• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. A. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. A. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan di Kota Medan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGAWASAN YANG DILAKSANAKAN OLEH PPAT/NOTARIS TERHADAP PEMENUHAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN BPHTB ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA MEDAN

A. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan di Kota Medan

BPHTB atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.54

Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.55

BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.56

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :57 a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT

atau Notaris.

54

Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek, Ed. I ,Cet. I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2003, hal 10.

55Ibid 56

Ibid 57

(2)

b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.

c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.

Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.58

Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKBKB jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.59

58

Ibid

59 Prayitno hasibuan, Pajak sebagai pemasukan utama Negara,

(3)

Undang-undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menentukan beberapa Pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Para Pejabat ini diberi kewenangan untuk memeriksa apakah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang sudah disetorkan ke Kas Negara oleh Pihak yang memperoleh hak sebelum pejabat yang berwenang menandatangani dokumen yang berkenaan dengan perolehan dimaksud.

Pejabat yang dimaksud tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam

pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Pejabat tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang dan Pejabat Pertanahan.60 Pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-undang, dalam pelaksanaannya mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1997 dan Pasal 24 undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang BPHTB mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat serta menanda tangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah subyek/wajib pajak BPHTB menyerahkan bukti penyetoran biaya pajak ke Kas Negara. Kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah melaporkan pembuatan akta Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan tersebut kepada Direktorat

(4)

Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.61

Apabila akta PPAT telah dapat menjawab pertanyaan mengenai telah terpenuhi kecakapan dan kewenangan sedang Kantor Pertanahan masih memerlukan persyaratan yang berkaitan dengan terpenuhinya kecakapan dan kewenangan, maka Kantor Pertanahan akan ikut bertangung jawab atau setidak-tidaknya telah mengurus sesuatu hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab PPAT.62

Subyek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tercantum dalam ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai berikut :

(1) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

(2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Berdasarkan Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah yang menjadi wajib pajak BPHTB.

61

Adjie, Habib, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT Citra Aditya Bandung, Bandung, 2009, hal 16.

(5)

Sedangkan yang dimaksud dengan Badan berdasarkan Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-26/PJ/2010 tertanggal 04 Mei 2010 tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Pajak (SSP) Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, diatur hal-hal antara lain sebagai berikut :

1. Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian kesepakatan atau risalah lelang atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan apabila kepadanya dibuktikan bahwa PPh telah dibayar ke Kas Negara berupa SSP yang telah diteliti oleh Kantor Pajak Pratama.

2. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada poin (1) adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6)

3. Dalam rangka penelitian SSP , Wajib Pajak yang melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau bangunan atau kuasanya harus menyampaikan formulir penelitian SSP ke KPP tempat lokasi tanah berada dan dilampiri dengan :

a. SSP Lembar ke-1 yang sudah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atau yang dilampiri dengan Bukti Penerimaan Negara (BPN) serta fotokopinya.

b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau STTS/Struk ATM bukti pembayaran PBB/bukti pembayaran PBB lainnya atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan haknya.

c. Fotokopi faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dalam hal Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dilakukan dengan cara penjualan.

d. Fotokopi surat kuasa dan kartu identitas yang diberi kuasa dalam hal pengajuan formulir SSP dikuasakan.

e. Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran, maka Surat Setoran Pajak Lembar ke-1 yang disampaikan untuk diteliti adalah semua Surat Setoran Pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran angsuran dan pelunasan.63

Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self

assessment”. Artinya Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan

63Riris Hutapea, Penelitian Surat Setoran Pajak di Indonesia,

(7)

membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).64

B. Pembinaan Dan Pengawasan Pelaksanaan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Medan

Istilah pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu managemen, karena memang pengawasan ini merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. Wajarlah apabila pengertian tentang istilah ini lebih banyak diberikan oleh ilmu manajemen dari pada ilmu hukum, adapun pengertian pengawasan yang diberikan oleh Sujamto adalah: ”Pengawasan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semesti atau tidak”.65

Berdasarkan definisi tersebut dapat dianalisa bahwa wujud pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanyalah terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya (dalam hal ini berujud suatu rencana). Dengan demikian dalam kegiatan pengawasan tidak terkandung kegiatan yang bersifat korektif ataupun pengarahan.

