BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Pepatah
Pepatah adalah hasil budaya manusia dalam bidang bahasa, dimana pepatah
dikategorikan kedalam karya sastra lisan, khususnya sastra Indonesia. Kebanyakan
suku di Indonesia ini dari zaman dahulu sampai sekarang (walaupun zaman sekarang
ini sudah jarang digunakan orang) dalam bercakap-cakap atau dalam suatu acara
dalam menyampaikan isi hati, maksud dan tujuan, mereka selalu menggunakan
peribahasa. Menurut Iper, dkk (1997:15) peribahasa adalah bagian dari
pepatah-petitih.
Pepatah adalah salah satu revolusi bahasa yang digunakan MMS sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan pikiran, maksud hati kepada orang lain, dan itu
sudah menjadi budaya dan kebiasaan mereka. Dalam pepatah tersimpan pesan-pesan
moral untuk memperbaiki pola hidup, tingkah-laku, berbicara, sopan-santun dan budi
bahasa mereka terhadap orang lain.
Seperti yang dikatakan Awang, dkk (2005:139) bahwa “pepatah Melayu
adalah sekelompok atau susunan kata-kata atau percakapan pendek, tetap susunan
yang mengandung maksud tertentu termasuk pengajaran dan kebenaran tentang
sesuatu. Pepatah Melayu mengandung nilai-nilai mengenai cara berpikir dan
bertindak di masyarakat. Ia adalah warisan orang tua dahulu dan berkembang dari
generasi ke generasi secara lisan dan tulisan”. Nilai-nilai dan cara berpikir ini adalah
nilai rasa yaitu rasa marah, benci, suka, senang, bahagia, gembira, peduli, dan cinta. Karena dalam emosi manusia, bahasa berperan sangat penting dan bahasa merupakan
alat utama untuk mengungkapkan penghayatan serta pengalaman emosi yaitu melalui
kata-kata yang mengandung emosi. Relevan dengan pendapat Brunvan (1987;62-63)
dalam Sinar (2002;111): yaitu, bahasa paling tidak berfungsi untuk menyampaikan
pesan-pesan yang bermanfaat, berperan edukatif, bahkan pula sebagai ”social pressure” dan “social control”.
Menurut Abdullah Hussein (1991) dalam Awang, dkk, (2005:62) mengatakan
bahwa” pepatah Melayu sama tuanya dengan bahasa bangsa Melayu dan ia mula
digunakan apabila manusia mulai mengenal peradaban. Beliau juga mengatakan
bahwa pepatah Melayu berasal dari tiga sumber utama yaitu, pertama dari rakyat
jelata yang mencipta pepatah melalui pengalaman hidupnya, kedua, orang-orang arif
dan bijaksana yang mengeluarkan ungkapan kata-kata dari hasil renungannya, dan
ketiga dari Kitab suci”.
Jadi pepatah dalam BMS berfungsi sebagai alat komunikasi untuk
menyampaikan pesan-pesan moral secara lisan dan tulisan. Pesan moral secara lisan
dan tulisan merupakan ide-ide (pikiran) serta satu sistem dari nilai-nilai murni yang
ada dalam pikiran MMS untuk menyampaikan rasa yang ada dalam hati berupa bunyi
dalam bentuk pepatah.
2.5.1. Jenis-Jenis Pepatah
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988): (1) Bidal adalah pribahasa atau pepatah
yang mengandung nasihat, peringatan, sindiran, dan sebagainya. Contoh:” Arang habis abu binasa” artinya: tiada guna bertengkar karena tidak ada untungnya, sama-sama merugi. (2). Pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran
dari orang tua-tua (bisanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara)
seperti: ‘Air beriak tanda tak dalam” artinya orang yang banyak cakapnya berarti kurang ilmunya. (3) Perumpamaan yaitu cara berumpama, pribahasa yang berupa
perbandingan, Contoh: “Bagai air di daun talas” artinya orang lupa balas budi. “Bagai pinang dibelah dua” artinya wajah dua orang yang tiada bedanya. (4) Ungkapan yaitu gabungan kata yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna
anggota-anggotanya. Contohnya: ‘Patah tumbuh hilang berganti’ artinya: apabila seorang pemimpin meninggal maka selalu ada gantinya.
