• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pemerintah daerah dalam menghormati, melindungi dan memenuhi HAM

Dalam dokumen HUMAN RIGHTS CITIES DOKUMEN REFERENSI (Halaman 35-38)

Perserikatan Bangsa-Bangsa

V. Peran pemerintah daerah dalam menghormati, melindungi dan memenuhi HAM

Perundang-undangan di sejumlah negara - dalam beberapa kasus, di tingkat konstitusi - secara eksplisit mengharuskan pemerintah daerah untuk menghormati hak asasi manusia (misalnya negara Australia, Côte d’Ivoire, Maroko dan Slovenia). Di beberapa negara lain, persyaratan konstitusional ini berlaku untuk semua otoritas publik (misalnya Austria, Azerbaijan, Bosnia dan Herzegovina, Jerman, Kenya, Lithuania, Malaysia, Sudan Selatan, Spanyol dan Togo). Di Luxemburg, kekuasaan commune (unit pemerintahan terendah) harus dilaksanakan sesuai dengan hukum dan ini berarti adanya kewajiban untuk memenuhi hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum. Di beberapa negara, tugas pemerintah daerah untuk memenuhi HAM dibatasi oleh hukum pada hak-hak atau prinsip-prinsip tertentu. Misalnya, UU Pemerintah Otonomi Daerah di negara Serbia menetapkan bahwa kota-kota harus menjamin upaya untuk memajukan dan melindungi hak-hak kaum minoritas dan kelompok etnis di negara tersebut. Di Irlandia, UU mengenai pemerintah daerah tidak secara khusus menyebutkan tentang pemajuan dan perlindungan HAM, tetapi dalam melaksanakan fungsi-fungsinya pemerintah daerah diwajibkan untuk memperhatikan akan perlunya mendorong inklusi sosial. Demikian pula, di India, UU tentang pemerintah daerah tidak secara khusus menyebutkan perlindungan HAM sebagai salah satu tanggungjawab; namun, fungsi kota sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi secara langsung berhubungan dengan HAM, seperti pelaksanaan inisiatif untuk inklusi yang demokratis, langkah-langkah untuk meningkatkan kesejahteraan dan sistem peradilan lokal.

Memiliki ketentuan hukum yang secara eksplisit mewajibkan pemerintah daerah untuk melindungi dan memajukan HAM tampaknya merupakan pendekatan yang lebih disukai. Pemerintah daerah pun dibuat sadar akan tanggungjawab HAM yang harus diembannya, memahami bahwa kegagalan untuk memenuhi tanggungjawab tersebut berarti adanya pertanggungjawaban di bawah hukum nasional serta tanggungjawab internasional dari Negara tersebut secara keseluruhan. Selain itu, ketentuan yang demikian secara jelas membebankan kewajiban pada pemerintah daerah untuk menerapkan pendekatan berbasis HAM dalam upaya menyediakan layanan publik sesuai dengan kompetensi yang diperlukan. Hal ini akan mendorong pemegang hak untuk menuntut hak-hak mereka dibandingkan dengan kewajiban-kewajiban pemerintah daerah.

Pemerintah daerah berada dekat dengan kebutuhan hidup warga sehari-hari dan menangani masalah HAM setiap hari. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang jelas dan kuat antara HAM dan pemerintah daerah. Ketika menjalankan fungsi

mereka, pemerintah daerah mengambil keputusan terutama yang berkaitan dengan pendidikan, perumahan, kesehatan, lingkungan hidup serta hukum dan ketertiban, yang secara langsung berhubungan dengan pelaksanaan HAM, yang dapat memperkuat atau melemahkan kemungkinan warganya untuk menikmati hak-hak asasi mereka. Sesungguhnya sulit untuk membayangkan situasi dimana rakyat menyadari bahwa tidak ada pemerintah daerah untuk memberikan layanan yang mereka diperlukan. Dengan demikian, aparat pemerintah daerah bertanggungjawab atas berbagai masalah HAM dalam menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari. Namun demikian, pekerjaan tersebut jarang dianggap sebagai bentuk pelaksanaan HAM, baik oleh pihak berwenang maupun publik. Akibatnya, HAM masih belum dijadikan kerangka acuan atau analisis di sebagian besar kebijakan dan praktek di tingkat lokal, sementara hal ini dalam kenyataannya merupakan pelaksanaan HAM.21 Dengan demikian, perlu diingat bahwa dampak nyata dari hak asasi manusia dirasakan di tingkat lokal.

