• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

2.4 Sintering

bukaan. Partikel yang lolos dari ayakan adalah partikel yang lebih kecil dari ukuran bukaan, dan partikel yang tertinggal adalah partikel yang lebih besar.40

2.4 Sintering

Fayed and Otten (1997) (dalam Daniel (2011)) menyatakan, proses sintering merupakan proses pemadatan material serbuk dengan cara membentuk ikatan batas butir antar serbuk penyusunnya. Ikatan antar butir terjadi akibat pemanasan dengan atau tanpa penekanan dan temperatur sintering yang diatur di bawah temperatur leleh dari partikel penyusunnya. Menurut German (1994), pada proses sinter, benda padat terjadi karena terbentuknya ikatan-ikatan antar partikel. Pemanasan menyebabkan bersatunya partikel dan efektivitas reaksi tegangan permukaan meningkat. Sehingga, proses sinter menyebabkan bersatunya partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan serbuk bertambah. Selama proses sinter terbentuklah batas-batas butir yang merupakan tahap permulaan rekristalisasi. Di samping itu, gas yang ada menguap dan temperatur sinter umumnya berada di bawah titik cair unsur serbuk, selama proses sinter terjadi perubahan dimensi, baik berupa pengembangan maupun penyusutan tergantung pada bentuk dan distribusi ukuran partikel serbuk, komposisi serbuk, prosedur sinter dan tekanan pemampatan.41

Menurut Marzuki (2007), proses sintering adalah proses pemadatan atau konsolidasi dari sekumpulan serbuk pada temperatur mendekati titik leburnya. Sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan menentukan sifat-sifat produk keramik. Energi yang digunakan untuk menggerakan proses sintering disebut gaya dorong (driving force) yang ada hubungannya dengan energi permukaan butir. Pengaruh temperatur sintering terhadap perubahan densitas dengan porositas saling berlawanan. Jika temperatur sintering semakin tinggi maka densitas, kekuatan mekanik dan ukuran butir

40

Ibid, Analisa Sifat Fisik, Sifat Mekanik, Struktur produk Proses indirect Pressureless sintering Berbahan Serbuk Ni dan Sifat Termal Berbahan Serbuk Cu Dengan Supporting Powder Besi Cor, , h. 7-10

41

Ibid, h. 12

21

semakin besar sedangkan porositas menurun.42 German (1994) menyatakan, energi permukaan tiap satuan volume berbanding terbalik dengan diameter partikel jadi partikel berukuran kecil mempunyai energi lebih besar daripada partikel dengan ukuran besar. Selama proses sintering terjadi perpindahan massa dari partikel ke neck dan perpindahan massa ini terjadi untuk mengurangi energi permukaan partikel dengan cara memperluas permukaan partikel. Jadi, selama proses sintering terjadi eliminasi atau pengurangan energi permukaan. Sehingga parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat sintering (degree of sintering) adalah luas permukaan. Parameter lain yang bisa digunakan dalam mengukur tingkat sintering adalah perbandingan antara ukuran neck (x) dengan diameter partikel (D), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.43

Gambar 2.3 Pemodelan Partikel

Sementara itu, Suvaci (2008) menyatakan, sintering merupakan proses heat treatment, sebuah langkah proses untuk memproduksi material dengan mengontrol mikrostruktur dan porositas secara konstan. Hasil dari proses sintering bertujuan untuk mengurangi porositas dan meningkatkan kekuatan mekanik setelah kompaksi.44 Selain itu, Randall (1991) berpendapat bahwa pada proses sintering terjadi perubahan mikrostruktur seperti pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan (shrinkage). Sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan sangat menentukan sifat-sifat dari produk keramik.45 Seperti yang dijelaskan Randall (1991) sebelumnya

42

Marzuki Silalahi, loc.Cit., h. 263

43

Daniel Subekti, op.Cit., h.15-16

44

Ender Suvaci, Sintering of Ceramics Theory and Practice, Anadolu University, Dept. Of Material Science and Engineering Turkey, (South Africa : Element Six, Spring, 2008), h.7

45

Randal. Fundamental of Sintering. Engineering Material Handbook Vol. 4, (USA : ASM Internasional Handbook Committee, 1991), h. 260-270

22

bahwa proses sintering sangat mempengaruhi perubahan dimensi sampel (shrinkage). Semakin tinggi temperatur maka nilai penyusutannya semakin meningkat.

Menurut Suvaci (2008), ada beberapa variabel yang mempengaruhi mikrostruktur dan sintering yaitu variabel material dan variabel proses. Pertama, variabel yag berkorelasi dengan bahan dasar (variabel material) meliputi serbuk (bentuk, ukuran, distribusi ukuran, aglomerasi, campuran bahan) dan Chemistry (komposisi, impuritas, non-stokiometri, homogenitas). Kedua, variabel yang berhubungan dengan sintering (variabel proses) meliputi temperatur, waktu, tekanan, atmosfer, heating dan cooling rate.46 Pada dasarnya, proses sintering dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu solid state sintering dan liquid state sintering.

