• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN OBYEK WISATA MAKAM RAJA-RAJA LAMURU DI KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE ANDI TENRISAU AMIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN OBYEK WISATA MAKAM RAJA-RAJA LAMURU DI KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE ANDI TENRISAU AMIN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANDI TENRISAU AMIN Nomor Stambuk : 10564 01561 11

PROGRAM STUDI ILMU ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerinahan

Disusun dan Diajukan Oleh ANDI TENRISAU AMIN Nomor Stambuk : 10564 01561 11

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(3)

ii

Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

Nama Mahasiswa : Andi Tenri Sau Amin Nomor Stambuk : 10564 01561 11 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyetujui:

Pembimbing I

Hj. Andi Nuraeni Aksa, SH, MH.

Pembimbing II

\

A. Luhur Prianto, S.IP, M. Si

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan

Dr. H. Muhlis Madani, M. Si A.Luhur Prianto, S. IP, M. Si

(4)

iii

Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan Surat Keputusan/Undangan menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, Nomor : sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ( S1 ) dalam program studi Ilmu Pemerintahan Di Makassar pada

TIM PENILAI

Ketua, Sekretaris,

DR. H. Muhlis Madani, M. Si Drs. H. Muhammad Idris, M. Si

Penguji

1. Drs. Muhammad Tahir, M. Si (……….)

2. Abdul Kadir Adys, SH, MM (……….)

3. Hj. Andi Nuraeni Aksa, SH, MH (……….)

4. A. Luhur Prianto, S. IP, M. Si (……….)

(5)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Andi Tenri Sau Amin Nomor Stambuk : 10564 01561 11

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makasar, 20 Oktober 2015

Yang Menyatakan,

Andi Tenri Sau Amin

(6)

v ABSTRAK

ANDI TENRI SAU AMIN, Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. ( dibimbing oleh Andi Nuraeni Aksa dan A. Luhur Prianto )

Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Obyek Wisata Makam Raja- Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone, dan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone dengan menggunakan indikator peran pemerintah sebagai regulator, dinamisator dan fasilitator.

Jenis penelitian ini adalah metode kualitatif dan tipe penelitiannya adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu peneliti berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau realita fenomena sosial tertentu sebagaimana adanya yang informannya berjumlah Sembilan orang. Data dikumpul dengan menggunakan instrument berupa; Observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone masih kurang maksimal hal ini disebabkan oleh masih adanya makam yang tidak terawatt dan mengalami kerusakan, masih terbatasnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang siapa-siapa yang di makamkan serta masih terbatasnya sosialisasi sebagai akibat dari terbatasnya dana untuk kelancaran sosialisasi.

Kata Kunci : Pemerintah, Pengelolaan Pariwisata, Makam Raja-raja Lamuru

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan nikmat berupa kekuatan dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam semoga tetap tercurah pada bagindah Rasulullah SAW, Selaku sosok pendidik yang selalu mengajarkan tentang kebaikan semoga ajarannya bisa dijadikan referensi utama dalam setiap aktifitas kita, semoga kita termasuk umat beliau yang mendapatkan syafa’at di hari kemudian Amin.

Segala usaha dan upaya telah dilakukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai hambatan, tantangan dan berbagai kekurangan namun berkat izin-Nya, akhirnya semua itu dapat diatasi oleh penulis dengan ketabahan, ketekunan, dan kerja keras, serta bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sungguh patut menyampaikan penghormatan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak A.Luhur Prianto, S. IP, M.Si. selaku pembimbing II sekaligus ketuan jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan

(8)

vii

ini sampai tahap penyelesaian, dan mengarahkan penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini sampai tahap penyelesaian. Serta ucapan terima kasih kepada :

1. Ayahanda H. Andi Amin Oddang dan Ibunda Hj. Andi Mislyati tercinta yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya serta keikhlasannya dalam membesarkan, mendidik dan membiayai penulis serta doa restu yang tak henti- hentinya untuk keberhasilan penulis.

2. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Makassar atas segala arahan, petunjuk dan jasa-jasanya kepada penulis.

5. Terkhusus kepada Nurmiati R, S.Sos, Mustari Mukhtar, Amd.Kep yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2011 terkhusus untuk kelas non reguler 2011, terima kasih atas kebersamaan dan kebaikan kalian selama ini.

Terlalu banyak pihak yang berjasa kepada penulis selama menempuh Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar, sehingga tidak akan termuat bila

(9)

viii

kita dengan pahala yang melimpah dan tak terbatas. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kririk dan saran yang bersifat konsuftif senantiasa penulis harapkan dari semua pihak.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhirnya penulis memohon kepada yang maha kuasa semoga apa yang telah di berikan bernilai ibadah di sisi-Nya.Amin.

Makassar, Oktober 2015

Penulis

(10)

ix

Halaman Penerimaan Tim ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar isi ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemerintah Daerah ... 8

B. Peran Pemerintah ... 14

C. Penegelolaan Pariwisata ... 17

D. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Pariwisata... 20

E. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Kebijakan Pariwisata ... 28

F. Kerangka pikir ... 30

G. Fokus Penelitian ... 32

H. Deskrifsi Fokus Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 35

C. Sumber Data ... 36

D. Informan Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 39

G. Pengabsahan Data ... 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(11)

x

Kabupaten Bone ... 57 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 65 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA ... 68

(12)

xi

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan alam yang melimpah dengan berbagai macam kebudayaan, adat, serta agama yang tentunya dapat dimanfaatkan dalam bidang kepariwisataan sebagai sektor komoditi yang sangat baik bagi perekonomian dan sebagai penghasil devisa negara kedua setelah minyak bumi dan gas alam.

Sejak tahun 1978 pemerintah terus berusaha mengembangkan kepariwisataan dalam meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja, dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan serta pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dan kepribadian nasional. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah dan pengaturan- pengaturan yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, antara lain bidang promosi, penyediaan fasilitas serta mutu, dan kelancaran pelayanan.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah merupakan landasan bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di daerahnya. Otonomi daerah menciptakan ruang gerak yang lebih bebas dalam membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihak-pihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masing-masing daerah tersebut, tidak terkecuali dengan pembangunan sektor kepariwisataan.

