• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

RAMLY YUSUF ANGKAT

107011087/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAMLY YUSUF ANGKAT

107011087/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 107011087

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)(Dr.Idha Aprilyana Sembiring,SH,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : RAMLY YUSUF ANGKAT

Nim : 107011087

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA

DI BIDANG PERTANAHAN PADA MASYARAKAT

PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG

KABUPATEN DAIRI

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

terjadinya penguatan identitas dan entitas kebudayaan sebagai ciri bangsa yang terdapat di belahan daerah Indonesia. Harapannya adalah dengan penguatan identitas dan entitas kebudayaan tersebut dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki karakter dan berdaulat. Pada masyarakat daerah tentunya budaya yang dimaksud adalah lumbung karakter yang menjadi ciri yang mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan zaman. Dan kongkritnya wujud masyarakat daerah dalam dinamika kebudayaannya salah satunya adalah adanya Lembaga Adat yang mengurusi beberapa hal berkaitan dengan kehidupan masyarakat tersebut. Diantaranya Lembaga Adat yang terdapat di Indonesia adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang terdapat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, yang mengurusi persoalan adat masyarakat pakpak. Diantaranya adalah persoalan perkawinan, warisan dan pertanahan adat.

Melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan di awal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik para camat, para kepala desa dan lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat. Dengan dasar surat edaran tersebut semakin menguatkan kedudukan, peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Adat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknis analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.

(7)

masyarakat utnuk berperan aktif untuk dikeluarkannya peraturan daerah sekaligus mempertegas keberadaan/eksistensi beserta kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak sesuai dengan peraturan pertanahan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dengan adanya peraturan daerah yang akan mengatur keberadaaan/eksistensi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak serta kewenangannya maka harapannya adalah meminimalisir tumpang tindih kepemilikan tanah, mencegah terjadinya konflik pertanahan serta menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum.

Peraturan daerah tersebut juga dapat memfasilitasi iklim investasi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sekaligus pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk laju pembangunan ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

(8)

strengthening of identity and cultural entity can place Indonesia to become a nation which has its own character and sovereignty.

The Circular letter of Dairi Regent No. 590/8859 on October 18, 2001 on the existence of tanahulayat/ tanahmarga (village marga land), in its introduction, observing the development of today’s situation and examining people’s lives in the reformation era, referred to Article 3 and 5 of UUPA No. 5/1960, in conjunction with the Regulation of the Agrarian State Minister/Ka BPN No. 2/2000, states that in order to minimize and anticipate land problem caused by the increasing need for land, requires all land stakeholders in the government such as camat (head of subdistrict), village heads, and notaries/PPAT (officials empowered to draw up land deeds) in Dairi District, were asked to be capable and wise. They are also asked to develop partnership and get together harmoniously with Lembaga Adat (adat council). The circular letter strengthens the position, role, and authority of Lembaga Adat.

The research used judicial normative approach by gathering data from primary and secondary legal materials, conducting field research, and interviews. The gathered data were analyzed qualitatively, and drawing the conclusion was done by using inductive and deductive logical thinking.

It could be concluded that Lembaga Adat of Sulang Silima Marga Pakpak was acknowledged its existence. One of its authorities is the issuing of land rights, based on the land in Sidikalang Subdistrict with it marga status. In consequence, the renunciation of the land status from marga land as the requirement to get ownership certificate requested to the National Land Office to issue the land rights and to explain the origin and the history of the land.

It is recommended that Lembaga Adat Sulang Silima Margas Pakpak and the community play an active role in filing the proposal for regional regulation and to make certain the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak which is in line with land regulation and legal provisions, regulations, and laws in Indonesia.

By the existence of regional regulation which regulates the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, it is expected that it will minimize the overlapping of land ownership, prevent the potential conflict of land, and create law and order and legal certainty.

The regional regulation can also facilitate the investment climate in Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and Local Administration can implement regional development which is aimed to the economic development in order to increase Regional Revenues and to improve people’s welfare in Sidikalang Subdistrict, Dairi District.

(9)

berkat dan Rahmat-Nya kepada penulis serta salam kita untuk junjungan rasul

Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum/Tesis

yang berjudul “KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DI

BIDANG PERTANAHAN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI

KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI”. Tesis ini disusun guna

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-2 pada Program Studi Magister

Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap tesis ini

menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai Hukum

Agraria/Pertanahan. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, maka penulisan Hukum/Tesis ini tidak dapat dengan baik. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi

Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus ketua komisi

pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan

saran kepada penulis

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus

anggota komisi pembimbing yang telah memberikan dukungan, semangat, dan

(10)

5. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH, M.Hum. selaku anggota komisi

pembimbing yang selalu memberi semangat, arahan serta kritik yang

membangun kepada penulis;

6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS. selaku penguji yang selalu memberi

arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Kedua orang tua Ayahanda Malum Pagi Angkat dan Almarhumah ibunda

Nurhayati Sinaga terima Kasih atas segalanya kalian adalah insipirasi dan

motivasiku untuk melakukan yang terbaik dunia dan akhirat.

9. Abangku Rahmad Syaiful, Rusdi Saleh, Adik tersayangku Lulu Malahayati dan

Eka Syahputra yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam

penulisan tesis ini; serta kakak ipar, kakak Marni dan kakak Wulan.

10. Seluruh keluarga di Sidikalang Khususnya Keluarga Besar Lembaga Adat

Sulang Silima Marga Pakpak, Kantor Badan Pertanahan Nasional Sidikalang

Kabupaten Dairi, Kantor Kecamatan Sidikalang, Kantor Kelurahan Sidiangkat,

Kantor Kelurahan Batang Beruh yang telah banyak membantu penulis dalam

mengerjakan tesis ini, terimakasih banyak atas informasi yang di berikan.

11. Teman terbaik dr Weny Yuarsih selaku penjaga hati yang melengkapi hari-hari

penulis dengan hal-hal indah dan susah selama menjadi bagian hidup penulis

12. Teman penulis Rotua Deswita, Fitri, Riva, Evi, Kriston, Halim, terimakasih ikut

(11)

14. Seluruh pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas

dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian penulisan Tesis ini.

Penulis sadar bahwa Penulisan Hukum/Tesis ini masih jauh dari sempurna

dan perlu terus dibenahi untuk hasil yang lebih baik lagi. Oleh karena itu kritik dan

saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan sebagai

masukan dan kesempurnaan Penulisan Hukum/Tesis ini.