2.5.2. Kedudukan dan Fungsi pepatah
Di Indonesia pepatah itu selain sebagai alat untuk mengemukakan tujuan ia
juga sebagai mutiara bahasa, bunga bahasa dan juga sebagai kalimat yang
memberikan pengertian yang dalam, lebih luas dan tepat yang disampaikan dengan
halus dan dengan kiasan (Iper, dkk, 1997:16). Pepatah sering digunakan untuk
memberi nasihat, sindiran halus, memberi pujian, untuk mematahkan pembicaraan
lawan bicara dan sebagai bahasa diplomasi (Iper, dkk, 1997:17). Pepatah Melayu
sering digunakan sebagai suatu cara untuk memberi nasihat kepada orang karena cara
ini lebih berkesan dari pada menyampaikan secara terang-terangan. Sesuai dengan
dapat membantu supaya nasihat yang diberi tidak melukai hati orang yang dinasihati.
Selain itu juga digunakan untuk menyindir, memuji, dan berdiplomasi (Awang, dkk,
2005:62).
2.5.2.1.Nasihat
Pepatah yang dipakai untuk memberi nasihat lebih efisien dan efektif karena
lebih lembut dan dapat diterima dari pada memberi nasihat secara terus terang.
Contohnya:
2.5.2.2. Sindiran Halus
Ada periuk berkerak, ada lesung berdedak. Maknanya : apabila hendak senang, harus sanggup susah.
Pepatah digunakan untuk menghindarkan penggunaan kata-kata yang kasar
dan tajam dalam menyindir perbuatan atau sifat yang kurang baik atau salah supaya
tidak melukai hati orang yang dimaksud. Contoh: Tong kosong nyaring bunyinya. Maknanya: Orang yang tidak berilmu, tetapi banyak bicaranya.
2.5.2.3.
Pujian yang disampaikan melalui pepatah terdengar lebih enak didengar, halus
dan menyenangkan hati. Kalau disampaikan secara terus terang dikhawatirkan bisa
dianggap mengejek. Contoh: Bibirnya bak delima merekah, rambutnya bak mayang terurai dan alisnya bak semut beriring. Maknanya: memuji kecantikan seorang wanita dari bibirnya, rambut adan alisnya.
2.5.2.4. Bahasa Diplomasi
Dalam berdiplomasi seseorang harus mempunyai kecakapan menggunakan
pilihan kata yang tepat bagi keuntungannya berunding, berdagang, dan sebagainya.
Contoh: Habis beralur maka beralu-alu. Maknanya: Mula-mula berunding dengan
baik, tetapi kalau tidak dapat juga mencapai persetujuan barulah kekuatan tenaga
diadu. beralur = berunding.
2.6. Kajian Terdahulu
2.6.1. Pepatah-Petitih Dalam Bahasa Dayak Ngaju oleh Dunis Iper, dkk (1997)
Penduduk asli Kalimantan Tengah adalah suku Dayak Ngaju. Ditinjau dari
sudut kebudayaan asli rakyat Kalimantan Tengah, pepatah-petitih ini mempunyai
peranan yang penting, yaitu: dengan menggunakan pepatah-petitih dalam pergaulan
sehari-hari, bahan pembicaraan akan lebih bermakna. Penulis melakukan penelitian
ini karena hanya sebagian kecil saja generasi muda Kalimantan Tengah yang
menggunakan bahasa Dayak Ngaju yang lancar dan benar, terutama pepatah-petitih
dalam kehidupan sehari-hari.
Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah masalah pepatah-petitih bahasa
Dayak Ngaju, yang meliputi aspek-aspek berikut: Konsep pengertian pepatah-petitih,
jenis-jenis pepatah-petitih Bahasa Dayak Ngaju yaitu: Bidal, pepatah, Perumpamaan,
dan Ungkapan; serta Arti pepatah-petitih dalam bahasa Dayak Ngaju dalam Bahasa
Indonesia. Tujuan penelitian adalah untuk pemerian data tentang pepatah-petitih,
jenis-jenis pepatah-petitih bahasa Dayak Ngaju; bidal, pepatah, perumpamaan dan
metode pengumpulan data ialah metode studi lapangan dengan teknik wawancara,
rekaman, dan studi pustaka. Metode dalam menganalisis digunakan metode
deskriptif. Metode analisis data untuk penelitian ini menggunakan metode terjemahan
kedalam bahasa Indonesia secara harfiah. Sumber data diperoleh dari informan yaitu
semua penutur asli petitih. Penelitian ini menemukan keseluruhan
pepatah-petitih yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) bidal 147 buah, (20) pepatah
385 buah, (3) perumpamaan 307 buah, (4) ungkapan 116 buah, jumlah keseluruah
955 buah. Pepatah-petitih dayak Ngaju berisikan materi yang mengandung
pengajaran, pendidikan, nasihat, pujian, sindiran, petunjuk, peringatan, dan bahasa
diplomasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi
perbandingan antara bahasa Dayak ngaju dengan bahasa lain. Kajian di atas sangat
relevan dengan penelitian dalam tesis ini yaitu sama-sama mengkaji masalah
pepath-petitih, hanya berbeda objek kajian dan metode analisisnya. Dalam tesis ini objek
kajiannya adalah upacara adat pernikahan, khatam Al-Qur’an dan Sunat Rasul dalam
adat Melayu Serdang. Metode analisisnya menngunakan metode reduksi data
(penelaahan, menafsirkan arti dan menghubungkannya dengan aspek makna), model
data (dengan menggunakan model bagan dan tabel), dan verifikasi data (mencari
makna, pola, tema, hubungan dan persamaan), sedangkan dalam penelitian Iper, dkk
objek kajiannya adalah kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Ngaju yang ada di
2.6.2. Emosi Melayu (Pepatah Melayu: Hubungan Antara Emosi Melayu Dengan Pemikiran Sufisme oleh Awang, dkk (2005)
Penelitian ini menelaah tentang emosi Melayu, yaitu emosi Melayu dalam
pepatah dan kaitannya dengan pemikiran sufisme. Penelitian ini memokuskan pada
emosi yang berdasarkan pada gambaran emosi seseorang baik dalam tuturan dengan
intonasi, konteks, perlafazan, dan tinggi rendahnya suara. Penelitian ini menemukan
emosi orang Melayu berbeda dengan emosi orang India, orang Cina, dan sebagainya.
Dalam konteks budaya Melayu, emosi dapat berbentuk verbal dan non-verbal. Dalam
bentuk verbal contohnya, leksikon kata-kata yang digunakan berupa sedih, suka,
gembira, marah, sayang, benci, dan sebagainya. Dalam bentuk non-verbal emosi
Melayu diperlihatkan melalui mimik muka dan pergerakan “body language”. Contohnya: dengan cara membeliakkan bola mata sudah menunjukkan emosi marah,
dan tidak suka secara terang-terangan. Emosi non-verbal ini bersifat “cultural specific”, yang diinterpretasikan.
Emosi merajuk pada orang Melayu dapat dilihat dalam pepatah Melayu.
Emosi orang Melayu selalu mengikuti hati dan perasaan yang menyebabkan
munculnya suatu konflik akhirnya menimbulkan perpecahan dan pertengkaran yang
merugikan orang Melayu. Inilah yang menjafi fenomena dalam emosi Melayu.
Pepatah Melayu penuh dengan kata-kata yang membangkitkan nilai-nilai murni dari
ajaran Islam. Pepatah ini ada kaitannya dengan pemahaman para sufisme yang
mencoba memperlihatkan perkembangan pepatah seiring dengan ajaran Islam.
Contoh: “Rezeki Secupak Tak Kan Jadi Segantang”. Pepatah ini ada kaitannya
keislaman dan tauhid jelas terlihat dalam pepatah ini, karena persoalan rezeki
memang sudah ditakdirkan oleh Allah.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah membicarakan emosi orang Melayu
dari berbagai sudut dan disiplin ilmu untuk melihat bagaimana emosi ini diarahkan
supaya tidak merugikan orang Melayu. Diharapkan orang lain akan lebih mengenali
dan memahami jiwa, cita rasa, emosi, dan wawasan orang Melayu. Kajian di atas
mempunyai relevansi yang sangat erat dengan kajian dalam tesis ini, yaitu:
pengkajian emosi Melayu yang muncul dalam pepatah dari segala segi kehidupan
yang menyatakan rasa senang, sedih, marah, dendam, suka, benci, takut, malu, dan
bosan. Sedangkan tesis ini meneliti tentang makna emotif dalam pepatah nasihat yang
dikhususkan dalam acara adat pernikahan, khatam Al-Qur’an, dan sunat Rasul.