1

(14)

Adanya otonomi daerah sangat diharapkan daerah mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerahnya dengan melakukan identifikasi dan mengelola sumber-sumber yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, karena besar kecilnya pendapat daerah sangat berefek kepada keberhasilan pelaksanaan otonomi tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan dan keleluasaan kepada pemerintah daerah.

Perkembangan industri pariwisata di Indonesia sekarang ini sedang dikembangkan dan didayagunakan untuk memperbesar devisa negara dan daerah, memperluas lapangan kerjadan meratakan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat setempat. Disamping itu, industri parawisata juga berperan dalam mendorong pembangunan daerah serta memperkenalkan alam dan budaya daerah yang sangat khas dan menarik. Oleh karena itu pembangunan industri parawisata tidak dapat diarahkan untuk pembangunan ekonomi atau budaya saja tetapi sebagai salah satu usaha dalam melestarikan budaya dan alam (lingkungan hidup) tersebut.

Makam Raja-Raja Lamuru termasuk dalam situs cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 240/M/1999, tanggal 4 oktober 1999. Merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Bone yang berpotensi dalam memperluas lapangan kerja dan meratakan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat setempat.

Selain itu, pengembangan objek wisata ini dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga perlu dikembangkan mengingat nilai seni, budaya dan sejarah yang terkandung didalamnya.

(15)

Penulis menyadari pengembangan objek wisata memerlukan peran dari peran pemerintah daerah, namun dilapangan peran peran pemerintah daerah tidak terlihat jelas, terbukti masih adanya benda cagar budaya dan fasilitas penunjang objek wisata yang tidak terawat dengan baik, padahal pemerintah daerah telah memungut retribusi bagi setiap pengunjung yang akan memasuki kawasan objek wisata. Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam mempromosikan dan menata objek dengan baik sehingga lebih menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung pada Objek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone.

Indonesia merupakan negara bahari dengan luas 7,7 juta km² yang terbagi atas kawasan berupa lautan 75 % (5,8 juta km²) dan 25 % (1,9 juta km²) yang merupakan daratan yang terdiri dari 17.508 buah pulau yang terdiri atas pulau- pulau besar maupu kecil. Selain dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki warisan budaya serta situs-situs bersejarah yang tersebar di seluruh Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata (DTW) antaranya yaitu wisata budaya.

Kabupaten Bone sendiri adalah daerah otonom Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Watampone. Terdiri dari dua puluh tujuh kecamatan, yaitu Bontocani, Kahu, Kajuara, Salomekko, Tonra, Patimpeng, Libureng, Mare, Sibulue, Cina, Barebbo, Ponre, Lappariaja, Lamuru, Tellu Limpoe, Bengo, Ulaweng, Palakka, Awangpone, Tellu Siattinge, Amali, Ajangale, Dua Boccoe, Cenrana, Tanete Riattang Barat, Tanete Riattang dan

(16)

Tanete Riattang Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.559 km² dan berpenduduk ± 717.268 jiwa.

Makam Raja-Raja Lamuru terletak di Kelurahan Lalebata Kecamatan Lamuru, yang jaraknya ada sekitar 75 Km dari kota Watampone, atau 135 Km dari Makassar. Berbagai sarana dan prasarana wisata tersedia dikawasan ini, tersedia beberapa balai sebagai tempat beristirahat selepas melakukan siarah maupun sekedar datang berkumpul bersama teman maupun keluarga. Kawasan wisata ini menyajiakan indahnya pemandangan perbukitan serta rindangnya pohon yang mengelilingi kawasan wisata, sehingga menghilangkan kesan menyeramkan pada objek wisata tersebut. Selain itu, pengunjung dapat berkeliling sambil melihat pesona keindahan bentuk makam dan ukiran yang terdapat pada dinding makam.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya di jelaskan pada Bab IV tentang Perlindungan dan Pemeliharaan pasal 23 ayat 1:Ayat 1 berbunyi : “ Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan dan pemugaran.

Mengingat benda cagar budaya biasanya berumur lebih dari 100 tahun, maka sudah selayaknya bila mengalami kerusakan baik kerusakan secara alami maupun kerusakan yang diakibatkan oleh manusia, bahkan benda cagar budaya sangat rentan terhadap pencurian. Oleh karena itulah perlunya perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya. Perlindungan dan pemeliharaan atau pengelolaan benda cagar budaya dan situs pada dasarnya menjadi tanggung jawab Pemerintah, meskipun demikian masyarakat, kelompok, atau perorangan dapat berperan serta dalam menjaga dan merawat benda cagar budaya demi

(17)

kelangsungannya sehingga dapat di nikmati oleh anak cucu kita di masa yang akan datang.

Kabupaten Bone diarahkan sebagai sektor yang dapat diandalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, peningkatan PAD, pemberdayan masyarakat sekitar, untuk memperluas kesempatan kerja, dan memasarkan produk- produk budaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan kawasan wisata harus terencana, bertahap secara menyeluruh untuk dapat memperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat.

Kabupaten Bone merupakan daerah yang memiliki beberapa obyek wisata, seperrti obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone, obyek wisata budaya tersebut memiliki cukup daya tarik yang bagus karena obyek wisata budaya ini merupakan peninggalan bersejarah dan dijadikan sebagai tempat untuk berziarah, dijadikan sebagai tempat obyek penelitian bagi para pelajar dari dalam daerah, luar daerah termasuk para pelajar dari luar negeri, maka dari itu perlu pengembangan dan pelestarian untuk obyek wisata budaya Makam Raja-raja lamuru Kecamatan lamuru kabupaten Bone karena dianggap sebagai budaya bangsa yang bernilai budaya tinggi. Akan tetapi dalam proses pengembangan dan pelestariaannya peran pemerintah daerah kabupaten Bone masih sangat kurang, hal ini di buktikan dengan terdapatnya makam yang sudah rusak, masih terbatasnya pengetahuan pihak pengelola sehingga masyarakat pengunjung tidak mendapat informasi yang diharapkan, masih terbatasnya sosialisasi yang dilakukan karena terbatasnya dana untuk sosialisasi padahal dengan melalui sosialisasi ini masyarakat dapat mengetahui secara detail tentang makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

(18)

Berdasarkan uraian singkat diatas inilah yang menjadilandasan berfikir penulis sehingga tertarik untuk meneliti Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone, dengan judul penelitian “Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berusaha untuk merumuskan masalah yang ingin diteliti agar tidak menyulitkan dalam pengumpulan data yang diperlukan. Maka dari itu penulis berusaha seoptimal mungkin untuk bisa mengkaji pokok-pokok permasalahan dibawah ini:

1. BagaimanaPeran Pemerintah Kabupaten Bone dalam pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone

?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui Peran Pemerintah Kabupaten Bone dala pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

(19)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Sebagai bahan informasi yang bersifat akademis terutama meningkatkan ilmu pengetahuan terhadap pengembangan sumber daya manusia.

