BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun
1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan
Untuk menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan khususnya tentang kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki seseorang atau badan hukum, maka kegiatan pendaftaran tanah menjadi penting dan mutlak dilaksanakan. Hal ini menjadi dasar dalam Pasal 19 UUPA yang menghendaki diselenggarakannya pendaftaran tanah guna menjamin kepastian hukum pemilikan hak atas tanah.
Peran PPAT sangatlah penting, dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik menyangkut data fisik mengenai tanahnya: lokakasinya, batas-batasnya, luasnya bangunan dan tanaman yang ada diatasnya, maupun mengenai hubungan hukum yang menyanngkut bidang tanah itu atau data yuridisnya mengenai hak : haknya apa, siapa pemegang haknya,dan ada tidaknya pihak lain.
PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan sebagaimana dimaksud dalam PP No 10 Tahun 1961.
Menurut ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak hanya dapat terjadi apabila dibuktikan dengan akta PPAT, kemudian dalam UUPA sendiri disebutkan PPAT sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindhkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan kemudian ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak
commit to user
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yaitu Pejabat Umum yang berwewenang membuat akta pemindahan hak atas tanah pembebanan hak atas tanah, akta-akta lainnya yang diatur dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta yang dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftran tanah. Dan yang terakhir mampu meningkatkan sumber penerimaan Negara dari pajak, PPAT bereperan besar dalam memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan sebelum membuat akta.
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka segala perbuatan hukum yang berkenan dengan obyek, berupa tanah, harus dilakukan dengan Akta otentik yaitu dibuat oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dengan menggunakan Formulir yang dibuat dalam bentuk yang telah baku. Pasal 1868 BW menegaskan bahwa Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Substansi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah merupakan alat bukti yang menjamin kebenaran suatu transaksi atas tanah yaitu baik kebenaran tanggal maupun atas subyek hukumnya.
Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah maka pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertananan yang menggunakan akta oleh PPAT sebagai dasar untuk melakukan pencatatan dalam buku tanah, meskipun demikian Akta PPAT merupakan alat bukti yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan sehubungan dengan adanya suatu transaksi yang merefleksikan adanya perjanjian diantara pars pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran peralihan hak atas tanah maka pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Kepala Pertanahan dalam prakteknya menggunakan akta yang dibuat oleh PPAT. Karena tanpa adanya akta PPAT, kepentingan dari pihak ketiga
commit to user
maupun Badan Pertanahan Nasional sendiripun tidak dapat dilakukan. Mengingat akta PPAT merupakan bukti yang diharuskan oleh Perundang- undangan sehubungan dengan adanya suatu perjanjian diantara para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Ini merupakan salah satu tugas dari PPAT untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan.
Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian dan pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah-wasiat, dilakukan oleh para pihak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dipenuhi syarat terang(bukan perbuatan hukum gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil” perbuatan hukum jual-beli yang dilakukan. Dengan demikian ketiga sifat jual- beli yaitu tunai,terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan pemindahan hak, maka akta tersebut secara implicit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang haknya yang baru.
Dalam skripsi ini yang akan penulis bahas yaitu dalam masalah jual beli. Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat
Jual beli merupakan peralihan hak yang paling sering terjadi dilakukan oleh masyarakat daripada peralihan hak lainnya. Jaul beli adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
commit to user
Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam KUHP, jual- beli adalah suatu perjanjian dengan mana fihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak milik atas) suatu bennda dan fihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan (pasal 1457).
Pengertian jual-beli yang disebutkan oleh pasal 1457 KUHPerdata, yaitu : suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di janjikan.
Dengan terjadinya jual-beli itu saja hak milik atas benda yang bersangkutan belumlah beralih kepada pembelinya, sungguhpun misalnya harganya sudah dijual dan kalau jual-beli tersebut mengenai tanah, tanahnya sudah diserahkan kedalam kekuasaan yang membeli.
