TESIS
Oleh
RAMLY YUSUF ANGKAT
107011087/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RAMLY YUSUF ANGKAT
107011087/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nomor Pokok : 107011087
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)(Dr.Idha Aprilyana Sembiring,SH,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : RAMLY YUSUF ANGKAT
Nim : 107011087
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA
DI BIDANG PERTANAHAN PADA MASYARAKAT
PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG
KABUPATEN DAIRI
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
terjadinya penguatan identitas dan entitas kebudayaan sebagai ciri bangsa yang terdapat di belahan daerah Indonesia. Harapannya adalah dengan penguatan identitas dan entitas kebudayaan tersebut dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki karakter dan berdaulat. Pada masyarakat daerah tentunya budaya yang dimaksud adalah lumbung karakter yang menjadi ciri yang mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan zaman. Dan kongkritnya wujud masyarakat daerah dalam dinamika kebudayaannya salah satunya adalah adanya Lembaga Adat yang mengurusi beberapa hal berkaitan dengan kehidupan masyarakat tersebut. Diantaranya Lembaga Adat yang terdapat di Indonesia adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang terdapat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, yang mengurusi persoalan adat masyarakat pakpak. Diantaranya adalah persoalan perkawinan, warisan dan pertanahan adat.
Melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan di awal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik para camat, para kepala desa dan lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat. Dengan dasar surat edaran tersebut semakin menguatkan kedudukan, peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Adat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknis analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.
masyarakat utnuk berperan aktif untuk dikeluarkannya peraturan daerah sekaligus mempertegas keberadaan/eksistensi beserta kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak sesuai dengan peraturan pertanahan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dengan adanya peraturan daerah yang akan mengatur keberadaaan/eksistensi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak serta kewenangannya maka harapannya adalah meminimalisir tumpang tindih kepemilikan tanah, mencegah terjadinya konflik pertanahan serta menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum.
Peraturan daerah tersebut juga dapat memfasilitasi iklim investasi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sekaligus pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk laju pembangunan ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
strengthening of identity and cultural entity can place Indonesia to become a nation which has its own character and sovereignty.
The Circular letter of Dairi Regent No. 590/8859 on October 18, 2001 on the existence of tanahulayat/ tanahmarga (village marga land), in its introduction, observing the development of today’s situation and examining people’s lives in the reformation era, referred to Article 3 and 5 of UUPA No. 5/1960, in conjunction with the Regulation of the Agrarian State Minister/Ka BPN No. 2/2000, states that in order to minimize and anticipate land problem caused by the increasing need for land, requires all land stakeholders in the government such as camat (head of subdistrict), village heads, and notaries/PPAT (officials empowered to draw up land deeds) in Dairi District, were asked to be capable and wise. They are also asked to develop partnership and get together harmoniously with Lembaga Adat (adat council). The circular letter strengthens the position, role, and authority of Lembaga Adat.
The research used judicial normative approach by gathering data from primary and secondary legal materials, conducting field research, and interviews. The gathered data were analyzed qualitatively, and drawing the conclusion was done by using inductive and deductive logical thinking.
It could be concluded that Lembaga Adat of Sulang Silima Marga Pakpak was acknowledged its existence. One of its authorities is the issuing of land rights, based on the land in Sidikalang Subdistrict with it marga status. In consequence, the renunciation of the land status from marga land as the requirement to get ownership certificate requested to the National Land Office to issue the land rights and to explain the origin and the history of the land.
It is recommended that Lembaga Adat Sulang Silima Margas Pakpak and the community play an active role in filing the proposal for regional regulation and to make certain the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak which is in line with land regulation and legal provisions, regulations, and laws in Indonesia.
By the existence of regional regulation which regulates the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, it is expected that it will minimize the overlapping of land ownership, prevent the potential conflict of land, and create law and order and legal certainty.
The regional regulation can also facilitate the investment climate in Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and Local Administration can implement regional development which is aimed to the economic development in order to increase Regional Revenues and to improve people’s welfare in Sidikalang Subdistrict, Dairi District.
berkat dan Rahmat-Nya kepada penulis serta salam kita untuk junjungan rasul
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum/Tesis
yang berjudul “KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DI
BIDANG PERTANAHAN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI
KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI”. Tesis ini disusun guna
memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-2 pada Program Studi Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap tesis ini
menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai Hukum
Agraria/Pertanahan. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak, maka penulisan Hukum/Tesis ini tidak dapat dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus ketua komisi
pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan
saran kepada penulis
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus
anggota komisi pembimbing yang telah memberikan dukungan, semangat, dan
5. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH, M.Hum. selaku anggota komisi
pembimbing yang selalu memberi semangat, arahan serta kritik yang
membangun kepada penulis;
6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS. selaku penguji yang selalu memberi
arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;
7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
8. Kedua orang tua Ayahanda Malum Pagi Angkat dan Almarhumah ibunda
Nurhayati Sinaga terima Kasih atas segalanya kalian adalah insipirasi dan
motivasiku untuk melakukan yang terbaik dunia dan akhirat.
9. Abangku Rahmad Syaiful, Rusdi Saleh, Adik tersayangku Lulu Malahayati dan
Eka Syahputra yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam
penulisan tesis ini; serta kakak ipar, kakak Marni dan kakak Wulan.
10. Seluruh keluarga di Sidikalang Khususnya Keluarga Besar Lembaga Adat
Sulang Silima Marga Pakpak, Kantor Badan Pertanahan Nasional Sidikalang
Kabupaten Dairi, Kantor Kecamatan Sidikalang, Kantor Kelurahan Sidiangkat,
Kantor Kelurahan Batang Beruh yang telah banyak membantu penulis dalam
mengerjakan tesis ini, terimakasih banyak atas informasi yang di berikan.
11. Teman terbaik dr Weny Yuarsih selaku penjaga hati yang melengkapi hari-hari
penulis dengan hal-hal indah dan susah selama menjadi bagian hidup penulis
12. Teman penulis Rotua Deswita, Fitri, Riva, Evi, Kriston, Halim, terimakasih ikut
14. Seluruh pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian penulisan Tesis ini.
Penulis sadar bahwa Penulisan Hukum/Tesis ini masih jauh dari sempurna
dan perlu terus dibenahi untuk hasil yang lebih baik lagi. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan sebagai
masukan dan kesempurnaan Penulisan Hukum/Tesis ini.
