• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana SI dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Oleh

Veni Tri Widyastuti E 1105147

Fakultas Hukum

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000

TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

Veni Tri Widyastuti

NIM E1105147

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Oktober 2010

Dosen pembimbing

Pius Tri Wahyudi,S.H.,M.Si

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000

TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

Veni Tri Widyastuti

NIM E1105147

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 28 0ktober 2010

1.Lego Karjoko, S.H,M.H :………..………

Ketua

2. Pius Tri Wahyudi,S.H.,M.Si :……….

Sekretaris

3.Purwono SR,S.H :……….……….

Anggota

Mengetahui

Dekan,

(Moh. Jamin,S.H.,M.HUM.)

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Veni Tri Widyastuti

Nim : E 1105147

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000

TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA adalah betul-betul karya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum skripsi ini diberi tanda citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti

pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari

penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakrta, Oktober 2010

Yang membuat pernyataan

Veni Triwidyastuti

(5)

commit to user SURAKARTA, Fakultas Hukum Uiversitas Sebelas Maret.

Peneliian ini bertujuan untuk menegetahui fungsi PPAT dalam pelaksanaan jual beli sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB dan apa akibat hukum bagi PPAT yang telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasar fakta yang tampak. Data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara bebas terpimpin. Data sekunder diperoleh melalui buku-buku literature, maupun peraturan perundang-undangan, yang berhubungan dengan penulisan hukum ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan secara teorinya fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 yaitu sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya peralihan hak atas tanah dan banguanan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu pembayaran pajak. Salah satunya yaitu pembayaran pajak BPHTB oleh wajib pajak pembeli. PPAT dapat menandatanagani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Tetapi dalam prakteknya tidak terlaksana disebabkan penandatanganan akta jual beli telah mendahului dulu dari kewajiban membayar BPHTB dulu. Undang-Undang BPHTB memberikan sanksi bagi PPAT yang melanggar ketentuan Undang-Undang tersebut. Dalam pemberian sanksi masih ada kelunakan dari Direktorat Jenderal Pajak. Diberi waktu tempo satu minggu. Padahal seharusnya sanksi tersebut harus tegas langsung diberikan. Hasil penilitian juga menunjukkan adanya penurunan nilai harga transaksi jual beli tanah dan bangunan dimana hal ini dilakukan untuk mengecilkan nilai pajak. Hal ini menyebabkan pengurangan penerimaan pajak. Secara moral hal ini tidak diperbolehkan. Undang-Undang BPHTB membawa dampak pada PPAT bahwa PPAT berperan sebagai penagih pajak. Hal seharusnya PPAT sebagai pelayan masyarakat menangani dalam jual beli tanah dan bangunan.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Veni Tri Widyastuti, E 1105147.2010. THE FUNCTION OF PPAT (LAND REGISTRATION OFFICER) IN THE IMPLEMENTATION OF ACT NO. 20 OF 2000 ABOUT BPHTB IN THE LAND AND BUILDING RIGHT TRADING IN SURAKARTA CITY, LAW FACULTY of Sebelas Maret University.

This reesarch aims to find out the fuction of PPAT in implementing the Act no. 20. of 2000 about BPHTB and what the legal consequence is for PPAT who breaks the provision of the Act no. 20 of 2000 about BPHTB.

This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature, the one describing the condition of research object currently based on apparent fact. The data of research included the primary and secondary data. The primary data was obtained directly from free-guided interview. The secondary data was obtained from the literature books and legislation relevant to this writing. Technique of analyzing data used was a qualitative data analysis.

The result of research shows that theoretically, the function of PPAT in the Act no. 20 of 2000 is to sign the document of land and building right transferring when the taxtpayer submits the receipt of tax payment. But in practice is not implemented because the trading agreement signing has preceded the obligation of paying BPHTB. The BPHTB act gives penalty (sanction) to the PPAT who breaks the provision of act. In imposing the sanction, there is still allowance from the Tax Directorate General. The Taxpayer is given one-week time, whereas the sanction should be given family. Research results also indicate an impairment of the sale and purchase price of land and buildings where this is done to shrink the tax value. This causes a reduction in tax revenues. Morally this

is not allowed. BPHTB Law had an impact on PPAT PPAT that act as tax

collectors. It should PPAT as public servants to handle the sale and purchase of land and buildings.

(7)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama asma ALLAH, SWT Yang Maha Pengasih dan

Penyayang serta diiringi rasa syukur kehadirat IIahi Rabbi, penulisan hukum

skripsi yang berjudul FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20

TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH

DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKRTA” dapat penulis selesaikan.

Penulisan Hukum ini dapat membahas tentang permasalahan antara teori

dan prakteknya sesuai dengan UU No 20 Tahun 2000. Penulis yakin bahwa

penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.

Oleh,karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk

menyusun penulisan hukum ini.

2. Bapak Harjono,S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Non Reguler terima kasih atas

royalitas, dedikasinya terhadap Mahasiswa Non Reguler dan telah menjadi

Ayah bagi kami mahasiswa Non Reguler.

3. Bapak Pius Triwahyudi,S.H.,Msi. Selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan nasehat dan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.H selaku pembimbing Akademik atas

nasehat yang berguna selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Lego Karjoko, S.H.,M.H yang telah memberikan masukan judul skripsi

ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum

khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan

skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan.

7. Staf dan Karyawan terutama Pak Joko, Mas Rudi, Mas Wawan, Pak Wiyono,

(8)

commit to user

vii

8. Untuk Almamaterku Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakrta.

9. Terima Kasih untuk Ayah dan Ibu terkasih yang selalu memberikan kasih

saying tulus, nasehat yang berarti. Setiap doa-doa mereka bagiku yang penuh

limpahan berkah ALLAH SWT. Yang selalu menaungi setiap langkahku

(semoga ALLAH selalu melimpahkan rahmat dan menghadiahkan surga

kepada keduanya).