Akhir kata, Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

(12)

Nama : Ramly Yusuf Angkat

Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Sayang, 25 Januari 1985

Nomor Pokok Mahasiswa : 107011087

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sisingamangaraja No. 225 Sidikalang, Kabupaten Dairi

B. ORANG TUA

Nama Ayah : Malum Pagi Angkat

Nama Ibu : Almarhumah Nurhayati Br. Sinaga

C. PENDIDIKAN

SD : Teladan Sidikalang

SMP : Negeri 1 Sidikalang

SMA : Negeri 1 Sidikalang

Strata 1 : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

(13)

vi

ABSTRACT . ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 12

D. Manfaat Penelitian... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 25

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan... 25

2. Lokasi Penelitian... 26

3. Populasi dan Sampel ... 26

4. Teknik Pengumpulan Data... 27

5. Alat Pengumpulan Data ... 27

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA-MARGA PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG ... 29

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian... 29

B. Tentang Lembaga Adat Sulang Silima ... 36

(14)

vii

Hutan Tanah Marga ... 65

D. Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Dalam Pendaftaran Tanah Menurut UUPA Dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah ... 70

E. Kewenangan Yang Dilakukan Oleh Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Pendaftaran Tanah ... 75

F. Peranan Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Warisan, Jual-Beli, Hibah ... 77

BAB IV HUBUNGAN HUKUM LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DENGAN PEMERINTAH DALAM PENERBITAN HAK ATAS TANAH PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG ... 88

A. Tanah Milik Adat ... 88

B. Alas Hak ... 91

C. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah ... 94

D. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum... 97

E. Peranan Hukum Tanah Adat Dalam Pembangunan Hukum Tanah Adat Nasional... 99

F. Pengertian dan Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 104

G. Hubungan Hukum Antara Lembaga Adat Sulang Silima Dengan Pemerintah Kabupaten Dairi Dalam Penerbitan Hak Atas Tanah... 108

H. Kemitraan Antara Lembaga Adat Sulang Silima Dengan Pemerintah Kabupetan Dairi Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Untuk Di Jadikan Fasilitas Umum... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119

(15)

terjadinya penguatan identitas dan entitas kebudayaan sebagai ciri bangsa yang terdapat di belahan daerah Indonesia. Harapannya adalah dengan penguatan identitas dan entitas kebudayaan tersebut dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki karakter dan berdaulat. Pada masyarakat daerah tentunya budaya yang dimaksud adalah lumbung karakter yang menjadi ciri yang mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan zaman. Dan kongkritnya wujud masyarakat daerah dalam dinamika kebudayaannya salah satunya adalah adanya Lembaga Adat yang mengurusi beberapa hal berkaitan dengan kehidupan masyarakat tersebut. Diantaranya Lembaga Adat yang terdapat di Indonesia adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang terdapat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, yang mengurusi persoalan adat masyarakat pakpak. Diantaranya adalah persoalan perkawinan, warisan dan pertanahan adat.

Melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan di awal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik para camat, para kepala desa dan lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat. Dengan dasar surat edaran tersebut semakin menguatkan kedudukan, peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Adat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknis analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.

(16)

masyarakat utnuk berperan aktif untuk dikeluarkannya peraturan daerah sekaligus mempertegas keberadaan/eksistensi beserta kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak sesuai dengan peraturan pertanahan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dengan adanya peraturan daerah yang akan mengatur keberadaaan/eksistensi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak serta kewenangannya maka harapannya adalah meminimalisir tumpang tindih kepemilikan tanah, mencegah terjadinya konflik pertanahan serta menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum.

Peraturan daerah tersebut juga dapat memfasilitasi iklim investasi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sekaligus pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk laju pembangunan ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

(17)

strengthening of identity and cultural entity can place Indonesia to become a nation which has its own character and sovereignty.

The Circular letter of Dairi Regent No. 590/8859 on October 18, 2001 on the existence of tanahulayat/ tanahmarga (village marga land), in its introduction, observing the development of today’s situation and examining people’s lives in the reformation era, referred to Article 3 and 5 of UUPA No. 5/1960, in conjunction with the Regulation of the Agrarian State Minister/Ka BPN No. 2/2000, states that in order to minimize and anticipate land problem caused by the increasing need for land, requires all land stakeholders in the government such as camat (head of subdistrict), village heads, and notaries/PPAT (officials empowered to draw up land deeds) in Dairi District, were asked to be capable and wise. They are also asked to develop partnership and get together harmoniously with Lembaga Adat (adat council). The circular letter strengthens the position, role, and authority of Lembaga Adat.

The research used judicial normative approach by gathering data from primary and secondary legal materials, conducting field research, and interviews. The gathered data were analyzed qualitatively, and drawing the conclusion was done by using inductive and deductive logical thinking.

It could be concluded that Lembaga Adat of Sulang Silima Marga Pakpak was acknowledged its existence. One of its authorities is the issuing of land rights, based on the land in Sidikalang Subdistrict with it marga status. In consequence, the renunciation of the land status from marga land as the requirement to get ownership certificate requested to the National Land Office to issue the land rights and to explain the origin and the history of the land.

It is recommended that Lembaga Adat Sulang Silima Margas Pakpak and the community play an active role in filing the proposal for regional regulation and to make certain the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak which is in line with land regulation and legal provisions, regulations, and laws in Indonesia.

By the existence of regional regulation which regulates the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, it is expected that it will minimize the overlapping of land ownership, prevent the potential conflict of land, and create law and order and legal certainty.

The regional regulation can also facilitate the investment climate in Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and Local Administration can implement regional development which is aimed to the economic development in order to increase Regional Revenues and to improve people’s welfare in Sidikalang Subdistrict, Dairi District.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan paradigma otonomi daerah, secara umum melahirkan

penguatan-penguatan politik di belahan daerah indonesia, tak terkecuali sampai

kebelahan pulau Sumatera. Hal ini juga terlihat dari paradigma bangkitnya

kekuatan-kekuatan identitas dan entitas budaya serta politik di Kabupaten Dairi.

Penguatan-penguatan Kekuatan politik budaya terlihat makin tumbuh subur di

Sumatera Utara, di lain hal suku Pakpak mengalami ketertinggalan dibandingkan

dengan suku-suku asli di propinsi Sumatera Utara. Bahkan sempat di klaim secara

kasat mata akan kepunahan suku Pakpak tersebut. Hal ini di karenakan berbagai

faktor yang memaksanya.

Namun yang menarik dari paradigma suku Pakpak adalah

penguatan-penguatan kebudayaan di mulai dari fenomena adat. Fenomena adat tersebut

mensyaratkan adanya kebangkitan ataupun kesadaran akan sebuah suku yang jauh

tertinggal dibandingkan dengan suku-suku lain yang mendiami propinsi Sumatera

Utara.

Pegunungan bukit barisan melintang di sepanjang pulau Sumatera dengan

posisi yang jauh lebih dekat ke pantai barat. Tanah Pakpak Dairi terletak di lintangan

ini. Kedudukannya diutara berbatasan dengan Karo, ditimur laut dengan Karo dan

(19)

dan Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah (Manduamas yang sejajar dengan

Barus), dan Aceh (termasuk Singkil). Adapun perbatasan mulai dari barat daya

hingga barat laut adalah Aceh.1

Kabupaten dairi terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yaitu Kecamatan

Sidikalang, Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan

Berampu, Kecamatan Parbuluan, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Siempat

Nempu Hilir, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kecamatan Silahisabungan,

Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Sitinjo, Kecamatan Sumbul,

Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Siempat Nempu.

dengan ibukota Kabupaten adalah Sidikalang.