Akhir kata, Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2013 Penulis,
Nama : Ramly Yusuf Angkat
Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Sayang, 25 Januari 1985
Nomor Pokok Mahasiswa : 107011087
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sisingamangaraja No. 225 Sidikalang, Kabupaten Dairi
B. ORANG TUA
Nama Ayah : Malum Pagi Angkat
Nama Ibu : Almarhumah Nurhayati Br. Sinaga
C. PENDIDIKAN
SD : Teladan Sidikalang
SMP : Negeri 1 Sidikalang
SMA : Negeri 1 Sidikalang
Strata 1 : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
vi
ABSTRACT . ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah... 12
C. Tujuan Penelitian... 12
D. Manfaat Penelitian... 12
E. Keaslian Penelitian ... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka Teori ... 14
2. Konsepsi ... 24
G. Metode Penelitian ... 25
1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan... 25
2. Lokasi Penelitian... 26
3. Populasi dan Sampel ... 26
4. Teknik Pengumpulan Data... 27
5. Alat Pengumpulan Data ... 27
BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA-MARGA PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG ... 29
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian... 29
B. Tentang Lembaga Adat Sulang Silima ... 36
vii
Hutan Tanah Marga ... 65
D. Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Dalam Pendaftaran Tanah Menurut UUPA Dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah ... 70
E. Kewenangan Yang Dilakukan Oleh Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Pendaftaran Tanah ... 75
F. Peranan Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Warisan, Jual-Beli, Hibah ... 77
BAB IV HUBUNGAN HUKUM LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DENGAN PEMERINTAH DALAM PENERBITAN HAK ATAS TANAH PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG ... 88
A. Tanah Milik Adat ... 88
B. Alas Hak ... 91
C. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah ... 94
D. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum... 97
E. Peranan Hukum Tanah Adat Dalam Pembangunan Hukum Tanah Adat Nasional... 99
F. Pengertian dan Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 104
G. Hubungan Hukum Antara Lembaga Adat Sulang Silima Dengan Pemerintah Kabupaten Dairi Dalam Penerbitan Hak Atas Tanah... 108
H. Kemitraan Antara Lembaga Adat Sulang Silima Dengan Pemerintah Kabupetan Dairi Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Untuk Di Jadikan Fasilitas Umum... 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118
A. Kesimpulan ... 118
B. Saran ... 119
terjadinya penguatan identitas dan entitas kebudayaan sebagai ciri bangsa yang terdapat di belahan daerah Indonesia. Harapannya adalah dengan penguatan identitas dan entitas kebudayaan tersebut dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki karakter dan berdaulat. Pada masyarakat daerah tentunya budaya yang dimaksud adalah lumbung karakter yang menjadi ciri yang mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan zaman. Dan kongkritnya wujud masyarakat daerah dalam dinamika kebudayaannya salah satunya adalah adanya Lembaga Adat yang mengurusi beberapa hal berkaitan dengan kehidupan masyarakat tersebut. Diantaranya Lembaga Adat yang terdapat di Indonesia adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang terdapat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, yang mengurusi persoalan adat masyarakat pakpak. Diantaranya adalah persoalan perkawinan, warisan dan pertanahan adat.
Melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan di awal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik para camat, para kepala desa dan lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat. Dengan dasar surat edaran tersebut semakin menguatkan kedudukan, peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Adat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknis analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.
masyarakat utnuk berperan aktif untuk dikeluarkannya peraturan daerah sekaligus mempertegas keberadaan/eksistensi beserta kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak sesuai dengan peraturan pertanahan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dengan adanya peraturan daerah yang akan mengatur keberadaaan/eksistensi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak serta kewenangannya maka harapannya adalah meminimalisir tumpang tindih kepemilikan tanah, mencegah terjadinya konflik pertanahan serta menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum.
Peraturan daerah tersebut juga dapat memfasilitasi iklim investasi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sekaligus pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk laju pembangunan ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
strengthening of identity and cultural entity can place Indonesia to become a nation which has its own character and sovereignty.
The Circular letter of Dairi Regent No. 590/8859 on October 18, 2001 on the existence of tanahulayat/ tanahmarga (village marga land), in its introduction, observing the development of today’s situation and examining people’s lives in the reformation era, referred to Article 3 and 5 of UUPA No. 5/1960, in conjunction with the Regulation of the Agrarian State Minister/Ka BPN No. 2/2000, states that in order to minimize and anticipate land problem caused by the increasing need for land, requires all land stakeholders in the government such as camat (head of subdistrict), village heads, and notaries/PPAT (officials empowered to draw up land deeds) in Dairi District, were asked to be capable and wise. They are also asked to develop partnership and get together harmoniously with Lembaga Adat (adat council). The circular letter strengthens the position, role, and authority of Lembaga Adat.
The research used judicial normative approach by gathering data from primary and secondary legal materials, conducting field research, and interviews. The gathered data were analyzed qualitatively, and drawing the conclusion was done by using inductive and deductive logical thinking.
It could be concluded that Lembaga Adat of Sulang Silima Marga Pakpak was acknowledged its existence. One of its authorities is the issuing of land rights, based on the land in Sidikalang Subdistrict with it marga status. In consequence, the renunciation of the land status from marga land as the requirement to get ownership certificate requested to the National Land Office to issue the land rights and to explain the origin and the history of the land.
It is recommended that Lembaga Adat Sulang Silima Margas Pakpak and the community play an active role in filing the proposal for regional regulation and to make certain the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak which is in line with land regulation and legal provisions, regulations, and laws in Indonesia.
By the existence of regional regulation which regulates the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, it is expected that it will minimize the overlapping of land ownership, prevent the potential conflict of land, and create law and order and legal certainty.
The regional regulation can also facilitate the investment climate in Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and Local Administration can implement regional development which is aimed to the economic development in order to increase Regional Revenues and to improve people’s welfare in Sidikalang Subdistrict, Dairi District.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan paradigma otonomi daerah, secara umum melahirkan
penguatan-penguatan politik di belahan daerah indonesia, tak terkecuali sampai
kebelahan pulau Sumatera. Hal ini juga terlihat dari paradigma bangkitnya
kekuatan-kekuatan identitas dan entitas budaya serta politik di Kabupaten Dairi.
Penguatan-penguatan Kekuatan politik budaya terlihat makin tumbuh subur di
Sumatera Utara, di lain hal suku Pakpak mengalami ketertinggalan dibandingkan
dengan suku-suku asli di propinsi Sumatera Utara. Bahkan sempat di klaim secara
kasat mata akan kepunahan suku Pakpak tersebut. Hal ini di karenakan berbagai
faktor yang memaksanya.
Namun yang menarik dari paradigma suku Pakpak adalah
penguatan-penguatan kebudayaan di mulai dari fenomena adat. Fenomena adat tersebut
mensyaratkan adanya kebangkitan ataupun kesadaran akan sebuah suku yang jauh
tertinggal dibandingkan dengan suku-suku lain yang mendiami propinsi Sumatera
Utara.
