• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Teknik Analisis Data

Analisis data ialah langkah selanjutnya untuk mengelola data dimana data yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interakif.

Dalam model ini terdapat 3 (tiga) komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam (Dalam Sugiyono,2009: 246) ketiga komponen tersebut yaitu:

1. Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan.

2. Sajian datamerupakan suatu rakitan informasi yang memungkinkan kesimpulan secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis agar makna peristiwanya menjadi lebih mudah dipahami.

3. Penarikan simpulanDalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan mencatat peraturan-peraturan sebab-akibat dan berbagai proporsi sehingga penarikan kesimpulan dapat dipertanggungjawabkan.

G. Keabsahan Data

Validitas data sangat mendukung hasil akhir penelitian, oleh karena itu diperlukan teknik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik Triangulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda.

Menurut Wiliam (Dalam Sugiyono, 2009: 273) triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

1. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik bermakna data yang diperoleh di uji keakuratan dan ketidak akuratannya dengan menggunakan teknik tertentu.

3. Triangulasi waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Obyek Penelitian

Salah satu situs yang berada di wilayah Kabupaten Bone adalah situs makam kuno raja-raja Lamuru, Situs cagar budaya ini menjadi bukti dan saksi kebesaran sebuah kerajaan besar yang kini berada di wilayah Kabupaten Bone.

Sangat mudah menemui lokasi situs budaya ini, Terletak di Watanglamuru Kelurahan Lalebata Kecamatan Lamuru sekira 80 Km dari pusat kota Watampone, dari pinggir jalan, makam yang terdapat di kompleks situs ini cukup mencolok, pasalnya ukuran terbesar kurang lebih 4 meter, dengan tinggi nisan 1,10 m.

sedangkan Makam terkecil berukuran satu meter, dengan tinggi nisan 0,72 m, sehingga langsung menarik perhatian dengan bentuk bangunan makam yang khas.

Kompleks situs yang berupa 170 makam kuno raja-raja dan bangsawan kerajaan Lamuru berisikan makam dengan tiga bentuk, diantaranya makam yang dibuat dari susunan balok batu persegi, posisinya terdiri atas kaki, tubuh, dan atap. Kemudian ada juga berbentuk seperti bangunan kayu dengan memasang empat papan batu sehingga membentuk kotak empat persegi. Bagian tengah dinding selatan utara dibuat meruncing. Ukiran-ukiran terdapat di keempat sisi. Dan terakhir adalah makam yang paling sederhana, dibuat dari dua lapis batu secara berundak-undak.

Bagian atas ada dua buah nisan. Motif hias yang banyak dijumpai pada nisan-nisan tersebut antara lain motif daun, awan, bunga dan tulisan kaligrafi Arab.

Dari segi bentuk makam tersebut sebagian besar bentuk makam dipengaruhi model makam umat Islam yang dinding dan nisanya diukir dengan tulisan kaligrafi, namun sebagian lainnya masih dipengarui model makam hindu-budha, Selain itu salah satu keunikan makam tersebut, karena batu yang digunakan untuk membangun makam itu adalah batu khusus yaitu batu padas yang berwarna kuning dan hitam yang menurut berbagai sumber hanya ada di daerah Selayar.

Kapan terbentuknya secara pasti Lamuru sebagai suatu kesatuan Hukum, agak sulit untuk ditentukan secaya pasti, mengingat bahwa hingga kini belum ditemukan suatu data otentik yang menjelaskan kapan berdirinya kerajaan Lamuru.Tetapi dijadikan lamuru sebagai pemukiman adalah sudah cukup tua. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya artefak-artefak prasejarah sejenis Marospoint dan fleks-fleks yang diperkirakan telah berusia kurang lebih 2.000 tahun sebelum masehi karena terjadi di masa mazelith.

