• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran KPAI pada Penanganan Kasus Penelantaran Anak (Kasus

BAB IV KONTRIBUSI KPAI DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP

B. Peran KPAI pada Penanganan Kasus Penelantaran Anak (Kasus

Dalam berbagai kajian tentang tindak pelanggaran terhadap hak anak, kasus penelantaran anak sebenarnya masih termasuk dalam kategori child abuse. Secara teoritis, penelantaran adalah sebuah tindakan baik disengaja maupun tidak disengaja yang membiarkan anak tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, papan). Penelantaran terhadap anak tidak mengenal motivasi/intensi. Disengaja maupun tidak, jika ada anak dibiarkan tidak memperoleh makan, tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak, dan pakaian yang layak untuk melindunginya dari berbagai penyakit dan bahaya, maka insiden ini dikatakan penelantaran dan akan dikenakan sanksi.8

Melihat realita sosial yang ada, penelantaran anak memang kurang mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah. Kasus penelantaran akan mendapat sorotan apabila telah berkembang menjadi kasus kekerasaan atau bahkan kasus pembunuhan terhadap anak. Padahal, tidak dapat dipungkiri kasus-kasus kekerasan, eksploitasi dan bahkan pembunuhan anak selalu diawali oleh ketidakpedulian terhadap anak. Tindakan ketidakpedulian tersebut dapat dikategorikan penelantaran anak karena tindakan tersebut dapat menyebabkan kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi.

Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa menyebutkan bahwa jumlah anak telantar di Indonesia masih banyak terjadi. Mensos merincikan, ada 4,1 juta anak terlantar, diantaranya 5.900 anak yang jadi korban perdagangan manusia,

8

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 215

3.600 anak bermasalah dengan hukum, 1,2 juta balita terlantar dan 34.000 anak jalanan.9 Dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha pemerintah melalui peraturan perundang-undangan serta pelaksanaannya masih belum efektif dalam penanganan masalah anak telantar di Indonesia.

Bulan Mei 2015 muncul kasus penelantaran anak di perumahan Citra Grand Cibubur, Bekasi. Kasus ini berawal dari informasi yang diperoleh KPAI tentang adanya kasus penelantaran anak Cibubur pada Rabu, 13 Mei 2015 malam. Pada hari Kamis, 14 Mei 2015 Sekjen KPAI, Erlinda berkoordinasi dengan ketua RT setempat, Kementrian Sosial dan Dinas Sosial untuk menindaklanjuti laporan dengan berusaha ke lokasi yaitu Perumahan Citra Gran Cluster Nusa II Blok E nomor 37, Cibubur, Pondok Gede, Bekasi.

Kunjungan tersebut diawali niat untuk melakukan mediasi kepada pihak keluarga korban. Namun setelah tiba di lokasi, ternyata D, salah satu putra dari lima anak Utomo yang berusia delapan tahun ditelantarkan dengan tidak diberi makan, pendidikan yang layak bahkan D harus tidur di pos jaga perumahan tersebut. Mediasi yang dilakukan pun gagal karena Utomo melakukan perlawanan dan bahkan mengancam sehingga tim harus berkoordinasi dengan aparat polsek dan polres setempat.

9

Media Antara Jateng, 15 Mei 2015, “Mensos: Jumlah Anak Terlantar di Indonesia Mencapai 4,1 Juta”, diakses pada 1 September 2015

Tim Jatanras Polda Metro Jaya harus turun langsung ke lokasi kejadian dan akhirnya dilakukan penggeledahan.10 Utomo dan istrinya, Nurindria Sari diamankan oleh aparat sedangkan kelima anaknya diamankan oleh tim lalu ditempatkan di safe house. Dalam penggeladahan, selain kondisi rumah yang tidak terurus, ditemukan pula narkoba jenis sabu-sabu di dalam rumah Utomo Punomo dan Nurindria Sari sehingga menimbulkan spekulasi adanya pengaruh narkoba terhadap tindakan penelantaran yang dilakukan oleh kedua pelaku.11

Pada kasus penelantaran anak di Cibubur, kontribusi KPAI sangat jelas terlihat. Respon cepat dalam menanggapi laporan yang masuk mengenai penelantaran anak dengan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga yang berwenang menunjukkan komitmen KPAI sebagai salah satu lembaga negara yang fokus pada kepentingan anak. Tindakan selanjutnya dari KPAI adalah pemantauan dan pengawasan terhadap penanganan kasus oleh lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta eksekusi putusannya. Hal ini bertujuan agar proses penegakan hukum dilaksanakan dengan dasar supremasi hukum yang adil.