10. Untuk malaikat-malaikat kecil yang aku sayang ilyas, kayla, chista, keisha.

11. Untuk my lovely yang telah memberikan semangat dan kenangan terindah di

kampus.

12. Untuk sohib-sohibku (yuyun, via, putro, dian, mbk fitri, clara) terima kasih

telah mau menjadi sahabat baekku. Untuk vani, neri, rindang, dion, umar, budi

dan teman-teman yang tidak dapat saya tulis semua.

13. Untuk teman-temanku yang telah membatu dalam skripsi saya,

tiara,septi,yuyun dan teman septi. Dan juga teman-teman yang telah datang

dalam pendadaran saya memberikan suport.

14. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak

kekurangan, untuk itu penulis merasa perlu untuk menerima kritik dan saran

yang membangun sehingga dapat memperjelas isi penulisan hukum ini.

Semoga Allah SWT meridhoi semuanya dan mudah-mudahan penulisan

hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi Penulis,

kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Amin ya Robbal’alamin.

Surakarta, Oktober 2010

(9)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 9

BAB 11 : TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Umum Tentang Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 12

a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 12

b. Tugas dan Kewenangan PPAT ... 13

c. Fungsi PPAT dalam UU BPHTB ... 14

d. Sanksi terhadap PPAT ... 15

2. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli ... 16

a. Peralihan Hak ... 16

b. Proses Jual Beli ... 18

3. Tinjauan Umum Tentang BPHTB ... 20

(10)

commit to user

ix

b. Tata cara dan saat pembayaran BPHTB ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 22

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Pada Jual Beli ... 24

1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan ... 24

2. Peran PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Dalam Jual Beli ... 39

B. Akibat Hukum Bagi PPAT Yang Melanggar Ketentuan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB ... 58

BAB 1V : PENUTUP ... 61

A. SIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(11)

commit to user BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan

penting dalam kehidupan manusia, Tanah dan bangunan merupakan salah satu

kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi

tiap-tiap individu karena setiap-tiap manusia membutuhkan tempat unutuk

menetap.Hak-hak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini,

makin maju masyarakat, makin padat penduduknya, akan menambah lagi

pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah itu.

Mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah dengan makin

meningkatnya harga tanah, maka dengan berlakunya Undang-Undang Pokok

Agraria beserta perturan-peraturan pelaksanaannya, peralihan hak atas tanah itu

dipandang perlu ditingkatkan lebih tinggi dan diatur tersendiri.Dalam

pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan

meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha. Sehubungan

dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian

hukum di bidang pertanahan.

Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan

diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum

di bidang pertanahan. Melalui pendaftaran tanah tersebut akan menghasilkan

surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, lazim

disebut sertifikat hak ( Efendi Perangin,1986: 3)

Hal Pendaftaran Tanah ini kemudian diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP)

yang menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.

(12)

commit to user

Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ( akta PPAT) merupakan salah satu

unsur utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka

pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya

mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.

Hal yang perlu diketahui dan dipahami berkaitan dengan pendaftaran

peralihan hak pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah (PP) Pasal 37 antara lain : peralihan hak atas tanah dan hak

milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan

dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali

pemindahan hak melaui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan

akta yang dibuat oleh PPAT yang berwewenang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Pasal 37 ayat 1).

Kecuali pewarisan dan lelang, semua macam peralihan hak harus

dilakukan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuktikan dengan Akta

yang dibuatnya. Jual beli tanah hak milik, misalnya, harus dilakukan di PPAT dan

dibuatkan Akta Jual Beli.

Di dalam UU BPHTB pasal 24 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa:

1 Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan

hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB 2 Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB

2.a Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(13)

commit to user

Di dalam UU BPHTB pasal 25 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa:

1 Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

2 Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Dari ketentuan pasal-pasal tersebut, menunjukkan bahwa ketika

masyarakat memerlukan pelayanan untuk membuat akta peralihan hak harus

terlebih dahulu melakukan pelunasan pembayaran pajak BPHTB.

Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak

(NPOP)dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(NPOPTKP)dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah BPHTB =

5 % X (NPOP - NPOPTKP)

Dalam pelaksanaan proses jual beli fungsi PPAT dalam Undang-Undang

No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB sebagai pejabat umum yang mengesahkan

terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan di mana disyaratkan

agar sebelum menandatangani akta dipenuhi segala syarat-syarat, termasuk

didalamnya pembayaran pajak (BPHTB).

Sanksi yang ditujukan terhadap PPAT juga meupakan sebagai

penyadaran, bahwa PPAT dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar

ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT. Di samping itu,

pemeberian sanksi terhadap PPAT juga untuk melindungi masyarakat dari

tindakan PPAT yang dapat merugikan masyrakat, misalnya membuat akta yang

(14)

commit to user

Penulis ingin mengetahui apakah PPAT dalam melaksanakan proses jual

beli sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB.

Berdasar latar belakang yang terurai diatas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi dengan judul :

“FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK

ATAS TANAH DAN BANGUNAN DIKOTA SURAKARTA”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian karya ilmiah sangat penting

agar maksud dan tujuan penelitian lebih mendalam, terarah dan tepat mencapai

sasaran karena itu untuk memudahkan pencapaiaan tujuan dan pembahasannya,

maka dalam penyusunan dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi PPAT dalam proses jual beli berkaitan dengan

Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB ?