Kecamatan Sidikalang terletak diantara 2E-3E lintang utara dan 98E-98E30’

bujur timur dan terletak diketinggian 700-1100 meter diatas permukaan laut dan

ketinggian kota Sidikalang sebagai ibu kota Kecamatan Sidikalang dan sekaligus ibu

kota Kabupaten Dairi adalah 1.066 m diatas permukaan laut.

Kecamatan Sidikalang memiliki luas wilayah : 70.67km2 atau total 4,20%

dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah utara ke

tenggara dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegungungan yang

bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata.2

1http:/www.blogspot.com/2012/Sejarah Muasal Suku Pakpak.html, di Akses Tanggal 26 Mei

2013

2Kecamatan Sidikalang Dalam Angka Sidikalang In Figure,Integrasi Pengolahan Dan

(20)

Kecamatan Sidikalang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat

Nempu di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan di sebelah barat

berbatasan dengan Kecamatan Berampu dan disebelah timur berbatasan dengan

Kecamatan Sitinjo/Sumbul.

Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu : Kelurahan Batang

Beruh, Kelurahan Kalang, Kelurahan Sidiangkat, Kelurahan Huta Rakyat, Kelurahan

Bintang, Kelurahan Belang Malum, Kelurahan Kuta Gambir, Kelurahan Bintang

Marsada, Kelurahan Kalang Simbara, Kelurahan Bintang Hulu, Kelurahan Kota

Sidikalang.

Kecamatan Sidikalang memiliki jumlah penduduk 44.202 jiwa yang terdiri

dari laki-laki sebanyak 22.120 jiwa dan perempuan 22.082 jiwa.

Kepadatan penduduk adalah sebanyak 625 jiwa per km persegi yang tidak

merata pada setiap desa/kelurahan.3 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan

Sidikalang masih didominasi sektor pertanian yaitu sebesar 41,16%

Dari total luas Kecamatan Sidikalang terdapat luas tanah sawah 563 hektar.

Luas tanah kering 3.894 hektar dan luas untuk bangunan dan halaman sekitarnya

1.725 hektar dan lainnya sekitar 930 hektar. Tanaman keras yang paling banyak

adalah kopi (kopi arabika) dan produksi buah-buahan terbesar adalah pisang.

Karakteristik sosial adat istiadat di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh

penduduk yang ada, seperti suku Pakpak, Karo, Toba, Simalungun, dan suku yang

(21)

lainnya serta sifatnya masih dipengaruhi oleh suku-suku tersebut, sehingga

kegiatannya masih dipengaruhi oleh norma adat yang berlaku.

Suku asli yang mendiami Kabupaten Dairi dan khususnya Sidikalang adalah

suku Pakpak. Dalam mayarakat Dairi di kenal Lembaga Adat Sulang Silima Marga,

dimana Sulang Silima Marga memiliki peran dan kewenangan yang penting dalam

masyarakat Sidikalang. Peran sentral yang dimiliki Sulang Silima adalah persoalan

perkawinan, tanah, dan persoalan-persoalan peradatan.

Sampai hari ini secara turun temurun dapat kita temukan di tengah-tengah

masyarakat yang berdomisili di Sidikalang, apabila hendak melakukan kepentingan

yang berkaitan dengan pertanahan haruslah bersinergi dengan lembaga adat tersebut.

Bersinergi dengan Lembaga Adat Sulang Silima tersebut adalah dengan

berkoordinasi apabila hendak melakukan urusan yang berkaitan dengan pertanahan,

baik melalui penyerahan kemudian untuk di teruskan menjadi kepemilikan tanah

dalam jual beli, hibah, pinjam pakai dan semacamnya.

Dan di tambah dengan kewenangan yang dimiliki Lembaga Adat Sulang

Silima Marga yang paling penting adalah mengenai penerbitan alas tanah.

Satu-satunya lembaga yang berwenang di Sidikalang yang menerbitkan alas tanah untuk

kepentingan fasilitas Negara/Pemerintah maupun individu adalah Sulang Silima

Marga tersebut. Kemudian setelah penerbitan alas tanah tersebut bisa di teruskan ke

pengurusan dan penerbitan sertipikat oleh lembaga yang terkait dalam hal ini adalah

(22)

Dikarenakan kebiasaan secara turun temurun dan keberadaan Sulang Silima

Marga-Marga Suku Pakpak di tengah-tengah masyarakat, melalui Surat Edaran

Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) Oktober 2001, perihal

keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan diawal pembuka surat edaran

tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan

masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu

Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (Tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara

Agraria /Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi

persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para

pihak-pihak pemerintahan baik Para Camat, Para Kepala Desa dan Lurah serta

Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa

membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat.

Hal ini dilatar belakangi adanya persoalan tanah secara umum yang riwayat

tanah tersebut berasal dari tanah marga tapi kemudian ditengah-tengah masyarakat

diperjual belikan tanpa melibatkan Lembaga Adat Sulang Silima Marga, dan

belakang hari pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga melakukan protes atas

status tanah tersebut, hal ini merupakan semakin tumbuh suburnya kesadaran

masyarakat Pakpak akan kedudukannya sebagai pemangku ulayat disatu sisi,

kemudian disatu sisi yang lain kebutuhan akan tanah semakin meningkat. di tambah

dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Maka surat edaran tersebut di

(23)

pertanahan di Kabupaten Dairi dan meminimalisir tumpang tindih ataupun carut

marut persoalan pertanahan di Kabupaten Dairi.

Dan hal ini juga bisa di pahami bahwa secara umum riwayat tanah di

Kabupaten Dairi awalnya adalah tanah ulayat dan seiring perkembangan zaman

tanah-tanah ulayat tersebut banyak di keluarkan statusnya dari tanah ulayat untuk

kemudian di manfaatkan sesuai kepentingan masyarakat baik secara individu maupun

lembaga.

Dikarenakan status riwayat tanah adalah tanah ulayat , maka melalui surat

edaran tersebut juga bermaksud untuk menegaskan kepada pihak-pihak yang terkait

supaya meminimalisir persoalan tanah hendaknya melibatkan Sulang Silima Marga

Suku Pakpak agar menjalin kemitraan. Dengan jalinan kemitraan tersebut pada

akhirnya selaras dengan semangat pengakuan UUPA yang mengakui keberadaan hak

ulayat dan juga meminimalisir tumpang tindih kepemilikan status tanah dan

persoalan-persoalan lainnya.

Seiring dengan diterbitkannya Surat Edaran Bupati tersebut maka dampaknya

meneguhkan bahwa Sulang Silima Marga Suku Pakpak semakin memiliki

kewenangan yang cukup berpengaruh terkait pertanahan di Kabupaten Dairi

khusunya Kota Sidikalang, dan juga tindak lanjut dalam surat edaran tersebut hendak

lebih mengarahkan pada akhirnya akan diatur dalam Peraturan Daerah yang

disampaikan melalui klausula ketiga dalam surat edaran Bupati tersebut.