2. Manfaat Praktis Informasi

Sebagai bahan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bone, bagi tokoh masyarakat dan para pegawai Dinas Sosial Kebudayaan dan Pariwisata dalam peran serta dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian peran pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan daerah perundang-undangan. Juga sebagai daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Secara konseptual perlu dipahami tentang posisi pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu bahwa yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah: penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas ekonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Bagir Manan, peran peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi, dekonstrasi, dan tugas pembantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan:

8

(21)

1. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan

3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Pemerintahan dalam pengertian pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan asas Desentralisasi. Pemerintah dalam ketentuan ini sekaligus mengandung makna sebagai kegiatan atau aktifitas menyelenggarakan pemerintahan dan lingkungan jabatan, yaitu pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan satu hal yang perlu di tambahkan bahwa pemerintahan daerah memiliki arti khusus, yaitu pemerintahan daerah otonom yang di laksanakan berdasarkan asas desentralisasi. Persoalannya adalahbagaimana pemerintah daearah mampu menerima semua kewenangan yang diserahakan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Untuk melaksanakan semua tugas-tugas tersebut semua kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya selalu dipertimbangkan dan dikaitkan dengan kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan daerah. Karena itu, diperlukan

(22)

pemahaman dan persepsi yang sama terhadap kebijakan nasional agar dapat dijadikan kebijakan daerah, Karena memiliki kepentingan bagi dua pihak.

Sedangkan Mustopadidjaja menyatakan bahwa pemerintah sangat ditentukan oleh tiga hal yaitu aparatur pemerintah, organisasi birokrasi, dan prosedur tatalaksananya, karena itu apabila oprasionalisasi suatu kebijakan ingin dapat berjalan secara optimal dan sebagai mana mestinya perlu dilakukan sosialisasi dan pemberdayaan terhadap aparatur pemerintahan agar prosedur ketata laksanaan dan bentuk organisasi birokrasinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari misi yang akan dicapai. Karena itu dalam mengoprasionalkan kebijakan manajemen aset di kabupaten/kota diperlukan peran pemerintah daerah kabupaten/kota dalam hal ini, persepsi atau pemahaman dari pelaksanaannya haruslah sesuai dengan maksud, tujuan, dan sasaran dari kebijakan tersebut, dengan demikian setiap pelaksanaan harus mengerti benar tentang konsep persepsi sebagai langkah awal dari motivasi yang akan mewarnai cara bertindak.

Pemerintahan dalam artian menyeluruh atau holistik tercermin pada peristilahan kybernologi. Sebab, dalam kybernologi dapat dikatakan tercakup pembahasan kompleks elemen yang berkaitan dengan seluk beluk pemerintahan, baik dari sisi batasan, filosofi, etika, maupun metodologi. Dalam kesempatan kajian ini, pertama-tama yang tampaknya perlu dipahami adalah eksplanasi atas keterkaitan antara istilah pemerintah, negara, politik, dan administrasi negara.

Relevansi keterkaitan keempat istilah tersebut karena berkaitan erat dengan kewenangan, organisasi negara, organisasi dalam wilayah negara, dan proses tata usaha, yang pada akhirnya berkaitan dengan kebijakan publik.

(23)

Mengacu kepada beberapa pendapat para sarjana, menjelaskan pula bahwa secara yuridis ada perbedaan yang sangat nyata antara „negara‟ dan „pemerintah‟.

Negara adalah sebuah badan (body), sedangkan „pemerintah‟ adalah alat kelengkapan negara (organ). Pemerintah sebagai alat kelengkapan negara dapat diberi pengertian luas atau dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang juga bertindak untuk dan atas nama negara.

Arti sempit pemerintah adalah kekuasaan eksekutif, sebagai pemerintahan eksekutif mewakili dua hal, pertama sama dengan yudikatif dan legislatif berperan sebagai alat kelengkapan negara, bertindak untuk dan atas nama negara, kedua sebagai badan administrasi negara yang mempunyai kekuasaan mandiri yang dilimpahkan negara. Istilah pemerintahan berasal dari kata perintah, yaitu kapasitas untuk mempengaruhi pihak lain termasuk melalui jalan paksaan atau kekerasan.

Namun demikian kapasitas untuk memaksa pihak lain tersebut, didalam konteks negara modern seperti sekarang ini, harus berdasarkan kekuasaan yang memiliki legitimasi hukum yang disebut sebagai kewenangan. Sehingga perintah yang dilakukan adalah perintah berdasarkan suatu asas dan norma yang telah disepakati sehingga dikatakan sebagai suatu tindakan yang sah.

Politik berasal dari kata polis yang dalam tradisi Yunani berarti negara kota.

Didalam polis atau kota diorganisasikan tujuan bersama dan pembagian wewenang secara bijak demi terselenggaranya kesejahteraan warga. Berdasarkan pembagian wewenang didalam polis, maka dengan sendirinya terdapat pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk memerintah dan diperintah. Oleh sebab itu sungguh tidak

(24)

mengherankan apabila banyak kalangan yang menyamakan konsep pemerintahan dengan politik. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa pemerintahan adalah bagian dari politik, demikian pula sebaliknya ada yang berpendapat bahwa politik adalah bagian dari pemerintahan.

Demikian pula istilah negara sebagai suatu organisasi publik, entitas yang pada hakikatnya adalah kesepakatan bersama diantara anggota masyarakat dalam pembagian peran yang diletakan berdasarkan hukum. Sebagaimana didalam polis, maka demikian pula didalam negara terjadi pula pembagian wewenang demi terselenggaranya tujuan bernegara berdasarkan suatu konstitusi atau hukum dasar.