2. Apa akibat hukum bagi PPAT yang telah melanggar

ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang

BPHTB?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai

berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20

Tahun 2000 Tentang BPHTB.

b. Untuk mengetahui pelanggaran apa yang dilakukan PPAT dan

akibat hukumnya.

2. Tujuan Subyektif

a. Memperoleh data sebagai bahan penyusunan skripsi guna

(15)

commit to user

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

b. Memperluas, mengembangkan pengetahuan serta pemahaman

aspek hukum dalam teori dan praktek lapangan hukum yang

berguna bagi penulis.

c. Memberi gambaran realita bagi penulis atas teori-teori yang di

dapat di bangku perkuliahan dalam kehidupan di masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :

a. Memberi tambahan wacana kepustakaan pada ilmu hukum khususnya

Hukum Agraria dalam hal penelitian Fungsi PPAT dalam pelaksanaan

Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.

b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah bahan referensi di

bidang karya ilmiah dan masukan bagi penelitian di masa yang akan

datang.

2. Manfaat Praktis :

a. Memberi jawaban atas permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam

penelitian ini, yaitu apakah PPAT dalam melakukan proses jual beli di

kota surakarta sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000

dan sudah efisien.

b. Meningkatkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dan

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret.

c. Bagi Masyarakat, dengan penelitian ini diharap menambah pengetahuan

tentang Ilmu Hukum.

E. Metode Penelitian

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

(16)

commit to user

atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya, mengadakan

pemeriksaan secara mendalam terhadap fakta hokum tersebu, serta mengusahakan

suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala

yang bersangkutan” (Soerjono Soekanto, 2006: 43).

Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam

menunjang suatu proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan

yang akan dibahas, di mana metode penelitian merupakan cara yang utama yang

bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah, dan jenis yang akan dihadapi.

Sehubungan dengan hal tersebut, metode yang digunakan penulis dalam

melakukan penelitian ini adalah adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum hukum doktrinal/normatif yaitu penelitian yang

mengkaji hukum sebagai norma (hukum positif dalam sistem

perundang-undangan, Putusan Pengadilan, Asas Keadilan).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat perskriptif yaitu dilakukan untuk

menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. “Jawaban yang diharapkan

dalam penelitian yang bersifat preskriptif adalah right, appropriate,

inappropriate atau wrong. Dapat dikatakan hasil yang diperoleh di dalam

penelitian hukum sudah mengandung nilai”(Peter Mahmud, 2005 : 35).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah semua

Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan permasalahan

hukum yang sedang diteliti. Pendekatan Undang-undang ini akan

membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi

dan kesesuaian antara suatu Undang-undang dengan Undang-undang

lainnya.’Hasil dari telaah itu merupakan suatu argument untuk

(17)

commit to user 4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis pergunakan dalam penelitian ini

berupa jenis data Primer dan sekunder.

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh dari

sumber-sumber primer atau sumber-sumber utama yang berupa fakta atau

keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber data

yang bersangkutan, yaitu dari Kantor Pajak, BPN disurakarta.

b. Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara

langsung dari lapangan. Data sekunder diperoleh dari studi

kepustakaan yang meliputi bahan-bahan documenter, tulisan

ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya. Selain itu data-data

sekunder ini antara lain mencakup dokumen-dokumen

resmi,buku-buku, hasil penelitian yang berwujud

laporan-laporan, buku harian dan seterusnya (Soerjono

Soekanto,2006:12)

5. Sumber Data

Sumber data sekunder adalah data yang tidak secara langsung

memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yang berupa :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB

Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 tahun

1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan,

3) Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960

(18)

commit to user

5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah

6) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 Tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

7) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000

Tentang Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan;

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil

penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan

dengan pelaksanaan pemungutan BPHTB dan laporan bulanan akta

oleh PPAT kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP Pratama)

b. “Bahan hukum tersier atau bahan non hukum, yaitu bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, misalnya bahan media dari internet, kamus dan

sebagainya” (Peter Mahmud, 2005 : 142-163).

6. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang

sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen atau

kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan

berupa peraturan Perundang-Undangan, dokumen-dokumen, buku-buku,

artikel, internet atau literature, dan bahan-bahan lainnya.

7. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh jawaban terhadap penelitian hukum ini, dengan

mendeduksi yang berarti menarik kesimpulan atau menderivasi. Maka

(19)

commit to user

penafsiran. Dan interpretasi yang digunakan adalah Interpretasi bahasa

(gramatikal), yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan

sesuai dengan bahasa sehari-hari. “Jadi, untuk mengetahui makna

ketentuan Undang-Undang, maka ketentuan Undang-Undang itu

ditafsirkan atau dijelaskan dengan menguraikannya menurut bahasa umum

sehari-hari” (Peter Mahmud,2005 : 57)

- Sebagai premis mayor maka digunakan Peraturan Perundang-undangan

yaitu : Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB;

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria;

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran

Tanah Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negri Sipil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. PP No 37

Tahun 1998; KUHPer; Per KBPN No 1 Tahun 2006.

Untuk Premis Minor :

Fungsi PPAT dalam pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun

2000 Tentang BPHTB penerapan faktanya dalam masyarakat.

Dengan silogisme maka diperoleh jawaban masalah atau

kesimpulan mengenai ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan PPAT

dalam proses jual beli sesuai Undang-Undang No 20 Tahun 2000.