Hak milik atas tanah tersebut baru beralih kepada pembelinya, jika telah dilakukan apa yang disebut “penyerahan yuridis”(juridische levering), yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dimuka dan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah.Beralihnya hak milik atas tanah yang dibeli itu hnaya dapat dibuktikan dengan akta tersebut. Perbuatan hukum itu lazim disebut “balik-nama”(terjmhan dari overschrijving), aktanya disebut “akta balik nama” dan pejabatnya “pejabat balik nama”
Untuk sekarang apabila ingin "membalik nama" harus ditingkatkan menjadi Akta Jual Beli yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu untuk jual beli hak atas tanah yang tidak dibuat dengan Akta PPAT, maka yang sering dilakukan dengan membuat perjanjian dimana dibuat dibawah tangan antara para pihak itu sendiri yaitu pihak pembeli dengan pihak penjual, dan dihadiri oleh saksi minimal 2 (dua) orang. Dan untuk menjamin dan' keabsahan dari perjanjian itu biasanya dalam perjanjian itu dibuat diatas kertas bermaterai secukupnya sehingga perjanjian dibawah tangan tersebut dapat dikatakan sah.
Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan, pihak penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Peraturan perundangan yang mengatur hal
commit to user
ini antara lain : untuk penjual dikenai Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, sedangkan pihak pembeli dikenai Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2000. Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, diperlukan seorang PPAT untuk membuat aktanya, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia Pasal 1 ayat (24). Peraturan perundangan yang mengatur tentang pajak atas transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan baik untuk pembeli maupun penjual mensyaratkan PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak membayar pajaknya. Baik undang-undang yang berkaitan dengan PPh maupun BPHTB keduanya menganut sistem self assessment dimana para wajib pajak dipercaya untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak masing-masing.
Dalam pelaksanaan jual-beli tanah, hak atas tanah diserahkan dari penjual kepada pembeli setelah adanya pembayaran harga tanah. Pengalihan tanah dari penjual kepada pembeli tersebut harus disertai dengan penyerahan yuridis, yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas Undang-undang. Menurut penulis, kewajiban menyerahkan surat bukti milik atas tanah yang dijual sangat penting, seperti disebutkan dalam Pasal 1482 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik.
Pada waktu dilakukan penyerahan yuridis itu, baik pembeli maupun penjual kedua-duanya wajib hadir. Biasanya penjual perjanjian jual-beli itu. Penjual dan pembeli datang kekantor PPAT yang berwewenang membuat akta mengenai tanah yang dijual. Mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa.
Jual beli adalah suatu persetujuan denagan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” demikian rumusan pasal 1457 KUHPer. Jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan
commit to user
kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual(widjaja,gunawan,2003:7)
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan tugasnya membuat akta jual beli tanah dilakukan dikantornya, dengan dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis. Apabila salah satu pihak dalam melakukan perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah, maka PPAT dapat membuat akta diluar kantornya yang masih dalam wilayah kerjanya, dengan ketentuan pada saat pembuatan aktanya para pihak harus hadir dihadapan PPAT ditempat pembuatan akta yang telah disepakati.
Untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta dilakukan sendiri oleh PPAT. Penandatanganan para pihak, saksi-saksi, dan oleh PPAT dilakukan segera setelah akta dibacakan. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupasehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan.
Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat- syarat untuk sah-nya perbuatan hukum yang bersangkutan. Perbuatan hukum pemindahan hak dalam hukum tanah nasional memakai dasar hukum adat, yang sifatnya tunai, dengan dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan hak atas tanah menjadi objek berpindah kepada penerima hak. Pemindahan hak-nya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT. Dengan demikian akta PPAT merupakan syarat bagi pendaftaran pemindahan hak. Fungsi akta PPAT yang dibuat adalah sebagai bukti, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Dan karena perbuatan hukum itu sifatnya tunai, sekaligus membuktikan berpindahnya hak atas tanah yang bersangkutan kepada penerima hak. Karena data pada PPAT sifatnya tertutup untuk umum, pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya terbatas pada para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan
commit to user
dan para ahli waris serta orang-orang yang diberi hak oleh mereka. Setelah didaftarkan baru diperoleh alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang berlaku juga terhadap pihak ketiga, karena data pendaftaran tanah pada kantor pertanahan bersifat terbuka untuk umum. Selain diperoleh alat bukti berupa catatan dalam buku tanah dengan daya pembuktian yang lebih luas daripada akta PPAT, dengan didaftarkannya pemindahan hak yang bersangkutan diperoleh juga alat pembuktian yang kuat yaitu berupa sertifikat hak atas tanah atas nama penerima hak.