Menurut Ristic (1989) dan Randall (1991) (dalam Rais (2007)), proses sintering dapat berlangsung apabila:47

1. Adanya transfer materi diantara butiran (proses difusi).

2. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, kemudian energi tersebut digunakan untuk menggerakan butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna.

Kaston (2008) menyatakan, mekanisme proses sinter materi (difusi) selama proses sintering dapat berlangsung melalui: difusi volume, difusi permukaan, difusi batas butir, difusi secara penguapan dan kondensasi.48 Tiap-tiap mekanisme difusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat fisik bahan setelah sintering antara lain perubahan: densitas, porositas, penyusutan, dan pembesaran butir. Dengan adanya difusi tersebut maka akan terjadi kontak antara partikel dan

46

Ender Suvaci, op.Cit., h. 16

47

Muhammad Rais, Studi Analisis Simulasi Tentang Korelasi Temperatur Sintering dan Presentase Adtif Mullit 3Al2O3.2SiO2 dengan Sifat Mekanik Keramik Alumina Al2O3, (Medan :

USU, 2007), h. 11

48

Kaston Sijabat, Pembuatan Keramik Paduan Cordierit-Alumina Sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya, (Medan : USU, 2008)

23

terjadi suatu ikatan yang kuat diantara partikel-partikel, disamping itu terjadi rekonstruksi susunan partikel. Menurut Ristic (1989) (dalam Kaston (2008)), umumnya peningkatan densitas, pengurangan pori dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volume dan difusi batas butir. Faktor-faktor yang dapat mempercepat laju proses sintering antara lain: ukuran partikel, dan penggunaan aditif. Untuk penggunaan partikel yang lebih kecil maka proses sintering akan dapat berjalan lebih cepat dibandingkan dengan pengunaan partikel yang lebih besar.49

Mekanisme sintering dimulai dengan adanya kontak antara butir yang dilanjutkan dengan pelebaran titik kontak akibat proses difusi atom-atom. Difusi yang berlebihan menyebabkan penyusutan volume pori yang terjadi selama proses sintering berlangsung. Densitas alumina meningkat dengan peningkatan temperatur sintering. Secara umum, perubahan yang terjadi saat proses sintering berlangsung dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang ditandai dengan peningkatan temperatur sintering dan densifikasi material.50

1. Tahap awal (initial stage), secara umum ditandai dengan penyusunan kembali formasi leher, yang meliputi penyusunan kembali partikel dan formasi leher awal di titik kontak antar partikel. Porositas pada tahap ini tidak banyak berkurang, begitu pula penyusutan tidak banyak terjadi. Tahap pertama dalam proses sinter ditunjukan Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tahap pertama proses sinter, (a) partikel awal, (b) penyusunan kembali, (c) terbentuknya formasi leher (diadopsi dari German, 1994)

49

Ibid., h. 20

50

Anonim, Sintering, pada http://en.wikipedia.org/wiki, diakses pada 28 Maret 2014, pukul 10.15

24

2. Tahap pertengahan (intermediate stage), pertumbuhan terus berlanjut yang diikuti dengan pertumbuhan butir dan pertumbuhan pori. Perubahan fisik yang terjadi pada tahap dua, meliputi pertumbuhan ukuran leher antar partikel, porositas menurun atau berkurang, pusat partikel bergerak semakin dekat secara bersama-sama. Batas butir mulai berpindah sehingga butir mulai tumbuh, terbentuk saluran yang saling berhubungan (continous channel) dan berkahir ketika porositas terisolasi. Densifikasi paling banyak terjadi pada tahap ini. Akibatnya material yang menjalani tahap ini akan mengalami penyusutan yang cukup signifikan. Pada tahap ini masih terdapat banyak pori meskipun bentuknya telah berubah. Tahap kedua ditunjukan pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Tahap Pertengahan Sinter (a) pertumbuhan leher dan volume penyusutan, (b) perpanjangan dari batas butir, (c) pertumbuhan butir berlanjut dan batas butir meluas, volume penyusutan dan pertumbuhan butir. (diadopsi dari German, 1994)

3. Tahap akhir (final stage), ditandai dengan hilangnya struktur pori dan munculnya batas butir. Tahap ini batas butir bergerak dan terjadi pembesaran ukuran butir sampai kanal-kanal pori tertutup dan sekaligus terjadi penyusutan. Tahap akhir sinter ditunjukan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Tahap Akhir Sinter (a) Pertumbuhan leher dengan discontinues pore-phase, (b) pertumbuhan butir dengan pengurangan porositas, (c) pertumbuhan butir. (diadopsi dari German, 1994).

25

Gambar 2.7 Pertumbuhan ikatan mikrostruktur antar partikel keramik selama proses sinter (diadopsi dari German, 1994)

Model sinter dapat digambarkan dalam bentuk dua partikel yang membentuk ikatan antar partikel selama sintering. Dimulai dengan kontak titik dan dilanjutkan dengan pertumbuhan leher yang terjadi pada batas butir kontak partikel. Jika waktu cukup, dua partikel akan bergambung menjadi satu partikel besar seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Model sinter dua partikel (German, 1994)

Dokumen terkait