajian pada penanakan beras jagung dengan berat sampel yang berbeda (80 gram, 100 gram, 150 gram, dan 200 gram) tidak menunjukkan perbandingan beras jagung dan air tanak yang sama. Hasil kajian SOP perbandingan beras jagung dan air tanak pada berbagai jumlah beras jagung dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan takaran penanakan beras jagung disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Takaran penanakan beras jagung

Jumlah Air Penanak Jumlah Beras

Jagung Beras Jagung A* Beras Jagung B* Beras Jagung C* Beras Jagung D 50 gram 350 ml 350 ml 250 ml 200 ml 80 gram 400 ml 400 ml 300 ml 250 ml 100 gram 450 ml 450 ml 350 ml 300 ml 150 gram 500 ml 500 ml 400 ml 400 ml 200 gram 650 ml 650 ml 500 ml 500 ml

* beras jagung diberi perlakuan awal perendaman sebelum ditanak

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa takaran penanakan untuk beras jagung A sama dengan takaran penanakan untuk beras jagung B. Takaran penanakan beras jagung C hanya memiliki sedikit perbedaan dengan takaran penanakan beras jagung D. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran partikel beras jagung dimana beras jagung A dan B memiliki ukuran partikel yang hampir sama. Demikian pula halnya dengan beras jagung C yang memiliki ukuran partikel tidak jauh berbeda dengan ukuran partikel beras jagung D.

Pada penanakan beras jagung dengan jumlah beras jagung 80 gram, 100 gram, 150 gram, dan 200 gram perbandingan beras jagung dan air tanak yang optimal untuk beras jagung A, B, C, dan D tidak sama dengan perbandingan beras jagung dan air tanak pada penanakan beras jagung dengan jumlah beras jagung 50 gram.

Hasil takaran penanakan (Tabel 10) juga menunjukkan bahwa tidak terdapat pola kecenderungan tertentu pada perbandingan beras jagung dan air tanak. Setiap penambahan jumlah beras jagung tidak selalu diiringi dengan penambahan jumlah air tanak yang sebanding. Hal ini antara lain terlihat pada penanakan beras jagung A dan B dimana penambahan jumlah beras jagung dari 50 gram, 80 gram, 100 gram, hingga 150 gram hanya membutuhkan penambahan air tanak sebesar 50 ml pada setiap tahap kenaikan jumlah beras jagung, namun pada penambahan jumlah beras jagung dari 150 gram menjadi 200 gram dibutuhkan penambahan air tanak sebesar 150 ml.

Berdasarkan tabel takaran penanakan diketahui bahwa perbandingan beras jagung dan air tanak untuk setiap berat sampel tersebut telah menghasilkan energi pemanasan yang cukup untuk gelatinisasi pati. Miah et

rendah nilai entalpi yang dibutuhkan untuk gelatinisasi. Hal ini disebabkan pada konsentrasi pati yang lebih rendah granula pati memiliki kesempatan lebih banyak untuk menyerap panas melalui proses difusi. Dengan kata lain, pada konsentrasi pati yang lebih rendah, amilosa lebih mudah terdispersi sehingga memudahkan penetrasi air ke dalam amilopektin. Hal ini mengakibatkan peningkatan penyerapan energi panas sehingga nilai entalpi gelatinisasi pati akan meningkat.

Hasil penyusunan SOP penanakan untuk beras jagung A, B, C, dan D disajikan dalam diagram alir pada Gambar 15.

Gambar 15. SOP penanakan beras jagung

D. ANALISIS FISIK 1. Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik pangan yang memegang peranan penting dalam pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan. Densitas kamba menentukan volume ruang kosong yang

Beras Jagung

A, B, dan C

Rendam dalam air dingin (27° C) selama 5 jam untuk beras jagung A, 4 jam untuk

beras jagung B, dan 3 jam untuk beras jagung C

D

Rendam dalam air panas (suhu awal 100° C) selama 60 menit untuk beras jagung

A, 50 menit untuk beras jagung B, dan 30 menit

untuk beras jagung C

Tanak dengan perbandingan beras jagung dan

air tanak sesuai dengan Tabel 10

Nasi Jagung Tanak dengan perbandingan beras jagung

dan air tanak sesuai dengan Tabel 10

dibutuhkan oleh suatu produk. Bahan dengan bentuk dan berat yang sama namun memiliki densitas kamba yang berbeda akan membutuhkan volume ruang yang berbeda pula. Hal ini akan mempengaruhi pemilihan luas area dan jenis teknologi penyimpanan (Robertson, 1998).

