• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iv

serta salam terhatur kepada Rasulullah Muhammad S.A.W, yang selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul “Peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan selaku Penguji yang telah memberikan ijin, membantu serta membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ns. Anita Istiningtyas, M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.

4. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.

(5)

v

5. dr. Joko Sugeng P, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis.

Surakarta, Februari 2016

(6)

vi

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x ABSTRAK xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 6 1.3 Tujuan Penelitian 7 1.4 Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori 9 2.2 Keaslian Penelitian 29

(7)

vii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 31

3.2 Populasi dan Sampel 31

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 33

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 33

3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan data 33

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 39

3.7 Etika Penulisan 41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSUD Sragen 42

4.2 Hasil Penelitian 43

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 46

5.2 Peran Perawat Dalam Informed Consent 50

5.3 Peran Advokat, Konsultan, Dan Konselor 53

BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 59

6.2 Saran 60 DAFTAR PUSTAKA

(8)

viii

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 33

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Peran Perawat 35

Tabel 4.1 Karakteristik Responden 44

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori 30

(10)

x Lampiran

1. Surat Ijin Studi Pendahuluan 2. Surat Ijin Penelitian

3. Surat Keterangan Penelitian

4. Surat Permohonan Menjadi Responden 5. Surat Pernyataan Menjadi Responden 6. Kuesioner Penelitian

7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 8. Hasil Penelitian

(11)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

xi

David Firmansyah

Peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di bangsal bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen

Abstrak

Peran perawat bangsal bedah sangat besar dalam pemberian informed consent pasien pre operasi. Peran perawat sebagai advokat, konselor maupun konsultan diperlukan agar operasi dapat berjalan dengan lancar. Permasalahan yang sering terjadi adalah perawat bangsal yang memintakan tanda tangan informed consent kepada pasien atau keluarganya, dan perawat juga dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan jenis rancangan penelitian survei (survey research method) pada 31 perawat yang bertugas di bangsal bedah (Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Analisa data hasil penelitian ini yaitu analisa univariat.

Hasil penelitian ini adalah peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar kategori baik yaitu 20 responden (64,5%), Peran advokat dalam informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 17 responden (54,8%). Peran konsultan dalam informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 24 responden (77,4%). Peran konselor dalam informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 18 responden (58,1%).

Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen termasuk dalam kategori baik yaitu sebagai advokat, konsultan dan konselor.

Kata kunci: peran perawat, informed consent, pre operasi. Daftar pustaka: 37 (2006-2014).

(12)

xii

David Firmansyah

Nurses’s Roles in Providing Informed Consent to Pre-operative Patients at Surgical Wards of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of

Sragen

Abstract

Surgical nurses play significant role in providing informed consent to pre-operative patients. Their roles as advocates, counselors, as well as consultants are needed for the purpose of a successfully-done surgery. A problem they often encounter is that they are required to ask for signature of patients or their family on the informed consent, and to explain something beyond their authority. The aim of this research is to figure out the nurses’ roles in providing informed consent to pre-operative patients. This is a quantitative descriptive research with survey research design. Samples of 31 nurses serving at surgical wards (Mawar and Teratai) of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen were taken. The data obtained were then analyzed using univariate analysis.

The research findings indicate that the nurses’ roles in providing informed consent to pre-operative patients at surgical wards of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen are mostly categorized as good, with the number of 20 respondents (64.5%). Their roles as advocates, consultants, and counselors in proving the informed consent to the patients are also categorized as good, with the number of 17 (54.8%), 24 (77.4%), and 18 (58.1%) respondents respectively.

In conclusion, nurses’ roles as advocates, consultants, and counselors in providing the informed consent to pre-operative patients at surgical wards in of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen are proven to be good.

Keywords : nurses’ roles, informed consent, pre-op Bibliography : 37 (2006-2014)

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun (Weiser et al. 2008). Jumlah operasi bedah di Indonesia terjadi peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar 45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun 2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar 53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace, 2007).

Operasi atau pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidayat & Win, 2005). Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan pasien, tidak heran jika sering kali pasien dan

(14)

keluarganya menunjukan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami (Majid, 2011).

Operasi merupakan tindakan pengobatan yang dapat menimbulkan berbagai masalah bagi pasien. Salah satu masalah yang sering dihadapi pasien pre operasi adalah ketakutan atau kecemasan. Ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi operasi antara lain adalah takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image), takut akan keganasan bila diagnosa yang ditegakan belum pasti, takut mempunyai kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut / ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, takut mati pada saat dibius, atau tidak akan sadar lagi, takut operasi akan gagal (Pooter dan Perry, 2006).

Kecemasan pada pasien pre operasi yang tidak segera diatasi dapat mengganggu kelancaran jalannya operasi. Pengkajian secara integral dan komprehensif dari aspek fisiologis pasien yang meliputi fungsi fisik-biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu pembedahan. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Pasien tidak jarang menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah siap dan ini berarti telah

(15)

3

menunda operasi yang semestinya sudah dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu (Majid, 2011).