2.6.3. Representasi Ideologi Masyarakat Melayu Serdang dalam Teks Situasi dan Budaya oleh T.Thyrhaya Zein (2009)
Penelitian ini bertujuan mengkaji fenomena semiotik sosial Melayu Serdang
(MS). Penelitian difokuskan pada pengungkapan representasi ideologi dalam bahasa
(teks), situasi, dan budaya. Penelitian ini menemukan bahwa ideologi Masyarakat
Melayu Serdang (MMS) diwarnai dan diwataki oleh Proses Material, Proses
Relasional, dan Proses Mental (Trilogi MMS). Pencirian ideologi MMS oleh ketiga
jenis proses transitivitas ini dimotivasi oleh realita sosial MMS, yang menganut dan
mengamalkan trilogi MMS sebagai ideologinya, dalam berbagai peristiwa dan
kegiatan situasional dan budayawi. Trilogi MMS ini direpresentasikan dalam
sebagai representasi simbolik mengobservasi realitas sosial MMS dan
mewujudkannya melalui Proses Material. Kemunculan Proses Mental sebagai dipicu
oleh banyaknya keterlibatan fungsi Partisipan Pengindera sebagai Subjek klausa yang
berjenis manusia, terutama dalam peristiwa dan kegiatan faktual maupun imajinatif
yang mengandung nilai dan ajaran budi pekerti, terutama yang diungkap dalam syair
lagu dan cerita rakyat. Pada tataran konteks Budaya, teks merepresentasikan fungsi
sosial, struktur generik, dan ciri linguistik pada teks MS. Teks pantun, syair, mantra,
cerita rakyat, pidato, khotbah Jumat, dan wawancara (percakapan) dengan nelayan
dan petani MS menjadi bagian budaya dan produk budaya MS. Bahasa, situasi, dan
budaya secara bersama-sama merupakan bentuk ekspresi ideologi MS yang memuat
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tercermin dalam trilogi Manusia dengan
Pencipta (MP), Manusia dengan Alam (MA), dan Manusia dengan Manusia (MM).
Rangkuman kajian Zein (2009) sangat relevan diungkapkan dalam tinjauan
tesis ini dan perbedaannya, kajian Zein tidak menganalisis makna emotif dalam
pepatah bahasa Melayu Serdang tetapi fokus kepada Bahasa dengan gramatika
transitivitasnya sebagai representasi simbolik mengobservasi realitas sosial MMS
dan mewujudkannya melalui dominasi Proses Material. Contohnya dalam teks
pantun, pepatah, syair, mantra, dan cerita rakyat yang dikaitkannya dengan aktivitas
dan karakter budaya BMS karena bahasa merupakan salah satu wujud dari budaya
2.6.4. Konfigurasi Medan Leksikal Emosi Bahasa Melayu Serdang oleh Mahriyuni (2009)
Studi ini menelaah sejumlah medan leksikal emosi yang dihasilkan oleh
penutur Melayu Serdang berdasarkan variasi sosial. Studi ini memokuskan pada
makna kata leksikon emosi Melayu Serdang. Teori yang digunakan adalah teori
semantik struktural. Berdasarkan reaksi semantik bersama yang mengandung makna
umum dan makna khusus yang menandai komponen tertentu, dari seratus lima puluh
tiga emosi terbentuk tujuh medan leksikal emosi yaitu(1) Medan Leksikal (EMOSI)
Senang; (2) Medan Leksikal Sedeh; (3) Medan Leksikal Marah; (4) Medan Leksikal Bosan; (5) Medan Leksikal Benci; (6) Medan Leksikal Takut; (7) Medan Leksikal Malu. Ketujuh medan leksikal itu dapat ditata secara hierarki menjadi sepuluh tataran dari medan leksikal terbesar atau terluas sampai dengan medan leksikal terkecil.
Untaian, lirik, pantun dan ungkapan leksikal emosi bahasa Melayu Serdang tidak
hanya memiliki makna kebahasaan, tetapi juga mencerminkan nilai budaya dan sikap
positif yang bernuansa ajaran Islam. Hal ini memberi pedoman bagi hidup dan
kehidupan manusia sebagai makhluk Allah untuk berkepribadian baik dan jujur agar
berguna bagi lingkungannya.