Densitas kamba dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan dan volume bahan, umumnya dalam satuan gram/ml atau kg/liter. Densitas kamba bergantung pada derajat ruang interpartikular atau porositas dari volume kamba. Nilai densitas kamba menunjukkan void space yaitu jumlah rongga kosong diantara partikel bahan. Semakin besar densitas kamba suatu benda, semakin sedikit jumlah void space-nya (Hui et al., 2007).

Densitas kamba dipengaruhi oleh densitas partikel, distribusi ukuran, bentuk, efek elektrostatik, dan kadar air. Aglomerasi dapat meningkatkan densitas kamba secara signifikan karena adanya peningkatan ukuran partikel. Efek elektrostatik dan bentuk bahan juga dapat meningkatkan densitas kamba (Hui et al., 2007). Hasil pengukuran densitas kamba beras jagung dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-rata densitas kamba beras jagung disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Densitas kamba beras jagung

No. Beras Jagung Densitas Kamba (kg/liter)

1. Aa 0.736

2. Bab 0.766

3. Cbc 0.802

4. Dc 0.831

^ huruf yang sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata

Keterangan:

A = ukuran > 4 mm C = ukuran 2.36-3.35 mm B = ukuran 3.35-4 mm D = ukuran 1.18-2.36 mm

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ukuran beras jagung memiliki pengaruh nyata terhadap nilai densitas kamba. Hasil pengujian statistik ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dari Tabel 11 terlihat bahwa beras jagung A memiliki nilai rata-rata densitas kamba terendah. Hal ini berkaitan dengan efek void space bahan.

Semakin besar ukuran partikel suatu bahan, semakin banyak jumlah void

space yang dimilikinya. Menurut Hui et al. (2007), bahan yang memiliki

jumlah void space besar akan memiliki nilai densitas kamba yang kecil. Beras jagung A memiliki ukuran partikel yang paling besar diantara ketiga beras jagung lainnya sehingga memiliki jumlah void space yang lebih banyak. Jumlah void space yang lebih banyak ini menyebabkan nilai rata-rata densitas kamba beras jagung A memiliki nilai yang paling kecil.

2. Tingkat Penyerapan Air

Perendaman biji jagung sering dilakukan pada tahap penggilingan basah (wet milling) maupun pada proses pre-cooking. Tingkat penyerapan air selama perendaman umumnya dipicu oleh peningkatan suhu air. Beberapa zat kimia seperti sulfur dioksida dan asam laktat juga dapat meningkatkan laju difusi air ke dalam biji jagung (Noorbakhsh et al., 2006).

Teori difusi menyatakan bahwa pada tahap awal perendaman akan terjadi peningkatan laju penyerapan air yang cepat dan kemudian akan mencapai titik jenuh dimana laju penyerapan air akan menurun secara gradual. Tingkat penyerapan air ditentukan oleh difusi internal air ke dalam biji jagung. Sesuai dengan persamaan hukum Arhenius, laju penyerapan air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu perendaman (Muramatsu et al., 2006).

Grafik tingkat penyerapan air beras jagung selama perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C) disajikan pada Gambar 16, sedangkan grafik tingkat penyerapan air selama perendaman dalam air dingin (± 27° C) disajikan pada Gambar 17.

0 5 10 15 20 25 0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu Perendaman (menit)

Tingkat Penyerapan Air

(% ) A B C D

Gambar 16. Tingkat penyerapan air beras jagung selama perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C)

0 5 10 15 20 25 0 1 2 3 4 5 6

Waktu Perendaman (jam)

Tingkat Penyerapan Air (%)

A B C D

Gambar 17. Tingkat penyerapan air beras jagung selama perendaman dalam dingin (± 27° C)

Dari Gambar 16 dan 17 terlihat bahwa tingkat penyerapan air pada fase awal perendaman yakni pada 10 dan 20 menit pertama selama perendaman dalam air panas serta pada 1 dan 2 jam pertama selama perendaman dalam air dingin terjadi peningkatan laju penyerapan air yang signifikan. Sementara itu, pada tahap akhir perendaman terjadi penurunan laju penyerapan air dimana pada Gambar 16 dan 17 terlihat bentuk kurva yang cenderung konstan pada tahap akhir perendaman.

