• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

4.1 Penyusutan Volume Setelah Sintering

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemurnian alumina terhadap temperatur sintering keramik alumina, serta mengetahui pengaruh tingkat kemurnian bahan baku alumina terhadap sifat fisis dan sifat mekanis keramik alumina. Riset dilakukan melalui tahapan sintesa alumina dengan metode metalurgi serbuk, karakterisasi, pengolahan data dan analisa.

Karakterisasi yang dilakukan meliputi: pengukuran susut volum, densitas dan porositas, observasi SEM-EDX, uji kekerasan vickers dan fracture toughness.

4.1 Penyusutan Volume Setelah Sintering

Dilakukan pengukuran penyusutan volume sampel alumina PA dan alumina teknis setelah proses sintering. Sintering dilakukan dengan variasi temperatur 1250°, 1350°, 1450°, 1550°, dan 1600°C dengan holding temperature 9500C, holding time 2 jam dan heating rate 20C/min. Hasil pengukuran nilai penyusutan disajikan pada tabel 4.1, dan grafik hubungan antara temperatur sintering dengan nilai penyusutan disajikan pada gambar 4.1.

Tabel 4.1 Penyusutan Kearmik Alumina setelah Sintering

Temperatur Sintering (0C)

Alumina PA Alumina Teknis

Susut Massa (gr) Susut Volume (cm3) Susut Massa (gr) Susut Volume (cm3) 1250 0.0564 0.0313 0.0488 -0.0047 1350 0.0546 0.0661 0.0459 0.016 1450 0.0807 0.1167 0.0577 0.05 1550 0.056 0.1700 0.0568 0.03509 1600 0.066 0.2379 0.0588 0.145

48

Gambar 4.1 Penyusutan Keramik Alumina PA dan Alumina Teknis

Grafik pada gambar 4.1 menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kemurnian bahan alumina yang digunakan, maka semakin besar penyusutan yang dialami sampel keramik alumina. Peningkatan temperatur sintering juga mengakibatkan kecenderungan penyusutan keramik alumina PA dan alumina teknis meningkat seiring peningkatan temperatur sintering. Pada grafik 4.1 juga terlihat bahwa penyusutan keramik alumina PA lebih besar dibandingkan penyusutan pada keramik alumina teknis. Hal ini disebabkan karena proses densifikasi pada keramik alumina PA lebih cepat sehingga penyusutan (shrinkage) pada sampel lebih banyak dari penyusutan keramik alumina teknis.

Menurut R. Simanjuntak (2011), pada dasarnya proses densifikasi pada proses sintering telah menyebabkan terjadinya penyusutan, besar penyusutan ini bergantung pada besarnya temperatur dan lamanya waktu pembakaran, juga erat hubungannya dengan keadaan awal porositas. Tidak semua proses penyusutan berlangsung merata. Penyusutan yang terjadi dapat terjadi karena perbedaan ukuran butir, distribusi temperatur tidak merata, waktu sintering yang berbeda

49

untuk setiap titik, adanya penyusutan anisotropik dan orientasi partikel, komposisi dari campuran dan pada proses pencetakan, dan pembentukan sampel dengan cara dry pressing kurang teliti.

Penyusutan (shrinkage) mengakibatkan sampel keramik alumina PA dan alumina teknis mengalami perubahan atau pengurangan dimensi baik massa maupun volume sampel. Keadaan ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi saat proses sintering. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir dimana ikatan terjadi antar partikel-partikel yang berdekatan sehingga membentuk pertumbuhan leher yang mengakibatkan pusat partikel bergerak semakin dekat. Tahap penyusutan inilah yang menyebabkan penurunan massa dan volume setelah sintering.

Hal ini sesuai dengan penelitian Juliana Anggono, et al. (2008) yang mengatakan proses sintering sangat mempengaruhi perubahan dimensi sampel (shrinkage). Semakin tinggi temperatur sintering maka nilai penyusutannya semakin meningkat. Hal ini dikarenakan oleh transport massa (difusi) atom antar partikel yang menyebabkan terbentuknya butir dan eliminasi pori.

4.2 Densitas Dan Porositas

Pengukuran densitas dan porositas keramik alumina dilakukan menggunakan metode archimedes mengacu pada standar pengujian ASTM C-373 88, dihitung menggunakan persamaan 2.3-2.9. Hasil perhitungan densitas dan porositas keramik alumina yang disintering pada temperatur 12500C, 13500C, 14500C, 15500C dan 16000C disajikan pada tabel 4.2-4.3 dan disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.2 dan 4.3.

50

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Densitas dan Porositas Keramik Alumina

Temperatur Sintering (0C)

Keramik Alumina PA Keramik Alumina Teknis Densitas (gr/cm3) Porositas (%) Densitas (gr/cm3) Porositas (%) 1250 2.578 37.15 2.693 33.52 1350 2.689 31.51 2.642 32.83 1450 2.832 27.14 2.735 30.37 1550 3.174 17.82 2.875 26.75 1600 3.489 9.097 3.082 22.76

Perbandingan densitas keramik alumina PA dan alumina teknis terhadap pengaruh temperatur sintering disajikan pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Densitas keramik alumina PA dan Alumina teknis

51

Grafik pada gambar 4.2 menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kemurnian bahan yang digunakan, maka semakin tinggi densitas keramik yang dihasilkan. Peningkatan temperatur sintering yang dilakukan juga menambah peningkatan nilai densitas keramik dan sebaliknya menurunkan porositas keramik alumina. Dengan demikian tingkat kemurnian bahan dan temperatur sintering akan meningkatkan bj (berat jenis) keramik yang telah disinter.

