• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Guru dan Orangtua dalam Mengasah Keterampilan yang Tersembunyi

Dalam dokumen Slow Learner (Halaman 39-44)

Setiap peserta didik itu istimewa. Karena setiap peserta didik berbeda, ada kemungkinan untuk perbaikan yang memerlukan waktu cepat atau lambat. Sumber energi terletak di dalam diri peserta didik tetapi satu-satunya masalahnya adalah mengulurkan tangan kepercayaan kepada peserta didik tersebut untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan meningkatkan kualitas mereka. Beberapa peserta didik di kelas termasuk dalam kategori ini, tetapi kebanyakan orang tua atau wali lebih memilih untuk tetap membisu, sehingga memperburuk situasi.

Peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda, dan menurut beberapa penelitian yang dipublikasikan, peserta didik belajar hanya ketika mereka siap. Penelitian lain memberikan pentingnya penghargaan intrinsik, kurikulum yang terdiferensiasi, dan motivasi dengan mempersonalisasi pelajaran. Namun, intinya bagi sebagian besar guru beberapa peserta didik slow learner belajar, tetapi tidak memiliki defisiensi dalam belajar.

Mungkin tantangan terbesar bagi seorang guru adalah peserta didik slow learner. Slow learner mungkin memiliki masalah tidak hanya dengan matematika dan membaca tetapi juga dengan koordinasi seperti tulisan tangan, olahraga, atau berpakaian. Seringkali mereka pendiam, pemalu, dan mereka kesulitan berteman dengan teman sebayanya. Mereka memiliki kepercayaan diri yang buruk. Mereka memiliki masalah dengan pemikiran abstrak seperti dalam pelajaran sosial atau mengerjakan masalah matematika. Mereka sering memiliki rentang perhatian yang pendek. Semua masalah ini menyebabkan mereka membentuk kepercayaan diri yang buruk.

Di hari-hari sebelum sekolah formal, para peserta didik ini akan terus hidup dan bekerja produktif pada tugas-tugas yang tidak memerlukan membaca ekstensif, menulis atau matematika. Namun, saat ini penekanannya kurang pada pembelajaran okupasi dan lebih pada persiapan akademik. Jadi, untuk memberi mereka peluang terbaik dalam mengubah dunia terdapat kebutuhan yang dikembangkan untuk membantu memulihkan peserta didik ini. Pada dasarnya terdapat dua kesamaan yang muncul dengan slow learner. Pertama, mereka

membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas. Hal ini berarti orang tua, pengasuh atau guru harus bersedia untuk menambah apa yang telah dipelajari di sekolah terlepas dari kenyataan betapa sia-sianya hal itu. Kedua, peserta didik harus ditawarkan insentif yang sesuai. Tergantung pada peserta didik, insentif yang terbaik adalah proyek atau kegiatan keluarga, seperti membangun model atau menghadiri konser atau permainan. Insentif harus membutuhkan kepuasan yang tertunda, sehingga peserta didik belajar belajar kesabaran.

Area selanjutnya yang sangat penting adalah nutrisi yang tepat, seperti peserta didik membutuhkan sarapan yang baik. Penelitian menunjukkan sarapan yang berkualitas dan tidur yang cukup adalah dua yang cara terbaik untuk meningkatkan prestasi peserta didik.

Akhirnya, seorang guru atau orang tua harus mencari pelajaran dan sumber daya lain yang membuat pelajaran lebih mudah untuk mendiferensiasi kurikulum dan membuat pembelajaran lebih bermakna dan relevan (10). Untuk mencapai tujuan ini, guru dan orang tua dapat memanfaat situs pendidikan khusus di Internet yang memiliki beberapa ide bagus. Meskipun peserta didik slow learner jarang ditempatkan disekolah khusus namun konsep yang digunakan guru dengan peserta didik pendidikan khusus sangat ideal untuk membantu peserta didik yang didiagnosis slow learner. Punya peserta didik slow learner bukan hal yang aneh, melainkan diketahui 10 persen peserta didik dikelas adalah slow learner.