Tugas seorang perawat dapat memberikan sugesti positif untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Pasien pre operasi harus diberi informasi tentang prosedur operasi untuk mengurangi kecemasan. Pasal 38 Undang-Undang No 38 tahun 2014 menyatakan bahwa dalam praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan (UU No 38 Tahun 2014). Persiapan yang perlu dilakukan pada pasien pre operasi antara lain pemeriksaan fisik, psikis/mental dan pemeriksaan penunjang serta hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab serta tanggung gugat yaitu informed concent (Majid, 2011).

Informed concent adalah suatu ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan (Muttaqin, 2009). Ijin tertulis tersebut dapat melindungi pasien dari kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan bersama, semua pihak yang terkait perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik (Pooter dan Perry, 2006).

Penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya masih kurang dilakukan para dokter kita di Indonesia. Penyebabnya bisa dikarenakan berbagai alasan yang salah satunya terlalu banyak pasien

(16)

yang dilayani sehingga waktu untuk berkonsultasi sedikit. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak–hak pasien (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed consent telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien. Proses penandatanganan informed consent ini dapat dilengkapi dengan penjelasan dan harus dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan mengerti isi atau maksud dari informed consent tersebut (Muttaqin, 2009).

Peran perawat dalam informed concent adalah sebagai advocat atau pembela pasien, konselor (Counsellor), dan sebagai konsultan (consultant). Peran perawat sebagai advokat atau pembela pasien diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (informed consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak – hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak – hak pasien. (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).

(17)

5

Peran perawat sebagai konselor (Counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).

Hasil Studi pendahuluan diperoleh data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi pada tahun 2014 sebanyak 3296 pasien. (Data Rekam Medik RSUD Sragen, 2015). Pasien yang akan menjalani operasi harus di beri informasi tentang berbagai macam prosedur operasi. Disinilah peran perawat sebagai advokat, konselor maupun konsultan diperlukan agar operasi dapat berjalan dengan lancar, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, dalam menjalankan peran sebagai konsultan, perawat yang menjelaskan tentang persiapan yang harus dijalani oleh pasien sebelum operasi. Perawat kadangkala dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Perawat kadang dimintai penjelasan tentang prosedur operasi, resiko operasi bahkan ada juga yang

(18)

menanyakan tentang kepastian keberhasilan dari operasi tersebut. Hasil observasi juga didapatkan peran perawat sebagai advokat yaitu memintakan tanda tangan dalam lembar informed consent kepada pasien atau keluarganya, sedangkan peran perawat sebagai konselor yaitu perawat yang harus aktif memberikan semangat dan dorongan kepada pasien maupun keluarganya yang akan menjalani operasi. Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.”

1.2 Rumusan Masalah

Penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya masih kurang dilakukan para perawat di Indonesia. Permasalahan yang sering terjadi adalah perawat bangsal yang memintakan tanda tangan informed consent kepada pasien atau keluarganya, dan perawat juga dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Berdasarkan hal diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen ?”

(19)

7

1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

b. Mengetahui peran perawat sebagai advokat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

c. Mengetahui peran perawat sebagai konselor dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

d. Mengetahui peran perawat sebagai konsultan dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi perawat RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen

Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi sehingga hak dan kewajiban pasien pre operasi terpenuhi.

(20)

2. Manfaat bagi rumah sakit

Diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya dengan pelayanan pasien khususnya peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi dan perawatan pada pasien pre operasi.

3. Manfaat bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan ajar terkait peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi dan sebagai dasar bagi penelitian keperawatan perioperatif selanjutnya.

4. Manfaat bagi peneliti lain

Diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya, terkait dengan topik yang masih berhubungan dengan peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi.

5. Manfaat bagi peneliti

Diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi.

(21)

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Peran Perawat 2.1.1.1 Pengertian

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 2010).

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan (Permenkes No 17 tahun 2013). Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU No 38 tahun 2014).

Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik professional (Mubarak, 2009).

(22)

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. (Hidayat, 2008).

2.1.1.2 Peran Perawat

Menurut pendapat Doheny dalam Mubarak (2009) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain:

1. Pemberi perawatan (care giver)

Pada peran ini perawat harus mampu memberikan pelayanan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai masalah yang kompleks. Memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.

2. Pembela klien (client advocate)

Sebagai pembela klien tugas perawat disini adalah bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterprestasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberi informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.

(23)

11

Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien yang sakit dan dirawat akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan.

Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak-hak-hak klien. Pembelaan tersebut termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien. Hak- hak klien antara lain, hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sediri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.

3. Konselor (conselor)

Peran konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah social untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Di dalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.

4. Pendidik (educator)

Sebagai pendidik klien sejalan dengan proses keperawatan dalam fase pengkajian seorang perawat mengkaji kebutuhan pembelajaran bagi pasien dan kesiapan untuk belajar. Selama perencanaan perawat membuat tujuan khusus dan strategi pengajaran. Selama pelaksanaan perawat menerapkan strategi pengajaran dan selama evaluasi perawat

(24)

menilai hasil yang didapat. Perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannnya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan kelua rga dapat menerimanya.