64 Maria, Bea Perolehan Hak atas Tanah dasn Bangunan,

http://rozathohiri.wordpress.com/tag/bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan/ diakses 17 September 2012

65 Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983,

(8)

Pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah dapat dilakukan oleh sesama aparat pemerintah atau aparat lain diluar tubuh eksekutif secara fungsional, dapat pula dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Secara skematis, pengawasan ini dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yakni:

1. Pengawasan administratif, yang bentuk pengawasan melekat dan pengawasan fungsional dan

2. Pengawasan oleh kekuasaan kehakiman, baik secara keperdataan maupun secara administratif.

Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 telah menentukan beberapa pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Salah satu pejabat tersebut adalah Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota.

Dalam melakukan pengawas pemenuhan pajak BPHTB, peranan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota secara garis besar dapat dikelompok menjadi ;

1. Aturan yang mendasari kewenangan Kantor Pertanahan melakukan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Pasal 91 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 berikut dengan aturan pelaksanaannya, sedangkan aturan lain yang berkaitan dengan BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Perataturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

(9)

Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Fungsi Pendaftaran tanah adalah untuk mendapatkan bukti berupa sertifikat yang hanya dapat dilakukan oleh Kantor Pertanahan dimana lokasi tanah itu berada, pendaftaran tanah tersebut merupakan kelanjutan dari proses perolehan hak atas tanah, keputusan diterima atau ditolaknya pendaftaran atas suatu perolehan hak atas tanah sangat tergantung kepada terpenuhinya syarat yang menjadi sistem dan prosedur, salah satu syarat prosedural yang harus dipenuhi adalah telah dibayarnya BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau dengan kata lain Kantor Pertanahan hanya dapat mendaftarkan perolehan hak atas tanah, kalau dilakukan dengan cara yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah dilakukan pemenuhan atas BPHTB sesuai dengan tarif yang berlaku.

3. Tata cara pengawasan pemenuhan BPHTB atas perolehan hak atas tanah, oleh Kantor Pertanahan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, melalui pejabat yang berwenang dengan meminta bukti pemenuhan Surat Setoran BPHTB yang dilampiri dengan bukti peralihan hak atas suatu tanah (akta peralihan hak, surat keterangan waris, surat keputusan pemberian hak) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah yang menjadi objek peralihan tersebut.

(10)

4. Yang menjadi tolak ukur dalam pegawasan pemenuhan BPHTB adalah nilai tertinggi diantara dua nilai yang menjadi dasar pengenaan BPHTB, dua nilai tersebut adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Jual Objek Pajak.

Pengawasan yang dilakukan terhadap pemenuhan BPHTB ini secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengawasan oleh fiskus atau petugas pajak dan pengawasan oleh pejabat lain yang diberikan berdasarkan kewenangan yang dimilikinya.

Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas PPAT diatur dalam Pasal 65 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan, Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai berikut :

1. Pembinaan dan Pengawasan pelaksanaan tugas PPAT dilakukan oleh Kepala Badan sebagai berikut (dalam hal ini BPN Pusat) ;

a. Memberikan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT.

b. Memberikan arahan pada semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan PPAT.

c. Melakukan pembinaan dan pengawasan atas organisasi profesi PPAT agar tetap berjalan sesuai dengan arah dan tujuaannya.

d. Menjalankan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu untuk memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sebagaimana mestinya.

e. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dan PPAT sementara dalam rangka menjalankan kode etik profesi PPAT.

(11)

2. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan tugas PPAT yang dilakukan oleh Kepala Kantor adalah sebagai berikut (dalam hal ini BPN Provinsi) :

a. Menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk tehnis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Membantu melakukan sosialisasi, diseminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan atau petunjuk tehnis;

c. Secara berkala melakukan pengawasan ke kantor PPAT guna memastikan ketertiban administrasi, pelaksanaan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ke-PPAT-an.

3. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan PPAT, yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut :

a. Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan peraturan perundang-undangan;

b. Memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara tertulis kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya;

c. Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT. Seorang Notaris seharusnya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam

(12)

suatu proses hukum. Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat yang disegani, namun saat ini kedudukannya agak disalah mengerti oleh kebanyakan orang. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh tindakan dan perilaku para Notaris itu sendiri.66

Pertama-tama yang perlu diketahui bahwa Notaris di Indonesia mempunyai fungsi yang berbeda dengan notaris di Negara-negara

Anglo-Saxon notary public seperti Singapura, Amerika dan Australia, karena

Indonesia menganut sistem hukum Latin/Continental. Notaris Latin berkarakteristik utama dimana ia menjalankan suatu fungsi yang bersifat publik. Diangkat oleh Pemerintah dan bertugas menjalankan fungsi pelayanan publik dalam bidang hukum, dengan demikian ia menjalankan salah satu bagian dalam tugas negara. Seorang Notaris diberikan kuasa oleh Undang-Undang untuk membuat suatu akta memiliki suatu nilai pembuktian yang sempurna dan spesifik. Oleh karena kedudukan Notaris yang independent dan tidak memihak, maka akta yang dihasilkannya merupakan simbol kepastian dan jaminan hukum yang pasti.67

Dalam sistem hukum latin Notaris bersifat netral tidak memihak, dan wajib memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat. Itu sebabnya orang Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bisa diatur oleh kemauan salah satu pihak sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya (meskipun sungguh sangat disesalkan bahwa sekarang banyak Notaris yang mau diatur oleh pelanggannya sekalipun harus bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kode etik profesi).68

Berkaitan dengan kedudukkan Notaris dan PPAT selaku Pejabat Umum, kriteria Pejabat Umum berdasarkan undang-undang, maka dalam hal ini mengacu

66

Irfan Fachrudin, Kedudukan Akta Notaris dan Akta-aktanya dalam Sengketa Tata Usaha Negara, Varia Peradilan, Jakarta, 1994, hal 35

67Sutan

Suhardjono, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, Varia Peradilan, Jakarta, 1995, hal 41 68

(13)

pada ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, yang berbunyi:“Akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya”.

Pasal ini merupakan sumber lahirnya dan keberadaan Pejabat Umum yang hanya menjelaskan batasan suatu akta. Pasal ini merupakan sumber lahirnya dan keberadaan Pejabat Umum yang hanya menjelaskan batasan suatu akta otentik, dan tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan Pejabat Umum, batas wewenang dan tempat dimana Pejabat Umum itu berwenang serta bentuk aktanya. Suatu akta memperoleh stempel otentisitas, maka harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1868 KUHPerdata.69

Selanjutnya menurut Irfan Fachridin, Pasal 1868 KUHPerdata secara implisit memuat perintah kepada pembuat Undang-Undang supaya mengatakan suatu Undang-Undang yang mengatur perihal tentang Pejabat Umum, dimana harus ditentukan kepada siapa masyarakat dapat meminta bantuannya jika perbuatan hukumnya ingin dituangkan dalam suatu akta otentik.70

Berikutnya menurut Wawan Setiawan mengatakan lahirnya akta otentik jika akta itu dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum bukan berdasarkan Undang-undang, sehingga dengan demikian bagi yang mempersoalkan apakah akta itu otentik

69Lumban Tobing, GHS, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hal. 60. 70Irfan Fachridin, Op.Cit, hal. 146.

(14)

atau bukan otentik hanya bisa dibantah dengan pembuktian bahwa akta tersebut bukan dari Pejabat Umum.71

Apabila dilihat dari kenyataannya pengaturan dalam hukum positif yang merupakan produk hukum nasional, pengaturan Pejabat Umum hanya terdapat pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagai implementasi dari Pasal 1868 KUHPerdata, telah menunjuk Notaris selaku Pejabat Umum.

C. Fungsi dan Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah antara Camat sebagai

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara.

Menurut Bayu Suryaningrat pengertian camat adalah : “Camat adalah kepala wilayah sebagai wakil pemerintahan sebagai penguasa tunggal dibidang pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat disegala bidang”.72

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa : “Camat adalah kepala kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau Walikota. Dalam melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota.”

71 Wawan Setiawan, Kedudukan dan Keberadaan Notaris Sebagai Pejabat Umum Serta

Pejabat Pembuat Akta Tanah menurut Sistem Hukum dibandingkan dengan Pejabat Tata Usaha Negara, Makalah, Jakarta: 5 November 1997, hal. 3.

