• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.3 Peran Advokat, Konsultan, Dan Konselor

Prijonegoro Sragen.

5.3.1 Peran Sebagai Advokat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai peran advokat dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak 17 responden (54,8%). Peran perawat sebagai advokat atau pembela pasien diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (informed consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak–hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak– hak pasien (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).

Hasil observasi dari peneliti pada saat perawat mempersiapkan pasien yang akan menjalani operasi, ketika ada tetangga yang menanyakan tentang penyakit yang diderita pasien, perawat tidak bersedia menjawab dan menjelaskan pada tetangga tersebut bahwa itu merupakan rahasia pasien dan tidak semua orang boleh mengetahuinya. Peneliti juga melihat ketika

pasien memanggil meminta bantuan perawat mendampingi pasien sebelum masuk kamar operasi, perawat bersedia mendampingi sampai pasien masuk kamar operasi. Berdasarkan hasil observasi juga didapatkan ketika perawat mau melakukan skeren untuk persiapan operasi, perawat menanyakan terlebih dahulu apakah mau di skeren sendiri, di skeren keluarga atau di skeren oleh perawatnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya sebagai advokat dalam informed consent pasien pre operasi dengan baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rumila dan arofiati (2009) bahwa sebagian besar perawat dapat berperan sebagai advokat bagi pasien yang berfungsi sebagai penghubung antara pasien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien, membantu pasien untuk memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan lain. Meskipun demikian, masih ada hambatan yang membuat perawat belum dapat melaksanakan perannya sebagai advokat dengan baik. Hambatan tersebut antara lain jumlah tenaga perawat yang kurang dan perawat yang masih dibebani tugas-tugas non keperawatan seperti mengurusi administrasi pasien pulang dan mengambil hasil labororatorium yang sebenarnya bukan tugas dari perawat.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afidah (2013) bahwa faktor yang menjadi penghambat dalam melaksanakan peran

55

advokasi perawat antara lain: kepemimpinan dokter, lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah tenaga perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Faktor yang mendukung perawat dalam melaksanakan perannya sebagai advokat yaitu: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien, pendidikan keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit.

5.3.2 Peran Sebagai Konsultan

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai peran konsultan dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak 24 responden (77,4%). Peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008). Perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelajaran pelayanan keperawatan (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).

Hasil observasi dari peneliti ketika perawat mempersiapkan pasien yang akan menjalani operasi, perawat memberikan informasi kepada pasien tentang apa yang harus dipersiapkan sebelum menjalani operasi, perawat

juga menjelaskan tentang prosedur perawatan yang akan dijalani selama maupun setelah operasi. Peneliti saat melakukan observasi juga didapatkan perawat sedang memberikan informasi tambahan dan gambaran mengenai tindakan operasi kepada pasien yang sedang bingung untuk memutuskan apakah tindakan operasi merupakan tindakan yang terbaik atau ada alternatif lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya sebagai konsultan dalam informed consent pasien pre operasi dengan baik. Meskipun demikian, ada kendala yang sering dihadapi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai konsultan. Kenyataan dilapangan perawat kadangkala dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Perawat kadang dimintai penjelasan tentang prosedur operasi, resiko operasi bahkan ada juga yang menanyakan tentang kepastian keberhasilan dari operasi tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).

57

5.3.3 Peran Sebagai Konselor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai peran konselor dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak 18 responden (58,1%). Peran perawat sebagai konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang, di dalamnya memberikan dukungan emosional dan intelektual. Peran perawat sebagai konselor (Counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).

Hasil observasi dari peneliti, perawat melibatkan keluarga pasien dalam setiap tindakan persiapan operasi sehingga pasien merasa tenang karena merasa diperhatikan oleh keluarganya. Perawat juga tampak sedang memberikan konseling berupa nasehat dan anjuran untuk selalu berdoa dan pasrah kepada pasien dan keluarganya yang sedang menunggu panggilan untuk masuk ruang operasi. Hasil observasi juga tampak perawat sedang memberikan motivasi dan semangat kepada pasien yang akan menjalani operasi yang tampak cemas. Perawat memberikan dukungan emosional dengan cara menemani pasien selama di ruang transit dan membantu

mengganti pakaian pasien dengan pakaian ruang operasi ketika pasien berada di ruang transit kamar operasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya sebagai konselor dalam informed consent pasien pre operasi dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan perawat dapat membantu pasien mengembalikan kesejahteraan emosional, spiritual dan sosial pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal (Potter & Perry, 2006). Perawat dapat membantu pasien mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien (Majid, dkk 2011).

Kenyataan di lapangan, perawat yang harus aktif memberikan semangat dan dorongan pada pasien maupun keluarganya, sehingga pasien dapat merasa nyaman dan tidak cemas dalam menjalani operasinya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan tugas seorang perawat dapat memberikan sugesti positif untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Pasien pre operasi harus diberi informasi tentang prosedur operasi untuk mengurangi kecemasan. Pasal 38 Undang-Undang No 38 tahun 2014 menyatakan bahwa dalam praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan (UU No 38 Tahun 2014).

59 BAB VI

Dokumen terkait