• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Peran Pemerintah

Peran Permerintah Secara umum tingkat penerapan desentralisasi suatu negara mendasari cara negara (pemerintah) dalam mendefinisikan perannya dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya.Apakah negara harus terlibat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, ataukah negara hanya melibatkan diri sebatas pada bidangbidang diluar kemampuan masyarakat. Perbedaan cara pandang pelaksanaan

fungsi pemerintah itu digambarkan oleh Pratikno, dari perspektif liberal dan perspektif sosialis. Dari perspektif pertama bahwa negara tidak perlu melakukan campur tangan dalam penyediaan pelayanan masyarakat, sementara dari perspektif terakhir diyakini bahwa kehadiran itu mutlak diperlukan. dalam perspektif liberal, kehadiran pemerintah hanya diperlukan untuk menjaga keamanan.

Sebagaimana yang dikemukakan (Labolo, 2006:36) Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pengelolaan yaitu mengarahkan pada pihak yang berkaitan. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain:

1. Pemerintah sebagai regulator

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Pemerintah sebagai dinamisator

Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.

3. Pemerintah sebagai fasilitator

Peran pemerintah sebagi fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.

Dapat dipahami dengan dukungan realitas yang ada bahwa pemerintah daerah merupakan sub-komponen geografis dari suatu negara berdaulat, sehingga ia berfungsi memberikan pelayanan umum pada suatu wilayah tertentu (Sarundajang, 2011: 25). Secara operasional refleksi perbedaan itu teraplikasi dalam prinsip pengorganisasian pemerintahan daerah yang bernuansa administratif atau politis.Secara empiris model-model pemerintahan daerah ala Rusia dan pemeritahan daerah model Inggris dapat dipandang sebagai reprensentasi keadaan tersebut. Sistem pemerintahan model Rusia, semua lembaga pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari birokrasi pemerinahan nasional, peraturan di setiap tingkat didominasi oleh kebijakan partai tungal. Sedangkan pemerintahan daerah model Inggris, mempunyai karakteristik otonomi yang besar, semua kekuatan bertumpu pada dewan, menggunakan komite secara luas (Sarundajang, 2011: 39).

Pemerintahan daerah model Rusia sangat bernuansa administratif, berdasar prinsip-prinsip pencapaian fungsi secara efektif dan efisien dengan mengesampingkan nilai-nilai demokratis.

Sementara pemerintahan daerah model Inggris sangat bernuansa politis, sangat memperhatikan nilai-nilai demokratis, sehingga pemerintahan daerah di desain untuk keseimbangan keinginan negara dan masyarakat lokal.Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam keluarga.

Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut makna yang disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol dalam aktivitas dan mengembangkan masyarakat.

C. Pengelolaan Pariwisata

1. Pengertian Pengelolaan (Manajemen)

Pengelolaan (manajemen), menurut Leiper (1990: 256), merujuk kepada seperangkat peranan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau bisa juga merujuk kepada fungsi-fungsi yang melekat pada peran tersebut. Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Planning (perencanaan) b. Directing (mengarahkan) c. Organizing

d. Controlling (pengawasan)

Definisi manajemen menurut Andrew F. Siukula dan Hasibuan (2006:2) mengatakan bahwa: Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan

aktiviras-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.

2. Prinsip-Prinsip Dasar Pengelolaan Pariwisata

Pengelolaan pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam, komunitas, dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal. Menurut Cox (1985, dalam Dowling dan Fennel, 2003: 2), pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsi-prinsip berikut:

a. Pebangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan special lokal sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.

b. Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata.

c. Pengembangan intraksi wisata tambahan yang mengakar ke khasan budaya lokal.

d. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.

e. Memberikan dukungan dan legatimasi pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi sebaliknya mengendalikan dan menghentikan aktivitas pariwisata tersebut jika melampaui

ambang batas (carring capacity) lingkumgan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Disamping itu, pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan antar berbagai elemen yang saling berinteraksi dan mempengaruhi.