Berdasarkan konstitusi negara, pembagian kewenangan pada umumnya terbagi atas kewenangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Roda pemerintahan negara secara sehari-hari dilakukan berdasarkan kewenangan eksekutif. Dengan demikian eksekutif memegang fungsi tatausaha negara yang sering dikenal sebagai administrasi negara. Lazimnya rentang atau ruang lingkup administrasi negara, dikonstruksikan dalam bentuk kewenangan- kewenangan negara di luar urusan legislatif dan yudikatif. Pada perkembangan berikutnya, karena tugas pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan umum, maka kegiatan administrasi negara dikenal sebagai suatu kebijakan publik, yang memiliki rentang pengaturan dalam kuantitas dan kualitas seiring dengan kebutuhan konkret masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa didalam kebijakan publik, terkandung suatu upaya formulasi, implementasi, dan evaluasi secara konkret dan terukur dalam merespon kebutuhan atau persoalan dalam masyarakat umum.

(25)

Berdasarkan gambaran tersebut di atas, dapat dikonstruksikan bahwa pemerintah dalam arti luas dalam konteks Indonesia adalah keseluruhan alat kelengkapan negara, yaitu lembaga-lembaga tinggi negara (DPR, Presiden, MA, dan BPK). Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah Presiden beserta jajaran/aparatur yang berada pada lingkup kekuasaan eksekutif, yang selain atau tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan yudikatif. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keberagaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerahdengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia,

(26)

a. Bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, penyelengaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip demokrasi, persamaan, keadilan, dan persamaan hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

b. Bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan, penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga Negara yang memenuhi persyaratan;

c. Bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan, setelah putusan Mahkamah Konstitusi tentang calon perseorangan;

d. Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah yang meninggal dunia diri atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan terus-menerus dalam masa jabatannya.

B. Peran Pemerintah

Peran Permerintah Secara umum tingkat penerapan desentralisasi suatu negara mendasari cara negara (pemerintah) dalam mendefinisikan perannya dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya.Apakah negara harus terlibat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, ataukah negara hanya melibatkan diri sebatas pada bidangbidang diluar kemampuan masyarakat. Perbedaan cara pandang pelaksanaan

(27)

fungsi pemerintah itu digambarkan oleh Pratikno, dari perspektif liberal dan perspektif sosialis. Dari perspektif pertama bahwa negara tidak perlu melakukan campur tangan dalam penyediaan pelayanan masyarakat, sementara dari perspektif terakhir diyakini bahwa kehadiran itu mutlak diperlukan. dalam perspektif liberal, kehadiran pemerintah hanya diperlukan untuk menjaga keamanan.

Sebagaimana yang dikemukakan (Labolo, 2006:36) Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pengelolaan yaitu mengarahkan pada pihak yang berkaitan. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain:

1. Pemerintah sebagai regulator

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan- peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Pemerintah sebagai dinamisator

Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.

(28)

3. Pemerintah sebagai fasilitator

Peran pemerintah sebagi fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.

Dapat dipahami dengan dukungan realitas yang ada bahwa pemerintah daerah merupakan sub-komponen geografis dari suatu negara berdaulat, sehingga ia berfungsi memberikan pelayanan umum pada suatu wilayah tertentu (Sarundajang, 2011: 25). Secara operasional refleksi perbedaan itu teraplikasi dalam prinsip pengorganisasian pemerintahan daerah yang bernuansa administratif atau politis.Secara empiris model-model pemerintahan daerah ala Rusia dan pemeritahan daerah model Inggris dapat dipandang sebagai reprensentasi keadaan tersebut. Sistem pemerintahan model Rusia, semua lembaga pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari birokrasi pemerinahan nasional, peraturan di setiap tingkat didominasi oleh kebijakan partai tungal. Sedangkan pemerintahan daerah model Inggris, mempunyai karakteristik otonomi yang besar, semua kekuatan bertumpu pada dewan, menggunakan komite secara luas (Sarundajang, 2011: 39).

Pemerintahan daerah model Rusia sangat bernuansa administratif, berdasar prinsip- prinsip pencapaian fungsi secara efektif dan efisien dengan mengesampingkan nilai-nilai demokratis.

(29)

Sementara pemerintahan daerah model Inggris sangat bernuansa politis, sangat memperhatikan nilai-nilai demokratis, sehingga pemerintahan daerah di desain untuk keseimbangan keinginan negara dan masyarakat lokal.Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam keluarga.

Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut makna yang disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol dalam aktivitas dan mengembangkan masyarakat.

C. Pengelolaan Pariwisata

1. Pengertian Pengelolaan (Manajemen)

Pengelolaan (manajemen), menurut Leiper (1990: 256), merujuk kepada seperangkat peranan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau bisa juga merujuk kepada fungsi-fungsi yang melekat pada peran tersebut. Fungsi- fungsi manajemen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Planning (perencanaan) b. Directing (mengarahkan) c. Organizing

d. Controlling (pengawasan)

Definisi manajemen menurut Andrew F. Siukula dan Hasibuan (2006:2) mengatakan bahwa: Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktiviras-

(30)

aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.

2. Prinsip-Prinsip Dasar Pengelolaan Pariwisata

Pengelolaan pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam, komunitas, dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal. Menurut Cox (1985, dalam Dowling dan Fennel, 2003: 2), pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsi- prinsip berikut:

a. Pebangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan special lokal sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.

b. Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata.

c. Pengembangan intraksi wisata tambahan yang mengakar ke khasan budaya lokal.

d. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.

e. Memberikan dukungan dan legatimasi pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi sebaliknya mengendalikan dan menghentikan aktivitas pariwisata tersebut jika melampaui

(31)

ambang batas (carring capacity) lingkumgan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Disamping itu, pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan antar berbagai elemen yang saling berinteraksi dan mempengaruhi.

Prinsip-prinsip keseimbangan yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut (Liu, 1994: 10-11; Buckley, 2004: 5-13):

1. Pembangunan versus konservasi

Pariwisata tidak hanya menyangkut bagaimana membangun dan mengelola suatu kawasan menjadi obyek wisata, namun pengelolaannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan proteksi baik terhadap aspek ekonomi, budaya, dan lingkungan. Keseimbangan antara pembangunan dan konservasi menjadi faktor yang esensial bagi keberlanjutan pariwisata.