IDE-IDE YANG TERBUKTI UNTUK MEMBANTU PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI SLOW LEARNER

1. Bekerja dengan tim Manajemen sekolah untuk mengembangkan Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi peserta didik.

2. Jangan menghabiskan seluruh waktu untuk membuat peserta didik belajar. Jangan mengomel. Biarkan mereka memiliki kehidupan di luar sekolah dengan kegiatan yang mereka sukai.

3. Peserta didik Slow learner mungkin mengulang di satu tingkat kelas karena alasan akademis atau sosial. Mengulang kelas karena tinggal kelas adalah bencana bagi kepercayaan diri mereka.

4. Beberapa sekolah akan menempatkan peserta didik ini di “jalur lambat” di mana pekerjaannya lebih mudah. Namun, peserta didik lain mungkin mengolok-olok mereka.

5. Alternatif yang paling tidak diinginkan adalah program tanpa nilai di mana peserta didik tersebut bekerja dengan kecepatan mereka sendiri dan dinilai untuk usaha mereka.

6. Cara lain adalah dengan menggunakan IQ mereka untuk menghitung nilai kelulusan. Misalnya jika kelulusan adalah 70% dan IQ mereka adalah 80 maka nilai kelulusannya adalah.8 x 70 = 56%.

7. Peserta didik layak mendapatkan pelatihan pra-kejuruan dalam keterampilan sosial dan kemandirian hidup. Peserta didik ini harus diajari kursus yang berhubungan dengan kehidupan seperti berbelanja, mengelola uang, dan persiapan pekerjaan.

8. Lihat area masalah mereka dan fokuskan mereka dengan bantuan tutorial tambahan. Hal ini bisa selama hari periode terakhir atau setelah sekolah. Izinkan strategi by-pass seperti kalkulator, atau biarkan mereka melakukan laporan lisan atau visual.

9. Sediakan tempat yang tenang untuk bekerja, di mana peserta didik dapat dengan mudah mengamati dan termotivasi.

10. Buat sesi pekerjaan rumah tetap singkat.

11. Sediakan selang waktu aktivitas sebelum dan selama pekerjaan rumah.

12. Tambahkan berbagai tugas ke dalam pembelajaran meskipun tidak diberikan, seperti melukis gambar dari tugas membaca

13. Biarkan peserta didik untuk sukses mengerjakan pekerjaannya.

14. Ajukan pertanyaan tentang tugas saat peserta didik sedang bekerja.

15. Periksa pekerjaan rumah sebelum tidur dan sebelum sekolah.

16. Bacakan untuk peserta didik.

17. Beberapa peneliti menggunakan bentuk pembelajaran “Tiga Transfer”, di mana peserta didik harus mengambil informasi dan melakukan tiga hal dengannya selain membaca. Sebagai contoh, membaca, menjelaskan kepada orang lain, menggambar, dan mencatatnya.

18. Sabar tapi konsisten.

19. Jangan menghargai tugas yang belum selesai.

20. Berilah tantangan untuk peserta didik yang mengalami slow learner

Mintalah peserta didik untuk mengerjakan tugas yang paling sulit terlebih dahulu dan meninggalkan yang lebih mudah untuk nanti. Sebut saja prinsip makanan penutup. Orang tua/pengasuh tidak boleh terlalu protektif. Orang tua yang sering mengetengahi (intercede) pembelajaran di sekolah mengajarkan bahwa mereka tidak menghargai kemampuan anak mereka. Jika ada orang tua bertanya kepada guru, mereka harus memastikan bahwa mereka mencari hasil atau sisi yang positif. Karena kita tidak boleh lupa sebagian besar guru telah bekerja dengan banyak peserta didik slow learner dan memiliki banyak pengalaman. Namun,

berbagi kekuatan dan kelemahan peserta didik seseorang bisa membuat semester pembelajaran lebih bermanfaat bagi semua pihak.

Orang tua dapat menghubungi guru jika ada kekhawatiran. Memanggil administrator untuk memecahkan masalah yang ada, karena guru adalah satu-satunya hakim hukum keberhasilan akademik. Orang tua harus membawa anak mereka ke tempat-tempat yang menarik di mana mereka dapat melihat kesuksesan akademik itu penting. Perjalanan ke universitas lokal atau community college, tur jalan kaki balai kota, kunjungan ke stasiun pemadam kebakaran atau tur di belakang layar kebun binatang sangat memotivasi peserta didik tersebut.

