• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Hasil Penelitian

2. Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) Pengadilan Negeri Salatiga

Dasar pembentukanPeradilan Pemulihan Terpadu (P3T) adalah berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026 tahun 2012 tentang Standart Pelayanan Peradilan pada bagian Putusan Nomor 3 yang

menetapkan bahwa: “memerintahkan kepada setiap satuan kerja pada Badan Peradilan untuk menyusun Standart Pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh masing – masing satuan kerja tersebut selambat – lambatnya 6 (enam)

bulan sejak tanggal ditetapkannya Surat Keputusan ini.” Dan berdasarkan pada huruf J angka 1 yang berisi:

“dalam waktu selambat – lambatnya 1 (satu) tahun sejak Standar Pelayanan Pengadilan diberlakukan, setiap satuan kerja pada semua lingkungan badan peradilan di semua tingkatan, wajib menyusun standart pelayanan peradilan yang disesuaikan dengan kondisi pada masing – masing satuan kerja, dan kebutuhan masyarakat pada

52

Serta berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga No.W 12-U12/152 / HK008/9/2015 tentang Pembentukan Team Pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu Pada Pengadilan Negeri Salatiga sebagai dasar pengaturan mengenai program peradilan pemulihan terpadu (P3T) yang berbasis keadilan. SK ini berisi mengenai sistem pelayanan peradilan terpadu untuk pencapaian keadilan dalam perkara pidana maupun perdata, pembentukan team pengelola Pelayanan Peradilan Pemulihan Terpadu di Pengadilan Negeri Salatiga, pengaturan tatacara pelayanan, biaya pelayanan peradilan, dan penetapan – penetapan untuk penunjukan konseling. Dan dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan juga dalam bagian menimbang mengenai hak – hak pencari keadilan terdapat dalam bagian menimbang yakni sebagai berikut: (lampiran II)

a. Bahwa perempuan dan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, berhak mendapatkan perlindungan, pendampingan dan/atau bimbingan rohani dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga yang dihadapinya.

b. Bahwa sarana pelayanan peradilan pemulihan harus memperhatikan dan mempunyai akses yang dapat dijangkau oleh penyandang cacat (disabilitas). c. Bahwa merupakan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan dan

bantuan kepada setiap anak baik terhadap yang menjadi pelaku maupun korban baik bantuan hukum maupun bantuan lainnya, yang dalam pelaksanaannya dapat melibatkan peran masyarakat.

53

d. Bahwa pelayanan peradilan pemulihan harus dapat menyediakan akses atau sarana bagi saksi dan korban untuk memberikan kesaksian tanpa berhadapan langsung dalam pemeriksaan persidangan

Peradilan Pemulihan terpadu adalah sebuah program unggulan dan program inovasi dalam hal pelayanan publik di Pengadilan Negeri Salatiga untuk mempermudah proses perkara serta mewujudkan pelayanan publik dengan konsep keadilan yang merupakan kewenangan sepenuhnya milik pengadilan yang bertujuan pada pemulihan atau restorative bagi para pihak yang berhadapan dengan hukum yakni pelaku/ korban. Melalui wawancara dengan Bapak Fajar Yulianto, SH., sebagai jaksa Penuntut Umum pada tanggal 26 Agustus 2016, kata Terpadu dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan di Pengadilan Negeri Salatiga yakni berupa bimbingan konseling yang dilakukan oleh Psikologi, Pendeta, atau Konsuler yang sebelumnya telah ditunjuk melalui SOP.37

Melalui wawancara dengan narasumber lain yakni Ibu Henny Trimira Handayani, SH., MH., sebagai Ketua Pengadilan Negeri Salatiga pada tanggal 22 Agustus 2016, bentuk Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) yang diberikan kepada pelaku dan korban selaku pencari keadilan adalah dengan tujuan sebagai berikut :