72Bayu Suryaningrat, Wewenang, Tugas dan Kewajiban camat, Korpri Unit Depdagri, 1976,

(15)

Selain sebagai seorang kepala pemerintahan kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai PPAT Sementara. Jadi kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara karena status Camat sebagai Kepala Kecamatan pada Kecamatan tempat ia tinggal untuk melakukan jabatannya. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama dengan kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat adalah sebagai PPAT Sementara yang ditunjuk karena jabatannya sebagai kepala wilayah kecamatan untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatan-nya pada Kabupaten/Kota yang masih terdapat kekurangan formasi PPAT. Apabila untuk Kabupaten/Kota tersebut formasi PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala Kecamatan dari kecamatan itu.

Fungsi Camat sebagai PPAT adalah membuat akta tanah. Fungsi ini tercipta karena jabatan pekerjaan yang dilakukan yaitu kepala Kecamatan. Sebagai PPAT Sementara, pertanggung jawaban Camat sama dengan PPAT lainnya yaitu kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Kantor Pertanahan Kota atau Kabupaten, Kepala Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Kepala Pelayanan Pajak. Pertanggung jawaban sebagai PPAT sementara itu berupa laporan bulanan yang diberikan secara rutin setiap bulannya. Surat Keputusan Penunjukan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri sesuai bentuk yang sudah ditetapkan. Dan juga penyampaian akta-akta tanah yang dibuatnya dan di serahkan ke Kantor Pertanahan untuk di daftarkan 7 hari setelah di tanda-tanganinya akta tersebut.

(16)

Didalam praktek di Kantor Pertanahan Medan keterlambatan penyampaian akta dan berkas-berkasnya untuk pendaftaran oleh PPAT ke Kantor Pertanahan tidak mengakibatkan batalnya akta yang bersangkutan dan menurut peneliti, ketentuan demikian sudah semestinya, karena kelalaian dari PPAT untuk mendaftarkan akta dari PPAT dalam batas waktu yang ditentukan oleh Undang-undang yaitu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penandatanganan akta tidak selayaknya membuat kepentingan para pihak diabaikan begitu saja dan sudah selayaknya pula PPAT yang mendapat sanksi atas kelalaiannya, oleh karena itu akibat hukum atas pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 40 tersebut di atas, menurut ketentuan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 hanya dikenakan terhadap PPAT yang bersangkutan, sedangkan akibatnya atau akta tanahnya dapat didaftarkan.

Dalam penerapan sanksi terhadap adanya keterlambatan penyampaian akta dan berkas-berkasnya untuk pendaftaran oleh Camat selaku PPAT Sementara ke Kantor Pertanahan karena alasan teknis, kondisi dan letak geografis, menurut peneliti peran Kepala Kantor Pertanahan setempat sangat besar dalam menilainya berdasarkan situasi dan kondisi riil, apakah alasan yang bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam kondisi ini, maka teguran lisan dapat dipergunakan sebagai sarana dalam rangka menggali informasi apakah alasan yang diberikan oleh Camat selaku PPAT Sementara tersebut dapat dipertanggung jawabkan, untuk selanjutnya dijadikan dasar oleh Kepala Kantor Pertanahan mengambil keputusan berikutnya apakah Camat selaku PPAT Sementara tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi yang lebih

(17)

berat atau tidak sebagaimana diatur pada Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Praktek pembuatan akta peralihan hak atas yang dilakukan oleh Camat dalam kedudukan dan fungsinya selaku PPAT Sementara di Kota Medan pada prinsipnya sama dengan PPAT Notaris, yaitu kedudukannya sebagai pejabat umum dan fungsinya sebagai pembuat akta.

Oleh karena itu praktek pembuatan akta peralihan hak atas tanah di hadapan PPAT Sementara, melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Persiapan Pembuatan Akta, terdiri dari :

1) Pengajuan permohonan Pembuatan akta oleh para pihak 2) Pemeriksaan Sertipikat di Kantor Pertanahan setempat 3) Memenuhi syarat-syarat formal oleh para pihak b. Pelaksanaan Pembuatan Akta, terdiri dari :

1). Memenuhi syarat-syarat material

2). Penghadiran saksi dalam pembuatan akta

3). Pembuatan akta PPAT dalam Formulir akta otentik c. Pendaftaran dan penyampaian akta di Kantor Pertanahan.

Peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara akan berkualitas dan berfungsi sebagai alat bukti mengikat para pihak jika disusun secara yuridis dan memenuhi ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan seorang PPAT yang berkualitas dan

(18)

berpengalaman dalam membuat akta-akta ataupun perjanjian-perjanjian, berpengetahuan hukum acara, pembuktian dan segi yuridis lainnya.

Pada kenyataan di lapangan, jumlah pembuatan akta tanah di hadapan Camat selaku PPAT Sementara disebabkan banyak hal antara lain proses pembuatan akta tanah atau peralihan hak atas tanah masyarakat tidak dilakukan oleh Camat sendiri, tetapi menyerahkan kepada staf Camat yang bekerja hanya berdasarkan pengalaman dan tidak pernah mendapat pendidikan khusus tentang PPAT. Jabatan Camat selaku PPAT ini oleh Camat dianggap sebagai pekerjaan tambahan, sehingga sistem birokrasi dan manajemen pelayanannya berjalan ditempat dan tidak ada usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Di samping itu juga bahwa jabatan Camat tidak tetap, jika diperlukan oleh Pemerintah Daerah akan diganti dengan pejabat baru atau mutasi di kecamatan lain sehingga pelayanan kepada masyarakat dalam peralihan hak atas tanah kurang efektif.

Menurut peneliti, keberadaan Camat selaku PPAT Sementara di Kota Medan untuk saat ini tidak diperlukan lagi keberadaanya. Karena disamping camat tidak menguasai bagaimana cara membuat akta yang baik dan benar, juga tersedianya banyak lulusan-lulusan dari Magister Kenotariatan di Kota Medan pada umumnya dan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara pada khususnya yang lebih siap dan pantas menjadi PPAT sementara di Kota Medan.

Peran dan Kehadiran PPAT sementara terasa sangat penting di tengah proses pembangunan di Kota Medan, terutama pembangunan di bidang hukum khususnya hukum pertanahan dalam rangka menciptakan jaminan kepastian hukum di

(19)

masyarakat dalam perbuatan hukum peralihan hak atas tanah, untuk alasan inilah pembuatan Akta ini tidak boleh sembarangan, Camat yang tidak pernah mengecam pendidikan formal di Fakultas Hukum sebaiknya digantikan oleh sarjana-sarjana yang telah lulus pendidikan formal dari Universitas-universitas di Kota Medan.

Mengingat pentingnya kedudukan dan fungsi seorang PPAT untuk pelayanan masyarakat untuk kegiatan di bidang hukum pertanahan terutama dalam hal pembuatan akta peralihan hak atas tanah seperti jual beli, hibah, tukar-menukar dan lain-lain, maka peranan PPAT Sementara masih sangat dibutuhkan, terutama untuk wilayah yang formasi PPAT Notarisnya masih belum terpenuhi namun alangkah bagusnya bila diisi dengan lulusan Magister Kenotariatan yang lebih mengusai pembuatan Akta daripada Camat.

D. Verifikasi Dispenda Kota Medan Munculkan Berbagai Masalah.

Dalam praktek sehari-hari, Wajib Pajak yang diwakiIi oleh Notaris/PPAT, menyetorkan BPHTB yang terhutang atas transaksi yang dibuat dihadapannya ( Jual Beli) ke Bank persepsi yaitu Bank Sumut dan Bank Rakyat Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 7 Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2011, Surat Setoran BPHTB ini harus diteliti lebih dahulu (verifikasi) oleh Dinas Pendapatan Kota Medan, baru dapat dipergunakan sebagai lampiran dari akta pemindahan hak untuk didaftarkan di Kantor Pertanahan Kota Medan. Saat ini kegiatan verifikasi ini sudah mulai mengarah kepada hal-hal yang sifatnya kolutif. Penelitian dilakukan mencakup 2 ha1 yaitu :

(20)

