• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

2. Peran Dominansi terhadap Pakan

Dominansi terhadap pakan diamati pada lima jantan dewasa, tiga jantan remaja, dan 14 betina dewasa KRII dari tanggal 18 Maret sampai dengan 26 Mei. Data diambil pada saat kelompok makan sumber-sumber pakan yang terbatas, antara lain pohon atau tumbuhan sumber pakan dengan kuantitas yang kecil, misalnya kelapa yang jatuh, dan madu. Data diambil berdasarkan urutan makan. Selain dilakukan pada saat penelitian, data dominansi terhadap pakan juga diambil dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan terhadap jantan dewasa. Pada penelitian pendahuluan (Saroyo 2002a) telah dilakukan uji pakan terhadap enam jantan dewasa pada bulan Januari 2002. Uji pakan dilakukan pada saat dua jantan dewasa berdekatan. Sepotong kelapa dilemparkan di antara dua jantan tersebut dan diamati individu yang mengambil pakan. Ulangan dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap pasangan jantan. Urutan makan atau monopoli terhadap sumber-sumber pakan yang terbatas menunjukkan peranan dominansi terhadap pakan. Dari data uji pakan dapat ditentukan frekuensi setiap pasangan individu dalam mengambil dan diam pada saat diberikan pakan.

Dominansi antarkelompok terhadap pakan diamati pada daerah interseksi antara KRII, KRI, dan Kelompok Air Bersih (KAB). Data diambil dengan menggunakan ad libitum sampling dengan mengamati aktivitas dan tingkah laku semua anggota kelompok

yang memanfaatkan pohon yang sedang berbuah sebagai sumber pakan monyet serta peringkat dominansi antarkelompok tersebut.

3. Rekonsiliasi

Pengamatan tentang rekonsiliasi dilakukan selama 50 hari dari tanggal 22 Maret sampai dengan 10 Mei pada KRII. Observasi interaksi pascakonflik dilakukan selama 10 menit segera setelah terjadinya konflik antarindividu. Interaksi dan tingkah laku setelah 10 menit diabaikan. Pengambilan data dilakukan dengan mengikuti kelompok dan jika terjadi konflik, maka dilakukan pengamatan terhadap individu-individu yang terlibat tersebut selama 10 menit. Selama interaksi agonistik, dilakukan identifikasi terhadap individu penyerang dan korban, serta bentuk agresi yang digunakan (mengancam, menyerang, mengusir lebih dari dua menit, mendorong, bentuk-bentuk kontak fisik lain, dan menggigit). Pengamatan dilakukan terhadap enam jantan dewasa, 14 betina dewasa, tiga jantan remaja, dan satu betina remaja KRII. Total pengamatan interaksi pascakonflik sebanyak 222 kali.

Rekonsiliasi yang dimaksud adalah afiliasi yang dilakukan oleh penyerang dan korban segera setelah terjadinya konflik. Interaksi afiliatif mencakup menelisik silang, berimpitan, bersentuhan, kecapan bibir dua arah, menaiki, kontak mulut, bermain, dan panggilan perkawanan.

Jika tidak terjadi rekonsiliasi, maka dilakukan pengamatan tingkah laku masing- masing individu. Pengamatan tingkah laku arah diri (TAD) meliputi menggaruk, menelisik diri, dan goyangan badan.

Analisis untuk rekonsiliasi dilakukan secara deskriptif untuk menentukan: individu (penyerang dan korban) yang menginisiasi rekonsiliasi dan peringkat dalam hierarki dominansi kedua pihak yang terlibat konflik. Jika tidak terjadi rekonsiliasi, maka ditentukan bentuk-bentuk tingkah laku arah diri (TAD) untuk masing-masing individu.

4. Koalisi

Koalisi/aliansi diamati jika dua atau lebih individu bekerjasama untuk melawan individu lain. Individu yang diamati sebanyak enam jantan dewasa, 14 betina dewasa, tiga jantan remaja, satu betina remaja, dan delapan anak KRII sebanyak 31 kejadian dari

tanggal 11 Mei-6 November. Data aliansi diambil jika proses aliansi, individu yang terlibat, dan interaksi pascakonflik atau rekonsiliasi dapat ditentukan dengan pasti. Aliansi yang terlalu kompleks atau tidak jelas individu yang terlibat dalam interaksi pascakonflik diabaikan. Setiap individu yang terlibat dalam koalisi diidentifikasi untuk menentukan peringkat dalam hierarki dominansi dalam kelompok tersebut.