5. Kolaborator (collabolator)

Peran perawat sebagai kolabolator dapat dilaksanakan dengan cara bekerja sama dengan tim kesehatan yang lain, baik perawat dengan dokter, perawat dengan ahli gizi, perawat dengan ahli radiologi dan lain-lain dalam kaitannya membantu mempercepat proses penyembuhan klien.

6. Koordinator (coordinator)

Pada peran ini, perawat diharapkan mampu untuk mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasikan pelayanan dari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak profesi. 7. Pembawa perubahan/pembaharu (change agent)

Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang berinisiatif merubah atau yang membantu orang lain membuat perubahan pada dirinya atau pada sistem. Peningkatan dan perubahan adalah komponen esensial dari perawatan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat membantu klien unutk merencanakan, melaksanakan dan menjaga perubahan seperti, pengetahuan, keterampilan, perasaan dan perilaku yang dapat meningkatkan kesehatan klien tersebut.

(25)

13

8. Konsultan (consultant)

Sebagai konsultan perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami oleh pasien atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelajaran pelayanan keperawatan.

Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan 1989 dalam Hidayat (2008) terdiri dari:

1. Pemberi asuhan keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

2. Advokat klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat

(26)

berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

4. Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.

5. Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini

(27)

15

dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peneliti / pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Peran perawat berdasarkan hasil lokakarya Keperawatan tahun 1983 dalam Hidayat (2008) terdiri dari:

1. Pelaksana pelayanan keperawatan .

Memberikan asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak langsung dengan metode proses keperawatan

2. Pendidik dalam keperawatan

Mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya.

3. Pengelola pelayanan keperawatan

Mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan.

4. Peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan

Mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.

(28)

Peran perawat menurut Potter and Perry (2006) antara lain: 1. Peran perawat sebagai penyuluh

Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang yanng dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Misalnya, ketika perawat mengajarkan cara menyuntikkan insulin secara mandiri pada klien yanng diabetes. 2. Peran karier

Berkarier merupakan dimana perawat di tempatkan di posisi jabatan tertentu. Contohnya seperti peran mendidik dan perawat ahli, seperti perawat spesialis klinis, perawat pelaksana, perawat maternitas, anestesi, pengelola dan peneliti.

3. Rehabilitator

Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktifitas rehabilitatif dan resoratif mulai dari mengajar klien berjalan dengan menggunakan kruk sampai membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis.

4. Pemberi kenyamanan

Peran sebagai pemberi kenyamanan, merupakan merawat klien sebagai seorang manusia, merupakan peran tradisionaldan historis

(29)

17

dalam keperawatandan telah berkembang sebagaisesuatu peran yang penting dimana perawat melakukan peran baru. Sebagai pemberi kenyamanan, perawat sebaiknya membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

5. Peran komunikator

Peran sebagai komunikator yaitu mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.

Peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sehingga perawat, dituntut mampu manjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai Perawat professional maka peran yang diemban adalah “CARE” yang meliputi: 1. Communication

Perawat memberikan pelayanan keperawatan harus dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. Setiap melakukan komunikasi (lisan dan tulis) harus memenuhi tiga syarat di atas dan juga harus mampu berbicara dan menulis dalam bahasa asing minimal bahasa inggris.

(30)

2. Activity

Prinsip melakukan aktifitas/pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerjasama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Ativitas ini harus ditunjang dengan menunjukan suatu kesungguhan dan sikap empati dan bertanggung-jawab terhadap setiap tugas yang diemban.

3. Review

Prinsip utamanya adalah moral dan etika keperawatan. Dalam memberikan setiap asuhan keperawatan perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaan peran ini maka perawat harus berpegangan pada prinsip-prinsip etik keperawatan yang meliputi: justice (asas keadilan), autonomy (asas menghormati otonomi), benefienc (asas manfaat), veracity (asas kejujuran), dan confidentiality (asas kerahasiaan).

4. Education

Perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan jalan terus menerus menambah ilmu melalui melalui pendidikan formal/nonformal, sampai pada suatu keahlian tertentu. Pengembangan pelayanan keperawatan yang paling efektif harus

(31)

19

didasarkan pada hasil temuan-temuan Ilmiah yang dapat diuji ke-sahihannya (Nursalam, 2014).

2.1.2 Informed concent 2.1.2.1 Pengertian

Informed concent berasal dari kata consent (Latin: consensio, con sentio) berarti persetujuan, ijin, menyetujui, memberi ijin kepada seseorang untuk melakukan sesuatu (Nursalam, 2014). Menurut Potter and Perry (2006), informed concent adalah suatu ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan.

Informed concent adalah pernyataan setuju atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud (Majid, dkk 2011).

2.1.2.2 Unsur informed concent

Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam informed concent antara lain: 1. Capacity (kemampuan memahami informasi)

Memiliki ciri antara lain memiliki nilai dan tujuan, kemampuan berkomunikasi dan memahami informasi, serta kemampuan membuat alas an atas pilihannya dan keputusan.

(32)

2. Vounterinism (sukarela).

Memiliki ciri tanpa paksaan dan tanpa ancaman. 3. Informatif (unsur informasi).