F. SISTEMATIKA PENELITIAN HUKUM

Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan

hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka

penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun

(20)

commit to user

terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan

pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika

penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dikemukakan tentang kerangka teori dan kerangka

pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum ini

meliputi :

A. Tinjauan Umum Tentang PPAT

1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

2. Tugas dan Kewenangan PPAT

3. Fungsi PPAT dalam UU BPHTB

4. Sanksi Terhadap PPAT

B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

1. Peralihan Hak

2. Proses Jual Beli

C. Tinjauan Tentang BPHTB

1. Arti BPHTB dan Dasar Pengenaan BPHTB

2. Tata Cara dan Saat Pembayaran BPHTB

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dan analisa,

serta pembahasan masalah yang secara rinci sekaligus menjawab

permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya dalam

perumusan masalah mengenai penganiayaan terhadap anak dibawah

(21)

commit to user BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang kesimpulan

dan saran-saran yang dapat memberikan masukan-masukan pada pihak

yang terkait dari hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

”Pengertian PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta

daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas

tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau

meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan” ( Efendi

Perangin,1986: 3)

Secara khusus keberadaan PPAT diatur dalam pasal 1 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tantang Peraturan Jabatan

Pembuat Akta Tanah (PJPAT) yang menegaskan bahwa:

PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.” (pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998) tantang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (Parlindungan, 1982 : 42)

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dikenal umum terdiri dari dua

macam yaitu PPAT Notaris dan PPAT Camat. Seorang notaries untuk bisa

menjadi PPAT mesti memperoleh izin dari Kepala Badan Pertanahan

Nasional, sedangkan camat karena jabatannya otomatis menjadi PPAT.

Sebab Camat itu menjadi PPAT karena jabatannya, ia tidak memerlukan

surat pengangkatan. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BPN.

Selain itu yang membedakannya yaitu terletak pada wewenang yang

dimilikinya. Seorang PPAT memiliki wewenang yang lebih sempit

dibandingkan seorang notaries. Berdasrkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah

No.37 Tahun 1998, tugas utama seorang PPAT hanya melakukan

pembuatan dokumen bukti peralihan hak serta mengeluarkan akta yang

(23)

commit to user

menerangkan status atau kondisi sebidang tanah. PPAT tidak memiliki

wewenang untuk membuat akta tentang pendirian badan hukum atau

membuat akta tentang sewa-menyewa.

Herman Hermit menjelaskan yang dapat diangkat menjadi PPAT

adalah :

a) Notaris,

b) Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan

Direktorat Jenderal Agraria yang dianggap mempunyai

pengetahuan yang cukup tentang peraturan-perturan pendaftaran

tanah dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan

persoalan peralihan hak atas tanah,

c) Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas

seorang PPAT

d) Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan

oleh Direktorat Jenderal Agraria.

Sekarang ini semua yang diangkat menjadi PPAT (kecuali Camat

yang menjadi PPAT karena jabatannya) harus lulus terlebih dahulu ujian

yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria. ( Efendi

Perangin,1986:4).

Camat/PPAT mempunyai wilayah kerja dalam wilayah

kecamatannya, sedangkan PPAT yang lainnya tergantung dari surat

keputusan tentang pengangkatannya.

b. Tugas dan Kewenangan PPAT

PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk

membuat akta-akta otentik untuk perbuatan hukum tertentu mengenai hak

atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah susun yang

terletakdiwilayahnya.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 37 tahun 1998 disebutkan

tugas dan kewenangan PPAT . Dalam pasal 2 ayat 1 PPAT mempunyi

(24)

commit to user

membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu

mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang

akan dijadikan dasar bagi pebdaftaran perubahab data pendaftaran tanah

yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu didaerah kerjanya yang

ditentukan oleh pemerintah (kompetensi absolute) yakni kabupaten atau

kota satu wilayah dengan wilayah kerja Kantor Pertanahan.

Selain itu kewenangan PPAT dalam melakukan Perbuatan

hukum itu tercantum pada pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) No 37

Tahun 1998 yang meliputi :

a. Jual Beli

b. Tukar-menukar

c. Hibah

d. Pemasukan kedalam perusahaan (inbreng)

e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian hak guna bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik

g. Pemberian Hak Tanggungan

h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Seorang PPAT dapat diberhentikan oleh Mentri Dalam

Negri/Direktur Jenderal Agraria jika ia tidak menyelenggarkan

kewajibannya tersebut diatas maupun sering menimbulkan kerugian bagi

orang-orang yang meminta kepadanya untuk dibuatkan akta.

c) Fungsi PPAT Dalam UU BPHTB

Menurut UU BPHTB, PPAT Notaris tidak dapat menandatangani

akta. sebelum wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa

SSB. Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai

kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB,

sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU

BPHTB. Dari kedua Pasal tersebut, nampak adanya kewajiban PPAT

Notaris untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan dan

(25)

commit to user

Dengan dianutnya sistem "self assessment" dalam UU BPHTB,

PPAT Notaris hanya mempunyai kedudukan dalam pengawasan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Sedangkan terhadap kebenaran pemenuhan

kewajiban perpajakan, belum dapat direalisasikan. Ini disebabkan karena

kelemahan sistem ini yang mendasarkan pada, kejujuran wajib pajak, yang

sulit diwujudkan tanpa diawali dengan kesadaran wajib pajak akan

pentingnya pajak bagi kelangsungan negara, serta tidak diberinya

wewenang kepada PPAT Notaris untuk mengontrol harga transaksi yang

diisikan oleh wajibpajak.

d) Sanksi terhadap PPAT

PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti

aturan, ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, pasal

39 dan pasal 40 (PP No. 24 tahun 1997), serta ketentuan dan petunjuk

yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan

tindakan administrative berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari

jabatnnya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut

ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan

oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut (dalam Pasal 62 PP No 24

tahun 1997).

Sealnjutnya dalam peraturan jabatan PPAT (pasal 10 PP No 37

tahun 1998 yo. PerKBPN No 1 tahun 2006) menjelaskan ada dua

klarifikasi pemberhentian dari jabatan PPAT, diberhentikan dengan

hormat dan diberhentikan dengan tidk hormat.

PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :

a. Permintaan sendiri

b. Tidak mampu lagi menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan

badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa

kesehatan yang berwewenang atas permintaan menteri atau pejabat

(26)

commit to user

c. Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT

d. Diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI

Sedangkan PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari

jabatannya, karena :

a. Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT.

b. Dijatuhi hukuman kurungan / penjara karena melakukan kejahatan

perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau

penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasrkan

putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap

(Adjie,Habib;2007:93)

Sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 66 ayat (3) peraturan

KBPN ini pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT oleh Kepala Kantor

Pertanahan sebagai berikut :

1. Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan

pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah

ditetapkan oleh Kepala Badan dan Peraturan Perundang-Undangan;

2. Memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara tertulis

kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak

memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya;

3. Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional

PPAT (Adjie,Habib;2007:144)

2) Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

a) Peralihan Hak

(27)

commit to user

Kecuali pewarisan dan lelang, semua macam peralihan hak harus

dilakukan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuktikan dengan

akta yang dibuatnya.

Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah,

yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus

dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam

konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang

dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut

harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan

dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut.

Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya

perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum

yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan

hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela

secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan

tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas

bidang tanah tersebut.

Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan

khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar,

maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus

memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan

mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan

mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut.

Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan

Parlindungan menjelaskan PPAT harus memeriksa kebenaran dari

dokumen-dokumen:

a). mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b) mengenai bidang tanah yang belum terdaftar:

(28)

commit to user

Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul sehubungan dengan penguasaan tanahnya tersebut; dan

- surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan; dan dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut. Peralihan hak ini baik karena jual beli, hibah, ttukar-menukar,

maupun karena diwakfkan kesemuanya merupakan suatu pranata-pranata

hukum yang diadministrasikan dengan baik oleh Kantor Pertanahan

tersebut.

PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti

aturan, ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, pasal

39 dan pasal 40 (PP No. 24 tahun 1997), serta ketentuan dan petunjuk

yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan

tindakan administrative berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari

jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut

ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan

oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut (lihat Pasal 62 PP No. 24

tahun 1997).

Parlindungan menjelaskan Dengan demikian peralihan hak

tersebut diusahakan sebaik mungkin dengan menghindari segala kesulitan

dibelakan hari sehingga dapat dikatakan :

(29)

commit to user

sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat. Yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah

Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah :

1. Akta Jual Beli (AJB).

Setelah menyepakati harga tanah, maka Pembeli dan Penjual datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat AJB tanah;

2. Persyaratan AJB bagi penjual:

Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual, KTP, bukti pembayaran PBB (10 tahun terakhir), Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga, Kartu Keluarga. Sedangkan calon pembeli: KTP dan KK;

3. Proses Pembuatan AJB di Kantot PPAT:

a. Sebelum membuat Akta Jual Beli, PPAT melakukan

pemeriksaan mengenai keaslian sertipikat ke kantor Pertanahan, b. Pembuatan Akta Jual Beli: Dihadiri oleh penjual dan calon pembeli

atau orang yang diberi kuasa (secara tertulis), dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, PPAT membacakan akta dan menjelaskan isi dan maksud pembuatannya, Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPAT, Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk balik nama, Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya;

4. Setelah pembuatan AJB PPAT kemudian menyerahkan berkas AJB ke Kantor Pertanahan untuk balik nama. Penyerahan dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut;

5. Berkas yang diserahkan:

a. Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli, b. Akta jual beli PPAT,

(30)

commit to user

b. Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertipikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk;

c. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertipikat dengan bibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Ka Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;

d. Dalam 14 (empat belas) hari pembeli sudah dapat mengambil sertipikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan.

3) Tinjauaan Tentang BPHTB

a) Arti BPHTB dan Dasar Pengenaan BPHTB

Dasar hukum yang mengatur pengenaan BPHTB adalah UU No

20/2000 tentang perubahan atas UU No 21/1997 tentang BPHIB. BPHTB

adalah pajak yang dibayar dalam rangka dan merupakan bagian dari biaya

pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang

memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subyek pajak sebagaiman

tersebut dikenakan wajib membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut

Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Objek pajak yang dikenakan BPHTB adalah adanya perolehan hak

atas tanah dan/atau bangunan.

Suandy Erly menjelaskan ada beberapa hal yang mendasari

penetapan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut

(1) Pemindahan hak karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Lalu pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dan hadiah.

dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan

(31)

commit to user

perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun

dan hak pengelolaan.

b) Tata Cara dan Saat Pembayaran BPHTB

Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak

didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara

menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat

Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat

SSB.Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI

dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan

atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah

kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.SSB

dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB

/ KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang

dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan

Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu

diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.

SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang

menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan

oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB

disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak

saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang

bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau

nol bayar.

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut

dibawah ini

a) Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan.

b) Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.

(32)

commit to user

c Kerangka Pemikiran

Penjelasan gambar kerangka pemikiran :

Inventarisasi peraturan Perundang-undangan berhubungan dengan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan pembayaran Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan penandatanganan akta jual beli. Di

dalam prakteknya atau kenyataannya apakah sudah sesuai dengan

Undang-Undang No 20 Tahun 2000. Setelah itu dicari adakah kesesuaian antara teori dan

prakteknya dengan interpretasi atau penafsiran untuk menemukan suatu peristiwa

hukum yang terjadi.

Peraturan Per Undang-Undangan

- PP 24 Tahun 1997

- UU No 20 Tahun

2000

- UU PA No 5

Tahun 1960

- PP No 37 Tahun

1998

- KUHPer

- Per KBPN No 1

Tahun 2006

Pendaftaran Peralihan Hak karena Jual Beli

- Akta Jual Beli

- BPHTB Fakta Hukum

- Penandatanganan akta Jual beli yang mendahului

pembayaran BPHTB.