Prinsip-prinsip keseimbangan yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut (Liu, 1994: 10-11; Buckley, 2004: 5-13):

1. Pembangunan versus konservasi

Pariwisata tidak hanya menyangkut bagaimana membangun dan mengelola suatu kawasan menjadi obyek wisata, namun pengelolaannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan proteksi baik terhadap aspek ekonomi, budaya, dan lingkungan. Keseimbangan antara pembangunan dan konservasi menjadi faktor yang esensial bagi keberlanjutan pariwisata.

2. Penawaran versus permintaan

Pengelolaan pariwisata harus memperhatikan keseimbangan antara sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Penawaran mewakli produk pariwisata seperti taman wisata alam, akomodasi dengan gaya lokal, eko-tur, sarana rekreasi, aktivitas budaya, dan sebagainya. Sedangkan permintaan mengacu kepada pasar pariwisata, yaitu wisatawan tipe apa yang akan disasar, berapa jumlah yang akan berwisata, dimana mereka akan menginap, berapa uang yang mereka akan keluarkan, kegiatan menarik apa yang akan mereka lakukan, dan sebagainya.

Menyeimbangkan penawaran dan permintaan merupakan salah satu kunci untuk tetap suksesnya pariwisata. Penekanan salah satu atas yang lainnya akan membawa masalah dimasa yang akan datang.

3. Keuntungan versus biaya

Pengelolaan pariwisata harus memperhatikan dan memastiakan bahwa ada kesimbangan distribusi keuntungan (benefit) dan biaya (cost). Hal ini menyangkut pengembalian investasi yang cukup, pengalokasian fee untuk mengatasi dampak aktivitas pariwasata, pengembalian yang optimal atas biaya sosial, ekonomi, dan budaya bagi penduduk lokal, insentif dan besaran pajak yang wajar.

4. Manusia versus lingkungan

Tantangan pengelolaan pariwisata adalah mencari keseimbangan antara traditional ways dengan modern practices. Dibeberapa kawasan wisata, penduduk

lokal kadang belum atau bahkan tidak menerapkan metode konservasi dalam mengelola sumberdaya yang dimilikinya. Hal itu mungkin disebabkan oleh ketersediaan sumberdaya yang melimpah dimasa lalu. Cepat atau lambat kondisi itu tidak akan dapat bertahan mengingat pertumbuhan penduduk yang begitu cepat yang secara alami akan memerlukan ruang dan sumberdaya untuk hidup dan penghidupannya. Keberadaan pariwisata dapat diarahkan sebagai wahana penyeimbangan antara kepentingan kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.

Pariwisata hendaknya menyediakan metode untuk mengelola lingkungan yang lestari baik melalui konsep kawasan konservasi, pembaharuan sumber daya alam, daur ulang, dan sebagainya.

D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Pariwisata

Secara etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. Pari berarti berulang-ulang, berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan Wisata berarti perjalanan atau bepergian, jadi pariwisata

berarti perjalanan yang dilakukan secara berputar-putar,berulang-ulang atau berkali-kali.

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Pariwisata adalah suatu kegiatan kemanusiaan berupa hubungan antar orang baik dari negara yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis yangterbatas. Di dalamnya termasuk tinggal untuk sementara waktu di daerah lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan, meskipun pada perkembangan selanjutnya batasan “memperoleh penghasilan” masih kabur. Kepariwisataan adalah fenomena politiksosial-ekonomi-budaya-fisik yang muncul sebagai wujud kebutuhan manusia dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah, sesama wisatawan, pemerintah dan pengusaha berbagai jenis barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan.

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, menyebutkan bahwa Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidsiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat.

Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata.

Terdapat beberapa jenis pengembangan, yaitu:Pertama, Keseluruhan dengan tujuan baru, membangun atraksi disitus yang tadinya yang tidak digunakan sebagai atraksi. Kedua, Tujuan baru, membangun atraksi pada situs sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi. Ketiga, Pengembangan baru sebagai keseluruhan pada keberadaan atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan untuk membuat atraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebih luas dengan meraih pangsa pasar yang baru. Keempat, Pengembangan baru pada atraksi yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya pengeluaran sekunder oleh pengunjung. Kelima, Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan dari kegiatan yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dimana kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.

Pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang yang dapat menjamin sustainable developmant guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan kepariwisataan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia, mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan dan keamanan, oleh karena itu dibutuhkan strategi- strategi

khusus dari pemerintah kita untuk mengembangkan kepariwisataan nasional.

Karena dengan itu cara pengembangan dapat lebih mudah dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat luas. Banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diambil dalam pengembangan pariwisata nasional kita, selain itu juga ada banyak hal yang lainnya yang dapat menunjang perkembangan kepariwisataan nasional kita di zaman era globalisasi ini.

Penataan ruang pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam mengembangkan wilayah yang bertujuan untuk mendukung komisi, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan serta ditunjang dengan beberapa sarana prasarana demi mendapatkan tujuan yang diinginkan oleh masyarakat dan pemerintah nasional dalam pengembangan daerah-daerah pariwisata yang berada di daerah kepulauan Indonesia.

Penataan ruang untuk menunjang kepariwisataan nasional tidak hanya memberikan arahan lokasi investasi, tetapi juga harus memberikan jaminan terpeliharanya ruangan/daerah pengembangan pariwisata yang berkualitas dan mempertahankan keberadaan obyek-obyek pariwisata sebagai aset besar bangsa.

Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang merupakan juga salah satu yang perlu mendapat perhatian. Dimana dukungan sarana dan prasarana merupakan faktor penting untuk keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan pariwisata, seperti penyediaan akses, akomodasi, angkutan wisata dan sarana prasarana pendukung lainnya. Masih banyak kawasan wisata yang sangat berpotensi, tetapi masih belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu sarana dan prasarana yang dibangun hanya untuk kepentingan lokal saja, belum dapat melayani kebutuhan penyelenggaraan pariwisata diluar lokasi. Seperti misalnya penyediaan

angkutan wisata hanya tersedia di area kawasan saja, tetapi sarana angkutan untuk mencapai kawasan tersebut dari akses luar belum tersedia.

Selain didukung oleh penataan ruang dan sarana-sarana yang menunjang dalam kegiatan pengembangan pariwisata juga didukung oleh beberapa sumber-sumber, yakni sumber daya manusia, sumber keuangan dan sumber materi atau fisik. Ketiga sumber itu sangat berkaitan satu sama yang lainnya. Oleh karena itu ketiganya harus benar-benar bisa terpenuhi, karena pengembangannya sangat berpengaruh besar bagi kepariwisataan.

Sarana pariwisata yang dimaksud yaitu transportasi dengan jaringan penunjangnya, restorasi, dan akomodasi yang sengaja disediakan, atau lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk sarana pariwisata. Walaupun secara kasat mata ketiga unsur diatas penampilannya kadang kala tidak berbeda dengan yang lainnya, tetapi secara psikisdapat dirasakan nuansa pariwisatanyabagi para wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Nuansa pariwisata perlu sekali diciptakan, agar dapat meningkatkan gairah dan suasana kegiatan pariwisata, hingga mudah untuk melaksanakan manajemennya.

Transportasi bukan hanya sekedar menyediakan kendaraan saja, tetapi ada beberapa sarana atau unsur lainnya yang perlu diperhatikan. Unsur tersebut yaitu jaringan jalan untuk pelawatan wisata yang sepenuhnya juga tergantung kepada matra waktu, ruang dan prilaku budaya manusia, baik wisatawannya sendiri, maupu manusia lainnya yang dijumpai selama pelawatan wisata.

Restorasi tidak selalu berarti sarana atau tempat untuk menyediakan makan dan minum, tetapi lebih tepat sebagai sarana untuk pemugaran fisik dan psikis.