Akta yang dibuat PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT dan PPAT Sementara berkewajiban untuk memeriksa persyaratan jual-beli tanah untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Syarat jaul-beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan sayat formil.
Syarat yang diteliti, yaitu : 1. Syarat materiil
Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain :
a. Penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah.
Pemegang sah dari hak atas tanah yang dijual atau pemilik, adalah yang berhak menjual suatu bidang tanah, apabila subyek hukumnya adalah orang. Dalam hal, hak milik atas tanah terdapat lebih dari satu pemilik, maka yang berhak menjual adalah mereka yang memiliki tanah tersebut secara bersama-sama, dilarang dijual oleh satu orang saja. Pemilikan bersama hak milik atas tanah itu biasanya terjadi karena pewarisan atau dahulu pernah membeli secara patungan atau bersama-sama, atau juga karena pernah diperoleh secara bersama-sama secara hibah.
commit to user
Tanah yang dijadikan obyek jual beli diperoleh selama perkawinan, sesuai Pasal 35 Unadang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebut harta bersama atau harta gono-gini maka hanya boleh dijual oleh suami dan isteri bersama-sama atau atas persetujuan bersama. Demikian pula kalau tanah itu dibeli oleh suami dengan menggunakan pendapatannya, maka tanah itu adalah harta bersamanya dengan isterinya yang dapat dijual oleh keduanya. Oleh karena itu, suami atau isteri harus hadir dan bertindak sebagai penjual, seandainya suami atau istri tidak dapat hadir maka harus dibuat surat bukti secara tertulis yang menyatakan bahwa suami atau istri menyetujui untuk menjual.
Kecuali harta bawaan (sudah ada sejak sebelum berkeluarga) atau hibah atau warisan yang diperoleh selama perkawinan adalah milik yang mempunyai (seorang diri), jadi apabila akan menjual tanah tersebut dapat dilakukan tanpa persetujuan bersama.
Pihak sebagai penjual harus memenuhi syarat tertentu, yakni cakap untuk melakukan perbuatan hukum jual-beli tanah, yaitu usia harus dewasa (21 tahun menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW, atau 17 tahun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Jadi apabila seseorang yang berumur 18-20 tahun yang belum menikah, dianggap belum dewasa sehingga dikatakan belum cakap melakukan jual beli tanah, dan apabila seseorang tersebut masih berumur 17 tahun tetapi sudah menikah dianggap sudah dewasa dan dikatakan sudah cakap melakukan jual beli tanah.
Syarat sebagai pihak sebagai penjual, apabila :
1) Anak berumur 18 tahun dan belum menikah, berarti tidak berwewenang melakukan jual-beli tanah, walaupun ia yang berhak atas tanah itu. Jual beli tanah dapat terlaksana, apabila yang berindak adalah ayah/ibu atau keduanya dari anak tersebut sebagai orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Jika orang tuanya
commit to user
sudah meninggal dunia, dan kepentingan anak itu menghendaki maka jual beli tanah dilakukan dibawah perwalian.
2) Sebidang tanah dalam sertifikat atas nama isterinya, sedangkan tanah tersebut adalah harta bersama dengan suaminya, maka isteri tidak berwewenang menjual tanah tersebut secara sendiri, melainkan bersama-sama dengan suaminya, atau suaminya memberi persetujuan tertulis kepada isteri untuk melakukan jual beli rumah.
3) Sebidang tanah tercatat atas nama X, tetapi ia tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sedang berada di bawah pengampuan, maka yang berwewenang menjual tanah tersebut adalah pengampu si X, tetapi harus ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.