Kesulitan penentuan waktu yang tepat terjadi pula pada kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Ini disebabkan karena Sulawesi selatan penemuan tulisan Lontara yang umum dipergunakan di Sulawesi Selatan yang ditemukan padaa masa Pemerintahan Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumaparisi Kallonna yaitu sekitar 1500 Masehi.

Pada masa itulah Tumailalang yaitu daeng Pamatte membuat lontara atas perintah Raja Gowa. Huruf lontara itu pada mulanya hanya mempunyai 18 buah huruf saja dan nanti seratus tahun kemudian ditambahkan huruf ha, sehingga menjadi 19 buah seperti sekarang ini.Tidak seperti halnya dijawa dimana banyak ditemukan prasasti-prasarti yang dapat menjadi petunjuk tentang perkembangan suatu dinasti atau kerajaan.Maka untuk mencari penentuan waktu suatu fase

42

pemerintahan di Sulawesi Selatan seperti halnya di Gowa, maka perhitungan dimulai pada masa pemerintahan Raja Gowa X, I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng yang tercatat dalam buku lontara memerintah tahun 1547 sampai dengan 1565 yaitu dalam abad ke XVI.

Bertitik tolak dari masa pemerintahan Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng di adakan perhitungan kebelakang hingga sampai pada masa pemerintahan raja Gowa yang pertama yaitu Tamanurung.Bila diperhitungkan bahwa masa Tumanurunge adalah pada abad XIV atau sekitar tahun 1300. Itulah perkiraan masa berdirinya Kerajaan Gowa.Secara Apriori ada pendapat tentang sejarah pertumbuhan daerah di Sulawesi Selatan, dimana dianggap bahwa sebagai cikal bakal pertumbuhan dan pembentukan suatu kesatuan hokum selalu dimulai dari Tomanurung. Justru itu di Sulawesi Selatan selain raja Gowa ke I Tomanurung ri Takabasia, dikenal pula Tomanurung lain, seperti ; Mata Silompoe di Bone, Manurunge ri Matajang, Sampurusiang di Luwu, dan Manurunge ri Sakkanyii Soppeng.

Maka demikian pula di Lamuru dikenal dengan Manurunge ri Selorong yang di beri nama atau gelarang Petta Pitue Matanna. Manurunge ri Solorong inilah yang di anggap sebagai cikal bakal pembentukan Lamuru sebagai suatu kesatuan hokum yang berkembang, kemudian menjadi suatu kerajaan yang disebut kerajaan Lamuru yang gelar Rajanya di sebut Datu.Berdasarkan atas perhitungan masa Tomanurung di Sulawesi Selatan, maka dapatlah diperkirakan bahwa terbentuknya Lamuru sebagai suatu kesatuan hukum yang kemudian berkembang menjadi suatu kerajaan adalah sekitar abad ke XIV. Dari abad ke XIV inilah kerajaan Lamuru

membentuk dirinya melayarkan bahtera pemerintahan disela-sela persaingan lainnya di Sulawesi Selatan.

Dengan usaha sendiri serta tak melepaskan diri dari imbasan kerajaan-kerajaan sekitarnya, Lamuru berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai suatu kerajaan. Akibat karena faktor geografis, historis dan kekeluargaan menyebabkan Lamuru mengalami banyak masalah dan peristiwa dalam kelanjutan kehidupannya.

Kompleks Makam Raja-Raja Watang Lamuru berada di jalan Poros Makassar-Soppeng, Kelurahan Lalebata, kecamatan Lamuru, kabupaten Bone. Terletak diantara sungai Saloreng dan sungai Cirekko, serta diantara bukit-bukit Lapatokko.Lamuru merupakan suatu kerajaan yang berdaulat hingga abad XVI, setelah masa itu Lamuru selalu ditimpa ketidakstabilan. Makam-makam yang terdapat di kompleks ini sebagian besar makam dari Raja-Raja Lamuru yang pernah memerintah.