Tanggungjawab HAM pemerintah daerah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama: kewajiban untuk menghormati, kewajiban untuk melindungi dan kewaijban untuk memenuhi. Kewajiban untuk menghormati berarti bahwa pejabat daerah tidak boleh melanggar HAM melalui tindakan mereka sendiri. Oleh karena itu, pemerintah daerah tidak boleh mengganggu penikmatan hak dan kebebasan semua warga yang berada di bawah wilayah kekuasaaanya. Sebagai contoh, dalam kaitannya dengan kebebasan beragama, pemerintah daerah tidak boleh melarang umat beragama, di luar keterbatasan yang diperbolehkan, dari menggunakan alun-alun atau gedung pemerintah kota untuk perayaan keagamaan. Mengenai hak atas kesehatan, pemerintah daerah tidak boleh mencabut hak masyarakat atau kelompok tertentu untuk mengakses fasilitas layanan kesehatan. Kewajiban untuk melindungi memerlukan langkah-langkah yang memastikan bahwa pihak ketiga tidak melanggar hak-hak dan kebebasan individu. Sebagai contoh, pemerintah daerah diharuskan mengambil tindakan untuk memastikan agar tidak ada pihak lain yang mencegah anak-anak dari mengenyam pendidikan. Kewajiban untuk melindungi dapat berupa upaya menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih aman untuk mengurangi risiko terjadinya kekerasan, misalnya terhadap perempuan. Kewajiban untuk memenuhi berarti bahwa pemerintah daerah harus mengambil tindakan positif untuk memfasilitasi penikmatan hak dan kebebasan. Sebagai contoh, pemerintah daerah wajib memenuhi hak atas pendidikan dengan mempertahankan sistem pendidikan yang baik. Dalam upaya menjalankan kewajiban untuk memenuhi hak individu agar tidak mengalami diskriminasi, mekanisme HAM lokal seperti ombudsman atau lembaga khusus anti-diskriminasi dapat dibentuk.

terhadap hak asasi semua individu dalam wilayahnya melalui pendidikan dan pelatihan. Secara khusus, pemerintah daerah harus mengatur secara sistematis, pelatihan HAM bagi wakil-wakil terpilih mereka dan staf administrasi serta penyebarluasan informasi yang relevan bagi warga tentang hak-hak mereka. Dengan memajukan HAM, pemerintah daerah dapat ikut membangun budaya HAM di masyarakat.

Pemerintah daerah harus memberi perhatian khusus terhadap perlindungan dan dorongan terhadap hak-hak kelompok rentan dan kurang beruntung, seperti penyandang cacat, etnis minoritas, masyarakat adat, korban diskriminasi seksual, anak-anak dan manula. Dalam hal ini, kualitas layanan pemerintah daerah untuk kelompok-kelompok tersebut “menguji” sejauh mana pemerintah daerah secara nyata menghormati HAM.22.

Di sejumlah negara, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengarusutamakam HAM ke dalam kegiatan pemerintah daerah. Dengan demikian, berbagai langkah telah diambil untuk mendorong tata kelola pemerintahan yang partisipatif, melakukan audit dan penilaian dampak berbasis HAM, merangkai ulang berbagai permasalahan lokal sebagai masalah HAM, membuat prosedur untuk memverifikasi kesesuaian kebijakan dan peraturan daerah dengan HAM, melaporkan kepatuhan pemerintah dearah pada perjanjian HAM, memberi alokasi yang jelas dalam anggaran pemerintah kota bagi pelaksanaan HAM, memberikan pelatihan HAM secara sistematis untuk PNS daerah, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HAM, dll. Penyusunan piagam HAM di tingkat lokal (atau, lebih baik peraturan HAM yang mengikat piagam secara hukum)23

yang menetapkan tanggungjawab HAM tertentu pada pemerintah daerah dapat menjadi langkah penting lainnya menuju upaya melokalisasi HAM. Dalam konteks tersebut, pemerintah daerah sangat diharapkan untuk dapat mendirikan kantor HAM dengan sumberdaya manusia dan keuangan yang memadai sehingga dapat sepenuhnya menangani masalah HAM sesuai kompetensi lokal masing-masing.

Berikut ini adalah beberapa tantangan utama yang dihadapi pemerintah daerah dalam upaya untuk memajukan dan melindungi HAM: lemahnya kemauan politik, tidak adanya visi/perencanaan jangka panjang dan/atau komitmen; kurangnya otonomi, kapasitas kelembagaan dan/atau sumberdaya; masih berkuasanya rezim sentralistik dan/atau non-demokratis; konflik dan ketegangan politik di dalam negeri; situasi ekonomi yang sulit di dalam negeri; tidak adanya pengakuan atas peran dan partisipasi masyarakat sipil; kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah; dan kurangnya pemahaman HAM di tingkat pemerintah daerah.

VI. HAM di kota: kerangka konseptual dan prinsip-prinsip

Dalam dokumen HUMAN RIGHTS CITIES DOKUMEN REFERENSI (Halaman 35-38)