 Untuk membangun sarana, prasarana dan model penanganan peradilan pemulihan terpadu yang dapat membantu pemulihan keadaan mental atau rokhani bagi korban, pelaku maupun pihak – pihak yang berperkara melalui penyediaan fasilitas- fasilitas dan lembaga konseling, agar dapat membantu

37

54

para pihak yang berhadapan dengan hukum dapat memperbaiki kualitas kehidupannya ;

 untuk membuka ruang dialog intersubyektif terbuka bagi hakim dengan para pihak yang berhadapan dengan hukum melalui bantuan konsuler, sehingga hakim dapat memahami keadilan yang lebih substantive;

 membuka stigma negatif masyarakat ketika hakim berupaya berdialog dengan para pihak dalam memahami permasalahan suatu perkara; dan

 untuk mendamaikan perkara sebelum perkara diputus.38

Kemudian melalui wawancara dengan Ibu Henny Trimira Handayani, SH.,MH., sebagai Ketua Pengadilan Negeri Salatiga pada tanggal 22 Agustus 2016; Bapak Achmad Raffik Arief, SH., sebagai Panitera Muda Pidana dan Bapak Adhi Agus Ardhianto SH., sebagai Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Salatiga yang dilakukan pada tanggal 30 Mei 2016 dan 28 Juni 2016 ; Bapak Ferdiansyah SH,MH.,sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum ; dan Bapak Fajar Yulianto, SH., sebagai Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 26 Agustus 2016, bahwa bentuk peradilan pemulihan terpadu yang diberikan kepada pelaku dan korban terkait konseling, yaitu sebagai berikut :

 dilihat dari sisi pelaku yakni apakah pelaku tersebut telah benar – benar menyesal atau tidak ataukah hanya berpura – pura menyesal yang dalam hal ini berarti memberi penilaian. Jika dalam penilaian tersebut pelaku masih dapat dibina/dibimbing maka pada saat itu juga pengadilan memberikan

38

55

penawaran kepada pelaku apakah mau dilakukan bimbingan atau tidak. Penilaian tersebut dilakukan oleh hakim dan jaksa.

 Dari sisi korban, dilakukan dengan penilaian yang sama, untuk perkara pidana ada dalam bentuk diversi atau sidang melalui ruang teleconference untuk perkara pidana anak dan selanjutnya dapat dilakukan bimbingan atau konseling karena ada pemikiran bahwa anak masih dapat untuk dibina. Bimbingan berupa konseling ini berguna untuk para pihak dalam hal mendapatkan pencerahan batin atau rohani bagi pelaku agar tidak mengulangi kejahatan yang diperbuat. Dan pemulihan bagi korban, biasanya untuk pemulihan korban lebih banyak dalam hal perlindungan korban anak.

Bentuk rekomendasi/referensi yang diberikan oleh pihak konselor kepada hakim ada dalam bentuk dokumen (resume) yang sebelum persidangan tersebut bersifat rahasia dan tidak dapat diberitahukan kepada pihak manapun kecuali hakim (hanya pada hakim) sampai selesai persidangan dan dokumen tersebut setelah persidangan baru dapat dibuka secara terbuka. Kerena hal tersebut dapat mempengaruhi pemikiran – pemikiran si korban. terkait dengan Jaksa bisa saja jaksa meminta rekomendasi/referensi konselor namun hanya dapat digunakan sebagai kepentingan memperkuat fakta – fakta dalam persidangan.

Pada dasarnya program bimbingan atau konseling yang diberikan dilakukan dengan cara mempertemukan pihak yang membutuhkan dengan pihak konselor yakni psikolog atau rohaniawan untuk selanjutnya dilakukan bimbingan konseling tersebut. Model pelayanan konseling tersebut mengadopsi lembaga BP4 pada KUA dan

56

lembaga pendampingan perempuan dan anak yang terdapat di kepolisian dalam perkara pidana anak dan tindak pidana susila.39 Pemulihan tersebut dilakukan selama proses perkara berjalan dan dilakukan saat persidangan berlangsung yang diharapkan hasil dari proses pemulihan dengan konseling tersebut dapat menjadi masukan atau referensi bagi hakim untuk memperjelas titik terang dalam memutus perkaranya, sekaligus memberi manfaat bagi korban/pelaku/para pihak yakni berupa pemulihan mental/jiwa.