Kompleks Makam Raja-Raja Watang Lamuru terletak di antara sungai Saloreng dan Cirekko serta bukit-bukit Lapatokko. Makam terbesar berukuran 4,06 x 2,50 x 2,24 m, tinggi nisan 1,10 m. Makam terkecil berukuran 1,46 x 0,92 x 0,18 m, tinggi nisan 0,72 m. Pada kompleks makam ini terdiri atas 3 tipe yaitu: Tipe A, adalah makam yang dibuat dari susunan balok bata persegi, posisinya terdiri atas kaki, tubuh, dan atap. Tipe B, berbentuk seperti bangunan kayu dengan memasang empat papan batu sehingga membentuk kotak empat persegi. Bagian tengah dinding selatan utara dibuat meruncing. Ukiran-ukiran terdapat di keempat sisi.

Tipe C, adalah makam yang paling sederhana, dibuat dari dua lapis batu secara berundak-undak. Bagian atas ada dua buah nisan. Motif hias yang banyak dijumpai

pada nisan-nisan tersebut antara lain motif awan, daun, bunga atau ikal morsal, tulisan Arab.

Latar Sejarah : Lamuru merupakan suatu kerajaan yang berdaulat hingga abad XVI, sesudah itu Lamuru selalu ditimpa ketidakstabilan. Makam-makam yang terdapat di kompleks ini sebagian besar makam raja-raja Lamuru. Di masa pemerintahan Raja Gowa X I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1547-1565), Lamuru direbut dan diserahkan kepada Wajo.

Pengganti raja Gowa X adalah Tunibatta dan gugur dalam penyerangan ke Bone 1565. Kemudian Bone menyerahkan Lamuru dan beberapa daerah lainnya kepada Soppeng tahun 1582 dalam perjanjian Tellung PoccoE. Pada tahun 1660 terjadi lagi perang antara Bone dan Gowa. Dalam hal ini Bone dibantu Soppeng dan VOC, dan berakhir dengan Perjanjian Bungaya 1667. Sebagai realisasinya Lamuru diserahkan kepada Bone (Arung Palakka), kemudian beralih kembali ke Soppeng.

Tetapi pada tahun 1770 terjadi pembunuhan Datu Lamuru La Cella oleh Datu Soppeng maka Lamuru bergabung kembali ke Bone. Hingga sekarang Lamuru merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Bone.

Sangat mudah menemui lokasi situs budaya ini, Terletak di Watanglamuru Kelurahan Lalebata Kecamatan Lamuru sekira 80 Km dari pusat kota Watampone, dari pinggir jalan, makam yang terdapat di kompleks situs ini cukup mencolok, pasalnya ukuran terbesar kurang lebih 4 meter, dengan tinggi nisan 1,10 m.

sedangkan Makam terkecil berukuran satu meter, dengan tinggi nisan 0,72 m, sehingga langsung menarik perhatian dengan bentuk bangunan makam yang khas.

Kompleks situs yang berupa 170 makam kuno raja-raja dan bangsawan kerajaan Lamuru berisikan makam dengan tiga bentuk, diantaranya makam yang dibuat dari

susunan balok batu persegi, posisinya terdiri atas kaki, tubuh, dan atap. Kemudian ada juga berbentuk seperti bangunan kayu dengan memasang empat papan batu sehingga membentuk kotak empat persegi. Bagian tengah dinding selatan utara dibuat meruncing. Ukiran-ukiran terdapat di keempat sisi. Dan terakhir adalah makam yang paling sederhana, dibuat dari dua lapis batu secara berundak-undak.

Bagian atas ada dua buah nisan. Motif hias yang banyak dijumpai pada nisan-nisan tersebut antara lain motif daun, awan, bunga dan tulisan kaligrafi Arab.