Hasil pengamatan koalisi (aliansi) akan dianalisis secara deskriptif untuk menentukan: jumlah individu yang terlibat, bentuk agresi (ringan/berat), bentuk aliansinya, faktor penyebab, dan afiliasi pascakonflik dari sebagian individu yang terlibat dalam koalisi.

5. Menelisik

Prinsip pengamatan tingkah laku menelisik adalah menentukan identitas individu penelisik dan individu tertelisik. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan scan sampling (Collinge 1993, Martin dan Bateson 1999). Individu yang diamati meliputi lima jantan dewasa dan 15 betina dewasa KRII pada bulan Agustus. Scan sampling dilakukan pada setiap jam dengan durasi 10 menit dan interval satu menit.

Penghitungan angka menelisik sosial didasarkan pada hasil pengamatan aktivitas harian. Persentase yang diperoleh merupakan persentase aktivitas menelisik dari total aktivitas harian. Frekuensi setiap individu sebagai penelisik disusun dalam suatu tabel. Dari tabel tersebut dapat dianalisis frekuensi sebagai penelisik atau tertelisik berdasarkan peringkat dominansi.

Untuk menguji perbedaan frekuensi sebagai penelisik antarbetina dan antara jantan dan betina digunakan Uji Wilcoxon (Sokal dan Rohlf 1996). Langkah-langkah pengujian dilakukan sebagai berikut ini.

1. Menghitung selisih n pasang pengamatan.

2. Mengurutkan angka selisih dari yang terkecil sampai yang terbesar tanpa memperhatikan tandanya.

3. Menjumlahkan urutan positif dan negatif secara terpisah. Jumlah nilai yang harga mutlaknya lebih kecil, dilambangkan dengan Ts, dibandingkan dengan nilai dalam tabel (Tt).

Jika Ts > Tt, maka terima H0, Jika Ts < Tt, maka terima H1.

5. Untuk ukuran contoh besar (n > 50) digunakan rumus:

dengan Ts seperti yang dimaksud di atas. Nilai ts dibandingkan dengan tabel student t. Interpretasi hasil:

Jika ts > tt, maka terima H1, Jika ts < tt, maka terima H0.

6. Pendekatan

Pengamatan pendekatan dilakukan dari tanggal 11-19 September. Data yang diamati mencakup arah pendekatan (dominan ke subordinan atau subordinan ke dominan) dan respon tertuju. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mencatat semua tingkah laku pendekatan antarindividu dan respon individu yang didekati pada saat kelompok berhenti dan beristirahat di atas tanah, sehingga pengamatan dapat dilakukan dengan mudah.

Individu yang diamati meliputi dua jantan dewasa, dua jantan remaja, dan 15 betina dewasa KRII. Total pengamatan pendekatan antarjantan dilakukan sebanyak 29 kali, antarbetina sebanyak 386 kali, dan antara jantan dan betina sebanyak 119 kali.

Hasil interaksi pendekatan dibuat skor: positif jika salah satu dari pasangan (diad) melakukan kontak tubuh positif (menelisik, berimpitian, atau kontak non-agonistik lainnya), netral jika keduanya duduk dalam jangkauan tangan selama 10 detik (pendekatan netral), negatif jika tertuju menjauh, ancaman gigi oleh salah satu partisipan, dan atau ancaman oleh tertuju, dan tanpa pendekatan jika penuju meninggalkan proksimitas dalam 10 detik dan tidak membuat kontak. Jika penuju mengancam, perjumpaan diberi skor sebagai ancaman (Chaffin et al. 1995).

Arah Pendekatan adalah tendensi pendekatan oleh individu dominan versus

subordinan dan ditunjukkan dengan indeks atas/bawah. Jumlah pendekatan ke peringkat lebih tinggi dibagi jumlah satwa disebut u, dan pendekatan ke peringkat lebih rendah dibagi jumlah dewasa disebut d. Indeks = (u-d)/(u+d). Indeks 0 menunjukkan bahwa arah pendekatan tidak tergantung pada peringkat. Indeks positif menunjukkan terdapatnya tendensi untuk mendekati satwa dominan, sedangkan indeks negatif menunjukkan terdapatnya tendensi untuk mendekati satwa subordinan (Chaffin et al. 1995).

Dokumen terkait