• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA SEBAGAI

E. Tugas dan Wewenang KPAI

Fungsi KPAI berbeda dengan fungsi Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan Perlindungan Anak (PA). Fungsi KPP dan PA adalah membuat kebijakan di wilayah eksekutif yang mensinkronkan berbagai aspek perlindungan anak yang dijalankan oleh seluruh perangkat pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Dalam hal ini, KPP dan PA juga memiliki perangkat pemantauan dan evaluasi sendiri, termasuk untuk menjatuhkan sanksi internal dan memberikan penghargaan. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pengawasan yang dilakukan KPP dan PA memiliki makna yang berbeda dengan yang dilakukan KPAI, dimana yang dilakukan KPP dan PA ada dalam wilayah administratif dan dalam kerangka antar instansi sehingga lebih bersifat koordinasi di dalam pemerintahan. Sedangkan yang dilakukan KPAI berada di luar wilayah penyelenggara Negara dalam arti eksekutif. Meskipun KPAI adalah lembaga negara, sifat independennya menyebabkan KPAI tidak berada dalam wilayah koordinasi internal. KPAI bisa memberikan teguran, publikasi, rekomendasi, dan hal-hal lain yang dianggap perlu kepada seluruh Penyelenggara Negara, namun KPAI tidak bisa menjatuhkan sanksi internal atau administratif.

KPAI tidak menjalankan pelaksanaan teknis kegiatan perlindungan anak seperti penyediaan pendidikan bagi anak, dan KPAI juga tidak seharusnya menggantikan fungsi advokasi individual masyarakat yang pada prakteknya dijalankan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan dan non pemerintah lainnya, namun sebagai sebuah lembaga pengawas, penyeimbang, dan penyanding penyelenggara perlindungan anak. KPAI mempunyai kewenangan

untuk memberikan penanganan sementara dan segera memintakan instansi terkait untuk menjalankan fungsinya terkait dengan masalah anak.17 Sistem ini dikenal dengan nama Reveral System karena ada lembaga lain yang sebenarnya sudah memiliki tupoksi sebagai eksekutor penyelesaian masalah atau kasus yang melibatkan anak.

Berdasarkan beberapa dasar hukum pembentukan, kedudukan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia dan latar belakang terbentuknya, KPAI memiliki rumusan visi, misi, dan strategi sebagai berikut :

Visi :

“terwujudnya Indonesia Ramah Anak”

Misi :

Meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan perlindungan anak :

1. Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat dalam perlindungan anak;

2. Membangun sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak; 3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawasan perlindungan anak; 4. Meningkatkan kuantitas kualitas, dan utilitas laporan pengawasan

perlindungan anak;

5. Meningkatkan kapasitas, aksebilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat;

6. Meningkatkan kinerja organisasi KPAI.

17

Andreas Ristanto Chang, Jurnal Skripsi Realisasi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam Menangani Anak yang Menjadi Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014

Strategi :

1) Penggunaan System Building Approach (SBA) sebagai basis pelaksanaan tugas dan fungsi, yang meliputi tiga komponen sistem :

a. Sistem norma dan kebijakan, meliputi aturan dalam perundang-undangan maupun kebijakan turunannya baik di tingkat pusat maupun daerah;

b. Struktur dan pelayanan, meliputi bagaimana struktur organisasi, kelembagaan dan tata laksananya, siapa saja aparatur yang bertanggung jawab dan bagaimana kapasitasnya;

c. Proses, meliputi bagaimana prosedur, mekanisme kordinasi, dan SOP- nya.

2) Penguatan kapasitas kelembagaan dan SDM yang profesional, kredibel dan terstruktur, sehingga diharapkan tugas dan fungsi KPAI dapat berlangsung dengan efektif dan efisien;

3) Penguatan kesadaran masyarakat untuk mendorong tersedianya sarana dan prasarana pendukung yang memberikan kemudahan akses terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di semua sektor;

4) Perspektif dan pendekatan yang holistik, komprehensif dan bukan parsial dalam merespon masalah atau kasus, karena masalah atau kasus anak tidak pernah berdiri sendiri namun selalu beririsan dengan berbagai aspek kehidupan yang kompleks;

5) Diseminasi konsep Indonesia Ramah Anak (IRA) pada berbagai pemangku kewajiban dan penyelenggara perlindungan anak yang meniscayakan adanya

child right mainstreaming dalam segala aspek dan level pembangunan secara berkelanjutan;

6) Penguatan mekanisme sistem rujukan (reveral system) dalam penerimaan pengaduan. Hal ini dipandang penting untuk memantapkan proses penanganan masalah perlindungan anak yang bersumber dari pengaduan masyarakat;

7) Kemitraan strategis dengan pemerintah dan civil society dalam setiap bidang kerja dan isu agar setiap permasalahan bisa mendapatkan rekomendasi dan solusinya yang tepat, serta terpantau perkembangannya.18

Selanjutnya, melalui Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa tugas Komisi Perlindungan Anak yaitu : a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan

Hak Anak;

b. Memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak.

c. Mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak;

d. Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak;

e. Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak;

f. Melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak; dan

18

Website resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia,

g. Memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.19

Untuk mencapai visi dan misi, menunjang pelaksanaan tugas, kewenangan, serta fungsi KPAI agar optimal, maka beberapa usaha yang dilakukan KPAI diantaranya sebagai berikut :

Sosialisasi

Sosialisasi peraturan perundang-undangan merupakan salah satu tugas dan fungsi (tupoksi) Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Metode sosialiasi yang digunakan bervariasi yakni sosialisasi media massa baik cetak dan elektronik, sosialisasi melalui brosur, pamplet, buku, spanduk, baliho dan media cetak lainnya, serta sosialisasi melaui forum tatap buka, baik seminar, workshop dan FGD.

Penerapan metode sosialisasi tersebut didasarkan atas analisis sasaran, kebutuhan dan kepentingan, bila sasaran yang diinginkan adalah masyarakat publik secara umum maka metode sosialisasi yang digunakan adalah media massa baik cetak maupun elektronik dan media cetak, berupa buku, brosur, pamplet, baliho, spanduk dan lain-lain. Namun bila sasaran sosialisasi adalah audiens khusus seperti anak, orang tua ataupun masyarakat maka Komisi Perlindungan Anak Indonesia melakukan sosialisasi melalui metode tatap muka.

19

Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Kemitraan

Kemitraan adalah salah satu strategi yang digunakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (tupoksi). Kemitraan bertujuan untuk membangun jejaring perlindungan anak, baik untuk kepentingan promotif, proventif, kuratif dan rehabilitative. Luasnya demografi wilayah Indonesia membutuhkan sistem jejaring perlindungan anak yang massif dan terkoordinir, agar pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak berjalan efektif dan efisien.20

20

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TELANTAR

Dokumen terkait