Besar butir yang berbeda diantara alumina PA dan alumina teknis menjadi penyebab berbedanya hasil sintering butir dari keramik alumina yang dihasilkan. Ukuran butir alumina PA yang digunakan adalah 150 m sedangkan alumina teknis β0 m. Selain itu, distribusi sebaran ukuran butir alumina PA jauh lebih seragam dibanding alumina teknis. Disamping itu, nilai densitas bahan baku alumina PA yang digunakan sudah sejak awal lebih besar daripada alumina teknis. Selain itu, serbuk alumina teknis mengandung unsur lain selain Al dan O, impuritas dan heterogenitas ini juga memiliki pengaruh terhadap proses densifikasi yang berlangsung pada saat proses sintering, sehingga densifikasi keramik alumina teknis memakan waktu lebih lama yang menyebabkan densitas yang tercapai lebih rendah daripada keramik alumina PA.

Densitas tertinggi dimiliki oleh keramik alumina PA yang disintering pada temperatur 16000C yaitu 3.489 gr/cm3, dan densitas terendah pada temperatur 12500C yaitu 2.578 gr/cm3. Densitas keramik alumina P.A dan alumina teknis pada temperatur 12500C masih sangat rendah yaitu 2.57 g/cm3 dan 2.69 gr/cm3. Hal ini karena temperatur 12500C adalah temperatur dibawah temperatur sintering alumina (20500C), oleh karena itu butiran pada sebuk alumina belum sepenuhnya mengalami sintering antar butir, sehingga densifikasi belum sepenuhnya terjadi, dengan nilai penyusutan yang kecil.

Densitas tertinggi dimiliki oleh keramik alumina teknis yang disintering pada temperatur 16000C yaitu 3.082 gr/cm3 dengan porositas sebesar 22.76%. Nilai porositas pada keramik alumina teknis relatif masih sangat besar meskipun pada sampel yang disintering pada temperatur tinggi 16000C. Hal ini diduga

52

pengaruh distribusi ukuran butir yang tidak seragam dan impuritas yang terkandung didalam serbuk alumina teknis. Penelitian yang telah dilakukan oleh Cho et al., (2000) dan Sone et al., (2001), menunjukan bahwa impuritas dan ketidakhomogenan butiran pada alumina dapat menyebabkan pertumbuhan butir yang tidak normal. Indikasi ini yang menyebakan nilai porositas keramik alumina teknis jauh lebih tinggi dibandingkan porositas keramik alumina PA. Baik keramik alumina PA dan alumina teknis mempunyai trend densitas dan porositas yang sama, yaitu densitas meningkat seiring kenaikan temperatur sintering dan porositas menurun sejalan dengan peningkatan temperatur sintering.

Dari tabel 4.2 dibuat grafik hubungan perbandingan porositas keramik alumina PA dan alumina teknis terhadap temperatur sintering, dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3 Grafik perbandingan porositas keramik alumina PA dan alumina Teknis

53

Grafik pada gambar 4.3 menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kemurnian alumina yang digunakan, maka semakin kecil porositas keramik yang dihasilkan. Selain kemurnian bahan baku, nilai porositas juga dapat dipengaruhi oleh temperatur sintering. Semakin tinggi temperatur sintering, maka porositas akan semakin kecil. Nilai porositas berbanding terbalik dengan nilai penyusutan dan densitas. Adanya penurunan porositas menunjukan terjadinya proses pemadatan dimana partikel-partikel keramik akan saling berdekatan dan bentuk pori menjadi lebih steris dan ukurannya mengecil sehingga menyebabkan porositas menurun.

Keramik alumina yang disintesa pada temperatur sintering 12500C memiliki nilai porositas paling besar dibandingkan temperatur sintering lain. Mengingat titik lebur alumina sangat tinggi yaitu pada temperatur 20500C, maka pada saat sintering 12500C energi yang diberikan belum cukup besar untuk mengaktifkan transfer materi. Hal ini menyebabkan pergerakan butiran terbatas atau terhenti dan menjadi sebab mengapa porositas alumina pada temperatur sintering 12500C sangat besar, yaitu baik alumina P.A maupun alumina teknis adalah 37.15% dan 33.52%. Demikian pula pengaruh temperatur sintering 13500C dan 14500C, baik alumina P.A maupun alumina teknis masih memiliki porositas yang relatif tinggi yaitu 31.51% dan 32.82% pada temperatur 13500C serta 27.14% dan 30.37.% pada temperatur 14500C. Hal ini karena lingkungan sintering yang belum cukup untuk sepenuhnya membuat butir-butir serbuk bersintering.

Pada temperatur sintering 15500C diduga sudah mulai terjadi pergerakan butir, berasal dari transfer energi yang cukup besar untuk terjadinya sintering antar butir. Porositas pengaruh temperatur sintering 15500C keramik alumina PA dan alumina teknis adalah 17.82% dan 26.75%. Temperatur sintering 16000C memiliki porositas paling kecil dibandingkan dengan 4 temperatur sintering sebelumnya. Meningkatnya temperatur sintering yang hingga mencapai 16000C, menyebabkan terjadinya sintering antar butir yang menyebabkan penyusutan serta peningkatan rapat massa (densitas). Hal ini menyebabkan pori mengecil.

54

Dokumen terkait