Fisik dan psikis wisatawan pun perlu manajemen yang memadai agar pelawatan

wisatanya dapat berlangsung dengan memuaskan. Pelawatan yang cukup jauh tidak mustahil dapat menyebabkan penyusutan kebugaran fisik dan psikis, dan semuanya ini perlu direstorasi. Terganggunya kebugaran fisik, umumnya disebabkan oleh pelawatan wisata yang terlalu lama, dan untuk itu perlu istirahat jika lelah, dan perlu pengobatan di klinik jika sakit, atau lembaga kesehatan lainnya misalnya pusat kesehatan masyarakat.

Disamping transportasi dan restorasi, sarana lainnya yang diperlukan para wisatawan yaitu akomodasi sebagai tempat inap untuk istirahat. Sebagai tempat inap yang fungsinya lebih utama untuk beristirahat, letak hotel atau penginapan menunjang kegiatan pariwisata sangat menetukan.

Sarana penunjang transportasi, restorasi, dan akomodasi merupakan sumberdaya yang perlu diinventarisasi dan dievaluasi atau diperhitungkan keberadaannya. Kemantapan dan kesiapannya amat diperlukan untuk menunjang manajemen pariwisata. Kemantapan dan kesiapan ini tidak terbatas pada masalah teknik saja, tetapi juga meliputi masalah sosial, sebab bagaimanapun juga unsur manusia akan selalu terlibat didalamnya. Hal ini perlu sekali disadari bahwa betapapun canggihnya sarana teknik, unsur manusia akan tetap berfungsisebagai unsur manajemen baik untuk menyelenggarakan sarana transportasi, restorasi, dan akomodasi.

Selain nuansa yang khas daerah setempat, berbagai fasilitas pariwisata untuk para wisatawan perlu sekali disediakan, terutama bagi para wisatawan mancanegara. Sebab sebagaimanapun juga santai penampilannya, beberapa fasilitas dan pelayanan khusus perlu disediakan. Fasilitas khusus ini amat diperlukan, terutama untuk kepentingan yang sangat pribadi, dan sama sekali sangat berlainan

dengan perilaku budaya daerah yang dikunjunginya. Kekhususan fasilitas ini antara lain, kamar kecil, tempat tidur, tempat makan, tempat untuk bersantai, dan satu dua lagi lainnya.

Selain itu perlu terciptanya interdependensi pariwisata, interdependensi yang dimaksud disini yaitu, hubungan timbal balik yang salin menguntungkan antara wisatawan dengan obyek dan daya tarik wisata yang dijadikan sasaran wisatanya. Untuk menciptakan interdependensi pariwisata diperlukan adanya mediator atau perantara yang berfungsi sebagai katalisator, yaitu perantara yang dapat memadukan keperluan masing-masing tanpa mengganggu, tetapi justru saling menguntungkan kedua belah pihak. Unsur yang dapat menjadi mediator dapat berupa unsur manusia misalnya pimpinan atau pemandu rombongan wisatawan, pengelola dan atau pemandu obyek dan daya tarik wisata.

Pada hakekatnya, penciptaan interdependensi pariwisata ialah pemaduan substruktur dan infrastruktur pariwisata, dengan minat dan kepentingan wisatawannya. Substruktur pariwisata yaitu obyek dan daya tarik wisatanya termasuk jaringan jalur wisatanya. Keberhasilan dalam menciptakan interdependensi pariwisata yang mengacu pada daya dukung lingkungannya, akan ikut berperan dalam meningkatkan kualitas tata manajemennya. Ini merupakan unsur utama dalam mengelola obyek dan daya tarik wisata. Manajemen daerah tujuan wisata memang banyak keanekaragamannya sebab setiap daerah memiliki kekhasannya sendiri. Belum lagi wisatawan mancanegara dan nusantara yang memiliki perilaku khas negara atau daerahnya masing-masing.

Masih terbatasnya dukungan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pariwisata telah mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata. Pola

pengelolaan kawasan wisata yang tidak menyaluruh (comprehensive) telah menimbulkan dampak negatif yang mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata, misalnya timbulnya kerusakan lingkungan, meningkatnya urbanisasi ke lokasi obyek wisata yang telah meningkat permasalahan sosial antara lain meningkatnya tindak kejahatan dan kegiatan sektor informal yang tidak terkendali.