Pegunungan bukit barisan melintang di sepanjang pulau Sumatera dengan
posisi yang jauh lebih dekat ke pantai barat. Tanah Pakpak Dairi terletak di lintangan
ini. Kedudukannya diutara berbatasan dengan Karo, ditimur laut dengan Karo dan
dan Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah (Manduamas yang sejajar dengan
Barus), dan Aceh (termasuk Singkil). Adapun perbatasan mulai dari barat daya
hingga barat laut adalah Aceh.1
Kabupaten dairi terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yaitu Kecamatan
Sidikalang, Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan
Berampu, Kecamatan Parbuluan, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Siempat
Nempu Hilir, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kecamatan Silahisabungan,
Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Sitinjo, Kecamatan Sumbul,
Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Siempat Nempu.
dengan ibukota Kabupaten adalah Sidikalang.
Kecamatan Sidikalang terletak diantara 2E-3E lintang utara dan 98E-98E30’
bujur timur dan terletak diketinggian 700-1100 meter diatas permukaan laut dan
ketinggian kota Sidikalang sebagai ibu kota Kecamatan Sidikalang dan sekaligus ibu
kota Kabupaten Dairi adalah 1.066 m diatas permukaan laut.
Kecamatan Sidikalang memiliki luas wilayah : 70.67km2 atau total 4,20%
dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah utara ke
tenggara dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegungungan yang
bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata.2
1http:/www.blogspot.com/2012/Sejarah Muasal Suku Pakpak.html, di Akses Tanggal 26 Mei
2013
2Kecamatan Sidikalang Dalam Angka Sidikalang In Figure,Integrasi Pengolahan Dan
Kecamatan Sidikalang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat
Nempu di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan di sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Berampu dan disebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Sitinjo/Sumbul.
Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu : Kelurahan Batang
Beruh, Kelurahan Kalang, Kelurahan Sidiangkat, Kelurahan Huta Rakyat, Kelurahan
Bintang, Kelurahan Belang Malum, Kelurahan Kuta Gambir, Kelurahan Bintang
Marsada, Kelurahan Kalang Simbara, Kelurahan Bintang Hulu, Kelurahan Kota
Sidikalang.
Kecamatan Sidikalang memiliki jumlah penduduk 44.202 jiwa yang terdiri
dari laki-laki sebanyak 22.120 jiwa dan perempuan 22.082 jiwa.
Kepadatan penduduk adalah sebanyak 625 jiwa per km persegi yang tidak
merata pada setiap desa/kelurahan.3 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan
Sidikalang masih didominasi sektor pertanian yaitu sebesar 41,16%
Dari total luas Kecamatan Sidikalang terdapat luas tanah sawah 563 hektar.
Luas tanah kering 3.894 hektar dan luas untuk bangunan dan halaman sekitarnya
1.725 hektar dan lainnya sekitar 930 hektar. Tanaman keras yang paling banyak
adalah kopi (kopi arabika) dan produksi buah-buahan terbesar adalah pisang.
Karakteristik sosial adat istiadat di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh
penduduk yang ada, seperti suku Pakpak, Karo, Toba, Simalungun, dan suku yang
lainnya serta sifatnya masih dipengaruhi oleh suku-suku tersebut, sehingga
kegiatannya masih dipengaruhi oleh norma adat yang berlaku.
Suku asli yang mendiami Kabupaten Dairi dan khususnya Sidikalang adalah
suku Pakpak. Dalam mayarakat Dairi di kenal Lembaga Adat Sulang Silima Marga,
dimana Sulang Silima Marga memiliki peran dan kewenangan yang penting dalam
masyarakat Sidikalang. Peran sentral yang dimiliki Sulang Silima adalah persoalan
perkawinan, tanah, dan persoalan-persoalan peradatan.
Sampai hari ini secara turun temurun dapat kita temukan di tengah-tengah
masyarakat yang berdomisili di Sidikalang, apabila hendak melakukan kepentingan
yang berkaitan dengan pertanahan haruslah bersinergi dengan lembaga adat tersebut.
Bersinergi dengan Lembaga Adat Sulang Silima tersebut adalah dengan
berkoordinasi apabila hendak melakukan urusan yang berkaitan dengan pertanahan,
baik melalui penyerahan kemudian untuk di teruskan menjadi kepemilikan tanah
dalam jual beli, hibah, pinjam pakai dan semacamnya.
Dan di tambah dengan kewenangan yang dimiliki Lembaga Adat Sulang
Silima Marga yang paling penting adalah mengenai penerbitan alas tanah.
Satu-satunya lembaga yang berwenang di Sidikalang yang menerbitkan alas tanah untuk
kepentingan fasilitas Negara/Pemerintah maupun individu adalah Sulang Silima
Marga tersebut. Kemudian setelah penerbitan alas tanah tersebut bisa di teruskan ke
pengurusan dan penerbitan sertipikat oleh lembaga yang terkait dalam hal ini adalah
Dikarenakan kebiasaan secara turun temurun dan keberadaan Sulang Silima
Marga-Marga Suku Pakpak di tengah-tengah masyarakat, melalui Surat Edaran
Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) Oktober 2001, perihal
keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan diawal pembuka surat edaran
tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan
masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu
Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (Tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara
Agraria /Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi
persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para
pihak-pihak pemerintahan baik Para Camat, Para Kepala Desa dan Lurah serta
Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa
membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat.
Hal ini dilatar belakangi adanya persoalan tanah secara umum yang riwayat
tanah tersebut berasal dari tanah marga tapi kemudian ditengah-tengah masyarakat
diperjual belikan tanpa melibatkan Lembaga Adat Sulang Silima Marga, dan
belakang hari pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga melakukan protes atas
status tanah tersebut, hal ini merupakan semakin tumbuh suburnya kesadaran
masyarakat Pakpak akan kedudukannya sebagai pemangku ulayat disatu sisi,
kemudian disatu sisi yang lain kebutuhan akan tanah semakin meningkat. di tambah
dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Maka surat edaran tersebut di
pertanahan di Kabupaten Dairi dan meminimalisir tumpang tindih ataupun carut
marut persoalan pertanahan di Kabupaten Dairi.
Dan hal ini juga bisa di pahami bahwa secara umum riwayat tanah di
Kabupaten Dairi awalnya adalah tanah ulayat dan seiring perkembangan zaman
tanah-tanah ulayat tersebut banyak di keluarkan statusnya dari tanah ulayat untuk
kemudian di manfaatkan sesuai kepentingan masyarakat baik secara individu maupun
lembaga.
Dikarenakan status riwayat tanah adalah tanah ulayat , maka melalui surat
edaran tersebut juga bermaksud untuk menegaskan kepada pihak-pihak yang terkait
supaya meminimalisir persoalan tanah hendaknya melibatkan Sulang Silima Marga
Suku Pakpak agar menjalin kemitraan. Dengan jalinan kemitraan tersebut pada
akhirnya selaras dengan semangat pengakuan UUPA yang mengakui keberadaan hak
ulayat dan juga meminimalisir tumpang tindih kepemilikan status tanah dan
persoalan-persoalan lainnya.