Tingginya laju penyerapan air pada tahap awal perendaman berkaitan dengan jaringan kapiler yang terdapat secara alami pada permukaan biji jagung. Laju penyerapan air bergantung pada gradien kelembaban antara

bagian dalam jaringan kapiler dengan lapisan terluar biji jagung. Ketika jaringan kapiler ini terekspos dengan air, gradien kelembaban dan daya hisap jaringan kapiler meningkat sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan air yang cepat. Sementara pada tahap akhir perendaman, jaringan kapiler biji jagung telah terisi dengan air sehingga laju penyerapan air pun menurun (Noorbakhsh et al., 2006).

Hasil pengukuran tingkat penyerapan air untuk keempat beras jagung dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan hasil rata-rata tingkat penyerapan air disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata tingkat penyerapan air beras jagung Tingkat Penyerapan Air (%) Beras Jagung

Perendaman Air Panas Perendaman Air Dingin

A 14% 13.4%

Ba 18% 15.4%

Cab 18.3% 16.4%

Db 19.3% 18.2%

^ huruf yang sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata

Keterangan:

A = ukuran > 4 mm C = ukuran 2.36-3.35 mm B = ukuran 3.35-4 mm D = ukuran 1.18-2.36 mm

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ukuran beras jagung dan perlakuan memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan air. Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa waktu perendaman memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan air. Hasil analisis uji korelasi dengan Pearson’s Correlations Test pada taraf signifikansi 0.05 menunjukkan bahwa ukuran beras jagung tidak berkorelasi dengan tingkat penyerapan airnya. Hasil pengujian statistik dan uji korelasi tingkat penyerapan air dapat dilihat pada Lampiran 8, Lampiran 9, dan Lampiran 10.

Dari Tabel 12 terlihat bahwa rata-rata tingkat penyerapan air beras jagung pada perendaman air panas lebih tinggi dari tingkat penyerapan air pada perendaman dalam air dingin. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan tingkat gelatinisasi pati. Beras jagung yang direndam dalam air

panas mendapat perlakuan awal yang serupa dengan perebusan sehingga menyebabkan pati tergelatinisasi, sedangkan pada perendaman dalam air dingin tidak terjadi gelatinisasi.

Gelatinisasi mampu mengubah struktur sisi pengikat air

(water-binding sites) granula pati menjadi lebih mudah untuk menyerap air.

Dengan demikian, gelatinisasi mampu meningkatkan kemampuan granula pati untuk berikatan dengan air (Metcalf dan Lund, 1985). Berdasarkan teori tersebut dapat diduga bahwa ikatan antar molekul pati pada beras jagung yang direndam dalam air panas telah mengalami pemecahan sehingga kemampuan pati untuk berikatan dengan air lebih besar daripada beras yang direndam dalam air dingin. Hal ini juga sesuai dengan teori Wong (1989) yang menyatakan bahwa ketika granula pati dipanaskan akan terjadi pemutusan ikatan antar misel kristalin sehingga granula pati mampu menyerap air lebih banyak.

Menurut Noorbakhsh et al. (2006) peningkatan suhu perendaman akan meningkatkan jumlah air yang dapat diserap oleh biji jagung. Peningkatan penyerapan air ini berkaitan dengan terjadinya disintegrasi ikatan kimia, pembesaran jaringan kapiler, dan perusakan komponen biji jagung yang dipicu oleh penetrasi air dan peningkatan suhu air.

Dari Tabel 12 juga terlihat bahwa beras jagung D (1.18-2.36 mm) memiliki kecenderungan tingkat penyerapan air yang lebih besar dibandingkan beras jagung ukuran lain. Hal ini berkaitan dengan ukuran partikel dan luas permukaan bahan. Beras jagung D memiliki ukuran partikel yang paling kecil sehingga memiliki luas permukaan yang paling besar. Bahan dengan luas permukaan yang besar memiliki tingkat pindah massa (mass transfer) yang lebih besar. Dengan demikian, beras jagung D dengan ukuran partikel terkecil memiliki mass transfer yang paling besar sehingga tingkat penyerapan airnya lebih besar dibandingkan beras jagung ukuran lain.