2. Penawaran versus permintaan

Pengelolaan pariwisata harus memperhatikan keseimbangan antara sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Penawaran mewakli produk pariwisata seperti taman wisata alam, akomodasi dengan gaya lokal, eko-tur, sarana rekreasi, aktivitas budaya, dan sebagainya. Sedangkan permintaan mengacu kepada pasar pariwisata, yaitu wisatawan tipe apa yang akan disasar, berapa jumlah yang akan berwisata, dimana mereka akan menginap, berapa uang yang mereka akan keluarkan, kegiatan menarik apa yang akan mereka lakukan, dan sebagainya.

Menyeimbangkan penawaran dan permintaan merupakan salah satu kunci untuk tetap suksesnya pariwisata. Penekanan salah satu atas yang lainnya akan membawa masalah dimasa yang akan datang.

(32)

3. Keuntungan versus biaya

Pengelolaan pariwisata harus memperhatikan dan memastiakan bahwa ada kesimbangan distribusi keuntungan (benefit) dan biaya (cost). Hal ini menyangkut pengembalian investasi yang cukup, pengalokasian fee untuk mengatasi dampak aktivitas pariwasata, pengembalian yang optimal atas biaya sosial, ekonomi, dan budaya bagi penduduk lokal, insentif dan besaran pajak yang wajar.

4. Manusia versus lingkungan

Tantangan pengelolaan pariwisata adalah mencari keseimbangan antara traditional ways dengan modern practices. Dibeberapa kawasan wisata, penduduk

lokal kadang belum atau bahkan tidak menerapkan metode konservasi dalam mengelola sumberdaya yang dimilikinya. Hal itu mungkin disebabkan oleh ketersediaan sumberdaya yang melimpah dimasa lalu. Cepat atau lambat kondisi itu tidak akan dapat bertahan mengingat pertumbuhan penduduk yang begitu cepat yang secara alami akan memerlukan ruang dan sumberdaya untuk hidup dan penghidupannya. Keberadaan pariwisata dapat diarahkan sebagai wahana penyeimbangan antara kepentingan kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.

Pariwisata hendaknya menyediakan metode untuk mengelola lingkungan yang lestari baik melalui konsep kawasan konservasi, pembaharuan sumber daya alam, daur ulang, dan sebagainya.

D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Pariwisata

Secara etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. Pari berarti berulang-ulang, berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan Wisata berarti perjalanan atau bepergian, jadi pariwisata

(33)

berarti perjalanan yang dilakukan secara berputar-putar,berulang-ulang atau berkali-kali.

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Pariwisata adalah suatu kegiatan kemanusiaan berupa hubungan antar orang baik dari negara yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis yangterbatas. Di dalamnya termasuk tinggal untuk sementara waktu di daerah lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan, meskipun pada perkembangan selanjutnya batasan “memperoleh penghasilan” masih kabur. Kepariwisataan adalah fenomena politiksosial-ekonomi-budaya-fisik yang muncul sebagai wujud kebutuhan manusia dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah, sesama wisatawan, pemerintah dan pengusaha berbagai jenis barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan.

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, menyebutkan bahwa Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidsiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat.

(34)

Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata.

Terdapat beberapa jenis pengembangan, yaitu:Pertama, Keseluruhan dengan tujuan baru, membangun atraksi disitus yang tadinya yang tidak digunakan sebagai atraksi. Kedua, Tujuan baru, membangun atraksi pada situs sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi. Ketiga, Pengembangan baru sebagai keseluruhan pada keberadaan atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan untuk membuat atraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebih luas dengan meraih pangsa pasar yang baru. Keempat, Pengembangan baru pada atraksi yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya pengeluaran sekunder oleh pengunjung. Kelima, Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan dari kegiatan yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dimana kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.

Pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang yang dapat menjamin sustainable developmant guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan kepariwisataan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia, mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan dan keamanan, oleh karena itu dibutuhkan strategi- strategi

(35)

khusus dari pemerintah kita untuk mengembangkan kepariwisataan nasional.

Karena dengan itu cara pengembangan dapat lebih mudah dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat luas. Banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diambil dalam pengembangan pariwisata nasional kita, selain itu juga ada banyak hal yang lainnya yang dapat menunjang perkembangan kepariwisataan nasional kita di zaman era globalisasi ini.

Penataan ruang pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam mengembangkan wilayah yang bertujuan untuk mendukung komisi, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan serta ditunjang dengan beberapa sarana prasarana demi mendapatkan tujuan yang diinginkan oleh masyarakat dan pemerintah nasional dalam pengembangan daerah-daerah pariwisata yang berada di daerah kepulauan Indonesia.

Penataan ruang untuk menunjang kepariwisataan nasional tidak hanya memberikan arahan lokasi investasi, tetapi juga harus memberikan jaminan terpeliharanya ruangan/daerah pengembangan pariwisata yang berkualitas dan mempertahankan keberadaan obyek-obyek pariwisata sebagai aset besar bangsa.

Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang merupakan juga salah satu yang perlu mendapat perhatian. Dimana dukungan sarana dan prasarana merupakan faktor penting untuk keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan pariwisata, seperti penyediaan akses, akomodasi, angkutan wisata dan sarana prasarana pendukung lainnya. Masih banyak kawasan wisata yang sangat berpotensi, tetapi masih belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu sarana dan prasarana yang dibangun hanya untuk kepentingan lokal saja, belum dapat melayani kebutuhan penyelenggaraan pariwisata diluar lokasi. Seperti misalnya penyediaan

(36)

angkutan wisata hanya tersedia di area kawasan saja, tetapi sarana angkutan untuk mencapai kawasan tersebut dari akses luar belum tersedia.

Selain didukung oleh penataan ruang dan sarana-sarana yang menunjang dalam kegiatan pengembangan pariwisata juga didukung oleh beberapa sumber- sumber, yakni sumber daya manusia, sumber keuangan dan sumber materi atau fisik. Ketiga sumber itu sangat berkaitan satu sama yang lainnya. Oleh karena itu ketiganya harus benar-benar bisa terpenuhi, karena pengembangannya sangat berpengaruh besar bagi kepariwisataan.