Seiring dengan diterbitkannya Surat Edaran Bupati tersebut maka dampaknya
meneguhkan bahwa Sulang Silima Marga Suku Pakpak semakin memiliki
kewenangan yang cukup berpengaruh terkait pertanahan di Kabupaten Dairi
khusunya Kota Sidikalang, dan juga tindak lanjut dalam surat edaran tersebut hendak
lebih mengarahkan pada akhirnya akan diatur dalam Peraturan Daerah yang
disampaikan melalui klausula ketiga dalam surat edaran Bupati tersebut.
Penguatan hukum adat dalam perkembangannya mengalami proses yang
proklasmasi 17 agustus 1945 telah menyadari bahwa hukum adat sebagai salah satu
hukum asli bangsa Indonesia merupakan hukum yang harus diakui dan sekaligus
sebagai benteng pertahanan jati diri bangsa.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hukum tanah
di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan pada zaman penjajahan adalah bersifat
dualisme, dimana status hukum tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa
(burgerlijk wetboekdan ada yang dikuasai oleh hukum adat (hukum tanah adat).4
Tanah-tanah yang dikuasai oleh hukum Eropa disebut juga dengan tanah hak
barat, “misalnyaTanah Eigendom, Tanah Erpacht,Tanah Opstal, dan lain-lain yang
hampir semuanya terdaftar pada kantor pendaftaran tanah, menurut
overscrijvingsordonnantieatau ordonasi balik nama (S. 1834-27)”. Tanah-tanah hak
barat itu tunduk pada ketentuan hukum agraria barat, misalnya mengenai cara
memperolehnya, peralihannya, lenyapnya, hapusnya), pembebanannya dengan
hak-hak lain dan wewenang-wewenang serta kewajiban-kewajiban yang mempunyai hak-hak.
Tanah-tanah dengan hak Indonesia yaitu tanah yang tunduk pada hukum
agraria adat, “antara lain adalah tanah ulayat, tanah milik (yayasan), tanah usaha,
tanah gogolan.5
Tanah-tanah dengan hak Indonesia atau yang tunduk pada hukum adat hampir
semua belum terdaftar kecuali tanah yang berstatus buatan atau ciptaan Pemerintah
Kolonial yaitu, “Tanah Agrarische Eigendom, tanah milik di dalam kota Yogjakarta,
4Ahmad Fauzi Ridwan,Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta, 1982, hal 11. 5Kartini Soedjendro,Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik,
tanah-tanah milik di dalam kota, di daerah Surakarta dan tanah-tanah grant di
Sumatera Timur.”6
Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah di kuasai
sejak dulu, dan telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan
bangsa/negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi.
Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang
berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
merupakan suatu condition sine qua non. Untuk mencapai tujuan itu di perlukan
campur tangan penguasa yang berkompeten dalam urusan tanah khususnya mengenai
lahirnya, berpindah dan berakhirnya hak milik atas tanah. Di lingkungan hukum adat,
campur tangan itu di lakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum, seperti kepala
atau pengurus desa. Jadi, jika timbul permasalahan yang berkaitan dengan tanah adat
ini, maka pengurus-pengurus yang telah ada itulah yang menyelesaikannya.
Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah-kaedah hukum. Keseluruhan
kaedah hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam pergaulan hidup antar sesama
manusia adalah sangat berhubungan erat dengan pemanfaatan tanah sebaik-baiknya
sekaligus menghindarkan perselisihan. Hal ini lah yang di atur dalam hukum tanah
adat. Dari ketentuan-ketentuan hukum tanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang
berkaitan erat dengan hak-hak yang ada di atas tanah.
Hukum tanah di Indonesia dari zaman penjajahan terkenal besifat “dualisme”,
yang dapat diartikan bahwa status hukum atas tanah ada yang dikuasai oleh hukum
eropa disatu pihak, dan yang dikuasai oleh hukum adat, dipihak lain.7
Dualisme dalam hukum pertanahan juga mengakibatkan dualisme dalam
penyelenggaraan dan prosedur peralihan hak atas tanah. Untuk itulah di perlukan
unifikasi hukum pertanhan yang bersifat nasional. Oleh sebab itu, pada tanggal 24
September 1960 lahir Undang-Undan Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA), maka hukum agraria lama yang lebih condong untuk kepentingan
penjajah di hapuskan dan digantikan dengan hukum agraria baru yang besifat
nasional.
Di dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa “hukum agraria yang berlaku atas
bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan sengan
kepentingan nasional dan Negara”.8
Dengan demikian, “landasan hukum yang di jadikan sendi-sendi dari hukum
agraria nasional adalah hukum adat menurut versi UUPA”.9 Dari kenyatan tersebut
maka jelaslah bahwa keberadaan tanah hak milik adat yang di akui berdasarkan
UUPA masih dapat di temukan pada masa sekarang.
7Ahmad Fauzi Ridwan, Hukum Tanah Adat-Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila,
Salah satu tujuan pokok UUPA adalah meletakkan dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, dengan telah
dilaksanakan pendaftaran tanah pada setiap tanah di seluruh Indonesia, berarti telah
telah memberikan dasar-dasar untuk mewujutkan kepastian hukum terhadap hak-hak
atas tanah bagi rakyat Indonesia, terutama bagi rakyat petani sebagai masyarakat
dapat dilindungi haknya.
Tujuan pendaftaran tanah meliputi pendaftaran untuk pertama kali, maupun
untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah, pelaksanaan pendaftaran tanah pertama
kali diatur dalam Bab III Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961,
sedangkan yang berlaku pada saat sekarang ini, diatur dalam Pasal 11 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah
diatur dalam Pasal 19 PP Nomor 24 Tahun 1997.
Pendaftaran tanah ini dapat dikelompokkan :
1. Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk tanah milik adat yang belum
pernah didaftarkan.
2. Pendaftaran peralihan hak atas tanah.
Pendaftaran tanah yang merupakan kepunyaan bersama menurut hukum adat
tidak dapat didaftarkan begitu saja tanpa ada musyawarah dari kaum dan pemilik
tanah, oleh sebab itu petugas Kantor Pertanahan harus menanyakan terlebih dahulu
pada pemilik tanah adat tersebut, apakah sudah merupakan kesepakatan bersama dari
adat haruslah ada kesepakatan atau persetujuan dari anggota kaum yang gunanya
untuk menjaga jangan timbulnya sengketa nantinya.
Pembuatan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu
rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur
dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Disamping itu dengan
dilakukannya pendaftaran tanh secara tertib dan teratur akan merupakan salah satu
perwujudan dari pada pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis merasa tertarik untuk
mengetahui, mempelajari dan memahami bagaimana Kewenangan Lembaga Adat
Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan
Sidikalang Kabupaten Dairi dan mengkaji ataupun mengupasnya dalam bentuk tesis
dikarenakan kedudukan maupun peranan Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak
ditengah-tengah masyarakat Dairi sangat kuat secara yuridis bahkan boleh dikatakan
bahwa alas tanah yang diterbitkan oleh Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak
merupakan “kunci” utama dalam melakukan proses untuk diteruskan dalam
melakukan pendaftaran sertipikat tanah ataupun dalam hal transaksi tanah baik jual
beli dan lain sebagainya. Sehingga penulis tertarik untuk mengupas tesis ini dengan
judul:
“KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DI BIDANG
PERTANAHAN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga pada
masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?