Meliputi diagnosis atau masalah pasien, tujuan dan lama tindakan, hasil, manfaat, potensial risiko, alternative tindakan sesuai kemampuan, dan prognosis jangka pendek dan panjang (Nursalam, 2014).

2.1.2.3 Tujuan informed concent

Tujuan dari informed concent antara lain:

1. Memberi perlindungan pasien terhadap tindakan tenaga kesehatan yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya

2. Memberi perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa risiko dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu risiko (Sugiyarti, 2009).

2.1.2.4 Fungsi informed concent

Fungsi informed concent antara lain: 1. Promosi dari hak otonomi perorangan. 2. Proteksi dari pasien dan subjek. 3. Mencegah penipuan atau paksaan. 4. Regulasi profesi kesehatan, introspeksi. 5. Promosi dari keputusan rasional.

(33)

21

6. Keterlibatan masyarakat (otonomi, nilai social dan pengawasan). (Nursalam, 2014).

2.1.2.5 Informasi yang diberikan dalam informed Concent

Informasi dan penjelasan yang perlu diberikan dalam informed concent meliputi hal-hal berikut:

1. Informasi harus diberikan baik diminta maupun tidak.

2. Informasi tidak diberikan dengan mempergunakan istilah kkedokteran yang tidak dimengerti.

3. Informasi diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan situasi pasien.

4. Informasi diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali jika dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan pasien, atau menolak untuk diberikan informasi.

5. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan.

6. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.

7. Informasi dan penjelasan tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

8. Informasi dan penjelasan tentang alternative tindakan medis lain yang tersedia serta risikonya masing-masing.

9. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut tidak dilakukan.

(34)

10. Untuk tindakan bedah atau tindakan invasive lain, informasi harus diberikan oleh dokter yang melakukan operasi atau dokter lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

11. Untuk tindakan yang bukan bedah informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab (Majid, dkk 2011).

2.1.2.6 Pemberi informed concent

Pasien secara pribadi menandatangani concent tersebut jika dia telah mencapai usia yang telah ditentukan dan mampu secara mental. Bila pasien di bawah umur, tidak sadar, atau tidak kompeten, maka ijin harus di dapat dari anggota keluarga atau wali yang sah. Pada kasus-kasus kedaruratan, penting bagi ahli bedah untuk mengambil tindakan yang bersifat penyelamatan tanpa informed concent dari pasien. Namun upaya untuk menghubungi pihak keluarga pasien harus terus dilakukan. Pada situasi seperti ini, komunikasi dapat dilakukan melalui telepon, telegram, faksimile, atau media elektronik lainnya (Muttaqin, 2009).

2.1.2.7 Pengabaian informed concent

Informed concent dapat diabaikan pada keadaan sebagai berikut: 1. Tidak ada kesempatan memintakan.

2. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda tindakan.

3. Untuk menyelamatkan nyawa, tidak mempunyai penyakit sebelumnya. 4. Melindungi keselamatan anak/bayi.

(35)

23

6. Melindungi kesehatan masyarakat. 7. Menjaga etik/aturan rumah sakit.

(Nursalam, 2014).

2.1.3 Peran perawat dalam informed concent 2.1.3.1 Pengertian

Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem (Hidayat, 2008). Tanggung jawab perawat dalam pemberian informed consent adalah memastikan bahwa informed concent telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien atau keluarganya (Muttaqin, 2009).

2.1.3.2 Peran perawat dalam informed concent

Peran perawat dalam informed consent antara lain 1. Peran perawat sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya

(36)

sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian (Hidayat, 2008).

Peran perawat sebagai pembela (advocat) pasien, melindungi hak azasi dan hukum dari pasien dan menyediakan bantuan dalam menegakkan hak-hak tersebut jika dibutuhkan. Sebagai contoh, perawat memberikan informasi lebih lanjut untuk membantu pasien membuat keputusan dalam menerima sebuah terapi, atau menyediakan penerjemah untuk membantu anggota keluarga menyampaikan kekhawatiran mereka. Terkadang dibutuhkan pernyataan langsung yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap kebijakan atau tindakan yang membahayakan klien dan hak-haknya. Perawat harus menyesuaikan proses advokasi ini dengan agama dan budaya pasien (Potter & Perry, 2006).

2. Peran perawat sebagai konsultan

Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat wajib memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan

(37)

25

diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap (UU No 36 Tahun 2009). 3. Peran perawat sebagai konselor (counsellor).

Peran perawat sebagai konselor (counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak, 2009).

Perawat dapat membantu pasien mengembalikan kesejahteraan emosional, spiritual dan sosial pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal (Potter & Perry, 2006). Perawat dapat membantu pasien mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien (Majid, dkk 2011).

2.1.4 Konsep pre operasi 2.1.4.1 Pengertian

Tahap pre operasi adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan (Muttaqin, 2009). Fase pre operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri

(38)

ketika pasien berada di meja operasi sebelum pembedahan dilakukan (Majid, dkk 2011).