Penguatan hukum adat dalam perkembangannya mengalami proses yang

(24)

proklasmasi 17 agustus 1945 telah menyadari bahwa hukum adat sebagai salah satu

hukum asli bangsa Indonesia merupakan hukum yang harus diakui dan sekaligus

sebagai benteng pertahanan jati diri bangsa.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hukum tanah

di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan pada zaman penjajahan adalah bersifat

dualisme, dimana status hukum tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa

(burgerlijk wetboekdan ada yang dikuasai oleh hukum adat (hukum tanah adat).4

Tanah-tanah yang dikuasai oleh hukum Eropa disebut juga dengan tanah hak

barat, “misalnyaTanah Eigendom, Tanah Erpacht,Tanah Opstal, dan lain-lain yang

hampir semuanya terdaftar pada kantor pendaftaran tanah, menurut

overscrijvingsordonnantieatau ordonasi balik nama (S. 1834-27)”. Tanah-tanah hak

barat itu tunduk pada ketentuan hukum agraria barat, misalnya mengenai cara

memperolehnya, peralihannya, lenyapnya, hapusnya), pembebanannya dengan

hak-hak lain dan wewenang-wewenang serta kewajiban-kewajiban yang mempunyai hak-hak.

Tanah-tanah dengan hak Indonesia yaitu tanah yang tunduk pada hukum

agraria adat, “antara lain adalah tanah ulayat, tanah milik (yayasan), tanah usaha,

tanah gogolan.5

Tanah-tanah dengan hak Indonesia atau yang tunduk pada hukum adat hampir

semua belum terdaftar kecuali tanah yang berstatus buatan atau ciptaan Pemerintah

Kolonial yaitu, “Tanah Agrarische Eigendom, tanah milik di dalam kota Yogjakarta,

4Ahmad Fauzi Ridwan,Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta, 1982, hal 11. 5Kartini Soedjendro,Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik,

(25)

tanah-tanah milik di dalam kota, di daerah Surakarta dan tanah-tanah grant di

Sumatera Timur.”6

Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah di kuasai

sejak dulu, dan telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan

bangsa/negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi.

Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang

berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat

merupakan suatu condition sine qua non. Untuk mencapai tujuan itu di perlukan

campur tangan penguasa yang berkompeten dalam urusan tanah khususnya mengenai

lahirnya, berpindah dan berakhirnya hak milik atas tanah. Di lingkungan hukum adat,

campur tangan itu di lakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum, seperti kepala

atau pengurus desa. Jadi, jika timbul permasalahan yang berkaitan dengan tanah adat

ini, maka pengurus-pengurus yang telah ada itulah yang menyelesaikannya.

Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah-kaedah hukum. Keseluruhan

kaedah hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam pergaulan hidup antar sesama

manusia adalah sangat berhubungan erat dengan pemanfaatan tanah sebaik-baiknya

sekaligus menghindarkan perselisihan. Hal ini lah yang di atur dalam hukum tanah

adat. Dari ketentuan-ketentuan hukum tanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang

berkaitan erat dengan hak-hak yang ada di atas tanah.

(26)

Hukum tanah di Indonesia dari zaman penjajahan terkenal besifat “dualisme”,

yang dapat diartikan bahwa status hukum atas tanah ada yang dikuasai oleh hukum

eropa disatu pihak, dan yang dikuasai oleh hukum adat, dipihak lain.7

Dualisme dalam hukum pertanahan juga mengakibatkan dualisme dalam

penyelenggaraan dan prosedur peralihan hak atas tanah. Untuk itulah di perlukan

unifikasi hukum pertanhan yang bersifat nasional. Oleh sebab itu, pada tanggal 24

September 1960 lahir Undang-Undan Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA), maka hukum agraria lama yang lebih condong untuk kepentingan

penjajah di hapuskan dan digantikan dengan hukum agraria baru yang besifat

nasional.

Di dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa “hukum agraria yang berlaku atas

bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan sengan

kepentingan nasional dan Negara”.8

Dengan demikian, “landasan hukum yang di jadikan sendi-sendi dari hukum

agraria nasional adalah hukum adat menurut versi UUPA”.9 Dari kenyatan tersebut

maka jelaslah bahwa keberadaan tanah hak milik adat yang di akui berdasarkan

UUPA masih dapat di temukan pada masa sekarang.

7Ahmad Fauzi Ridwan, Hukum Tanah Adat-Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila,

(27)

Salah satu tujuan pokok UUPA adalah meletakkan dasar untuk memberikan

kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, dengan telah

dilaksanakan pendaftaran tanah pada setiap tanah di seluruh Indonesia, berarti telah

telah memberikan dasar-dasar untuk mewujutkan kepastian hukum terhadap hak-hak

atas tanah bagi rakyat Indonesia, terutama bagi rakyat petani sebagai masyarakat

dapat dilindungi haknya.

Tujuan pendaftaran tanah meliputi pendaftaran untuk pertama kali, maupun

untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah, pelaksanaan pendaftaran tanah pertama

kali diatur dalam Bab III Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961,

sedangkan yang berlaku pada saat sekarang ini, diatur dalam Pasal 11 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah

diatur dalam Pasal 19 PP Nomor 24 Tahun 1997.

Pendaftaran tanah ini dapat dikelompokkan :

1. Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk tanah milik adat yang belum

pernah didaftarkan.

2. Pendaftaran peralihan hak atas tanah.

Pendaftaran tanah yang merupakan kepunyaan bersama menurut hukum adat

tidak dapat didaftarkan begitu saja tanpa ada musyawarah dari kaum dan pemilik

tanah, oleh sebab itu petugas Kantor Pertanahan harus menanyakan terlebih dahulu

pada pemilik tanah adat tersebut, apakah sudah merupakan kesepakatan bersama dari

(28)

adat haruslah ada kesepakatan atau persetujuan dari anggota kaum yang gunanya

untuk menjaga jangan timbulnya sengketa nantinya.

Pembuatan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu

rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur

dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang bertujuan untuk

menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Disamping itu dengan

dilakukannya pendaftaran tanh secara tertib dan teratur akan merupakan salah satu

perwujudan dari pada pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis merasa tertarik untuk

mengetahui, mempelajari dan memahami bagaimana Kewenangan Lembaga Adat

Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi dan mengkaji ataupun mengupasnya dalam bentuk tesis

dikarenakan kedudukan maupun peranan Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak

ditengah-tengah masyarakat Dairi sangat kuat secara yuridis bahkan boleh dikatakan

bahwa alas tanah yang diterbitkan oleh Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak

merupakan “kunci” utama dalam melakukan proses untuk diteruskan dalam

melakukan pendaftaran sertipikat tanah ataupun dalam hal transaksi tanah baik jual

beli dan lain sebagainya. Sehingga penulis tertarik untuk mengupas tesis ini dengan

judul:

“KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DI BIDANG

PERTANAHAN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN

(29)

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga pada

masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?

2. Bagaimana kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima dalam bidang

pertanahan pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?

3. Bagaimana hubungan hukum Lembaga Adat Sulang Silima dengan

Pemerintah dalam penerbitan hak atas tanah pada masyarakat Pakpak di

Kecamatan Sidikalang?

C. Tujuan Penelitian

berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga

pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.

2. Untuk mengetahui kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima dalam bidang

pertanahan pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.

3. Untuk mengetahui hubungan hukum Lembaga Adat Sulang Silima dengan

Pemerintah dalam penerbitan hak atas tanah pada masyarakat Pakpak di

Kecamatan Sidikalang.