Dari uraian singkat tentang konfigurasi medan leksikal emosi dan aspek
semantik penutur bahasa Melayu menurut Mahriyuni, diperoleh beberapa medan
leksikal emosi berdasarkan reaksi semantik yang mengandung makna umum dan
makna khusus, yaitu: medan lesikal senang, sedeh, marah, bosan, benci, takut, dan malu. Medan leksikal ini diperoleh berdasarkan variasi sosial masyarakat Melayu
ungkapan. Medan leksikal emosi dari ungkapan adalah yang menjadi relevansi
dengan penelitian ini dan perbedaannya adalah kajian ini difokuskan terhadap kajian
analisis makna emotif dalam pepatah BMS. Emosi diungkapkan melalui kata-kata
yang diucapkan dalam pepatah maka diperoleh makna emosi. Keistimewaan
penelitian ini adalah menganalisis pepatah yang merupakan output dari ungkapan
emosi dan langsung terlihat dari kata-kata yang diucapkan.
2.6.5.Ciri Akustik Bahasa Melayu Serdang (BMS) oleh Syarfina.T dan Sinar,T.S (2010)
Penelitian ini menelaah tentang ciri akustik tuturan BMS menjadi penanda
social penutur yang terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan variable bebas,
seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, kelas sosial, dan keseringan
pemakaian BMS. Penelitian ini memokuskan pada ciri akustik mana yang signifikan
sebagai penanda modus, apakah ketiga modus tuturan yang diamati menandai
kelompok sosial tertentu, dan mencari ciri suprasegmental apa yang sesungguhnya
yang menandai keompok-kelompok sosial itu. Penelitian ini menemukan nada
tertinggi, nada dasr, nada final, nada rendah, durasi, dan intensitas dapat dijadikan
pemarkah sosial penutur Bahasa Melayu Deli. Perbedaan yang signifikan untuk
intensitas ditemukan pada tuturan kelas social saja. Tuturan dalam BMS hanya
bergulat nada 1 oktaf saja. Tidak ditemukan perbedaan pada eksekusi nada final pada
variabel jenis kelamin perempuan. Pada variabel generasi ditemukan tuturan usia
muda lebih tinggi julat nada, nada dasar, nada final dan ekserkusi nada final dari pada
Adanya perbedaan pada intensitas dasar, final, tertinggi, dan rendah pada variabel
jenis kelamin generasi, pendidikan, dan pekerjaan. Simpulannya ciri akustik tuturan
BMS menjadi penanda sosial penutur yang terbagi dalam kelompok-kelompok
berdasarkan variabel bebas, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, kelas
sosial, dan keseringan pemakai BMS. Relevansi kajian ini adalah kajian akustik BMS
yang meneliti tentang tinggi dan rendahnya nada, nada final, durasi dan intensitas
tuturan yang menggunakan instrumen praat object berkenaan dengan kajian dalam tesis ini dalam hal analisis makna emotif dalam pepatah berdasarkan pada perangkat
fonetik dengan cara mencari tekanan suara pada leksem atau kata dan hembusan
nafas yang kuat pada silabel yang mana dalam pepatah. Cara mencari tekanan suara
dan hembusan nafas yang kuat dengan menggunakan alat perekam (walkman) dan
mendengarkan suara dengan seksama.
2.6.6.Ungkapan Verbal Etnis Melayu dalam Pemeliharaan Lingkungan oleh Sinar, T.S (2010)
Penelitian ini menelaah tentang sastra lisan dan falsafah keekologian bahasa
Melayu Serdang sebagai aset budaya komunitas penuturnya, baik dari sejarah
perkembangannya, keberadaannya secara fungsional terutama pada era dan arus
budaya global untuk dipertahankan karena sebagai salah satu kekuatan dan ciri jati
diri masyarakat Melayu Serdang di antara komunitas-komunitas tutur lainnya di Deli
Serdang dan Serdang Bedagai. Ungkapan kelisanan dan kefalsafahan ekologis
Melayu Serdang adalah kekuatan lokal yang menjadi pilar penyangga bangsa
Masalahnya pilar-pilar tersebut hampir punah karena adanya perubahan ragawi pada
masyarakat Melayu yaitu hancurnya kerajaan Kesultanan Serdang oleh Belanda tahun
1946. Hal ini memengaruhi pada perubahan infrastruktur (kerajaan) dan suprastruktur
(konsep, ide khususnya pepatah, jargon, dan larangan-larangan yang terkait dengan
lingkungan). Penelitian ini menemukan konteks situasi ungkapan verbal secara
eksprensial telah mengungkapkan realitas medan ungkapan verbal melalui
leksikogramatika, secara interpersonal mengungkapkan hubungan dan interaksi sosial
pelibat, dan secara tekstual mengungkapkan sarana merangkai peristiwa lingkungan
alam disuarakan secara fonologis dan dituliskan secara grafologis. Dari permasalahan
dan penemuan penelitian, maka hasil dari penelitian adalah menemukan
ideaologi-ideologi yang terkandung di balik ungkapan-ungkapan dalam bahasa Melayu Serdang
adalah berguna untuk kehidupan mental dan kepribadian generasi baru sebagai
pewaris nilai-nilai masa lalu yang memang perlu dilanjutkan. Oleh karena itu perlu
adanya gerakan untuk merekontekstualisasikan sebagai konsep pemerintah dan
mensosialisasikan pemeliharaan lingkungan kepada masyarakat berlangsung lewat
bahasa.