1. Kebenaran dari informasi yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD),

2. Kelengkapan Dokumen pendukung Surat Setoran BPHTB.

Beberapa masalah yang timbul disebabkan karena tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Dinas Pendapatan Medan melalui surat edarannya yang mewajibkan untuk melakukan verifikasi (pemeriksaan) terlebih dahulu ke Dinas tersebut. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan bahwa ketentuan lain mengenai Pajak Daerah akan di atur oleh pemerintah daerah bila memang dibutuhkan, maka keluarlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota Medan Nomor 24 Tahun 2011. Namun muncul Surat Edaran Kepala Dinas Pendapatan Daerah nomor 973.SE/706.3/2011 yang mengatur tentang Verifikasi pembayaran BPHTB, padahal di Peraturan Walikota Medan Nomor 24 Tahun 2011 tidak ada menyebutkan boleh mengeluarkan suatu peraturan lain untuk menunjang tata cara pembayaran BPHTB.

Peraturan atau persyaratan pembayaran pajak BPHTB harus terlebih dahulu melalui verifikasi73, melanggar peraturan perundang-undangan di atasnya. Bahkan, kebijakan Dispenda Medan tersebut hanya berdasarkan kekuasaan saja. Kepala Dispenda Medan disinyalir hanya menganggarkan kekuasaannya saja dengan melakukan verifikasi. Padahal, sesuai peraturan, tidak harus ada verifikasi. Jadi jelas

(21)

wajib pajak kesulitan melakukan setor pajak.74

Permasalahan dalam hal ini ialah, penelitian/verifikasi yang dilakukan oleh Dispenda Kota Medan, bukan saja terhadap kebenaran dari surat setoran BPHTB dan kelengkapan dokumen pendukungnya, akan tetapi penelitian/verifikasi dilakukan juga terhadap tunggakan pembayaran PBB mulai sejak tahun 1994 sampai tahun 2011, dan verifikasi terhadap Surat Setoran BPHTB baru dapat diberikan apabila tunggakan PBB yang ada sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2011 dilunasi oleh pemohon, dalam hal ini pembeli yang terakhir dari objek pajak (tanah/bangunan), walaupun data-data tunggakan yang disodorkan masih diragukan kebenarannya. Hal ini jelas jelas menyimpang dari rasa keadilan dan kepatutan, sebab:

1) Menurut ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan menetapkan bahwa penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah lewat 10 tahun sejak terhutang pajak. Berdasarkan ketentuan ini Pemko Medan tidak berhak lagi menagih PBB mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2000 dan penagihan yang telah dilakukannya terhadap PBB tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, adalah perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad).

74 Martina Hutagaol, Peraturan Verifikasi di Kota Medan,

(22)

2) Adalah tidak adil jika seseorang yang membeli objek pajak (tanah/bangunan) tahun 2005, harus membayar PBB yang tertunggak sejak tahun 1994 sementara kepemilikan dari dari tanah/bangunan tersebut telah silih berganti.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) juga mendesak agar Surat Edaran Kepala Dispenda Medan Nomor 973.SJ/878 ditinjau kembali dan direvisi agar Bank Sumut Kota Medan selaku Bank persepsi yang ditunjuk tetap bisa melaksanakan fungsi selaku penampung pembayaran pajak daerah tanpa diverifikasi terlebih dahulu, sedangkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Medan Syahrul Harahap menyatakan, Dispenda tetap berkomitmen untuk menerapkan Surat Edaran tersebut. Dalam hal ini, peyetoran pajaknya harus melalui verifikasi terlebih dahulu oleh Dispenda Medan.

Peraturan daerah yang mengatur BPHTB sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Jadi tidak ada masalah dalam penerapannya di lapangan. Karena itu, seluruh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kota Medan harus mengikuti aturan berlaku, yakni, sebelum pembayaran dilakukan wajib pajak harus diverifikasi terlebih dahulu, apakah pembayaran tersebut sesuai atau tidak dengan kondisi terakhir di lapangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Medan, lanjut Syahrul, pembayaran BPHTB dilakukan di depan tanpa memperhatikan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan berlaku. Padahal, bisa saja pembayaran yang dilakukan tersebut, besarannya tidak lagi sesuai dengan kondisi di lapangan. Dalam artian, bisa saja sudah ada tambahan bangunan di atas tanah tersebut yang harus ada tambahan