D. Manfaat Penelitian

(30)

Secara teori, diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai tanah ulayat

atau tanah marga maka pembaca dapat semakin mengetahui tentang perkembangan

tanah adat dalam hukum agraria.

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat memperkaya

bahan pustaka mengenai hukum pertanahan, menjadi masukan bagi kalangan praktisi

yang berkepentingan terutama mengenai hak ulayat dalam hukum pertanahan

Indonesia dan juga diharapkan menjadi bahan bagi mereka yang akan mendalami atau

meneliti masalah hak ulayat atau tanah marga masyarakat hukum adat.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran

yang telah ada dilakukan khususnya di lingkungan Program Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Lembaga Adat Pada Masyarakat Pakpak :

Kewenangannya di Bidang Pertanhan (Study di Kecamatan Sidikalang Kabupaten

Dairi)”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, oleh karena itu penelitian ini

adalah asli dan dapat di pertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah :

1.”Kajian Hukum Mengenai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Milik Adat Dalam

Pendaftaran Tanah di Kota Padang Sidempuan”. Oleh : Idawati Harahap

2.”Suatu Kajian Hukum Status dan Eksistensi Tanah Marga Yang di Jadikan Fasilitas

Umum Oleh Pemerintah Kabupaten Dairi”. Oleh : Enrico Nugraha Simatupang

(31)

1. Kerangka Teori

Teori adalah gejala untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala

spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkannya ketidak

benarannya.10

Menurut M. Solly Lubis

Menetapkan landasan teori pada waktu di adakan penelitian ini tidak salah arah sebelum diambil rumusan landasan teori, yang menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang membuat kerangka berfikir dalam penulisan.11

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah : “mewujudkan keadilan

(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).”12 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790).

Guru besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasglow

University pada tahun 1950,13 telah melahirkan ajaran tentang keadilan (justice).

10J.J.M. Wuisman, dalam M. Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Ssosial, Asas-Asas, FE

UI,Jakarta, 1996, Hal 2003

11M Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II, 1994,

Hal 80

12Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum, (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung

Agung Jakarta, 2002, Hal 85

13Bismar Nasution,Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato Pada

Pengukuhansebagai Guru Besar , USU-Medan, 17 April 2004, hal 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cornick, “Adam Smith On Law”, Valvarasio University Law Review, Vol 15, 1981, hal 244

14Ibid, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d, Lecture of

(32)

Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari

kerugian” (the end of justice is to secure from injury)14

Menurut Sajipto Raharjo,

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tdak disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang15

Penelitian ini menggunakan teori harmonisasi hukum sebagai wacana dan

pisau analisis (tools of analysis). Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan arahan, petunjuk, dinamika hukum yang terjadi, serta gejala yang

diamati dan diteliti karena penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum yang

diarahan secara khas ilmu hukum,maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk

membongkar dan memahami tentang eksistensi dan dinamika hak ulayat serta

hubungan hukumnya dengan pendaftaran tanah dalam peraturan perundang-undangan

di Indonesia.

Titik tautnya adalah tanah jika kita berbicara menyangkut pembangunan dan kehidupan.”tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis, sekaligus magis religio kosmis menurut pandangan bangsa Indonesia, ia pula yang sering memberi getaran didalam perdamaian dan sering pula menimbulkan goncangan dalam masyarakat, lalu ia juga yang sering menimbulkan sendatan dalam pembangunan16

15Sajipto Rahardjo,Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000, hal 53 16John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987,

(33)

Harmonisasi hukum diartikan sebagai upaya atau proses penyesuaian asas dan

sistem hukum agar terwujud kesederhanaan hukum, kepastian hukum dan keadilan.

Harmonisasi hukum sebagai suatu proses dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan, mengatasi hal-hal yang bertentangan dan kejanggalan di antara

norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga terbentuk peraturan

perundang-undangan nasional yang harmonis, dalam arti selaras, serasi, seimbang,

terintegrasi dan konsisten serta taat asas.

Langkah sistematik harmonisasi hukum nasional, bertumpu pada paradigma

Pancasila dan UUD 1945 yang melahirkan sistem kenegaraan dengan dua asas

fundamental, asas demokrasi dan asas Negara hukum yang di idealkan mewujudkan

sistem hukum nasional dengan tiga komponen yaitu substansi hukum, struktur

hukum, beserta kelembagaannya dan budaya hukum.

Langkah sistematik tersebut disatu sisi dapat di jabarkan dalam harmonisasi

peraturan perundang-undangan dan di sisi lain di implementasikan dalam rangka

penegakan-penegakan hukum

Melalui harmonisasi hukum akan terbentuk sistem hukum yang

mengakomodir tuntutan akan kepastian hukum dan terwujudnya keadilan. Begitu

pula dalam hal penegakan hukum, harmonisasi hukum akan dapat menghindari

tumpang tindih bagi badan peradilan yang melakukan kekuasaan kehakiman dengan

badan-badan pemerintah yang di beri wewenang melakukan fungsi peradilan menurut

(34)

Dasar dan orientasi dalam setiap langkah harmonisasi hukum adalah tujuan

harmonisasi, nilai-nilai dan asas hukum, serta tujuan hukum itu sendiri, yakni

harmoni antara keadilan, kepastian hukum dan sesuai tujuan (doelmatigheid). Pada

akhirnya, pelaksanaan penegakan hukum perlu memperhatikan aktualisasi tata nilai

yang terkandung dalam konstitusi dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang baik

(good law enforcement governance).17

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan di buat dan di

undangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak

menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis dalam arti karena menjadi suatu

sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan

konflik norma yang ditimbulkan dari ketidak pastian aturan dapat berbentuk

kontestasinorma,reduksinorma, ataudistorsinorma.18

Pasal 33 ayat (3) yang merupakan payung hukum tertinggi terhadap

pengakuan hak-hak masyarakat dalam mempergunakan berbagai sumber kekayaan

yang ada dibumi, seperti hutan dan tanah atau lahan yang tujuannya sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat. Pasal ini mengamanatkan kepada pemerintah sebagai

penyelenggara Negara untuk dapat mengelola bumi, air dan kekayaan yang

terkandung didalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat.19

17http.//www.blogspot.com/2009/penegakanhukum.html, diakses tanggal 20 Oktober 2012 18http://www.sosial-budaya.blogspot.com/2009/05/tujuan-dan-fungsihukum.html, diakses

tanggal 20 Oktober 2012

19http:/www.blogspot.com/2010/harmonisasi kedudukan hak ulayat dalam peraturan

(35)

Hak ulayat sebagai sebuah istilah teknis yuridis adalah hak yang melekat

sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan

mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku kedalam maupun keluar.

Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta seluruh isinya

oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan di sini bukanlah dalam arti memiliki tetapi

hanya sebatas mengelola.