CONTOH INTERVENSI UNTUK PESERTA DIDIK SLOW LEARNER

1) lingkungan: Kurangi gangguan, ganti tempat duduk untuk meningkatkan perhatian, memiliki tutor teman sebaya, dan memungkinkan lebih banyak istirahat.

2) tugas: dibuat lebih pendek dan dengan lebih banyak variasi, ulangi pekerjaan dalam berbagai bentuk, memiliki kontrak, memberikan lebih banyak pekerjaan langsung, memiliki tugas yang disalin oleh peserta didik, minta peserta didik menggunakan metode

"tiga transfer" seperti yang disebutkan diatas.

3) penilaian: Gunakan tes yang lebih pendek, tes lisan, tes ulang, waktu umpan balik yang singkat, tidak membuat peserta didik bersaing.

4) yang harus dihindari: Jangan gunakan pembelajaran kooperatif yang mengisolasi peserta didik dan menempatkan dia dalam situasi yang tidak menguntungkan atau tes standar. Pastikan untuk tidak mengabaikan masalah.

5) yang harus didorong: Pengelompokan dengan pasangan pasien. Mempelajari tentang kepentingan peserta didik. Menempatkan peserta didik sebagai penanggung jawab. Pemetaan, penyelenggara grafis, dan pekerjaan langsung. Menggunakan taksonomi tugas Bloom untuk membuat penugasan yang lebih tepat.

SIMPULAN

Peserta didik dengan kategori lambat belajar atau slow learner adalah mereka yang berada dibatas (borderline) antara peserta didik yang dikategorikan retardasi mental (tunagrahita) dan peserta didik dengan kecerdasan normal. Dikarenakan kondisi borderline terkadang penampilan peserta didik slow learner sama seperti peserta didik pada umumnya, akan tetapi jika dihadapkan pada pelajaran yang perlu pemecahan berpikir abstrak tampak terhambat. Masalah ini banyak terjadi terjadi di sekolah umum dan inklusi, khususnya di

sekolah dasar dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung di kelas awal. Peserta didik slow learner memerlukan layanan pendidikan khusus untuk dapat mengakomodasi kebutuhan belajarnya.

REFERENSI

Aziz, A.N. (2015). Analisis Proses Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Slow Learner di Kelas Inklusif SMP Negeri 7 Salatiga. Semarang:

Universitas Negeri Semarang.

Depdiknas. (2007). Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Kognitif di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas.

Desiningrum, D.R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain.

Garnida D. (2015). Pengantar pendidikan inklusif. 2015; Teaching C, Teaching R. Strategies for “Slow Learners.” Diakses dari: http://psych.hsd.ca/STRATEGIES FOR SLOW LEARNERS.pdf.

Giawa, S. Y. (2017). Strategi Pembelajaran Anak Lamban Belajar ( Slow Learner ) di SD Inklusi SDN “ Suka Menolong ” Yogyakarta. Skripsi. Diakses dari:

https://repository.usd.ac.id/12544/2/141134200_full.pdf.

Kustawan D. (2013). Penilaian Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:

Luxima Metro Media.

Mulyadi H. (2010). Diagnosis Kesulitan Belajar Dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera.

Ramar, R. & Kusuma, A. (2006). Slow Learners: Their Psychology and InstructionI. New Delhi: Discovery Publishing House.

Rekha, R., Assistant, B., & Eng, D. (2013). Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing their Hidden Skills. International Journal of Education Plan Administration.

Diakses dari: http://www.ripublication.com/ijepa.htm.

Sangeeta C. (2011). Slow Learners: Their Psychology And Educational Programmes.

International Journal of Multidiscipline Resource, 1(8), 79–89. Diakses dari:

www.zenithresearch.org.in.

Triana dan Amir N. T. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar (Slow Learner). Jakarta: Luxima.

CHAPTER 3

Dalam dokumen Slow Learner (Halaman 39-44)