Kesimpulan

(33)

commit to user

Maka digunakan Interpretasi gramatikal atau berdasrkan kata-kata yang

digunakan dalam Undang-Undang akan dapat dilakukan apabila kata-kata yang

digunakan di dalam undang-undang itu singkat artinya tidak bertele-tele, tajam

artinya akurat mengenai apa yang dimaksud dan tidak mengandung sesuatu yang

bermakna ganda. Hal ini sesuai dengan karakter Undang-Undang sebagai perintah

atau aturan ataupun larangan. Tidak semua Undang-Undang mengandung

kata-kata yang singkat, tajam dan tidak bermakna ganda. Dalam hal ini, tidak mungkin

dilakukan interpretasi menurut kata-kata dalam Undang-Undang (Peter

Mahmud,2005 :112)

Setelah diporelah data-data yang diperlukan, maka penulis menyimpulkan

dalam prakteknya apakah sesuai dengan teori dalam perturan

(34)

commit to user BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang

BPHTB Pada Jual Beli

1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah Dan Bangunan

Untuk menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan khususnya

tentang kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki seseorang atau badan

hukum, maka kegiatan pendaftaran tanah menjadi penting dan mutlak

dilaksanakan. Hal ini menjadi dasar dalam Pasal 19 UUPA yang menghendaki

diselenggarakannya pendaftaran tanah guna menjamin kepastian hukum

pemilikan hak atas tanah.

Peran PPAT sangatlah penting, dalam pelaksanaan administrasi

pertanahan data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus

selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik menyangkut data fisik

mengenai tanahnya: lokakasinya, batas-batasnya, luasnya bangunan dan

tanaman yang ada diatasnya, maupun mengenai hubungan hukum yang

menyanngkut bidang tanah itu atau data yuridisnya mengenai hak : haknya

apa, siapa pemegang haknya,dan ada tidaknya pihak lain.

PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta daripada

perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah,

memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam

uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan sebagaimana dimaksud dalam

PP No 10 Tahun 1961.

Menurut ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997, peralihan hak hanya dapat terjadi apabila dibuktikan dengan akta PPAT,

kemudian dalam UUPA sendiri disebutkan PPAT sebagai pejabat yang

berfungsi membuat akta yang bermaksud memindhkan hak atas tanah,

memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan kemudian

ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak

(35)

commit to user

tanggungan atas tanah beserta benda-benda yaitu Pejabat Umum yang

berwewenang membuat akta pemindahan hak atas tanah pembebanan hak atas

tanah, akta-akta lainnya yang diatur dengan peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan

pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta yang dijadikan dasar

pendaftaran perubahan data pendaftran tanah. Dan yang terakhir mampu

meningkatkan sumber penerimaan Negara dari pajak, PPAT bereperan besar

dalam memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan

akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan

sebelum membuat akta.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka

segala perbuatan hukum yang berkenan dengan obyek, berupa tanah, harus

dilakukan dengan Akta otentik yaitu dibuat oleh dan/atau dihadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah dan dengan menggunakan Formulir yang dibuat dalam

bentuk yang telah baku. Pasal 1868 BW menegaskan bahwa Akta Otentik

ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang

dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu

ditempat dimana akta dibuatnya. Substansi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

adalah merupakan alat bukti yang menjamin kebenaran suatu transaksi atas

tanah yaitu baik kebenaran tanggal maupun atas subyek hukumnya.

Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah maka pelaksanaan

pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertananan yang

menggunakan akta oleh PPAT sebagai dasar untuk melakukan pencatatan

dalam buku tanah, meskipun demikian Akta PPAT merupakan alat bukti yang

diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan sehubungan dengan adanya

suatu transaksi yang merefleksikan adanya perjanjian diantara pars pihak yang

mengadakan perjanjian tersebut.

Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran peralihan hak atas tanah

maka pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh

Kepala Pertanahan dalam prakteknya menggunakan akta yang dibuat oleh

(36)

commit to user

maupun Badan Pertanahan Nasional sendiripun tidak dapat dilakukan.

Mengingat akta PPAT merupakan bukti yang diharuskan oleh

Perundang-undangan sehubungan dengan adanya suatu perjanjian diantara para pihak

yang melakukan perjanjian tersebut. Ini merupakan salah satu tugas dari PPAT

untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan.

Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian dan pemasukan dalam

perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah-wasiat, dilakukan oleh para

pihak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang bertugas

membuat aktanya. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dipenuhi syarat terang(bukan

perbuatan hukum gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta

yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil”

perbuatan hukum beli yang dilakukan. Dengan demikian ketiga sifat

jual-beli yaitu tunai,terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa

benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Karena perbuatan

hukum yang dilakukan merupakan pemindahan hak, maka akta tersebut secara

implicit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang

haknya yang baru.

Dalam skripsi ini yang akan penulis bahas yaitu dalam masalah jual

beli. Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan

sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli sudah

bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah

bersertifikat

Jual beli merupakan peralihan hak yang paling sering terjadi dilakukan

oleh masyarakat daripada peralihan hak lainnya. Jaul beli adalah suatu

perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk

menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (pembeli)

berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai

(37)

commit to user

Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam KUHP,

jual-beli adalah suatu perjanjian dengan mana fihak yang satu (penjual)

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak milik atas) suatu bennda dan

fihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan (pasal

1457).

Pengertian jual-beli yang disebutkan oleh pasal 1457 KUHPerdata,

yaitu : suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar

harga yang telah di janjikan.