2. Bagaimana kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima dalam bidang
pertanahan pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?
3. Bagaimana hubungan hukum Lembaga Adat Sulang Silima dengan
Pemerintah dalam penerbitan hak atas tanah pada masyarakat Pakpak di
Kecamatan Sidikalang?
C. Tujuan Penelitian
berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kedudukan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga
pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.
2. Untuk mengetahui kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima dalam bidang
pertanahan pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.
3. Untuk mengetahui hubungan hukum Lembaga Adat Sulang Silima dengan
Pemerintah dalam penerbitan hak atas tanah pada masyarakat Pakpak di
Kecamatan Sidikalang.
D. Manfaat Penelitian
Secara teori, diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai tanah ulayat
atau tanah marga maka pembaca dapat semakin mengetahui tentang perkembangan
tanah adat dalam hukum agraria.
2. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat memperkaya
bahan pustaka mengenai hukum pertanahan, menjadi masukan bagi kalangan praktisi
yang berkepentingan terutama mengenai hak ulayat dalam hukum pertanahan
Indonesia dan juga diharapkan menjadi bahan bagi mereka yang akan mendalami atau
meneliti masalah hak ulayat atau tanah marga masyarakat hukum adat.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang yang diketahui berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran
yang telah ada dilakukan khususnya di lingkungan Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Lembaga Adat Pada Masyarakat Pakpak :
Kewenangannya di Bidang Pertanhan (Study di Kecamatan Sidikalang Kabupaten
Dairi)”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, oleh karena itu penelitian ini
adalah asli dan dapat di pertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.
Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah :
1.”Kajian Hukum Mengenai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Milik Adat Dalam
Pendaftaran Tanah di Kota Padang Sidempuan”. Oleh : Idawati Harahap
2.”Suatu Kajian Hukum Status dan Eksistensi Tanah Marga Yang di Jadikan Fasilitas
Umum Oleh Pemerintah Kabupaten Dairi”. Oleh : Enrico Nugraha Simatupang
1. Kerangka Teori
Teori adalah gejala untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkannya ketidak
benarannya.10
Menurut M. Solly Lubis
Menetapkan landasan teori pada waktu di adakan penelitian ini tidak salah arah sebelum diambil rumusan landasan teori, yang menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang membuat kerangka berfikir dalam penulisan.11
Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah : “mewujudkan keadilan
(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum
(rechtszekerheid).”12 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790).
Guru besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasglow
University pada tahun 1950,13 telah melahirkan ajaran tentang keadilan (justice).
10J.J.M. Wuisman, dalam M. Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Ssosial, Asas-Asas, FE
UI,Jakarta, 1996, Hal 2003
11M Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II, 1994,
Hal 80
12Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum, (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung
Agung Jakarta, 2002, Hal 85
13Bismar Nasution,Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato Pada
Pengukuhansebagai Guru Besar , USU-Medan, 17 April 2004, hal 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cornick, “Adam Smith On Law”, Valvarasio University Law Review, Vol 15, 1981, hal 244
14Ibid, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d, Lecture of
Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari
kerugian” (the end of justice is to secure from injury)14
Menurut Sajipto Raharjo,
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tdak disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang15
Penelitian ini menggunakan teori harmonisasi hukum sebagai wacana dan
pisau analisis (tools of analysis). Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk
memberikan arahan, petunjuk, dinamika hukum yang terjadi, serta gejala yang
diamati dan diteliti karena penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum yang
diarahan secara khas ilmu hukum,maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk
membongkar dan memahami tentang eksistensi dan dinamika hak ulayat serta
hubungan hukumnya dengan pendaftaran tanah dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia.
Titik tautnya adalah tanah jika kita berbicara menyangkut pembangunan dan kehidupan.”tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis, sekaligus magis religio kosmis menurut pandangan bangsa Indonesia, ia pula yang sering memberi getaran didalam perdamaian dan sering pula menimbulkan goncangan dalam masyarakat, lalu ia juga yang sering menimbulkan sendatan dalam pembangunan16
15Sajipto Rahardjo,Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000, hal 53 16John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987,
Harmonisasi hukum diartikan sebagai upaya atau proses penyesuaian asas dan
sistem hukum agar terwujud kesederhanaan hukum, kepastian hukum dan keadilan.
Harmonisasi hukum sebagai suatu proses dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan, mengatasi hal-hal yang bertentangan dan kejanggalan di antara
norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga terbentuk peraturan
perundang-undangan nasional yang harmonis, dalam arti selaras, serasi, seimbang,
terintegrasi dan konsisten serta taat asas.
Langkah sistematik harmonisasi hukum nasional, bertumpu pada paradigma
Pancasila dan UUD 1945 yang melahirkan sistem kenegaraan dengan dua asas
fundamental, asas demokrasi dan asas Negara hukum yang di idealkan mewujudkan
sistem hukum nasional dengan tiga komponen yaitu substansi hukum, struktur
hukum, beserta kelembagaannya dan budaya hukum.
Langkah sistematik tersebut disatu sisi dapat di jabarkan dalam harmonisasi
peraturan perundang-undangan dan di sisi lain di implementasikan dalam rangka
penegakan-penegakan hukum
Melalui harmonisasi hukum akan terbentuk sistem hukum yang
mengakomodir tuntutan akan kepastian hukum dan terwujudnya keadilan. Begitu
pula dalam hal penegakan hukum, harmonisasi hukum akan dapat menghindari
tumpang tindih bagi badan peradilan yang melakukan kekuasaan kehakiman dengan
badan-badan pemerintah yang di beri wewenang melakukan fungsi peradilan menurut
Dasar dan orientasi dalam setiap langkah harmonisasi hukum adalah tujuan
harmonisasi, nilai-nilai dan asas hukum, serta tujuan hukum itu sendiri, yakni
harmoni antara keadilan, kepastian hukum dan sesuai tujuan (doelmatigheid). Pada
akhirnya, pelaksanaan penegakan hukum perlu memperhatikan aktualisasi tata nilai
yang terkandung dalam konstitusi dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang baik
(good law enforcement governance).17
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan di buat dan di
undangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak
menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis dalam arti karena menjadi suatu
sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan
konflik norma yang ditimbulkan dari ketidak pastian aturan dapat berbentuk
kontestasinorma,reduksinorma, ataudistorsinorma.18
Pasal 33 ayat (3) yang merupakan payung hukum tertinggi terhadap
pengakuan hak-hak masyarakat dalam mempergunakan berbagai sumber kekayaan
yang ada dibumi, seperti hutan dan tanah atau lahan yang tujuannya sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Pasal ini mengamanatkan kepada pemerintah sebagai
penyelenggara Negara untuk dapat mengelola bumi, air dan kekayaan yang
terkandung didalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.19
17http.//www.blogspot.com/2009/penegakanhukum.html, diakses tanggal 20 Oktober 2012 18http://www.sosial-budaya.blogspot.com/2009/05/tujuan-dan-fungsihukum.html, diakses
tanggal 20 Oktober 2012
19http:/www.blogspot.com/2010/harmonisasi kedudukan hak ulayat dalam peraturan
Hak ulayat sebagai sebuah istilah teknis yuridis adalah hak yang melekat
sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan
mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku kedalam maupun keluar.
Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta seluruh isinya
oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan di sini bukanlah dalam arti memiliki tetapi
hanya sebatas mengelola.
Hal ini dapat di lihat dalam peraturan perundang-undangan yang diterbitkan
diantaranya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan
Gas, Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Tenaga Listrik,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 Tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang
Jalan, Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.20
Beberapa daerah telah mengeluarkan peraturan daerah sebagai pengakuan dan
pengukuhan keberadaan masyarakat adat di wilayahnya tetapi masih banyak juga
daerah yang belum menerbitkan peraturan daerah meskipun di tengarai ada
masyarakat adat di wilayah tersebut. Di sisi lain dalam era reformasi, pemerintah di
tuntut untuk dapat melakukan pembaharuan menyeluruh di segala bidang termasuk
hukum.
Tanah merupakan salah satu unsur esensial dalam kehidupan dan penghidupan
umat manusia. Ada dua hal yang menyebabkan bahwa tanah mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam hukum adat yaitu :
1. Karena sifatnya yang merupakan suatu benda kekayaan yang bersifat tetap
dan menguntungkan.
2. Karena tanah merupakan tempat tinggal persekutuan masyarakat adat,
memberi penghidupan kepada persekutuan masyarakat adat bahkan
merupakan tempat dimana para warga persekutuan meninggal dunia di
kebumikan.
Hubungan antara masyarakat adat dengan tanah yang di dudukinya sangat
erat, dimana tanah merupakan sumber penghidupan yang bersifat religio-magis.
Hubungan erat dan bersifat religio magis ini kemudian mendorong masyarakat adat
berusaha untuk memperoleh hak menguasai tanah. Mengingat pentingnya kedudukan
tanah bagi masyarakat adat, maka bagaimanapun sederhana tingkat kebudayaannya
masyarakat adat tentu mempunyai cara dan kebiasaan dalam pengaturan tanah
meskipun tidak selalu dalam wujud dokumen tertulis, akan tetapi akses dalam suatu
persekutuan pengelolaan tanah secara umum di kontrol dan di dukung oleh suatu
jaringan kekerabatan yang kompleks.
Wujud hak ulayat tersebut berciri sebagai berikut.21
21Dirman dan Boedi Harsono, dalam tampil Anshari Siregar,Mempertahankan Hak Atas
1. Masyarakat hukum adat dan para anggota-anggotanya berhak untuk dapat
mempergunakan tanah hutan belukar didalam lingkungan wilayah dengan
bebas yaitu bebas untuk membuka tanah, memungut hasil, berburu,
mengambil ikan, mengembala ternak, dan lain sebagainya.
2. Bagi yang bukan anggota masyarakat hukum adat tersebut dapat pula
mempergunakan hak-hak itu hanya saja harus mendapatkan izin lebih dahulu
dari kepala masyarakat hukum adat, dan membayar uang pengakuan atau
recognitie(diakui setelah memenuhi kewajibannya).
3. Masyarakat hukum adat bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan yang
terjadi dalam lingkungan wilayahnya apabila pelakunya tidak dapat dikenal.
4. Masyarakat hukum adat tidak dapat menjual atau mengalihkan hak ulayat itu
untuk selama-lamanya kepada siapa saja.
5. Masyarakat hukum adat mempunyai hak campur tangan terhadap tanah-tanah
yang digarap dan dimiliki oleh para anggota-anggotanya seperti dalam hal jual
beli dan lain sebagainya.
Hak ulayat mengandung dua unsur/aspek, yaitu aspek hukum perdata dan
aspek hukum publik. Aspek hukum perdata yaitu merupakan hak kepunyaan bersama
para warga masyarkat hukum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat, sedangkan
aspek hukum publik yaitu sebagai kewenangan mengelola dan mengatur peruntukan,
penggunaan dan penguasaan tanah ulayat tersebut baik dalam hubungan intern
dengan para warganya sendiri maupunekstern dengan orang yang bukan warga atau
Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah karena
tidak ada aktifitas orang maupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan
pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembangunan untuk kepentingan
umum yang di laksanakan Pemerintah tidak bisa di tawar ataupun ditunda, terlebih
lagi di dalam Dasar Negara Pancasila di nyatakan bahwa kepentingan umum itu harus
di pandang porsinya lebih besar dan di dahulukan dari kepentingan individu.
Demikian juga pihak swasta yang melaksanakan upaya pengembangan dan
peningkatan usahanya, baik yang bernuasnsa untuk kepentingan umum maupun juga
membutuhkan tanah. Belum lagi banyaknya anggota masyarakat yang nekat
menduduki dan menguasai tanah tanpa alas hak yang sah bahkan dengan cara-cara
yang terencana dan sengaja melakukan kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin luaslah
tanah yang di butuhkan. Di wilayah yang padat penduduknya secara logis akan di
laksanakan kegiatan pembangunan yang lebih luas. Dengan demikian pengambilan
tanah-tanah yang lebih luaspun yang sudah di miliki/di kuasai oleh masyarakat tidak
terelakkan akan menjadi korban.
Hak seseorang atas tanah yang semestinya harus di hormati, dalam pengertian
tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk
memiliki/menguasai lahan tersebut. Seyogianya jika ada hak seseorang atas tanah
harus didukung oleh bukti hak dapat berupa sertipikat, bukti hak tertulis non
penguasaan atas tanah di maksud hanya di dasarkan atas kekuasaan, arogansi atau
kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum.
Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat di sebut bahwa yang bersangkutan
mempunyai hak atau tanah itu atau dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak
boleh di tolerir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada
padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut karena jika berlarut-larut
masalahnya semakin rumit untuk diselesaikan dan pengaruhnya sangat meluas
(komplikatif) dan berdampak tidak baik (destruktif) di masa mendatang. Masalah ini
semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani
yang membutuhkan lahan untuk di olah warga.22
Jika pemerintah dengan jajarannya memerlukan sebidang tanah yang
penggunaannya untuk kepentingan Negara dan/atau kepentingan umum dapat
menempuh cara yang bersesuaian dengan status tanah yang diperlukan itu.