Sarana pariwisata yang dimaksud yaitu transportasi dengan jaringan penunjangnya, restorasi, dan akomodasi yang sengaja disediakan, atau lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk sarana pariwisata. Walaupun secara kasat mata ketiga unsur diatas penampilannya kadang kala tidak berbeda dengan yang lainnya, tetapi secara psikisdapat dirasakan nuansa pariwisatanyabagi para wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Nuansa pariwisata perlu sekali diciptakan, agar dapat meningkatkan gairah dan suasana kegiatan pariwisata, hingga mudah untuk melaksanakan manajemennya.

Transportasi bukan hanya sekedar menyediakan kendaraan saja, tetapi ada beberapa sarana atau unsur lainnya yang perlu diperhatikan. Unsur tersebut yaitu jaringan jalan untuk pelawatan wisata yang sepenuhnya juga tergantung kepada matra waktu, ruang dan prilaku budaya manusia, baik wisatawannya sendiri, maupu manusia lainnya yang dijumpai selama pelawatan wisata.

Restorasi tidak selalu berarti sarana atau tempat untuk menyediakan makan dan minum, tetapi lebih tepat sebagai sarana untuk pemugaran fisik dan psikis.

Fisik dan psikis wisatawan pun perlu manajemen yang memadai agar pelawatan

(37)

wisatanya dapat berlangsung dengan memuaskan. Pelawatan yang cukup jauh tidak mustahil dapat menyebabkan penyusutan kebugaran fisik dan psikis, dan semuanya ini perlu direstorasi. Terganggunya kebugaran fisik, umumnya disebabkan oleh pelawatan wisata yang terlalu lama, dan untuk itu perlu istirahat jika lelah, dan perlu pengobatan di klinik jika sakit, atau lembaga kesehatan lainnya misalnya pusat kesehatan masyarakat.

Disamping transportasi dan restorasi, sarana lainnya yang diperlukan para wisatawan yaitu akomodasi sebagai tempat inap untuk istirahat. Sebagai tempat inap yang fungsinya lebih utama untuk beristirahat, letak hotel atau penginapan menunjang kegiatan pariwisata sangat menetukan.

Sarana penunjang transportasi, restorasi, dan akomodasi merupakan sumberdaya yang perlu diinventarisasi dan dievaluasi atau diperhitungkan keberadaannya. Kemantapan dan kesiapannya amat diperlukan untuk menunjang manajemen pariwisata. Kemantapan dan kesiapan ini tidak terbatas pada masalah teknik saja, tetapi juga meliputi masalah sosial, sebab bagaimanapun juga unsur manusia akan selalu terlibat didalamnya. Hal ini perlu sekali disadari bahwa betapapun canggihnya sarana teknik, unsur manusia akan tetap berfungsisebagai unsur manajemen baik untuk menyelenggarakan sarana transportasi, restorasi, dan akomodasi.

Selain nuansa yang khas daerah setempat, berbagai fasilitas pariwisata untuk para wisatawan perlu sekali disediakan, terutama bagi para wisatawan mancanegara. Sebab sebagaimanapun juga santai penampilannya, beberapa fasilitas dan pelayanan khusus perlu disediakan. Fasilitas khusus ini amat diperlukan, terutama untuk kepentingan yang sangat pribadi, dan sama sekali sangat berlainan

(38)

dengan perilaku budaya daerah yang dikunjunginya. Kekhususan fasilitas ini antara lain, kamar kecil, tempat tidur, tempat makan, tempat untuk bersantai, dan satu dua lagi lainnya.

Selain itu perlu terciptanya interdependensi pariwisata, interdependensi yang dimaksud disini yaitu, hubungan timbal balik yang salin menguntungkan antara wisatawan dengan obyek dan daya tarik wisata yang dijadikan sasaran wisatanya. Untuk menciptakan interdependensi pariwisata diperlukan adanya mediator atau perantara yang berfungsi sebagai katalisator, yaitu perantara yang dapat memadukan keperluan masing-masing tanpa mengganggu, tetapi justru saling menguntungkan kedua belah pihak. Unsur yang dapat menjadi mediator dapat berupa unsur manusia misalnya pimpinan atau pemandu rombongan wisatawan, pengelola dan atau pemandu obyek dan daya tarik wisata.

Pada hakekatnya, penciptaan interdependensi pariwisata ialah pemaduan substruktur dan infrastruktur pariwisata, dengan minat dan kepentingan wisatawannya. Substruktur pariwisata yaitu obyek dan daya tarik wisatanya termasuk jaringan jalur wisatanya. Keberhasilan dalam menciptakan interdependensi pariwisata yang mengacu pada daya dukung lingkungannya, akan ikut berperan dalam meningkatkan kualitas tata manajemennya. Ini merupakan unsur utama dalam mengelola obyek dan daya tarik wisata. Manajemen daerah tujuan wisata memang banyak keanekaragamannya sebab setiap daerah memiliki kekhasannya sendiri. Belum lagi wisatawan mancanegara dan nusantara yang memiliki perilaku khas negara atau daerahnya masing-masing.

Masih terbatasnya dukungan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pariwisata telah mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata. Pola

(39)

pengelolaan kawasan wisata yang tidak menyaluruh (comprehensive) telah menimbulkan dampak negatif yang mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata, misalnya timbulnya kerusakan lingkungan, meningkatnya urbanisasi ke lokasi obyek wisata yang telah meningkat permasalahan sosial antara lain meningkatnya tindak kejahatan dan kegiatan sektor informal yang tidak terkendali.

Berdasarkan hal tersebut, perlu ditetapkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mendorong pengembangan kegiatan pariwisata. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mengakomodir prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment di Maldivest tahun 1997 yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konsevasi sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, dan equity inter dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan.

Prinsip-prinsip diatas telah di elaborasi menjadi partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder) kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi. Dalam pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang yang dapat menjamin sustainable development guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam penataan ruang yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menaggulangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

(40)

E. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Kebijakan Pariwisata Kebijakan (policy) merupakan arah atau tuntunan dalam pelaksanaan suatu kegiatan pemerintah yang diekspresikan dalam sebuah pernyataan umum mengenai tujuan yang ingin dicapai, yang menuntun tidakan dari para pelaksana, baik di pemerintahan maupun diluar pemerintahan, dalam mewujudkan harapan yang telah ditetapkan. Istilah kebijakan (policy) dan perencanaan (planning) berkaitan erat.