Selain itu, atas dasar amanat Pasal 76 Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, KPAI juga berwenang melakukan mediasi untuk menentukan kuasa asuh untuk kelima anak tersebut. Prosedur pengalihan kuasa asuh diawali dengan dilaksanakannya rapat koordinasi antara KPAI dengan beberapa lembaga terkait (stake holder) diantaranya Kementrian Sosial,

10

Metrotvnews.com, 15 Mei 2015, “Kronologi Kasus Orangtua „Usir‟ Anak Terungkap”, (dengan pendeskripsian kembali oleh penulis), diakses pada 2 September 2015.

11

CNN Indonesia, 16 Mei 2015, “KPAI : Narkoba Bisa Jadi Biang Keladi Penelantaran Anak”, diakses pada 2 September 2015.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pihak kepolisian, dan pihak rumah aman (save house). Selanjutnya, Kementrian Sosial sebagai lembaga yang berwenang melakukan penilaian terhadap pihak keluarga baik dari pihak ayah maupun pihak ibu sebagai calon penanggung jawab kuasa asuh. Setelah dilakukan rapat kordinasi maka berdasarkan pertimbangan yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, maka yang berhak menerima kuasa asuh pengganti adalah nenek korban dari pihak keluarga ayah.

Pengalihan kuasa asuh tidak memiliki batasan waktu, melainkan hingga orangtua sebagai penanggung jawab kuasa asuh yang sebenarnya sudah mampu menerima kembali kuasa asuhnya secara bertanggung jawab. Sedangkan pengalihan kuasa asuh sendiri memiliki batas masa uji coba untuk menilai apakah pihak penerima kuasa asuh pengganti mampu menerima hak kuasa asuh atau tidak. Masa uji coba tersebut selama 3 bulan dan jika diperlukan dapat diperpanjang selama 3 bulan.

Selama masa uji coba pihak Kementrian Sosial melakukan kunjungan rutin, pendampingan, pelayanan, dan penguatan psikologis bagi anak. Selama masa itu pula KPAI dalam rangka melaksanakan fungsi dan wewenangnya di bidang pengawasan melakukan kunjungan dan komunikasi baik dengan pihak nenek untuk melakukan pemantauan ataupun dengan pihak Kementrian Sosial yang bersifat kordinatif.12

12

Wawancara penulis dengan Naswardi, bidang Keluarga dan Pengalihan Kuasa KPAI, 18 September 2015.

Selanjutnya, pada tanggal 16 Mei 2015 dilaporkan kasus hilangnya anak berumur delapan tahun bernama Angeline di Bali. Satu bulan berikutnya, pada tanggal 10 Juni 2015 Angeline ditemukan tewas di pekarangan rumahnya sendiri. Hingga saat ini, kasus tersebut masih berjalan namun telah ditentukan beberapa tersangka diantaranya penjaga rumah dan ibu angkat Angeline. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi berita utama di berbagai media. Seorang anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan kasih sayang tewas dengan kondisi yang mengenaskan di pekarangan rumahnya sendiri.

Dalam tahap penyidikan, ditemukan indikasi kuat bahwa dalang pembunuhan adalah orang dalam rumah Angeline. Beberapa saksi diantaranya tetangga korban dan guru korban memberikan keterangan bahwa Angeline sering ditelantarkan oleh ibu angkatnya selama beberapa waktu terakhir sebelum hilang hingga akhirnya ditemukan tewas. Ciri-ciri bahwa Angeline ditelantarkan dapat dilihat dari tubuh yang kurus, pucat, rambut kusam, pakaian tidak rapi, datang ke sekolah telat dengan jalan kaki walau jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh dan bahkan saksi pernah melihat Angeline memakan makanan ternak.

Pada kasus ini, KPAI menjalankan fungsi pengawasannya pada pelaksanaan penegakan hukum baik oleh aparat kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan. Selain itu, KPAI juga melakukan penelaahan pada pangkal kasus yaitu prosedur dan mekanisme pengangkatan anak/adopsi yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku karena proses adopsi Angeline oleh ibu angkatnya hanya berdasarkan akta notaris.13

13

Wawancara penulis dengan Naswardi, bidang Keluarga dan Pengalihan Kuasa KPAI, 18 September 2015.

Baik pada kasus penelantaran anak di Cibubur, maupun pada kasus Angeline, KPAI sebenarnya memiliki tupoksi yang sama, yaitu berwenang memantau dan mengawasi jalannya kasus dengan tetap berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait, seperti lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, kementrian dan lembaga swadaya masyarakat seperti Komnas PA. Tupoksi KPAI sebagai lembaga pengawas menjadi penting pada kedua kasus tersebut agar tidak adanya lembaga-lembaga terkait dapat optimal menjalankan tugas dan wewenangnya. Namun, banyak masyarakat tidak mengetahui hal tersebut, sehingga kritik terhadap lembaga KPAI sering muncul.

Dokumen terkait