Dari segi bentuk makam tersebut sebagian besar bentuk makam dipengaruhi model makam umat Islam yang dinding dan nisanya diukir dengan tulisan kaligrafi, namun sebagian lainnya masih dipengarui model makam hindu-budha Selain itu salah satu keunikan makam tersebut, karena batu yang digunakan untuk membangun makam itu adalah batu khusus yaitu batu padas yang berwarna kuning dan hitam yang menurut berbagai sumber hanya ada di daerah Selayar.

B. Peran Pemerintah Kabupaten Bone dalam pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone

Peran Pemerintah daerah sangatlah penting bagi kesejahtraan masyarakat karena roda pemerintahan dijalankan oleh pemerintah dan kelangsungan hidupmasyarakatnya tergantung kepada pemerintahnya, Dalam hal ini pemerintah sangatlah berperan penting terhadap suatu Obyek wisata dalam proses pengembangannya agar pendapatan asli daerah dapat meningkat dan mensehjatrakan mayarakat, seperti halnya dengan Obyek Wisata Makam raja-raja Lamuru. Obyek wisata tersebut merupakan situs cagar budaya yang dilindumgi oleh pemerintah, namun masih terdapatnya fasilititas penunjang yang tidak terawat dengan baik, maka dari itu peran pemerintah daerah sangatlah berpengaruh.

Berdasarkan hasil penjelasan di atas maka untuk mengukur peran pemerintah daerah dalam pemgembangan obyek wisata makam Raja-raja lamuru Kabupaten Bone memerlukan beberapa indikator yaitu peran pemerintah sebagai Regulator.Dinamisator dan Fasilitator.Untuk lebih jelasnya pembahasan tentang indicator tersebut terkait dengan peran pemerintah dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah sebagai Regulator

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.

Peran pemerintah dalam hal pegembangan obyek wisata sangatlah penting karena peerintahlah yang memberikan fasilitas kepada daerah agar obyek wisata yang dimiliki suatu daerah dapat berkembang seperti halnya dengan obyek wisata makam Raja-raja Lamuru perlu perhatian khusus dari pihak pemerintah karena obyek ini meruapakan cagar budaya yang dilindungi oleh pemrintah dan meruapakan aset wisata kabupaten Bone. Perlu adanya komunikasi yang terjalin dengan pihak pengelola serta masyarakat setempat.

Sebagaimana telah dibentuknya peraturan daerah kabupaten Bone No. 3 Tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha yang berupa retribusi tempat rekreasi yang besaran retribusinya untuk dewasa dipungut retribusi sebesar Rp. 2000 dan untuk anak-anak sebesar Rp. 1000 ditambah retribusi parker untuk kendaraan mobil RP.

2000 dan motor Rp. 1000, serta peraturan daerah Kabupaten Bone No. 3 Tahun

2008 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja dinas daerah salah satu dinas daerah adalah dinas kebudayaan dan pariwisata yang diberikan kewenangan untuk mengurus mengatur dan menangani pembinaan, pengembangan dan pelestarian terhadap obyek-obyek wisata yang ada di Kabupaten Bone.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan Obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone meruapakan obyek wisata budaya yang patut untuk dilestarikan dan dikembangkan karena merupakan aset budaya kabupaten Bone yang bernilai tinggi, maka dari itu sangat pentingnya sosialisasi yang dilakukan guna memperkenalkan dan memberikan pengetahuan tentang latar belakang Makam raja-raja Lamuru kabupaten Bone.

Selaku kepala Dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten Bone menagatakan bahwa :

“Penanganan dan pemeliharaan obyek wisata budaya makam raja-raja lamuru sebenarnya dibebankan melalui balai cagar budaya Makassar kemudian pemerintah Kabupaten Bone hanya menyiapkan dana pendamping untuk pembinaan dan pemeliharaan terhadap makam Raja-raja Lamuru karena tempat tersebut merupakan salah satu situs budaya yang dijaga dan dilestarikan (Hasil wawancara dengan AI 22 Juni 2015)”.