Perencanaan menyangkut strategi sebagai implementasi dari kebijakan.

Perencanaan merupakan prediksi karena memerlukan beberapa perkiraan persepsi akan masa depan. Walau prediksi dapat diturunkan dari observasi dan penelitian, namun sangat tergantung pada tata nilai. Perencanaan merupakan bagian dari keseluruhan proses perencanaan-pengambilan keputusan-pelaksanaan.

Menurut UN-WTO, peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pariwisata sangat strategis dan bertanggung jawab terhadap beberapa hal berikut:

Membangun kerangka (framework) operasional dimana sektor publik dan swasta terlibat dalam menggerakkan denyut pariwisata.

Menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan legislasi, regulasi, dan kontrol yang ditetapkan dalam pariwisata, perlindungan lingkungan, dan pelestarian budaya serta warisan budaya.

Menyediakan dan membangun infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara dengan kelengkapan prasarana komunikasinya.Membangun dan memfasilitasi peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan menjamin pendidikan dan pelatihan yang profesional untuk menyuplay kebutuhan tenaga kerja di sektor pariwisata. Menerjemahkan kebijakan pariwisata yang disusun dalam rencana konkret yang mungkin termasuk didalamnya:

(41)

1. evaluasi kekayaan aset pariwisata, alam dan budaya serta mekanisme perlindungan dan kelestariannya ;

2. identifikasi dan kategorisasi produk pariwisata yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komperatif;

3. menentukan persyaratan dan ketentuan penyediaan infrastruktur dan suprastruktur yang dibutuhkan yang akan berdampak pada keragaan atau performancepariwisata, dan;

4. mengelaborasi program untuk pembiayaan dalam aktivitas pariwisata baik untuk sektor publik maupun sektor swasta.

Untuk mencapai kesuksesan dalam pembangunan pariwiasata diperlukan pemahaman baik dari sisi pemerintah selaku regulator maupun dari sisi pengusaha selaku pelaku bisnis. Pemerintah tentu harus memperhatikan dan memastikan bahwa pembangunan pariwisata itu akan mampu memberikan keuntungan sekaligus menekan biaya sosial ekonomi serta dampak lingkungan sekecil mungkin. Di sisi lain, pebisnis yang lebih terfokus dan berorientasi keuntungan tentu tidak bisa seenaknya melakukan segala sesuatu demi mencapai keuntungan, tetapi harus menyesuaikan dengan kebijakan dan regulasi dari pemerintah.

Misalnya melalui peraturan tata ruang, perizinan, lisensi, akreditasi, dan perundang-undangan. Liu (1994: 18) membuat kerangka implementasi kebijakan pariwisata yang paling tidak menyentuh empat aspek, yaitu: Pembangunan dan pengembangan infrastuktur; Aktivitas pemasaran; Peningkatan kualitas budaya dan lingkungan; serta Pengembangan sumber daya manusia.

(42)

F. Kerangka Pikir

Sebagaimana yang dikemukakan (Labolo, 2006:36) Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pengelolaan yaitu mengarahkan pada pihak yang berkaitan. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain:

1. Pemerintah sebagai regulator

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan- peraturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Pemerintah sebagai dinamisator

Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.

3. Pemerintah sebagai fasilitator

Peran pemerintah sebagi fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan serta di bidang pendanaan atau

(43)

permodalan melalui pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.

Peranan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata dalam garis besarnya adalah menyediakan infrastuktur (tidak hanya dalam bentuk fisik), memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur pemerintah dengan pihak swasta, pengaturan dan promosi umum ke luar negeri.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hampir diseluruh daerah Indonesia terdapat potensi pariwisata, maka yang perlu diperhatikan adalah sarana transportasi, keadaan infrasruktur dan sarana-sarana pariwisata.

Namun dalam melaksanakan beberapa peran pemerintah, tidak berjalan semudah yang dibayangkan, akan selalu ada faktor penghambat dan pendukung yang menyertai pelaksanaannya. Dan ketika faktor pendukung lebih banyak dari pada faktor penghambatnya maka pelaksanaan pengembangan akan lebih cepat, dan begitupun sebaliknya. Ketika pengembangan yang dilakukan berjalan dengan baik, maka hasilnya adalah meningkatnya pendapatan daerah dan itu menandakan keberhasilan pengelolaan yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam upaya pengembangan obyek wisata Budaya Makam Raja-raja Lamuru.

(44)

BAGAN KERANGKA PIKIR

G. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari penjelasan sebelumnya maka akan dijelaskan tentang cakupan fokus penelitian sebagai berikut :

Pembatasan fokus penelitian sangat penting dan berkaitan erat dengan masalah maupun data yang dikumpulkan, dimana fokus merupakan pecahan dari masalah. Agar penelitian ini lebih terarah dan mudah dalam pencarian data, maka lebih dahulu ditetapkan fokus penelitian. Yang menjadi fokus penelitian adalah:

1. Sejauh mana peran pemerintah Daerah dalam Pengembangan Objek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendukung dalam Pengembangan Objek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone.

Peran Pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di

Kabupaten Bone.

1. Sebagai Regulator 2. Sebagai Dinamisator 3. Sebagai Fasilitator

Pengembangan Obyek Wisata Makam Raja-raja Lamuru.

Faktor Pendukung 1. Apresiasi

Pemerintah Daerah 2. Dukungan

Masyarakat setempat dan masyarakat luar daerah

Faktor Penghambat 1. Terbatasnya

pengetahuan dan pemahaman masyarakat.

2. Terbatasnya sosialisasi

(45)

H. Deskripsi Fokus penelitian

Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan sektor pariwisata:

1. Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan- peraturan dalam pengembangan objek wisata di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

2. Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah bagaimana pemerintah membuat objek wisata yang ada di Kabupaten Bone lebih berkembang (dinamis) dengan menggerakkan partisipasi masyarakat melalui pemberian bimbingan dan pengarahan kepada masyarakat.

3. Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah pemerintah berperan di bidang pendanaan dalam pengembangan objek wisata di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone dengan membangun sarana dan prasarana seperti tempat penginapan bagi para pengunjung.