(23)

pajaknya.75

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan tetap berkomitmen menerapkan aturan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Hal ini sesuai dengan keluhan yang disampaikan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) yang mengeluhkan kebijakan Perda tersebut karena dinilai menghambat wajib pajak membayar pajak. IPPAT meminta pemerintah daerah mempermudah pelayanan pembayaran pajak dengan tidak melakukan verifikasi syarat selama masih menggunakan Surat Keputusan Nilai Jual Objek Pajak (SK-NJOP) sebagai pengganti kelengkapan pembayaran karena tidak adanya surat BPHTB untuk 2012. Atas keluhan tersebut, Dispenda menilai tidak bisa memberikan kemudahan pelayanan seperti itu karena dikhawatirkan wajib pajak akan mengelak melakukan pembayaran kekurangan di belakang atau tunggakan Kepala Dispenda Medan.

Pengalihan pemungutan PBB serta BPHTB dari Kementerian Keuangan kepada Pemko Medan menimbulkan sejumlah masalah baru bagi wajib pajak. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Medan yang mengeluhkan rumit dan berbelitnya pembayaran BPHTB ke Dinas Pendapatan Medan. Menurut Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PD IPPAT) Kota Medan, rapat

75

Gilang Sutejo, Dispenda Medan anggar kekuasaan dalam pembayaran BPHTB, http://harianandalas.com/Medan-Kita/IPPAT-Sebut-Dispenda-Medan-Anggar-Kekuasaan diakses 15 November 2012

(24)

evaluasi tersebut merupakan inisiatif Dinas Pendapatan Kota Medan.76 Setelah IPPAT beberapa waktu lalu mengeluhkan peraturan dan kebijakan tentang Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dinilai memberatkan klien. Keluhan klien mulai bermunculan setelah munculnya Surat Edaran dari Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Medan yang memerintahkan Bank Sumut tidak menerima setoran BPHTB sebelum ada verifikasi dari Dispenda. Dalam rapat evaluasi itu, betapa beratnya target Pendapatan Asli Daerah yang harus mereka capai.77

Oleh peneliti hal ini telah pernah diprotes melalui surat ke Dinas Pendapatan Kota Medan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I Sumatera Utara, namun hasilnya sia-sia, dengan alasan Menteri Keuangan belum menghapus tunggakan tersebut.

Sebenarnya yang diinginkan oleh peneliti adalah supaya setiap pejabat pengambil keputusan di Pemko Medan memiliki nurani keadilan dan kepatutan, kewajaran ketika melihat masalah yang dihadapi oleh wajib pajak, karena wajib pajak sebagai subjek hukum harus dihormati juga. Tidak perlu harus menunggu Menteri Keuangan untuk menghapus tunggakan itu.

Sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan berdasarkan self assessment, dalam pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB yang akan dilakukan sendiri oleh wajib

76 Muhammad Raffi Erlangga, Pembayaran BPHTB di Kota Medan yang berbelit,

http://medan.tribunnews.com/2012/04/09/pembayaran-bphtb-berbelit diakses 15 Nopember 2012.

77

Faisal Simbolon, Kadispenda dianggap melecehkan PPAT kota Medan,

http://medan.tribunnews.com/2012/02/23/kadispenda-dianggap-melecehkan-ppat-medan diakses 15 November 2012

(25)

pajak. Ketentuan yang diberlakukan oleh Pemko Medan sejak bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Maret 2011. Demikian juga pembayaran BPHTB karena hibah dalam garis lurus satu derajat (dari Ayah/Ibu kepada anak, atau sebaliknya) diberikan pengurangan sebesar 50 persen. Ketentuan ini masih diberlakukan oleh Pemko Medan sesuai dengan Surat Edaran kepada para PPAT Kota Medan dan Kepala BPN Kota Medan No.973.SJ/188 tanggal 01 Maret 2011. Namun dengan Surat Edaran tanggal 30 Maret 2011 yang ditujukan kepada para PPAT di Medan dan Kepala BPN Kota Medan, pengurangan sebesar 50 persen tidak ada lagi dan besarnya pengurangan akan diberikan menurut keputusan Pemko Medan, dan sekarang tidak diberikan lagi untuk peralihan Hak Hibah.