2.1.4.2 Tujuan perawatan pre operasi

Tujuan perawatan pre operasi antara lain:

1. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan penyuluhan tentang tindakan anesthesia.

2. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien. 3. Mengetahui akibat tindakan anesthesia yang akan dilakukan.

4. Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul (Majid, dkk 2011).

2.1.4.3 Persiapan pasien pre operasi

Persiapan pre operasi menurut Hidayat (2008), adalah radiografi thoraks, kapasitas vital, fungsi paru, dan analisis gas darah pada pemantauan sistem respirasi, kemudian pemeriksaan elektrokardiogram, darah, leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit, pemeriksaan air kencing, albumin, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan lain-lain untuk menentukan gangguan sistem renal dan pemeriksaan kadar gula darah atau lainnya untuk mendeteksi gangguan metabolisme.

Sebelum menjalani tindakan pembedahan persiapan yang perlu dilakukan pada pasien pre operasi menurut Majid, dkk (2011) antara lain:

(39)

27

1. Persiapan fisik

Persiapan fisik yang dilakukan pada pasien sebelum dilakukan pembedahan antara lain status kesehatan fisik secara umum, status nutrisi, keseimbangan cairan dan eletrolit, kebersihan lambung dan kolon, pencukuran daerah operasi, personal hygiene dan pengosongan kan kandung kemih.

2. Persiapan mental atau psikis.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan cara:

a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami pasien selama proses operasi, menunjukan tempat kamar operasi.

b. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai tingkat perkembangan.

c. Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada.

d. Mengoreksi pengertian yang salah tindakan pembedahan.

e. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi.

2.1.4.4 Keperawatan pre operasi

Keperawatan pre operasi merupakan tahap awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan

(40)

sangat tergantung pada fase ini. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Yang termasuk dalam keperawatan pre operasi antara lain:

1. Persiapan pasien sebelum menjalani tindakan pembedahan 2. Latihan sebelum operasi (preoperative exercise)

3. Pemeriksaan status anastesi 4. Informed consent

5. Efikasi pernafasan atau penilaian status pernafasan 6. Pemberian obat-obatan pre-medikasi

7. Asuhan keperawatan pada fase pre operasi. (Majid, 2011).

2.1.4.5 Masalah masalah yang muncul pada pasien pre operasi

Masalah masalah yang dapat muncul pada pasien pre operasi antara lain: 1. Ansietas atau cemas yang berhubungan dengan ancaman terhadap

konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.

2. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.

3. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi.

(41)

29

4. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan hospitalisasi, reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.

5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit, prognosis paska operasi, ketidakberdayaan.

(Majid, dkk 2011).

2.2 Keaslian penelitian

Table 2.1 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Artha

Nurwansyah (2012)

Hubungan pemberian informed concent dengan tingkat kecemasan pada klien dalam menghadapi tindakan operasi di ruang bedah RSD Mayjen H.M. Ryacudu Kotabumi Lampung Utara

metode cross sectional dengan uji chi-square

Analisis data didapatkan p value: 0,000, yang lebih kecil dari tingkat signifikan (p <0,05), sehingga ada hubungan pemberian informed concent dengan tingkat kecemasan pada klien dalam menghadapi tindakan operasi.

Titiek

Soelistyowatie (2011)

Penerapan hokum informed concent terhadap pelayanan keluarga berencana di Rumah sakit tugurejo semarang

metode pendekatan

yuridis sosiologis

Pelaksanaan informed concent yang dilakukan di RSUD Tugurejo telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dalam protap penanganan pasien yang terinci dan tegas serta secara umum pelaksanaannya tidak mengalami kendala dari sisi manajemen maupun peralatan medis serta sumber daya manusianya. Ardiansa

(2014)

Hubungan antara informed

consent terhadap kecemasan

pada pasien pre operasi hernia di RSUD Salewangang Maros

metode cross sectional dengan uji chi-square

Pemberian informed consent

berhubungan terhadap kecemasan sebesar 54,8% poin lebih baik dibanding tanpa informed consent.

(42)

2.3 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang dapat dilihat dibawah.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: (Pooter dan Perry, 2006), (Mubarak, 2009), (Majid, dkk 2011). Operasi Persiapan pre operasi

Informed concent Pasien pre operasi

Pengambilan keputusan Masalah pre operasi: · Cemas

· Gangguan citra tubuh · Ketidakefektifan koping · Perubahan proses keluarga · Ketakutan · Fisik: · Status kesehatan fisik · Status nutrisi · Keseimbangan cairan dan elektrolit · Kebersihan lambung · Personal hygiene Peran perawat: · Consellor · Consultan · Advocad Mental/Psikis: · Informasi tindakan pre operasi · Penjelasan setiap tindakan · Memberi kesempatan Post operasi Dokter

(43)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, memberi suatu nama, situasi,atau fenomena dalam menemukan ide baru. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan penelitian jenis ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2013). Jenis rancangan deskriptif yang digunakan adalah penelitian survei (survey research method). Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subjek penelitian. Penelitian survei deskriptif merupakan penelitian yang diarahkan untuk mendiskripsikan atau menguraikan suatu keadaan (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang

(44)

berjumlah 31 orang. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 31 responden.