Relevansi penelitian ini dengan kajian tesis, adalah ungkapan digali kembali
karena untuk membangun lingkungan, mental dan jiwa generasi muda yang baik
lewat bahasa. Dalam tesis ini kajiannya adalah pepatah, dan ungkapan adalah bagian
dari pepatah. Tesis ini menganalisis makna emotif dalam pepatah yang berhubungan
dengan perkembangan jiwa/mental generasi muda yang sudah meninggalkan jauh
2.6.7. Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai oleh Sinar,T.S, dkk (2011)
Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan leksikon kuliner
nomina bahasa Melayu Serdang, untuk diwariskan sebagai pengetahuan dan
pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon kuliner nomina Kesultanan
Serdang dan memberikan informasi yang merujuk kepada pentingnya keterpeliharaan
lingkungan kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini yang bermukim di
sekitarnya bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan.
Saat ini generasi muda Melayu Serdang sudah mulai tidak mengenal lagi
pangan kuliner Melayu Serdang, dan lebih mengenal kuliner yang modern saat ini
yang cepat saji dan praktis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan dan metode kuantitatif dan kualitatif dengan instrumen
untuk pengumpulan data dilakukan di Kec. Perbaungan yang berada dalam
lingkungan Kesultanan Serdang masa lalu di Kabupaten Serdang Bedagai.
Penelitian ini menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai tidak
dikenal lagi seperti: anyang kepah, botok kampong, bubur lambuk, bubur sup, gulai darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan daun buas-buas, gulai lambuk kemuna, gulai telur terubuk, pekasam kepah, pekasam maman, rendang santan telur terubuk, emping padi, senat, sambal lengkong, sambal tempoyak durian,sambal terasi asam sundai, sambal belacan asam binjei, kue danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surga, lempeng putih, kueh makmur, kueh
pakis, kueh pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh cara, halwa renda, halwa cermai, halwa rukam.
2.6.8. Pergeseran Pepatah Nasihat pada Remaja Melayu Serdang oleh
Sinar,T.S, dkk (2010)
Penelitian ini adalah mengenai pergeseran penggunaan pepatah oleh
masyarakat Desa Besar II Terjun. Metode penelitian kualitatif deskriptif dengan
teknik analisis model analisis Miles dan Huberman, dilakukan peneliti melalui tiga
tahap, reduksi data, model data dengan menggunakan tabel, dan verifikasi data yaitu
mengambil kesimpulan. Penelitian ini menemukan bahwa pepatah nasihat sudah
jarang digunakan oleh para remaja di daerah Serdang. Dari 20 pepatah nasihat yang
diajukan sebagai instrumen penelitian berbentuk kuisioner terhadap 50 responden,
terbukti bahwa 39% responden sama sekali tidak mengenal dan tidak pernah
mendengar 20 pepatah nasihat, 15% responden kenal dan pernah mendengar
pepatah nasihat, 29% responden kenal dan tidak pernah menggunakan pepatah
nasihat, dan 17% kenal dan pernah menggunakan pepatah nasihat.
Kedua hasil penelitian Sinar (2011) di atas sangat relevan dengan penelitian
dalam tesis ini untuk melengkapi kajian terdahulu tentang bahasa Melayu Serdang
khususnya kajian tentang pergeseran faktor-faktor yang berkaitan dengan kebahasaan
Melayu Serdang yang sudah jarang digunakan generasi muda. Perbedaannya adalah
kajian ini membahas masalah bahasa dalam kuliner dan pergeseran penggunaan
pepatah nasihat, sedangkan kajian tesis membahas masalah makna emotif dalam