4. Faktor pendukung adalah salah satu factor yang mempengaruhi pengembangan obyek wisata makam Raja- raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

5. Apresiasi Pemerintah daerah adalah dukungan dari pemerintah daerah terhadap pengembangan Obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru kabupaten Bone yang bekerjasama dengan Balai cagar budaya.

6. Dukungan Masayarakat setempat dan Masyarakat luar daerah adalah partisipasi masyarakat dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

(46)

7. Faktor penghambat adalah salah satu factor yang mengahambat penegmebangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

8. Terbatasnya Pengetahuan dan pemahaman masyarakat adalah tidak adanya pengetahuan masyarakat tentang siapa-siapa yang di ada di tempat tersebut.

9. Terbatasnya Sosialisasi adalah masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan sebagai akibat dari kurangnya dana yang disediakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bone dalam pengembangan Obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitiandilaksanakan selamadua bulan yaitu Juni sampai Agustus 2015.Adapun lokasi penelitian di Kelurahan Lalebata, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone dengan Obyek Penelitian pada Kantor Dinas Sosial Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bone dengan pertimbangan bahwa Obyek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone masih perlu adanya peran pemerintah daerah karena obyek wisata ini merupakan obyek wisata yang bernilai budaya tinggi dan tempat ini dijadikan sebagai tempat berziarah serta dijadikan sebagai obyek penelitian bagi para pelajar karena Makam Raja-raja Lamuru ini merupakan peninggalan bersejarah yang harus dikembangkan dan dilestarikan.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, gejala tertentu untuk menemukan frekuensi suatu gejala dan gejala lainnya dalam masyarakat. Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sejauh mana peran pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata di Kelurahan Lalebata Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. Data yang digunakan lebih dominan data sekunder dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Tipe penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah Tipe penelitian ini adalah Fenomenologi yaitu peneliti berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau realita fenomena sosial tertentu sebagaimana adanya.Penelitian 35

(48)

deskriptifdimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada. Tujuan penelitian deksriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta artinya menjelaskan tentang peran pemerintah Daerah dalam Pengembangan Objek Wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kabupaten Bone.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan data dari penelitian :

1. Data Primer

Datadiperoleh melalui lapangan atau daerah penelitian dari hasil wawancara mendalam dengan informan dan observasi langsung.

2. Data sekunder

Data juga diperoleh dari buku, jurnal, koran, situs internet Peran pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone. Peneliti akan turun langsung ke daerah penelitian untuk mengumpulkan data dalam berbagai bentuk, seperti rekaman hasil wawancara. Dari proses wawancara peneliti berharap akan mendapatkan data seperti, bagaimana Peran pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.

D. Informan

InformanPenelitian ini penulis menggunakan purposive sampling atau dengan sengaja penulis memilih informan. Informan merupakan sasaran obyek peneliti yang akan menjadi sumber informasi dalam pengumpulan data-data primer melalui proses observasi dan wawancara lapangan. Target peneliti yang

(49)

akanmenjadi informan dalam penelitian ini adalah betul-betul warga yang memahami langsung dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-Raja Lamuru di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Dalam hal ini yang dimaksud adalah:

No Nama Informan Inisial Jabatan Keterangan

1. A.Ikhwan Burhanuddin

AI Kepala Dinas pariwisata 1 Orang

2. Ahmad Yani Abu Mis Ahmadi

AY AM AD

Pengelola Obyek wisata budaya Makam Raja-raja Lamuru

3 Orang

3. A. Jaya

Kasman Ghalib A.Hasanuddin

AJ KG AH

Tokoh Masyarakat 3 Orang

4. Arham Rasyid Andi Cakra Muh. Basri

AR AC MB

Pengunjung 3 Orang

Jumlah 10 Orang

Sebagaimana dalam penelitian kualitatif maka penulis menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview) dengan informan yang memiliki penetahuan yang berkaitan dengan penelitian ini. Wawancara secara terbuka dimana informan mengetahui kehadiran penulis sebagai peneliti yang melakukan

(50)

wawancara di lokasi penelitian, dan dalam melakukan wawancara dengan para informan penulis menggunakan alat rekam sebagai alat bantu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang ada di lapangan, penulis menggunakan pengumpulan data menggunakan teknik:

1. Observasi

Observasi, merupakan suatu teknik pengumpulan data yang di lakukan oleh peneliti untuk melakukan pengamatan langsung terhadapPeran pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata Makam Raja-raja Lamuru di Kecamatan Lamuru kabupaten Bone.

2. Wawancara

penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara. Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Proses pengumpulan data dengan wawancara mendalam peneliti membaginya menjadi dua tahap, yakni :

Pertama, peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan permasalahan yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan- pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara.

Kemudian mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapannya untuk diwawancarai.

(51)

Kedua, Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan wawancara dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti membuat kesimpulan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

3. Dokumentasi

Metode atau teknik dokumenter adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Metode dokumenter ini merupakan metode pengumpulan data yang berasal dari sumber non manusia.

Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian. Dokumen dan arsip mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan fokus penelitian merupakan salah satu sumber data yang paling penting dalam penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data ialah langkah selanjutnya untuk mengelola data dimana data yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interakif.

Dalam model ini terdapat 3 (tiga) komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam (Dalam Sugiyono,2009: 246) ketiga komponen tersebut yaitu:

1. Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

 Dari tujuh kelompok pengeluaran, yang mengalami inflasi adalah Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 0,48 persen, Kelompok Perumahan, Air,

Pendidikan Karakter F3C (From Family For Children) atau Pendidikan Karakter dari keluarga untuk anak adalah proses pemberian tuntunan dari orang tua kepada anak untuk menjadi

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dipandang perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pengajaran Berdasarkan

Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal- balik dan teratur, serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut

Dengan adanya E-Learning memberikan kemudahan dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru dapat memberikan materi dan tugas dimanapun, siswa mudah untuk

[r]

In accordance with the research design, the hypothesis of this study is formulated as follow: If the teaching of English using songs to the cadets of

Tabel 1. Hal yang menarik diperhatikan adalah meskipun terjadi penurunan nilai investasi, namun tidak didukung dengan menurunnya nilai produksi. Penurunan nilai