Jika tanah tersebut tanah Negara yang bebas cukup dengan mengajukan permohonan
hak, tetapi jika tanah Negara tidak bebas cukup dengan mengajukan permohonan hak,
tetapi jika tanah Negara tidak bebas dengan kata lain tanah tersebut telah di kuasai
dan di usahai oleh orang/badan hukum lain tanpa alasan hak yang sah maka akan
bertambah kewajiban si pemohon untuk membebaskannya jika permohonannya
dikabulkan.
Selain itu yang positif dalam upaya pencegahan spekulasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yakni apabila tanah
22
telah di tetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan
surat keputusan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum
berdasarkan surat Keputusan penetapan lokasi oleh Bupati/Walikota atau Gubernur
sesuai dengan kewenangannya.23 Maka tidak mengherankan apabila Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tanggal 3 Mei 2005 telah di revisi oleh Pemerintah
dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tanggal 5 Juni
2006.24
Dalam prinsip “Negara Menguasi”, maka dalam hubungan antara Negara dan
masyarakat, masyarakat tidak dapat disubordinasikan kedudukannya dibawah Negara
karena Negara justru menerima kuasa dari masyarakat untuk mengatur tentang
peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah, serta hubungan hukum dan pembuatan
hukum yang bersangkutan dengan tanah.
Saat sekarang kepentingan pemerintah daerah serta masyarakat dalam rangka
pelaksanaan pembangunan yang terus meningkat dan berkembang tentunya menjadi
hal yang penting pula untuk kemajuan suatu daerah. Hal tersebut di lakukan dengan
membangun infrastruktur, fasilitas-fasilitas umum diatas tanah hak ulayat yang
bertujuan untuk laju pertumbuhan eonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Tanah yang dulu di pandang dari sudut sosial yang tercakup dalam lingkup
hukum adat, hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai dilihat dari kaca mata ekonomi,
23Muhammad Yamin, Abd Rahim Lubis (a),Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,
sehingga tepat apabila Persatuan Bangsa-Bangsa mensinyalir bahwa saat ini masalah
pertanahan tidak lagi menyangkut isu kemasyarakatan tetapi telah berkembang
menjadi isu ekonomi.25
Penggunaan tanah harus di sesuaikan dengan keadaaannya dan sifat dari
hakikatnya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam
ketentuan tersebut tdak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama
sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).
Kepentingan masyarakat dan perorangan haruslah saling berdampingan,
hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan
kebahagiaan, bagi masyarakat seluruhnya.26 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu “wewenang yang bersumber pada hak
menguasai dari negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam mayarakat dan negara hukum indonesia yang merdeka,
berdaulat, adil dan makmur”.
2. Konsepsi
Dalam kerangka konsepsional di ungkapkan beberapa konsepsi atau
pengertian yang di pergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27konsepsi di
25Muhammad Yamin, Abd Rahim (b),Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Medan,
Pustaka Bangsa Press, 2004, hal 26 26Ibid, hal 62
27Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
terjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang
konkrit.
Konsepsi merupakan defenisi operasional dari intisari obyek penelitian yang
dilaksanakan. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan
perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu di
pergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini di rumuskan serangkaian kerangka
konsepsi atau defenisi operasioanl sebgai berikut :
1. Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan,dsb) dalam hubungan
dengan masyarakat disekelilingnya.28
2. Eksistensi adalah hal berada;keberadaan29
3. Hak ulayat, sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat dan dikalangan
masyarakat hukum adat diberbagai daerah dengan nama yang berbeda-beda
merupakan penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat, yang
meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat
hukum adat tertentu yang merupakan tanah ulayat di Kabupaten Dairi.
4. Sulang Silima Marga, sebutan untuk lembaga adat Pakpak yang mengurusi
persoalan peradatan di Kabupaten Dairi serta lembaga pemangku hak adat Suku
Pakpak Kabupaten Dairi.
5. Suku pakpak adalah salah satu kelompok etnis di propinsi sumatera utara
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan
Sesuai dengan permasalahan maka sifat penelitian ini adalah deskriptif
analitisyaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran tentang Kewenangan
Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak di
Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Selain
melihat perundang-undangan yang berlaku dibidang pertanahan yang berhubungan
dengan tanah marga juga untuk mendapatkan jawaban permasalahan dari lapangan
tentang Lembaga Adat Pada Masyarakat Pakpak : Kewenangannya di Bidang
Pertanahan (Study di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi).
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kecamatan Sidikalang, namun mengingat luasnya
wilayah Kecamatan Sidikalang, yang terdiri dari 11 kelurahan dan desa, maka
diambil 2 (dua) kelurahan sebagai sampel yaitu Kelurahan Batang Beruh dan
Kelurahan Sidiangkat.
Pengambilan sampel pada dua kelurahan ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling, mengingat (2) dua kelurahan ini mayoritas penduduknya adalah
suku Pakpak dan masih mengakui eksistensi dan peranan Sulang Silima.
3. Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat adat
yang terdapat di Kelurahan Sidiangkat dan Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan
Sidikalang, Kabupaten Dairi.
Sedangkan sampel yang diambil masing-masing dua puluh (20) orang
masyarakat yang menjadi perwakilan dari Kelurahan Sidiangkat dan Kelurahan
4. Teknik Pengumpul Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat di pertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini
menggunakan 2 (dua) Teknik pengumpulan data yaitu:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan di lakukan dengan menelaah semua literatur yang
berhubungan dengan topik penelitian yang sedang di lakukan. Data ini di peroleh
dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dokumen-dokumen
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
b. Studi Lapangan
Dilakukan dengan pedoman wawancara kepada para pihak yang di anggap
berkompeten dalam bidang pertanahan dan berwenang untuk memberikan penjelasan
berkaitan dengan materi yang menjadi obyek penelitian, antara lain instansi-instansi
terkait dengan masalah pendaftaran tanah marga/ulayat sepeti lembaga adat, Badan
Pertanahan Kabupaten Dairi, serta masyarakat Dairi.
5. Alat Pengumpul Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini
menggunakan 2 (dua) alat pengumpul data yaitu :
a. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan dengan menelaah semua dokumen yang berkaitan
dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Dokumen ini diperoleh dari
Penetua-Penetua Adat.
Dilakukan wawancara langsung kepada pihak-pihak yang mengetahui dan
berkompeten untuk memberikan penjelasan yang berkaitan dengan topik penelitian,
antara lain Penetua Adat, instansi Pemerintah yang terkait dan masyarakat Sidikalang.
6. Sumber Data
Data penelitian ini di peroleh dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari nara sumber, yakni pihak
pejabat Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Dairi, Penatua Adat, serta masyarakat
Dairi, sebagaimana di jelaskan dalam sampel yang di tunjuk sebelumnya
b. Data Sekunder
Dalam penelitian ini yang di jadikan sebagai data sekunder adalah berupa
bahan-bahan kepustakaan hukum, Peraturan Perundang-Undangan yang relevan, serta
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang di teliti.