Berdasarkan hal tersebut, perlu ditetapkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mendorong pengembangan kegiatan pariwisata. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mengakomodir prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment di Maldivest tahun 1997 yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konsevasi sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, dan equity inter dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan.

Prinsip-prinsip diatas telah di elaborasi menjadi partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder) kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi. Dalam pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang yang dapat menjamin sustainable development guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam penataan ruang yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menaggulangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

E. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Kebijakan Pariwisata Kebijakan (policy) merupakan arah atau tuntunan dalam pelaksanaan suatu kegiatan pemerintah yang diekspresikan dalam sebuah pernyataan umum mengenai tujuan yang ingin dicapai, yang menuntun tidakan dari para pelaksana, baik di pemerintahan maupun diluar pemerintahan, dalam mewujudkan harapan yang telah ditetapkan. Istilah kebijakan (policy) dan perencanaan (planning) berkaitan erat.

Perencanaan menyangkut strategi sebagai implementasi dari kebijakan.

Perencanaan merupakan prediksi karena memerlukan beberapa perkiraan persepsi akan masa depan. Walau prediksi dapat diturunkan dari observasi dan penelitian, namun sangat tergantung pada tata nilai. Perencanaan merupakan bagian dari keseluruhan proses perencanaan-pengambilan keputusan-pelaksanaan.

Menurut UN-WTO, peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pariwisata sangat strategis dan bertanggung jawab terhadap beberapa hal berikut:

Membangun kerangka (framework) operasional dimana sektor publik dan swasta terlibat dalam menggerakkan denyut pariwisata.

Menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan legislasi, regulasi, dan kontrol yang ditetapkan dalam pariwisata, perlindungan lingkungan, dan pelestarian budaya serta warisan budaya.

Menyediakan dan membangun infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara dengan kelengkapan prasarana komunikasinya.Membangun dan memfasilitasi peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan menjamin pendidikan dan pelatihan yang profesional untuk menyuplay kebutuhan tenaga kerja di sektor pariwisata. Menerjemahkan kebijakan pariwisata yang disusun dalam rencana konkret yang mungkin termasuk didalamnya:

1. evaluasi kekayaan aset pariwisata, alam dan budaya serta mekanisme perlindungan dan kelestariannya ;

2. identifikasi dan kategorisasi produk pariwisata yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komperatif;

3. menentukan persyaratan dan ketentuan penyediaan infrastruktur dan suprastruktur yang dibutuhkan yang akan berdampak pada keragaan atau performancepariwisata, dan;

4. mengelaborasi program untuk pembiayaan dalam aktivitas pariwisata baik untuk sektor publik maupun sektor swasta.

Untuk mencapai kesuksesan dalam pembangunan pariwiasata diperlukan pemahaman baik dari sisi pemerintah selaku regulator maupun dari sisi pengusaha selaku pelaku bisnis. Pemerintah tentu harus memperhatikan dan memastikan bahwa pembangunan pariwisata itu akan mampu memberikan keuntungan sekaligus menekan biaya sosial ekonomi serta dampak lingkungan sekecil mungkin. Di sisi lain, pebisnis yang lebih terfokus dan berorientasi keuntungan tentu tidak bisa seenaknya melakukan segala sesuatu demi mencapai keuntungan, tetapi harus menyesuaikan dengan kebijakan dan regulasi dari pemerintah.

Misalnya melalui peraturan tata ruang, perizinan, lisensi, akreditasi, dan perundang-undangan. Liu (1994: 18) membuat kerangka implementasi kebijakan pariwisata yang paling tidak menyentuh empat aspek, yaitu: Pembangunan dan pengembangan infrastuktur; Aktivitas pemasaran; Peningkatan kualitas budaya dan lingkungan; serta Pengembangan sumber daya manusia.

F. Kerangka Pikir

Sebagaimana yang dikemukakan (Labolo, 2006:36) Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pengelolaan yaitu mengarahkan pada pihak yang berkaitan. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain:

1. Pemerintah sebagai regulator

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada

Dokumen terkait