Selaku tokoh masyarakat obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru menagatakan bahwa :

“Kalau saya lihat masih kurang kerjasama yang dilakukan pihak pemerintah daerah kabupaten Bone dengan balai cagar budaya misalnya menagadakan pertemuan dengan masyarakat di sini guna menjelaskan tentang berkembangnya obyek wisata budaya di sini (Hasil wawancara dengan AJ 26 Juni 2015)”.

Selaku Pengunjung obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru menagatakan bahwa :

“Kabupaten Bone cukup bangga mempunyai obyek wisata budaya seperti Makam Raja-raja Lamuru ini karena merupakan aset budaya yang bernilai tinggi, Oleh sebab itu sangat bagus untuk dikembangkan dan dilestarikan secara tidak langsung kan bisa menambah pendapatan asli daerah Kabupaten Bone dan juga obyek wisata budaya ini sangat bagus untuk di teliti terutama kepada para pelajar yang ingin menagamati makam-makam yang ada di sini karena maerupakan bangunan bersejarah (Hasil wawancara dengan AR 28 Juni 2015)”.

Berdasarkan beberapa hasil wawancaran di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa walaupun ada kerjasama pihak pemerintah daerah Kabupaten Bone dengan balai cagar budaya tetap saja masih terbatasnya pemahaman dan kemampuan masyarakat mengenai siapa-siapa yang dimakamkan di dalam Makam Raja-raja Lamuru tersebut.Pihak penegelola juga masih memiliki pengetahuan yang terbatas sehingga pengunjung masih sedikit mendapatkan informasi . Seharusnya pihak pemerintah daerah Kabupaten Bone dengan balai cagar budaya lebih meningkatkan lagi kerjasamanya terutama dalam pengembangan obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone serta lebih rutin melaksanakan sosialisasi agar masyarakat di luar sana dapat lebih menegetahui tentang obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru kabupaten Bone.

2. Pemerintah Sebagai Dinamisator

Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah bagaimana pemerintah membuat objek wisata yang ada di Kabupaten Bone lebih berkembang (dinamis)

dengan menggerakkan partisipasi masyarakat melalui pemberian bimbingan dan pengarahan kepada masyarakat.

Berdasarkan hasil penagamatan penulis di lapangan pemerintah daerah Kabupaten Bone tetap mengupayakan pemeliharaan dan pelestarian terhadap obyek wisata makam Raja-raja Lamuru karena merupakan potensi dan aset budaya yang bernilai tinggi yang berharga dan harus dijaga dan dilestarikan sebagai warisan leluhur.

Selaku kepala Dinas pariwisata kabupaten Bone mengatakan bahwa :

“Pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Bone telah mengupayakan pmeliharaan dan pelestarian terhadap obyek wisata budaya Makam raja-raja lamuru melalui balai cagar budaya Makassar, akan tetapi dalam proses pelstariannya kami juga berharap kerjasama dari berbagai pihak utamnya pihak penegelola demi tercapainya pengembangan obyek wisata Makam raja-raja Lamuru Kabupaten Bone (Hasil wawancara dengan AI 22 Juni 2015)”.

Berdasrkan hasil wawanara di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Pemerintah kabupaten Bone telah meenguapayakan pemeliharaan dan pelestarian terhadap obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru melalui cagar budaya Makassar, akan tetapi dalam hal ini pihak pemrintah daerah Kabupaten Bone sangat mengaharapkan kerjasama dari berbagai pihak utamanya dari pihak pengelola obyek wisata budaya Makam raja-raja Lamuru Kabupaten Bone.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan masih kurangnya koordinasi yang dilakukan pihak pemerintah daerah dengan balai cagar budaya dalam pelestarian dan pengembangan obyek wisata budaya Makam Raja-raja lamuru. Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan adalah melaksanakan seminar guna memberikan peneegetahuan kepada msyarakat terutama pengunjung agar dapat memahami siapa-siapa yang di makamkan.