3. Tingkat Pengembangan

Proses penanakan melibatkan perubahan signifikan pada struktur, komposisi nutrisi, dan karakteristik sensori. Selama penanakan dalam air mendidih, terjadi proses pindah panas dan pindah massa bersamaan dengan gelatinisasi pati. Fenomena ini antara lain menyebabkan peningkatan bobot dan volume (Sinelli et al., 2006).

Penanakan dengan menggunakan rice cooker melibatkan empat tahapan yakni penambahan air, pendidihan, penyerapan air, dan pendiaman (Toothman, 2008). Menurut Muramatsu et al. (2006), selama proses penyerapan air terjadi perubahan bentuk partikel beras sebagai akibat dari pengembangan. Hasil pengukuran tingkat pengembangan beras jagung dapat dilihat pada Lampiran 11, sedangkan rata-rata tingkat pengembangan beras jagung disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata tingkat pengembangan beras jagung

Tingkat Pengembangan (%) Beras

Jagung

Perbandingan Beras dan Air

Tanak Perlakuan Tanpa Perendaman Air Panas Perendaman Air Dingin

A 1 : 5 150% 200% 300%

Ba 1 : 5 123.33% 133.33% 166.67%

Ca 1: 5 107.14% 100% 125%

Da 1 : 4 66.67% 83.33% 107.69%

^ huruf yang sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata

Keterangan:

A = ukuran > 4 mm C = ukuran 2.36-3.35 mm B = ukuran 3.35-4 mm D = ukuran 1.18-2.36 mm

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembangan beras jagung, sedangkan ukuran beras jagung memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat pengembangan beras jagung. Analisis dengan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat pengembangan beras jagung B, C, dan D tidak berbeda nyata, sedangkan tingkat pengembangan beras jagung A berbeda nyata dengan ketiga beras jagung lainnya. Hasil pengujian statistik ini dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.

Hasil analisis statistik uji korelasi dengan Pearson’s Correlations Test pada taraf signifikansi 0.05 menunjukkan bahwa ukuran beras jagung berkorelasi dengan tingkat pengembangannya. Hasil uji korelasi ini dapat dilihat pada Lampiran 14.

Berdasarkan persentase tingkat pengembangan pada Tabel 8 terlihat bahwa terdapat kecenderungan menurunnya tingkat pengembangan beras jagung seiring dengan penurunan ukuran beras jagung. Hal ini diduga disebabkan oleh efek rongga antar partikel (void space) bahan. Semakin besar ukuran suatu bahan, semakin besar jumlah void space yang dimilikinya sehingga tingkat pengembangannya semakin besar.

Hal ini juga didasarkan pada sifat densitas kamba beras jagung. Bahan dengan densitas kamba besar memiliki struktur yang lebih ringkas karena ruang kosong antar partikelnya (void space) lebih sedikit (Hui et

al., 2007). Bahan dengan densitas kamba kecil memiliki lebih banyak

ruang kosong antar partikelnya (void space) sehingga pengembangannya lebih besar.

Beras jagung A yang memiliki ukuran terbesar dan densitas kamba paling kecil memiliki tingkat pengembangan yang paling besar. Hal ini disebabkan oleh efek void space dimana bahan dengan ukuran besar dan densitas kamba kecil memiliki jumlah void space lebih banyak sehingga pengembangannya paling besar.

Hasil penelitian (Tabel 12 dan Tabel 13) menunjukkan bahwa pengembangan beras jagung tidak proporsional dengan besarnya penyerapan air. Besarnya penyerapan air sangat dipengaruhi oleh luas permukaan bahan dan tingkat gelatinisasi pati, sedangkan pengembangan sangat dipengaruhi oleh sifat bulky suatu bahan. Dengan demikian, tingkat pengembangan beras jagung tidak selalu sebanding dengan tingkat penyerapan airnya. Kesimpulan ini juga didasarkan pada hasil analisis statistik uji korelasi dengan Pearson’s Correlations Test pada taraf signifikansi 0.05 yang menunjukkan bahwa tingkat pengembangan beras jagung tidak berkorelasi dengan tingkat penyerapan airnya. Hasil uji korelasi ini dapat dilihat pada Lampiran 15.

Dokumen terkait