Dalam hal subyek hukum adalah Badan Hukum, maka jual beli tanah harus diwakili oleh pengurus yang ditunjuk dan berwewenang bertindak untuk dan atas nama Badan Hukum tersebut, dengan persetujuan Komisaris/Pengawas atau pengurus lain sesuai dengan Anggaran Dasar Badab Hukum yang bersangkutan. Apabila menjual sebagian besar kekayaan perseroan harus dengan perstujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terabatas.
Pejual dapat diwakili oleh kuasanya, yang mana harus dengan surat khusus yang ditandatangani oleh pihak penjual. Sipenerima kuasa ini dapat bertindak selaku penjual dalam transaksi jual beli tanah sesuai dengan kewenangannya dalam surat kuasa tersebut.
b. Pembeli adalah pihak yang diperkenankan membeli tanah.
Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Menurut UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya Warga Negara Indonesia
commit to user
tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah yakni badan-badan hukum yang bergerak dibidang social dan
keagamaan (pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai
kewarganegaraan asing disamping kewarganegaraan indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum, dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2)UUPA).
Dalam hal ini, pembeli atau calon penerima hak, harus membuat pernyataan yang menyatakan:
1) Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak
menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak
menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3) Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan yang telah dibeikan tidak benar, maka tanah kelebihan atau tanah absentee (guntai) tersebut menjadi obyek landenform.
4) Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumannya, apabila pernyataan yang telah diberikan tidak benar.
Pernyataan yang diberikan oleh pembeli atau calon penerima hak tersebut, dalam praktik hanya formalitas saja. Jadi, dalam praktik, PPAT tidak perlu meminta bukti bahwa pembeli tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketetntuan maksimum penguasaan tanah. Apbila waktu pendaftaran tanah, si pembeli atau calon penerima hak tersebut ketahuan memiliki tanah yang melebihi ketentuan maksimum atau
commit to user
memiliki lebih dari 5 sertifikat tanah, hanya dikenakan biaya oleh BPN/Kantor Pertanahan.
Ditinjau dari beberapa segi dan demi kepastian hukum serta untuk menjatuhkan kemelut hukum, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menolak pembuatan akta dan diberitahukan secara tertulis kepda pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya, apabila :
1) Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan melanggar hal tersebut kemungkinan PPAT akan menghadapi masalah dikemudian hari. 2) Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak
disampaikan surat bukti hak atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut, surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan yang belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3) Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan mengenai data fisik dan atau data yuridisnya sedang disengketakan oleh orang atau badan hukum (baik sudah berada dalam tangan penegak hukum maupun yang belum).
4) Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwewenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) Hak atas tanah dibebani hak tanggungan (hipotik/Credietverband) jika
tidak ada kesepakatan sebelumnya dengan pihak kreditur. 6) Hak atas tanah dikuasai negara.
commit to user
8) Tanah-tanah yang dicadangkan untuk tujuan suatu proyek, terutama proyek vital.
9) Bidang tanah hak yang terletak di luar wilayah kerja Pejabat tersebut. 10) Tanah wakaf (karena sesuai Hukum Islam bahwa suatu tanah yangtelah
diwakafkan tidak dapat dirubah lagi peruntukkannya/penggunannya). 11) Tanah gadai (kecuali dapat diselesaikan sebelumnya dengan pemegang
gadai)
Syarat materiil tersebut harus dipenuhi, apbila salah satu syarat materiil tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya, atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah, atau tanah yang diperjual belikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualeblikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah.
2. Syarat Formil
Untuk tanah yang bersertifikat, meliputi : a. Data tanah, terdiri dari:
1) Sertifikat tanah asli.
Sertifikat tanah asli digunakan untuk penegecekan dan balik nama.
2) Bukti telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Yang diperlukan adalah Pajak Bumi dan Bangunan 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran.
3) Surat setoran BPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan).
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan bagi orang pribadi atau badan hukum sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Kena Pajak (untuk jual beli adalah harga transaksi/harga jual) dengan nilai
commit to user
Perolehan Obyek Tidak Kena Pajak. Nilai jual yang tidak kena