Lembaga konseling dalam Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) berjalan sejak penandatanganan MOU pada tanggal 21 September 2015 dengan perantara Pengadilan Negeri Salatiga dengan PemKot Salatiga , Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, yang kemudian dilanjutkan dengan penandatangan MoU lain dengan perantara Pengadilan Negeri Salatiga dengan Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga dan Rumah Sakit Paru Dr. Ario Irawan Salatiga yang diterapkan dalam perkara perdata yakni terkhusus perceraian dan dalam perkata pidana. Adapun dalam SOP pelaksanaan lembaga konseling adalah upaya konseling ditawarkan oleh Hakim atau Majelis Hakim pada saat persidangan dan Konseling dilakukan di luar jam persidangan oleh konsuler (Psikolog/Rohaniawan/pendamping) yang ditunjuk. Proses konseling diharapkan dilakukan bersamaan dengan proses pemeriksaan.40

39

http://inovasi.mahkamahagung.go.id/inovasi-detail/PELAYANAN%20PERADILAN%20PEMULIHAN%20TERPADU%20%20P3T, di akses pada tanggal 8 Agustus 2016, pukul 11.50.

40

57

Sistem Peradilan Pidana atau yang disingkat dengan SPP adalah hukum acara pidana dalam arti yang luas sementara istilah hukum acara pidana saja adalah SPP. Kedudukan program Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) dalam sistem peradilan pidana (SPP) dalam hal ini adalah bahwa program Peradilan Pemulihan Terpadu (P3T) hanyalah sebagai program unggulan pengadilan dan tidak dicantumkan dan diatur di dalam sistem peradilan pidana (SPP). Konsep dasar sistem peradilan pidana Indonesia pada dasarnya adalah apa yang telah diundangkan dalam KUHP dan ketentuan lain di luar KUHP yang secara keseluruhan menjadi satu yaitu sistem peradilan pidana Indonesia.41

Terkait implementasi dan kedudukan program peradilan pemulihan terpadu (P3T) dalam sistem peradilan pidana adalah yang dalam hal ini terkait dengan Independensi kedudukan hakim dan jaksa bahwa hakim dan jaksa tidak terpengaruh sama sekali dengan adanya program ini. Hal ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya hakim hanya memiliki keperluan dalam hal untuk untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan perkara yang ditangani, serta referensi yang diberikan oleh ahli atau konselor hanya sebagai salah satu acuan hakim untuk dapat menemukan titik terang dalam perkara yang ditangani.

Referensi yang diusulkan/diberikan kepada hakim tidak bersifat mengikat hakim. Oleh karenanya adanya program peradilan pemulihan terpadu (P3T) tidak mempengaruhi independensi hakim dalam mengurus serta memutus suatu perkara.

41

Luhut M.P. Pangaribuan, Lay Judges & Hakim Ad Hoc Suatu Studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Papas Sinar Sinanti, Jakarta, 2009, hlm. 99.

58

Terkait Independensi yag dimiliki oleh Jaksa penuntut umum, Independensi yang dimiliki jaksa Penuntut Umum sama dengan Hakim, yakni tidak dapat dipengaruhi oleh hal apapun dikarenakan jaksa memiliki pemikiran sendiri yang tidak dapat di intervensi oleh hal apapun serta jaksa pada dasarnya telah memiliki kewenangan tersendiri dalam hal tuntutan.

3. Perkara Nomor 100/Pid.B/2015/PN.Slt, terdakwa Feri Tri

Dokumen terkait