Selaku Tokoh masyarakat obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru kabupaten Bone mengatakan bahwa :

“Saya dengar yang mengurusi tempat ini itu ada balai ya kalau tidak salah namanya balai cagar budaya tapi kenapa jarang saya lihat mereka melaksanakan tugasnya harusnya kanada kerjasama antara pemerintah dan balai itu misalnya melakukan pertemuan dengan pengelola agar membahas penegembangan obyek wisata ini dan supaya masyarakat paham tentang budaya yang harus dilestarikan (Hasil wawancara dengan KG 22 Juni 2015)”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kurangnya koordinasi atau kerjasama yang dilakukan pemerintah daerah dengan balai cagar budaya Makassar dalam mengembangkan dan melestarikan obyek wisata budaya Makam Raja-raja lamuru Kabupaten Bone.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan masih kurangnya pengetahuan dan kemampuan yang dimilikipengelola Obyek wisata budaya Makam raja-raja Lamuru Kabupaten Bone seperti dengan masih kurang tahunya tentang siapa-siapa saja yang di makamkan di tempat tersebut dan tidak memahami dan mengetahui latar belakang dan spesifikasi obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone.

Selaku pengunjung obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru mengatakan bahwa :

“Setiap musim-musim ziarah saya datang berkunjung di tempat ini, kebetulan untuk sekarang ini saya menemani teman saya kesini, menurut saya tempat ini sangat patut untuk dikembangkan dan dilestarikan karena merupakan aset budaya yang bernilai tinggi di sisni peran pemerintah kabupaten Bone sangatlah penting apalagi dalam pelestarian dan pengembangan obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone, karena saya liat tempat ini bukan hanya mayarakat biasa yang datang berkunjung banyak juga para pelajar terlebih lagi wisatawan dari luar negeri, akan tetapi saya liat di sini pengelolanya masih rendah pengetahuannya tentang tempat ini misalnya kalau menjelaskan hanya

sedikit yang di jelaskan sengaja atau bagaimana saya tidak tahu (Hasil wawancara dengan AC 28 Juni 2015)”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa masih kurangnya partisipasi pemerintah kabupaten Bone terhadap pengembangan obyek wisata budaya Makam Raja-raja lamuru ini hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya penegtahuan yang dimiliki penegelola sehingga pengunjung merasa kurang puas dengan apa yang dijelaskan, seharusnya pihak pemerintah daerah Kabupaten Bone bekerjasama dengan balai cagar budaya Makassar melaksanakan semacam seminar guna memberikan penegetahuan tentang spesifikasi obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan menerangkan bahwa masih kurangnya partisipasi dari masyarakat terkait dengan pelestarian dan pengembangan obyek wisata budaya makam Raja-raja lamuru Kabupaten Bone.

Partisipasi dari masyarakat setempat juga sangat berpengaruh dalam pengembangan obyek wisata tersebut.

Selaku Pengelola obyek wisata budaya makam raja-raja lamuru mengatakan bahwa :

“Dalam proses pengembangan obyek wisata ini diperlukan beberapa bentuk kerjasama dari berbagai pihak utamanya dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Bone serta dari pihak masyarakat di sini supaya masyarakat juga berpartisipasi dalam pengembangan obyek wisata ini minimal menjaga dan merawat obyek wisata Makam Raja-raja lamuru Kabupaten Bone (Hasil wawancara dengan AY 24 Juni 2015)”.

Berdasarkaan hasil wawancara di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa disamping peran pemerintah daerah Kabupaten Bone sangat penting, partisipasi dari masyarakat setempat juga tidakkala pentingnya dalam pengembangan obyek

wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone minimal menjaga dan merawat obyek wisata tersebut agar bangunannya tetap utuh tidak ada tangan yang

wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru Kabupaten Bone minimal menjaga dan merawat obyek wisata tersebut agar bangunannya tetap utuh tidak ada tangan yang

Dokumen terkait