Hal ini dapat di lihat dalam peraturan perundang-undangan yang diterbitkan

diantaranya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan

Gas, Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Tenaga Listrik,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2004 Tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang

Jalan, Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.20

Beberapa daerah telah mengeluarkan peraturan daerah sebagai pengakuan dan

pengukuhan keberadaan masyarakat adat di wilayahnya tetapi masih banyak juga

daerah yang belum menerbitkan peraturan daerah meskipun di tengarai ada

masyarakat adat di wilayah tersebut. Di sisi lain dalam era reformasi, pemerintah di

tuntut untuk dapat melakukan pembaharuan menyeluruh di segala bidang termasuk

hukum.

(36)

Tanah merupakan salah satu unsur esensial dalam kehidupan dan penghidupan

umat manusia. Ada dua hal yang menyebabkan bahwa tanah mempunyai kedudukan

yang sangat penting dalam hukum adat yaitu :

1. Karena sifatnya yang merupakan suatu benda kekayaan yang bersifat tetap

dan menguntungkan.

2. Karena tanah merupakan tempat tinggal persekutuan masyarakat adat,

memberi penghidupan kepada persekutuan masyarakat adat bahkan

merupakan tempat dimana para warga persekutuan meninggal dunia di

kebumikan.

Hubungan antara masyarakat adat dengan tanah yang di dudukinya sangat

erat, dimana tanah merupakan sumber penghidupan yang bersifat religio-magis.

Hubungan erat dan bersifat religio magis ini kemudian mendorong masyarakat adat

berusaha untuk memperoleh hak menguasai tanah. Mengingat pentingnya kedudukan

tanah bagi masyarakat adat, maka bagaimanapun sederhana tingkat kebudayaannya

masyarakat adat tentu mempunyai cara dan kebiasaan dalam pengaturan tanah

meskipun tidak selalu dalam wujud dokumen tertulis, akan tetapi akses dalam suatu

persekutuan pengelolaan tanah secara umum di kontrol dan di dukung oleh suatu

jaringan kekerabatan yang kompleks.

Wujud hak ulayat tersebut berciri sebagai berikut.21

21Dirman dan Boedi Harsono, dalam tampil Anshari Siregar,Mempertahankan Hak Atas

(37)

1. Masyarakat hukum adat dan para anggota-anggotanya berhak untuk dapat

mempergunakan tanah hutan belukar didalam lingkungan wilayah dengan

bebas yaitu bebas untuk membuka tanah, memungut hasil, berburu,

mengambil ikan, mengembala ternak, dan lain sebagainya.

2. Bagi yang bukan anggota masyarakat hukum adat tersebut dapat pula

mempergunakan hak-hak itu hanya saja harus mendapatkan izin lebih dahulu

dari kepala masyarakat hukum adat, dan membayar uang pengakuan atau

recognitie(diakui setelah memenuhi kewajibannya).

3. Masyarakat hukum adat bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan yang

terjadi dalam lingkungan wilayahnya apabila pelakunya tidak dapat dikenal.

4. Masyarakat hukum adat tidak dapat menjual atau mengalihkan hak ulayat itu

untuk selama-lamanya kepada siapa saja.

5. Masyarakat hukum adat mempunyai hak campur tangan terhadap tanah-tanah

yang digarap dan dimiliki oleh para anggota-anggotanya seperti dalam hal jual

beli dan lain sebagainya.

Hak ulayat mengandung dua unsur/aspek, yaitu aspek hukum perdata dan

aspek hukum publik. Aspek hukum perdata yaitu merupakan hak kepunyaan bersama

para warga masyarkat hukum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat, sedangkan

aspek hukum publik yaitu sebagai kewenangan mengelola dan mengatur peruntukan,

penggunaan dan penguasaan tanah ulayat tersebut baik dalam hubungan intern

dengan para warganya sendiri maupunekstern dengan orang yang bukan warga atau

(38)

Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah karena

tidak ada aktifitas orang maupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan

pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembangunan untuk kepentingan

umum yang di laksanakan Pemerintah tidak bisa di tawar ataupun ditunda, terlebih

lagi di dalam Dasar Negara Pancasila di nyatakan bahwa kepentingan umum itu harus

di pandang porsinya lebih besar dan di dahulukan dari kepentingan individu.

Demikian juga pihak swasta yang melaksanakan upaya pengembangan dan

peningkatan usahanya, baik yang bernuasnsa untuk kepentingan umum maupun juga

membutuhkan tanah. Belum lagi banyaknya anggota masyarakat yang nekat

menduduki dan menguasai tanah tanpa alas hak yang sah bahkan dengan cara-cara

yang terencana dan sengaja melakukan kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya.

Oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin luaslah

tanah yang di butuhkan. Di wilayah yang padat penduduknya secara logis akan di

laksanakan kegiatan pembangunan yang lebih luas. Dengan demikian pengambilan

tanah-tanah yang lebih luaspun yang sudah di miliki/di kuasai oleh masyarakat tidak

terelakkan akan menjadi korban.

Hak seseorang atas tanah yang semestinya harus di hormati, dalam pengertian

tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk

memiliki/menguasai lahan tersebut. Seyogianya jika ada hak seseorang atas tanah

harus didukung oleh bukti hak dapat berupa sertipikat, bukti hak tertulis non

(39)

penguasaan atas tanah di maksud hanya di dasarkan atas kekuasaan, arogansi atau

kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum.

Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat di sebut bahwa yang bersangkutan

mempunyai hak atau tanah itu atau dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak

boleh di tolerir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada

padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut karena jika berlarut-larut

masalahnya semakin rumit untuk diselesaikan dan pengaruhnya sangat meluas

(komplikatif) dan berdampak tidak baik (destruktif) di masa mendatang. Masalah ini

semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani

yang membutuhkan lahan untuk di olah warga.22

Jika pemerintah dengan jajarannya memerlukan sebidang tanah yang

penggunaannya untuk kepentingan Negara dan/atau kepentingan umum dapat

menempuh cara yang bersesuaian dengan status tanah yang diperlukan itu.

Jika tanah tersebut tanah Negara yang bebas cukup dengan mengajukan permohonan

hak, tetapi jika tanah Negara tidak bebas cukup dengan mengajukan permohonan hak,

tetapi jika tanah Negara tidak bebas dengan kata lain tanah tersebut telah di kuasai

dan di usahai oleh orang/badan hukum lain tanpa alasan hak yang sah maka akan

bertambah kewajiban si pemohon untuk membebaskannya jika permohonannya

dikabulkan.

Selain itu yang positif dalam upaya pencegahan spekulasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yakni apabila tanah

22

(40)

telah di tetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan

surat keputusan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum

berdasarkan surat Keputusan penetapan lokasi oleh Bupati/Walikota atau Gubernur

sesuai dengan kewenangannya.23 Maka tidak mengherankan apabila Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tanggal 3 Mei 2005 telah di revisi oleh Pemerintah

dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tanggal 5 Juni

2006.24

Dalam prinsip “Negara Menguasi”, maka dalam hubungan antara Negara dan

masyarakat, masyarakat tidak dapat disubordinasikan kedudukannya dibawah Negara

karena Negara justru menerima kuasa dari masyarakat untuk mengatur tentang

peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah, serta hubungan hukum dan pembuatan

hukum yang bersangkutan dengan tanah.

