• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERALATAN DAPUR

Dalam dokumen Majalah Sinergi | Semen Indonesia (Halaman 62-64)

Jujur saja, kalau melihat kondisi masa lalu, sulit percaya bila saya bisa sampai (sukses) seperti ini,” ujar Ikhwan Ali saat ditemui di

workshop-nya di Desa Pelemwatu, Ke- camatan Menganti, Kabupaten Gresik. Kecukupan materi, sesuatu yang sama sekali tak terbayang di benak anak ketiga dari lima bersaudara ini, kini telah direngkuh. Semua berkat usaha pembuatan alat parut kelapa yang dirintisnya dari bawah. Usaha rumahan ini menghasilkan omzet Rp 75 juta hingga Rp 100 juta setiap bulan.

“Alhamdulillah. Allah SWT maha pemurah, senantiasa mendengar dan mengabulkan doa hambanya,” ungka- pnya. Ikhwan memulai usaha pembua- tan alat parut kelapa tahun 1996. Ada sedikit unsur keterpaksaan, karena saat itu dia baru di-PHK dari sebuah pabrik roti di kawasan Dinoyo, Surabaya. Sempat limbung, Ikhwan pun berga- bung dengan usaha peralatan dapur di kawasan Darmo Permai, Surabaya.

“Setelah delapan bulan di sana, saya kemudian keluar dan memutuskan mandiri,” kisahnya.

Kendati cukup ahli membuat roti, dia mengesampingkan hal itu. Alasan- nya sederhana, lifetime roti cukup pen- dek sehingga pemasarannya harus ce- pat. Paling lama tiga hari, jika tak laku sudah berjamur. “Beda dengan besi. Sampai tiga tahun sekalipun tetap besi namanya. Tak akan berubah bentuk,” katanya menyodorkan alasan. Awalnya Ikhwan menjalankan usaha pembuatan alat parut kelapa ini bertiga dengan temannya, dengan empat karyawan. Perbedaan visi membuat kongsi ini pecah, dan Ikhwan jalan sendiri sampai sekarang.

Kelincahan membangun jaringan dan kesediaan memenuhi keingin- an konsumen membuat usahanya berkembang pesat. Diversiikasi produk pun dilakukan. Tak hanya parut kelapa, usaha rumahan ini juga

IKHWAN ALI

melayani pembuatan alat pencabut bulu ayam. Selain dijual di kawasan Kembang Jepun Surabaya, produk- produk ini juga dilempar ke Sulawesi dan Kalimantan.

Ketepatan waktu penyelesaian dan kualitas yang terjaga menjadi salah satu keunggulan alat buatan Ikhwan.

Tak ayal, ketika Indonesia diterpa krisis moneter, usaha Ikhwan sama sekali tak terganggu. Malah, berkat kejelian melihat peluang, bapak dua anak ini melahirkan produk baru berupa mesin penyedot air. Mesin ini biasa dipakai para penambang emas tradisional di Sulawesi dan Kalimantan. Ikhwan membuat mesin baru ini karena permintaan alat parut kelapa dan pen- cabut bulu ayam menurun.

“Saya beli mesinnya di Solo, terus kita assembly dan lempar ke pasar. Laris manis kayak kacang goreng. Sebab harganya lebih murah dibanding produk impor yang saat itu terkena im-

bas kenaikan dolar,” kisahnya. Usahan- ya makin berkembang saat Ikhwan ber- gabung sebagai mitra binaan Semen Indonesia pada 2005. Dia mendapat pendampingan dalam pengelolaan keuangan usaha maupun kesempatan membangun relasi lewat berbagai per- temuan dan pameran. “Saya menjadi makin percaya diri dan termotivasi mengelola usaha ini,” akunya.

Setelah lima tahun dibina SMI, Ikhwan merasa sudah cukup. Dia tak mau egois dan memberi kesempatan pada UKM-UKM lain untuk berga- bung menjadi mitra binaan. “Gantian. Apalagi, usaha juga semakin maju dan kuat. Kasihan yang lain kalau saya terus di sana,” papar usahawan protolan kelas satu STM ini.

Ikhwan tak pelit berbagi jurus sukses. Dia selalu mendukung kar- yawannya yang ingin merintis usaha sendiri. Alhasil, di Dusun Pelemwatu, usaha peralatan dapur ini menjamur. Dari sekitar 2.000 kepala keluarga yang

tinggal di sana, lebih dari 70 persen- nya menggeluti usaha ini. Toh, Ikhwan tak khawatir pasarnya bakal tergerus. Malah, usahanya makin membesar.

Kuncinya? “Harus jeli membaca peluang dan membuat variasi produk. Contohnya, ketika yang lain masih asyik membuat alat parut kelapa dan pencabut bulu ayam, saya sudah bikin mesin penyedot air,” kata dia.

Saat ini, Ikhwan dibantu 80 kar- yawannya juga memproduksi mesin molen, mesin perontok padi dan jag- ung, as ketinting untuk baling-baling perahu, dan lainnya. “Yang terbaru mesin molen dan as ketin-ting. Ini juga memenuhi permintaan teman- teman di lapangan. Untuk as ketinting kita kirim ke Luwu Sulawesi dan Raja Ampat Papua. Saya dengar Semen Indonesia punya pabrik juga di Viet- nam. Kalau ada kesempatan, produk saya juga bisa masuk. Di sana kan juga banyak sungai dan perahu,” harapnya. (ram/bwo) Owner : Ikhwan Ali Alamat : Dsn Pelemwatu RT 05 RW 03 Pelemwatu, Menganti, Gresik, Jawa Timur

Kontak : 081235138779

UD DWI

SUMBER

SEJATI

MITRA

MITRA

S

iang itu udara sedang panas-pa- nasnya. Seorang perempuan le- wat paro baya bertanya kepada seorang lelaki berbadan tegap di seberang jendela yang dipasangi rang besi. “Mau beli apa ki? Kopi, gula, sirup, atau rokok?” tanyanya.

Lelaki berkumis tipis itu menyahut, ”Iye. Tabe gula ta sekilo dan kopi Tora- bika dua bungkus. Berapa ki semua?” Sambil melayani pembeli di ga’de- ga’de (kios) atau warung campuran, Macca, nama perempuan tersebut, merapikan barang dagangannya. Ada minyak goreng, sampo sachet, sabun cuci, dan banyak lagi.

Rupanya Macca baru saja pulang belanja mingguan dari Pasar Pangka- jene, Pangkep, untuk mengisi warung campurannya itu. Sekali belanja, janda ditinggal mati suami itu bisa meng- habiskan uang sebagai modal sebanyak Rp 600 ribu hingga Rp1 juta. “Kalau sampai Rp1 juta, itu sudah banyak sekali. Itupun kalau sudah banyak yang habis isi warung,” ujar perempuan kela- hiran Borong Untia, 2 Agustus 1958 ini.

Sesekali ia tinggalkan warung

berukuran 2x3 meter persegi yang berada di kolong rumah kayu itu ke dapur atau ke sumur samping rumah. Di rumah kayu berukuran 5 x 12 m persegi peninggalan suaminya itu, Macca tinggal bertiga dengan seorang cucu dan anak perempuannya. Sedangkan tiga anaknya yang lain sudah berumah tangga dan tinggal di desa lain.

Bagi Macca, warung campuran di RT 001, RW 007, Dusun Borong Untia, Desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro itu, sudah menjadi sumber penghasilan utama kehidupannya. Terlebih sejak suaminya meninggal enam tahun lalu.

Dalam dokumen Majalah Sinergi | Semen Indonesia (Halaman 62-64)

Dokumen terkait