Dengan terjadinya jual-beli itu saja hak milik atas benda yang

bersangkutan belumlah beralih kepada pembelinya, sungguhpun misalnya

harganya sudah dijual dan kalau jual-beli tersebut mengenai tanah, tanahnya

sudah diserahkan kedalam kekuasaan yang membeli.

Hak milik atas tanah tersebut baru beralih kepada pembelinya, jika

telah dilakukan apa yang disebut “penyerahan yuridis”(juridische levering),

yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dimuka dan oleh Kepala

Kantor Pendaftaran Tanah.Beralihnya hak milik atas tanah yang dibeli itu

hnaya dapat dibuktikan dengan akta tersebut. Perbuatan hukum itu lazim

disebut “balik-nama”(terjmhan dari overschrijving), aktanya disebut “akta

balik nama” dan pejabatnya “pejabat balik nama”

Untuk sekarang apabila ingin "membalik nama" harus ditingkatkan

menjadi Akta Jual Beli yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Selain itu untuk jual beli hak atas tanah yang tidak dibuat dengan Akta PPAT,

maka yang sering dilakukan dengan membuat perjanjian dimana dibuat

dibawah tangan antara para pihak itu sendiri yaitu pihak pembeli dengan pihak

penjual, dan dihadiri oleh saksi minimal 2 (dua) orang. Dan untuk menjamin

dan' keabsahan dari perjanjian itu biasanya dalam perjanjian itu dibuat diatas

kertas bermaterai secukupnya sehingga perjanjian dibawah tangan tersebut

dapat dikatakan sah.

Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan, pihak penjual

(38)

commit to user

ini antara lain : untuk penjual dikenai Undang-Undang Pajak Penghasilan

yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan lebih lanjut Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, sedangkan pihak pembeli dikenai

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau

bangunan tersebut, diperlukan seorang PPAT untuk membuat aktanya, hal ini

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah di Indonesia Pasal 1 ayat (24). Peraturan perundangan yang

mengatur tentang pajak atas transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan baik

untuk pembeli maupun penjual mensyaratkan PPAT hanya dapat

menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah

wajib pajak membayar pajaknya. Baik undang-undang yang berkaitan dengan

PPh maupun BPHTB keduanya menganut sistem self assessment dimana para

wajib pajak dipercaya untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak

masing-masing.

Dalam pelaksanaan jual-beli tanah, hak atas tanah diserahkan dari

penjual kepada pembeli setelah adanya pembayaran harga tanah. Pengalihan

tanah dari penjual kepada pembeli tersebut harus disertai dengan penyerahan

yuridis, yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas Undang-undang.

Menurut penulis, kewajiban menyerahkan surat bukti milik atas tanah yang

dijual sangat penting, seperti disebutkan dalam Pasal 1482 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang

meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan

bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik.

Pada waktu dilakukan penyerahan yuridis itu, baik pembeli maupun

penjual kedua-duanya wajib hadir. Biasanya penjual perjanjian jual-beli itu.

Penjual dan pembeli datang kekantor PPAT yang berwewenang membuat akta

mengenai tanah yang dijual. Mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa.

Jual beli adalah suatu persetujuan denagan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” demikian rumusan pasal

(39)

commit to user

kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini

terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual(widjaja,gunawan,2003:7)

Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan tugasnya membuat

akta jual beli tanah dilakukan dikantornya, dengan dihadiri oleh para pihak

yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang

dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis. Apabila salah satu pihak

dalam melakukan perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di

kantor PPAT karena alasan yang sah, maka PPAT dapat membuat akta diluar

kantornya yang masih dalam wilayah kerjanya, dengan ketentuan pada saat

pembuatan aktanya para pihak harus hadir dihadapan PPAT ditempat

pembuatan akta yang telah disepakati.

Untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta dilakukan

sendiri oleh PPAT. Penandatanganan para pihak, saksi-saksi, dan oleh PPAT

dilakukan segera setelah akta dibacakan. Akta PPAT merupakan salah satu

sumber data bagi pemeliharaaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat

sedemikian rupasehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran

pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan.

Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa

syarat-syarat untuk sah-nya perbuatan hukum yang bersangkutan. Perbuatan hukum

pemindahan hak dalam hukum tanah nasional memakai dasar hukum adat,

yang sifatnya tunai, dengan dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan

hak atas tanah menjadi objek berpindah kepada penerima hak. Pemindahan

hak-nya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT. Dengan

demikian akta PPAT merupakan syarat bagi pendaftaran pemindahan hak.

Fungsi akta PPAT yang dibuat adalah sebagai bukti, bahwa benar telah

dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Dan karena perbuatan hukum

itu sifatnya tunai, sekaligus membuktikan berpindahnya hak atas tanah yang

bersangkutan kepada penerima hak. Karena data pada PPAT sifatnya tertutup

untuk umum, pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya

(40)

commit to user

dan para ahli waris serta orang-orang yang diberi hak oleh mereka. Setelah

didaftarkan baru diperoleh alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang

berlaku juga terhadap pihak ketiga, karena data pendaftaran tanah pada kantor

pertanahan bersifat terbuka untuk umum. Selain diperoleh alat bukti berupa

catatan dalam buku tanah dengan daya pembuktian yang lebih luas daripada

akta PPAT, dengan didaftarkannya pemindahan hak yang bersangkutan

diperoleh juga alat pembuktian yang kuat yaitu berupa sertifikat hak atas tanah

atas nama penerima hak.

Akta yang dibuat PPAT merupakan salah satu sumber data bagi

pemeliharaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan

pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT dan PPAT

Sementara berkewajiban untuk memeriksa persyaratan jual-beli tanah untuk

sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Syarat jaul-beli tanah ada dua,

yaitu syarat materiil dan sayat formil.