3.2.2 Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Berdasarkan jumlah perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro yang berjumlah 31 orang, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 responden. Sampling adalah suatu proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2014). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2014) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

Sampel dalam penelitian ini memiliki kriteria antara lain: Kriteria inklusi:

1. Bersedia menjadi responden

2. Terdaftar sebagai perawat bangsal bedah (Mawar dan Teratai). 3. Bertugas pada saat penelitian dilaksanakan.

Kriteria Eksklusi:

1. Sedang dalam masa cuti 2. Perawat magang

(45)

33

3. Perawat yang mengikuti pendidikan atau pelatihan saat dilakukan penelitian

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan bulan November sampai Desember 2015. 3.3.2 Tempat penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Bangsal Bedah (Ruang Mawar dan Ruang Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Variable Definisi Alat ukur Parameter Skala

Peran perawat dalam informed consent

Kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemberian informed consent pada pasien yang akan menjalani suatu tindakan pembedahan:

a. Peran advokat b. Peran konselor c. Peran konsultan

Kuesioner Baik skor 23-28 Cukup skor 17-22 Kurang skor 11-16

Ordinal

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

(46)

lebih baik (Arikunto, 2013). Instrument yang digunakan untuk mengetahui peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi adalah kuesioner. Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan yang menggambarkan peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi. Pertanyaan terdiri dari 15 item pertanyaan favorable dan 15 item pertanyaan unfavorable. Untuk pertanyaan favorable penilaiannya adalah untuk jawaban “Ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 0. Untuk pertanyaan unfavorable penilaiannya adalah untuk jawaban “Ya” diberi skor 0 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 1. Pertanyaan favorable terdapat pada nomor 1,3,4,9,10,11,12,14,17,19,21,23,25,27 dan 28 sedangkan yang termasuk pertanyaan unfavorable yaitu 2,5,6,7,8,13,15,16,18,20,22,24,26,29 dan 30.

Peran perawat dibagi menjadi tiga kategori yaitu peran perawat kategori baik, peran perawat kategori cukup, dan peran perawat kategori kurang. Menurut Sudjana (2005) untuk menentukan skor dengan cara: 1. Tentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil.

2. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas dipilih menurut keperluan.

3. Tentukan panjang kelas interval (p) yaitu rentang dibagi banyak kelas. Dengan menggunakan ketentuan diatas, maka kriteria untuk menilai peran perawat dapat dihitung sebagai berikut:

(47)

35

Nilai tertinggi – nilai terendah Panjang interval = banyak kelas interval

28 – 11 Panjang interval = 3 Panjang interval = 6

Dengan demikian maka dapat ditentukan kriteria untuk menilai peran perawat yaitu dengan panjang interval 6, maka penulis menentukan kategori peran perawat sebagai berikut:

1. Nilai 23-28 untuk kriteria “peran perawat kategori baik” 2. Nilai 17-22 untuk kriteria “peran perawat kategori cukup” 3. Nilai 11-16 untuk kriteria “ peran perawat kategori kurang”

Tabel 3.2

Kisi – kisi Kuesioner Peran Perawat

No Indikator No. Item Jumlah item 1 Peran Advocad 1,2,3,4,5,9,10,22,24,25,30 11 2 Peran Konsultan 8,13,14,15,16,17,19,21,23,28,29 11 3 Peran konselor 6,7,11,12,18,20,26,27 8

3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas 3.5.2.1 Uji Validitas

Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk uji validitas butir kuesioner peran perawat

(48)

dalam informed consent, digunakan tekhnik korelasi pearson product moment, dengan rumus :

(

)( )

(

)

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

. . X X N Y Y N Y X XY N rxy å -å å -å å å -å = Dimana : rxy = koefisien korelasi

∑X = jumlah skor item ∑Y = jumlah skor total (item) N = jumlah responden

Untuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil rhitung dengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila rhitung lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus diganti, diperbaiki atau dihilangkan.

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan di Bangsal Aster RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan jumlah responden 21 perawat. Menurut Arikunto (2013), jumlah responden dalam uji coba instrumen atau uji validitas dan reliabilitas antara 15 sampai 50 responden.

Hasil uji validitas kuesioner peran perawat dalam informed consent yang sudah dilakukan pada 21 orang responden didapatkan hasil bahwa terdapat 28 pertanyaan valid dan 2 pertanyaan yang nilainya dibawah nilai r tabel 0,433 atau tidak valid yaitu pertanyaan nomor 17 dan 28, sehingga pertanyaan tersebut dihilangkan.

(49)

37

3.5.2.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas (keandalan) adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013). Untuk menguji reliabilitas butir angket kuesioner peran perawat dalam informed consent digunakan rumus alpha cronbach yaitu :

r11 = ÷÷ ø ö ç ç è æ -S ÷ ø ö ç è æ - 2 2 2 1 t t b k k

s

s

s

Dimana : r11 = reliabilitas

k = banyaknya butir pertanyaan ∑ s2b = jumlah varian butir

s2

t = varian total

Menurut Riwidikdo (2013), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,70.

Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan di Bangsal Aster RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan jumlah responden 21 perawat. Menurut Arikunto (2013), jumlah responden dalam uji coba instrumen atau uji validitas dan reliabilitas antara 15 sampai 50 responden.

Hasil uji reliabilitas kuesioner peran perawat dalam informed consent pada 21 orang diperoleh nilai alpha sebesar 0,969. Menurut Riwidikdo (2013), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,70. Hasil uji reliabilitas kuesioner peran perawat dalam informed consent diperoleh

(50)

hasil nilai alpha 0,969 menunjukkan bahwa nilai alpha lebih besar dari 0,70, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen penelitian peran perawat dalam informed consent tersebut reliabel (hasil selengkapnya terlampir).

3.5.3 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013). Pengumpulan data dilakukan di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.. Langkah–langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Pengumpulan data ini dimulai setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian oleh pimpinan rumah sakit.

2. Tahap persetujuan responden

Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian ini, responden yang bersedia mengikuti penelitian membubuhkan tanda tangan pada format informed consent yang telah disediakan sebagai bukti kesediaan. Setelah responden membubuhkan tanda tangan pada lembar informed consent yang telah disediakan sebagai bukti kesediaan. Setelah responden membubuhkan tanda tangan pada lembar informed consent, peneliti memberikan lembar angket kuesioner dan menjelaskan agar diisi oleh responden.

(51)

39

3. Tahap pengisian kuesioner

Pengambilan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan cara melakukan pendampingan secara langsung saat pengisian lembar kuesioner pada perawat di bangsal bedah. Sehingga apabila ada responden yang kurang jelas peneliti dapat memberikan penjelasan secara langsung. Setelah kuesioner terisi lengkap, responden kemudian menyerahkan kembali pada peneliti.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :

1. Editing

Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang diberikan dengan jawaban. Peneliti memeriksa kembali data-data yang sudah terkumpul sehingga hasil yang diperoleh tidak bias dengan cara mengecek nama dan kelengkapan identitas responden serta mengecek kelengkapan data.

2. Coding

Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk memudahkan dalam analisis data. Pengkodean pada pernyataan, setiap butir pernyataan yang di jawab “Ya” diberi kode 1 dan yang dijawab

(52)

“Tidak” diberi kode 0. Responden laki-laki diberi kode 1 dan perempuan diberi kode 2.

3. Transfering

Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan program excel.

4. Tabulating

Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini, data dimasukkan kedalam lembaran tabel kerja sesuai kriteria guna mempermudah pembacaan.

5. Entry data

Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss.

3.6.2 Analisa Data

Analisa data hasil penelitian ini yaitu analisa univariat. Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang dinarasikan (Notoatmodjo, 2012). Distribusi frekuensi dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan peran perawat dalam pemberian informed consent pasien pre operasi.

(53)

41

3.7 Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu pada:

1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent) lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden. 2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut. 3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset atau hasil dari penelitian.

(54)

42 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen

RSUD Sragen didirikan pada tahun 1958 berklasifikasi type D. pada tahun 1995 RSUD Sragen menjadi tipe C yang tertuang dalam SK Bupati Sragen Nomor: 445/461/011/1995 dan pada tahun 1999 menjadi RSUD Swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun 1999. Pada tahun 2011 telah menyelesaikan akreditasi 12 pokja pelayanan menjadi type B rujukan. Saat ini sedang mempersiapkan untuk akreditasi versi tahun 2012.

Jenis pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen meliputi: rawat jalan (IGD 24 jam, poliklinik), rawat inap, kegawat daruratan, rawat intensif (ICU dan ICCU), pelayanan operasi (one day care), pelayanan penunjang medis (Rehabilitasi Medik/ Fisioterapi, Laboratorium 24 jam, Radiologi 24 jam, Apotik 24 jam), dan haemodialisa.

Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik PKBRS, Spesialisasi: Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kebidanan dan Kandungan, Penyakit Kulit dan Kelamin, Penyakit Bedah, Penyakit Mata, Penyakit Saraf, Penyakit THT, Paru, Orthopedi, Anestesi, Jantung dan Onkologi serta Konsultasi Gizi. Pelayanaan rawat inap meliputi Bangsal Wijaya Kusuma (Bangsal VIP dan SVIP), Teratai, Mawar, Tulip, Aster, Sakura, Anggrek, Melati dan Cempaka. Selain itu juga terdapat bangsal ICU, ICCU serta bangsal khusus untuk Perinatologi.

(55)

43

Pelayanan penunjang medis meliputi Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS), Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah sakit (IPSRS), Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Radiologi, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Pemulasaraan Jenazah

RSUD Kabupaten Sragen tahun 1953 dengan jumlah tempat tidur sekitar 75. Sejak tahun 1960, merupakan tipe D dengan tempat tidur sekitar 100. Tahun 1993 ditingkatkan tipenya menjadi tipe C dengan jumlah tempat tidur 174 dan pada tahun 2007 rumah sakit ini sudah memiliki 199 tempat tidur. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien, ada penambahan jumlah tempat tidur sehingga sampai sekarang menjadi 319 tempat tidur.