7. Analisis Data
Data yang dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian
lapangan selanjutnya di analisis secara kualitatif, yaitu metode analisa yang
mengelompokkan dan menyeleksi data yang di peroleh dari penelitian lapangan
menurut kualitas kebenarannya, kemudian di hubungkan dengan teori-teori yang di
peroleh dari kepustakaan, sehingga di peroleh jawaban atas permasalahan yang di
ajukan. Kemudian berdasarkan analisa tersebut ditarik kesimpulan dengan
BAB II
KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA-MARGA PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Kecamatan Sidikalang Dalam Angka
Kecamatan Sidikalang terletak diantara 2E-3E lintang utara dan 98E 98E30’
Bujur Timur dan terletak di ketinggian 700-1100 meter diatas permukaan laut dan
ketinggian kota Sidikalang sebagai ibukota Kecamatan Sidikalang dan sekaligus ibu
kota Kabupaten Dairi adalah 1.066m di atas permukaan laut.
Kecamatan Sidikalang memiliki luas wilayah : 70.67 km2 atau total 4,20%
dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah utara ke
tenggara di mana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang
dan hanya sebagaian kecil yang rata/datar.30
Kecamatan Sidikalang di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan
Siempat Nempu di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan di sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Berampu dan di sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Sitinjo/Sumbul.
Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu : Kelurahan Batang
Beruh, Kelurahan Kalang, Kelurahan Sidiangkat, Kelurahan Huta Rakyat, Kelurahan
Bintang, Kelurahan Belang Malum, Kelurahan Kuta Gambir, Kelurahan Bintang
30 Kecamatan sidikalang dalam angka sidikalang in figure, integrasi pengolahan dan
Marsada, Kelurahan Kalang Simbara, Kelurahan Bintang Hulu, Kelurahan Kota
Sidikalang.
Kecamatan Sidikalang memiliki jumlah penduduk 44.202 jiwa yang terdiri
dari laki-laki sebanyak 22.120 jiwa dan perempuan sebanyak 22.082 jiwa.
Kepadatan penduduk adalah sebanyak 625 jiwa per km persegi yang tidak merata
pada setiap desa/kelurahan.31 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sidikalang
masih didominasi sektor pertanianyaitu sebesar 41,16%.
Dari total luas Kecamatan Sidikalang terdapat luas tanah sawah kurang lebih
563 hektar. Luas tanah kering 3.894 hektar dan luas untuk bangunan dan halaman
sekitarnya 1.725 hektar dan lainnya sekitar 930 hektar. Tanaman keras yang paling
banyak adalah kopi (kopi arabika) dan produksi buah-buahan terbesar adalah pisang.
Karakteristik sosial adat istiadat di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh
penduduk yang ada, seperti Suku Pakpak, Toba, Simalungun, Karo, dan Suku lainnya
serta sifat masih dipengaruhi oleh suku-suku di atas, sehingga kegiatannya masih
sangat dipengaruhi oleh norma adat yang berlaku.
Masyarakat adat masih tersebar diberbagai daerah di Kecamatan Sidikalang
yang menempati hak ulayatnya/tanah marga masing-masing.
Sampai saat ini eksistensi/keberadaan tanah marga di Kecamatan Sidikalang
masih tetap terjaga. Marga-marga yang dianggap sebagai pemilik tanah marga di
Kecamatan Sidikalang adalah Marga Angkat, Ujung, dan Marga Bintang.
2. Profil Singkat Kelurahan Sidiangkat
Kelurahan Sidiangkat adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan
Sidikalang, luas wilayahnya 2000 hektar, dengan jumlah penduduk 5371 jiwa, dengan
jumlah laki-laki adalah 2005 jiwa, perempuan 2364 jiwa, dan jumlah kepala keluarga
adalah 940. Kelurahan Sidiangkat berbatasan dengan sebelah utara berbatasan dengan
Kelurahan Batang Beruh, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak
Bharat, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Panji Dabutar, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Karing.32 Kelurahan Sidiangkat terbagi dalam delapan
lingkungan yang masing-masing lingkungan dikepalai oleh Kepala Lingkungan
(kepling), dan Kepala Lingkungan bertanggung jawab kepada Lurah sebagai kepala
Kelurahan Sidiangkat33
Kepala Lingkungan yang mengepalai lingkungan di Kelurahan Sidiangkat
adalah mereka yang diangkat dan diberhentikan oleh Lurah dan mendapat
honorarium dari Pemerintah atas kerja dan tanggungjawab kerjanya dalam
lingkungan masing-masing kemudian kerja Kepala Lingkungan dimasing-masing
lingkungan dilaporkan kepada kecamatan melalui pertanggungjawaban Lurah sebagai
Kepala Lingkungan di Kelurahan Sidiangkat.34
Pada umumnya mata pencaharian penduduk di Kelurahan Sidiangkat adalah
bertani, sebagian kecil ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), buruh tani.
32
Daftar Isian Monografi, Kelurahan Sidiankgat, 2008
33Hasil Wawancaradengan Masran Bako Lurah Kelurahan Sidiangkat Tanggal 14 Mei 2013
34
Di Kelurahan Sidiangat terdapat tanah sawah seluas 117 Hektar, lahan kering 330
Hektar, Kebun 196 Hektar, Kolam 22 Hektar. Tanaman unggulan Kelurahan
Sidiangkat adalah kopi, namun belakangan masyarakat Kelurahan Sidiangkat telah
banyak yang beralih ke tanaman jeruk, hal ini dilatarbelakangi adanya peningkatan
pendapatan masyarakat menanam jeruk daripada tanamana kopi, dan sebagian ada
yang menanam padi, menanam jagung, dan tanaman sayur mayur.
Kelurahan Sidiangkat telah melakukan beberapa Program Pemerintah yang
dituju untuk pembangunan masyarakat, seperti program P2KP (Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan) yaitu pengaspalan jalan, pembukaan jalan. Dan juga telah
melakukan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yaitu pembuatan
sumur bor untuk masyarakat, pembuatan parit.35
Tingkat keberhasilan program Kelurahan Sidiangkat sangat baik, dan juga
fungsi Kepala Lingkungan sangat efektif dalam melakukan aktifitas-aktifitas
pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat Kelurahan Sidiangkat, seperti pelayanan
Kartu Tanda Penduduk (KTP), pelayanan Kartu Keluarga (KK), dan pelayanan
administrasi Lainnya.
Kelurahan Sidiangkat dihuni oleh beragam suku, seperti Suku Pakpak, Suku
Simalungun, Batak Toba, Suku Karo, Minang. Sosial kehidupan masyarakat
dipengaruhi oleh adat istiadat yang masih dipegang dan dijadikan sebagai sistim
kehidupan masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat Kelurahan Sidiangkat yang