Saat sekarang kepentingan pemerintah daerah serta masyarakat dalam rangka

pelaksanaan pembangunan yang terus meningkat dan berkembang tentunya menjadi

hal yang penting pula untuk kemajuan suatu daerah. Hal tersebut di lakukan dengan

membangun infrastruktur, fasilitas-fasilitas umum diatas tanah hak ulayat yang

bertujuan untuk laju pertumbuhan eonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

Tanah yang dulu di pandang dari sudut sosial yang tercakup dalam lingkup

hukum adat, hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai dilihat dari kaca mata ekonomi,

23Muhammad Yamin, Abd Rahim Lubis (a),Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,

(41)

sehingga tepat apabila Persatuan Bangsa-Bangsa mensinyalir bahwa saat ini masalah

pertanahan tidak lagi menyangkut isu kemasyarakatan tetapi telah berkembang

menjadi isu ekonomi.25

Penggunaan tanah harus di sesuaikan dengan keadaaannya dan sifat dari

hakikatnya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang

mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam

ketentuan tersebut tdak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama

sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).

Kepentingan masyarakat dan perorangan haruslah saling berdampingan,

hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan

kebahagiaan, bagi masyarakat seluruhnya.26 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang

tercantum dalam pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu “wewenang yang bersumber pada hak

menguasai dari negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai

sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan

kemerdekaan dalam mayarakat dan negara hukum indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur”.

2. Konsepsi

Dalam kerangka konsepsional di ungkapkan beberapa konsepsi atau

pengertian yang di pergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27konsepsi di

25Muhammad Yamin, Abd Rahim (b),Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Medan,

Pustaka Bangsa Press, 2004, hal 26 26Ibid, hal 62

27Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(42)

terjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang

konkrit.

Konsepsi merupakan defenisi operasional dari intisari obyek penelitian yang

dilaksanakan. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu di

pergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini di rumuskan serangkaian kerangka

konsepsi atau defenisi operasioanl sebgai berikut :

1. Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan,dsb) dalam hubungan

dengan masyarakat disekelilingnya.28

2. Eksistensi adalah hal berada;keberadaan29

3. Hak ulayat, sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat dan dikalangan

masyarakat hukum adat diberbagai daerah dengan nama yang berbeda-beda

merupakan penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat, yang

meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat

hukum adat tertentu yang merupakan tanah ulayat di Kabupaten Dairi.

4. Sulang Silima Marga, sebutan untuk lembaga adat Pakpak yang mengurusi

persoalan peradatan di Kabupaten Dairi serta lembaga pemangku hak adat Suku

Pakpak Kabupaten Dairi.

5. Suku pakpak adalah salah satu kelompok etnis di propinsi sumatera utara

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

(43)

Sesuai dengan permasalahan maka sifat penelitian ini adalah deskriptif

analitisyaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran tentang Kewenangan

Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak di

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Selain

melihat perundang-undangan yang berlaku dibidang pertanahan yang berhubungan

dengan tanah marga juga untuk mendapatkan jawaban permasalahan dari lapangan

tentang Lembaga Adat Pada Masyarakat Pakpak : Kewenangannya di Bidang

Pertanahan (Study di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi).

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Sidikalang, namun mengingat luasnya

wilayah Kecamatan Sidikalang, yang terdiri dari 11 kelurahan dan desa, maka

diambil 2 (dua) kelurahan sebagai sampel yaitu Kelurahan Batang Beruh dan

Kelurahan Sidiangkat.

Pengambilan sampel pada dua kelurahan ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling, mengingat (2) dua kelurahan ini mayoritas penduduknya adalah

suku Pakpak dan masih mengakui eksistensi dan peranan Sulang Silima.

3. Populasi dan Sampel

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat adat

yang terdapat di Kelurahan Sidiangkat dan Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan

Sidikalang, Kabupaten Dairi.

Sedangkan sampel yang diambil masing-masing dua puluh (20) orang

masyarakat yang menjadi perwakilan dari Kelurahan Sidiangkat dan Kelurahan

(44)

4. Teknik Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat di pertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini

menggunakan 2 (dua) Teknik pengumpulan data yaitu:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan di lakukan dengan menelaah semua literatur yang

berhubungan dengan topik penelitian yang sedang di lakukan. Data ini di peroleh

dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dokumen-dokumen

perundang-undangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan

Dilakukan dengan pedoman wawancara kepada para pihak yang di anggap

berkompeten dalam bidang pertanahan dan berwenang untuk memberikan penjelasan

berkaitan dengan materi yang menjadi obyek penelitian, antara lain instansi-instansi

terkait dengan masalah pendaftaran tanah marga/ulayat sepeti lembaga adat, Badan

Pertanahan Kabupaten Dairi, serta masyarakat Dairi.

5. Alat Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini

menggunakan 2 (dua) alat pengumpul data yaitu :

a. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan menelaah semua dokumen yang berkaitan

dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Dokumen ini diperoleh dari

Penetua-Penetua Adat.

(45)

Dilakukan wawancara langsung kepada pihak-pihak yang mengetahui dan

berkompeten untuk memberikan penjelasan yang berkaitan dengan topik penelitian,

antara lain Penetua Adat, instansi Pemerintah yang terkait dan masyarakat Sidikalang.

6. Sumber Data

Data penelitian ini di peroleh dengan mengumpulkan data primer dan data

sekunder:

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari nara sumber, yakni pihak

pejabat Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Dairi, Penatua Adat, serta masyarakat

Dairi, sebagaimana di jelaskan dalam sampel yang di tunjuk sebelumnya

b. Data Sekunder

Dalam penelitian ini yang di jadikan sebagai data sekunder adalah berupa

bahan-bahan kepustakaan hukum, Peraturan Perundang-Undangan yang relevan, serta

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang di teliti.

7. Analisis Data

Data yang dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian

lapangan selanjutnya di analisis secara kualitatif, yaitu metode analisa yang

mengelompokkan dan menyeleksi data yang di peroleh dari penelitian lapangan

menurut kualitas kebenarannya, kemudian di hubungkan dengan teori-teori yang di

peroleh dari kepustakaan, sehingga di peroleh jawaban atas permasalahan yang di

ajukan. Kemudian berdasarkan analisa tersebut ditarik kesimpulan dengan

(46)

BAB II

KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA-MARGA PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

1. Kecamatan Sidikalang Dalam Angka

Kecamatan Sidikalang terletak diantara 2E-3E lintang utara dan 98E 98E30’

Bujur Timur dan terletak di ketinggian 700-1100 meter diatas permukaan laut dan

ketinggian kota Sidikalang sebagai ibukota Kecamatan Sidikalang dan sekaligus ibu

kota Kabupaten Dairi adalah 1.066m di atas permukaan laut.

Kecamatan Sidikalang memiliki luas wilayah : 70.67 km2 atau total 4,20%

dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah utara ke

tenggara di mana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang

dan hanya sebagaian kecil yang rata/datar.30

Kecamatan Sidikalang di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan

Siempat Nempu di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan di sebelah

barat berbatasan dengan Kecamatan Berampu dan di sebelah timur berbatasan dengan

Kecamatan Sitinjo/Sumbul.

Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu : Kelurahan Batang

Beruh, Kelurahan Kalang, Kelurahan Sidiangkat, Kelurahan Huta Rakyat, Kelurahan

Bintang, Kelurahan Belang Malum, Kelurahan Kuta Gambir, Kelurahan Bintang

30 Kecamatan sidikalang dalam angka sidikalang in figure, integrasi pengolahan dan

(47)

Marsada, Kelurahan Kalang Simbara, Kelurahan Bintang Hulu, Kelurahan Kota

Sidikalang.

Kecamatan Sidikalang memiliki jumlah penduduk 44.202 jiwa yang terdiri

dari laki-laki sebanyak 22.120 jiwa dan perempuan sebanyak 22.082 jiwa.

Kepadatan penduduk adalah sebanyak 625 jiwa per km persegi yang tidak merata

pada setiap desa/kelurahan.31 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sidikalang

masih didominasi sektor pertanianyaitu sebesar 41,16%.

Dari total luas Kecamatan Sidikalang terdapat luas tanah sawah kurang lebih

563 hektar. Luas tanah kering 3.894 hektar dan luas untuk bangunan dan halaman

sekitarnya 1.725 hektar dan lainnya sekitar 930 hektar. Tanaman keras yang paling

banyak adalah kopi (kopi arabika) dan produksi buah-buahan terbesar adalah pisang.

Karakteristik sosial adat istiadat di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh

penduduk yang ada, seperti Suku Pakpak, Toba, Simalungun, Karo, dan Suku lainnya

serta sifat masih dipengaruhi oleh suku-suku di atas, sehingga kegiatannya masih

sangat dipengaruhi oleh norma adat yang berlaku.

Masyarakat adat masih tersebar diberbagai daerah di Kecamatan Sidikalang

yang menempati hak ulayatnya/tanah marga masing-masing.

Sampai saat ini eksistensi/keberadaan tanah marga di Kecamatan Sidikalang

masih tetap terjaga. Marga-marga yang dianggap sebagai pemilik tanah marga di

Kecamatan Sidikalang adalah Marga Angkat, Ujung, dan Marga Bintang.

(48)

2. Profil Singkat Kelurahan Sidiangkat

Kelurahan Sidiangkat adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan

Sidikalang, luas wilayahnya 2000 hektar, dengan jumlah penduduk 5371 jiwa, dengan

jumlah laki-laki adalah 2005 jiwa, perempuan 2364 jiwa, dan jumlah kepala keluarga

adalah 940. Kelurahan Sidiangkat berbatasan dengan sebelah utara berbatasan dengan

Kelurahan Batang Beruh, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak

Bharat, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Panji Dabutar, sebelah barat

berbatasan dengan Desa Karing.32 Kelurahan Sidiangkat terbagi dalam delapan

lingkungan yang masing-masing lingkungan dikepalai oleh Kepala Lingkungan

(kepling), dan Kepala Lingkungan bertanggung jawab kepada Lurah sebagai kepala

Kelurahan Sidiangkat33

Kepala Lingkungan yang mengepalai lingkungan di Kelurahan Sidiangkat

adalah mereka yang diangkat dan diberhentikan oleh Lurah dan mendapat

honorarium dari Pemerintah atas kerja dan tanggungjawab kerjanya dalam

lingkungan masing-masing kemudian kerja Kepala Lingkungan dimasing-masing

lingkungan dilaporkan kepada kecamatan melalui pertanggungjawaban Lurah sebagai

Kepala Lingkungan di Kelurahan Sidiangkat.34

Pada umumnya mata pencaharian penduduk di Kelurahan Sidiangkat adalah

bertani, sebagian kecil ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara

Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), buruh tani.

32

Daftar Isian Monografi, Kelurahan Sidiankgat, 2008

33Hasil Wawancaradengan Masran Bako Lurah Kelurahan Sidiangkat Tanggal 14 Mei 2013

34

(49)

Di Kelurahan Sidiangat terdapat tanah sawah seluas 117 Hektar, lahan kering 330

Hektar, Kebun 196 Hektar, Kolam 22 Hektar. Tanaman unggulan Kelurahan

Sidiangkat adalah kopi, namun belakangan masyarakat Kelurahan Sidiangkat telah

banyak yang beralih ke tanaman jeruk, hal ini dilatarbelakangi adanya peningkatan

pendapatan masyarakat menanam jeruk daripada tanamana kopi, dan sebagian ada

yang menanam padi, menanam jagung, dan tanaman sayur mayur.

Kelurahan Sidiangkat telah melakukan beberapa Program Pemerintah yang

dituju untuk pembangunan masyarakat, seperti program P2KP (Penanggulangan

Kemiskinan Perkotaan) yaitu pengaspalan jalan, pembukaan jalan. Dan juga telah

melakukan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yaitu pembuatan

sumur bor untuk masyarakat, pembuatan parit.35

Tingkat keberhasilan program Kelurahan Sidiangkat sangat baik, dan juga

fungsi Kepala Lingkungan sangat efektif dalam melakukan aktifitas-aktifitas

pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat Kelurahan Sidiangkat, seperti pelayanan

Kartu Tanda Penduduk (KTP), pelayanan Kartu Keluarga (KK), dan pelayanan

administrasi Lainnya.

Kelurahan Sidiangkat dihuni oleh beragam suku, seperti Suku Pakpak, Suku

Simalungun, Batak Toba, Suku Karo, Minang. Sosial kehidupan masyarakat

dipengaruhi oleh adat istiadat yang masih dipegang dan dijadikan sebagai sistim

kehidupan masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat Kelurahan Sidiangkat yang

Gambar

Gambaran Umum Wilayah Penelitian.....................................
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8Tanah Hutan Marga di Sidiangkat

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan-Hambatan Prosedur Pendaftaran Tanah Yang Belum Bersertifikat dan Prosedur Peralihan Hak Milik Melalui Jual Beli Serta Langkah-Langkah Kantor Pertanahan Kabupaten Pati

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, ada aktivitas politik yang dilakukan Sulang Silima Marga Angkat selaku lembaga adat yang memiliki kuasa atas hak milik tanah

Pelaksanaan sistem nilai dan simbol yang digunakan Kasultanan DIY dalam mengelola tanah SG dan PAG selama ini terletak pada model-model tanah yang telah dipetahkan

untuk tanah yang bersertifikat dengan adanya pemecahan hak, ada pada pihak pemohon dan pihak Kantor Pertanahan.. Pertama, dari pihak pemohon biasanya dari data yuridis

Kuta adalah sebuah daerah berbentuk seperti perkampungan yang dimana didalam kuta tersebut terdapat gabungan dari lebuh – lebuh yang dihuni oleh suatu klan besar atau marga

5 Wawancara dengan Ardin Ujung, Ketua Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung, kelurahan Sidikalang Kota, 16 juli 2014.. Peneliti lebih mengarah dan fokus kepada

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra Fakultas Ilmu Budaya dalam bidang Ilmu

Desa Belang Malum yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Dairi.. dan terletak di Kwcamatan Sidikalang memiliki suku asli yakni