Ruang Mawar merupakan ruang rawat inap yang merawat pasien bedah kelas II dan kelas III. Kapasitas tempat tidur sebanyak 42 buah. Perawat berjumlah 17 orang dan tenaga administrasi 1 orang. Ruang Teratai merupakan ruang rawat inap dengan kapasitas 23 tempat tidur dan perawat berjumlah 16 orang dan 1 orang tenaga administrasi.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian antara lain deskripsi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, status kepegawaian dan peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

(56)

4.2.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah

Karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat dalam table berikut ini:

Tabel 4.1

Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen Bulan Desember 2015, n = 31

No Kategori Jumlah % 1. Jenis Kelamin Laki-laki perempuan 6 25 19,4% 80,6% 2. Umur 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 18 8 5 58,1% 25,8% 16,1% 3. Pendidikan DIII DIV S1 22 1 8 71,0% 3,2% 25,8% 4. Masa Kerja 1-10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun 23 3 5 74,2% 9,7% 16,1% 5. Status Kepegawaian PNS BLUD 19 12 61,3% 38,7% 6. Peran Perawat Baik Cukup Kurang 24 5 2 77,4% 16,1% 6,5%

Berdasarkan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat bahwa jumlah responden paling

banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 25 responden (80,6%), umur responden paling banyak berumur 26-35 tahun yaitu 18 responden (58,1%), tingkat pendidikan paling banyak berpendidikan DIII yaitu 22 responden (71,0%), masa kerja paling banyak 1-10 tahun yaitu 23 responden (74,2%), status kepegawaian paling banyak berstatus sebagai PNS yaitu 19 responden

(57)

45

(61,3%), dan peran perawat paling banyak kategori baik yaitu 24 responden (77,4%).

4.2.2 Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi yaitu:

Tabel 4.2

Peran Perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen Bulan Desember 2015, n = 31 No Kategori Jml % 1. Peran Advokat Baik Cukup Kurang 17 8 6 54,8% 25,8% 19,4% 2. Peran Konsultan Baik Cukup Kurang 24 5 2 77,4% 16,1% 6,5% 3. Peran Konselor Baik Cukup Kurang 18 7 6 58,1% 22,6% 19,4%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai peran dalam informed consent sebagai advokat termasuk kategori baik yaitu sebanyak 17 responden (54,8%), peran sebagai konsultan sebagian besar termasuk kategori baik yaitu 24 responden (77,4%) dan peran sebagai konselor sebagian besar termasuk kategori baik yaitu 18 responden (58,1%).

(58)

46 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

5.1.1 Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yaitu perempuan 25 responden (80,6%). Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale sehingga dunia keperawatan identik dengan pekerjaan perempuan. Namun demikian kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak laki-laki yang menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih

banyak daripada laki-laki (Utami dan Supratman, 2009).

Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan laki-laki dan ada yang lebih baik dikerjakan perempuan. Peneliti berpendapat tidak ada pengaruh antara perawat laki-laki dan perempuan dalam memberikan pelayanan kepada pasien, hal ini dibuktikan baik perawat laki-laki maupun perempuan sama-sama menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

(59)

47

5.1.2 Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berusia 26-35 tahun yaitu 18 responden (58,1%). Umur mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja dan usia rata-rata perawat yang tergolong dalam usia produktif sehingga berpeluang untuk mencapai produktivitas kinerja yang lebih baik. Meningkatnya usia seseorang, akan meningkat pula kebijaksaan dan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan dan berpikir rasional. Umur seseorang yang bertambah akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2011). Semakin tinggi umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin dewasa umur seorang perawat, makin banyak pengalamannya dan dalam menjalankan perannya dibidang keperawatan akan semakin meningkat.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan usia perawat secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan, dimana semakin tua umur perawat maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Hal

Gambar

Table 2.1 Keaslian Penelitian
Gambar  2.1 Kerangka Teori
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Referensi

Dokumen terkait

Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar kornea dan berwarna putih kekuningan Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar kornea dan berwarna putih kekuningan yang tidak mengganggu refraksi,

,e ,iri

Pada evaluasi struktur model level dua dengan koefisien acak diperoleh hanya variabel penjelas S 1 (pendidikan guru kelas) berpengaruh signifikan terhadap β 0jk

Pengadilan Tinggi Agama Mataram sebagai kawal depan Mahkamah Agung di Daerah dan sebagai Pengadilan Tingkat Banding, didalam pelaksanaan realisasi anggaran

yang terjadi akibat gesekan antara drillstring dan formasi. Sumur X-01 merupakan sumur vertikal pada lapangan X yang akan dilakukan pemboran horizontal re-entries dengan membuat

Pemberitaan yang disajikan Kompas juga lebih bersifat langsung (Straight news) dan memperlihatkan pengelolaan pemerintah terkait pariwisata, dibandingkan dengan media

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatnya serta karunia dan anugrah yang luar biasa dalam hidup saya hingga detik ini,

Pembalikkan massa air di Waduk Jatiluhur berpotensi membahayakan kehidupan organisme air (misalnya ikan-ikan budidaya dalam KJA) akibat terangkatnya massa air yang