Syarat yang diteliti, yaitu :

1. Syarat materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah

tersebut, antara lain :

a. Penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah.

Pemegang sah dari hak atas tanah yang dijual atau pemilik, adalah

yang berhak menjual suatu bidang tanah, apabila subyek hukumnya

adalah orang. Dalam hal, hak milik atas tanah terdapat lebih dari satu

pemilik, maka yang berhak menjual adalah mereka yang memiliki

tanah tersebut secara bersama-sama, dilarang dijual oleh satu orang

saja. Pemilikan bersama hak milik atas tanah itu biasanya terjadi

karena pewarisan atau dahulu pernah membeli secara patungan atau

bersama-sama, atau juga karena pernah diperoleh secara bersama-sama

(41)

commit to user

Tanah yang dijadikan obyek jual beli diperoleh selama

perkawinan, sesuai Pasal 35 Unadang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan, disebut harta bersama atau harta gono-gini maka

hanya boleh dijual oleh suami dan isteri bersama-sama atau atas

persetujuan bersama. Demikian pula kalau tanah itu dibeli oleh suami

dengan menggunakan pendapatannya, maka tanah itu adalah harta

bersamanya dengan isterinya yang dapat dijual oleh keduanya. Oleh

karena itu, suami atau isteri harus hadir dan bertindak sebagai penjual,

seandainya suami atau istri tidak dapat hadir maka harus dibuat surat

bukti secara tertulis yang menyatakan bahwa suami atau istri

menyetujui untuk menjual.

Kecuali harta bawaan (sudah ada sejak sebelum berkeluarga) atau

hibah atau warisan yang diperoleh selama perkawinan adalah milik

yang mempunyai (seorang diri), jadi apabila akan menjual tanah

tersebut dapat dilakukan tanpa persetujuan bersama.

Pihak sebagai penjual harus memenuhi syarat tertentu, yakni

cakap untuk melakukan perbuatan hukum jual-beli tanah, yaitu usia

harus dewasa (21 tahun menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata/BW, atau 17 tahun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974). Jadi apabila seseorang yang berumur 18-20 tahun yang belum

menikah, dianggap belum dewasa sehingga dikatakan belum cakap

melakukan jual beli tanah, dan apabila seseorang tersebut masih

berumur 17 tahun tetapi sudah menikah dianggap sudah dewasa dan

dikatakan sudah cakap melakukan jual beli tanah.

Syarat sebagai pihak sebagai penjual, apabila :

1) Anak berumur 18 tahun dan belum menikah, berarti tidak

berwewenang melakukan jual-beli tanah, walaupun ia yang berhak

atas tanah itu. Jual beli tanah dapat terlaksana, apabila yang

berindak adalah ayah/ibu atau keduanya dari anak tersebut sebagai

(42)

commit to user

sudah meninggal dunia, dan kepentingan anak itu menghendaki

maka jual beli tanah dilakukan dibawah perwalian.

2) Sebidang tanah dalam sertifikat atas nama isterinya, sedangkan

tanah tersebut adalah harta bersama dengan suaminya, maka isteri

tidak berwewenang menjual tanah tersebut secara sendiri,

melainkan bersama-sama dengan suaminya, atau suaminya

memberi persetujuan tertulis kepada isteri untuk melakukan jual

beli rumah.

3) Sebidang tanah tercatat atas nama X, tetapi ia tunduk pada Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan sedang berada di bawah

pengampuan, maka yang berwewenang menjual tanah tersebut

adalah pengampu si X, tetapi harus ada izin dari Ketua Pengadilan

Negeri.

Dalam hal subyek hukum adalah Badan Hukum, maka jual beli

tanah harus diwakili oleh pengurus yang ditunjuk dan berwewenang

bertindak untuk dan atas nama Badan Hukum tersebut, dengan persetujuan

Komisaris/Pengawas atau pengurus lain sesuai dengan Anggaran Dasar

Badab Hukum yang bersangkutan. Apabila menjual sebagian besar

kekayaan perseroan harus dengan perstujuan Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terabatas.

Pejual dapat diwakili oleh kuasanya, yang mana harus dengan

surat khusus yang ditandatangani oleh pihak penjual. Sipenerima kuasa ini

dapat bertindak selaku penjual dalam transaksi jual beli tanah sesuai

dengan kewenangannya dalam surat kuasa tersebut.

b. Pembeli adalah pihak yang diperkenankan membeli tanah.

Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk

memiliki tanah yang akan dibelinya. Menurut UUPA, yang dapat

Gambar

Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan-Hambatan Prosedur Pendaftaran Tanah Yang Belum Bersertifikat dan Prosedur Peralihan Hak Milik Melalui Jual Beli Serta Langkah-Langkah Kantor Pertanahan Kabupaten Pati

Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT Kantor Pertanahan Kota Purworejo, yang telah banyak membantu penulis untuk memperoleh data maupun keterangan yang penulis perlukan

Lampiran 4 : Surat Keterangan Izin Penelitian dari Kantor BPM PPT Kabupaten Magelang. Lampiran 5 : Surat Keterangan telah melakukan Penelitian di Kantor

Untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya di bidang pertanahan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Manokwari selaku Pembina yang berkaitan dengan tugas dan fungsi

Sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) PP No.24/1997), bahwa orang tidak dapat menuntut

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “ Penerapan Sistem Self Assessment Pada Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB)

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerntah Pengganti Undng-Undang Nomor 1 Tahun

Tata cara pengawasan pemenuhan BPHTB atas perolehan hak atas tanah, oleh Kantor Pertanahan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, melalui pejabat