Jadi Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 dibatalkan oleh Surat Edaran Pemko Medan. Perlu diingat bahwa sampai saat ini belum ada pencabutan/pembatalan dari PP Nomor 111 Tahun 2000 tersebut, dan oleh karena itu masih tetap berlaku. Berkaitan dengan pengurangan pembayaran BPHTB ini Pemko Medan menerbitkan 2 (dua) Peraturan Walikota, sebagaimana yang telah disebutkan diatas, yaitu :

a. Peraturan Walikota Nomor 9 Tahun 2011 tanggal 14 Pebruari 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB, dan

b. Peraturan Walikota Nomor 24 tahun 2011 tanggal 04 Pebruari 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB Khusus Hibah mati dan Waris.

Dalam Peraturan Walikota Nomor 9 tanggal 14 Pebruari 2011, diberi judul Prosedur Pengurangan BPHTB sedangkan datam Peraturan Walikota Nomor 24

(26)

Tahun 2011 diberi judul Prosedur Pengurangan BPHTB khusus Hibah Mati dan Waris. Literatur per-undangan-undangan kita tidak ada dikenal istilah "HIBAH MATI" yang ada adalah "Hibah Wasiat" sebagaimana terdapat dalam pasal 876 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) artinya hibah yang diberikan oleh seseorang ketika masih hidup, atas benda-benda tertentu kepada penerima hibah namun hibah tersebut baru berlaku apabila pemberi hibah (wasiat) telah meninggal dunia.

Dalam Pasal 12 dari kedua Peraturan Walikota ini, dimana ada pengurangan pembayaran BPHTB dengan syarat wajib pajak mengajukan permohonan kepada Kepala SKPKD melalui fungsi pelayanan (Dinas Pendapatan Kota Medan) dan pengurangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam ayat 3 dikatakan bahwa prosedur pengurangan BPHTB adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran VII Peraturan Walikota ini dan merupakan bagian yang tidak terpisah.

Prosedur pengurangan BPHTB yang didasarkan kepada azas kepatutan, kewajaran dan keadilan. Keadilan, kepatutan, kewajaran, sifatnya adalah sangat subjektif, tergantung siapa dan dengan kacamata apa yang dipergunakan untuk menilai sesuatu itu patut, wajar dan adil. Kemudian tarif pengurangan diberikan maksimal 50 persen. Proses penentuan presentasi pengurangan inilah yang berpotensi besar untuk terjadinya tawar menawar antara petugas dan wajib pajak, melalui staf

(27)

PPAT. Tidak ada norma dasar yang menjadi acuan, semuanya tergantung pemberi keputusan.78

Sejak 1 Januari 2011 berlaku Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Berdasarkan Undang-Undang ini, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) dialihkan menjadi Pajak Daerah. Pengertian "Daerah" dalam Undang-Undang ini adalah Pemerintah Kota dan Kabupaten.

Dengan berlakunya Undang Nomor 28 Tahun 2009, maka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB tidak berlaku lagi karena materi yang diatur dalam Undang-Undang tersebut, yaitu tentang subjek dan objek BPHTB telah diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Tarif pajak tetap 5 persen namun Nilai Tidak Kena Pajak ditetapkan minimal Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan Nilai Tidak Kena Pajak karena Waris, minimal sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Besaran Nilai Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan berpedoman kepada apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut. Oleh sebab itu untuk dapat terlaksananya Undang-Undang ini, maka Pemerintah Kota dan Kabupaten harus membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota/Peraturan Kabupaten yang mengatur tentang sistem Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).

78Riana Siregar, Pengurangan BPHTB , http://www.analisadaily.com/mobile/read/?id=9997

(28)

Pada 04 Pebruari 2011 Walikota Medan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Namun dalam Perda ini mengatur kembali apa yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yaitu antara lain mengenai :

1. Nama, Objek, Subjek dan Wajib Pajak

2. Dasar Pengenaan,Tarif dan Cara Perhitungan Pajak. 3. Saat Terhutang Pajak.

Hal-hal lain yang diatur dalam Perda ini, ialah Tentang Penetapan, Pemungutan Pajak, Tata Cara Pemungutan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Pembayaran Pajak, Keberatan dan Banding, dan lain-lain. Pasal 9 peraturan ini, menetapkan bahwa sistem dan prosedur pemungutan BPHTB Iebih lanjut diatur dengan Peraturan Walikota. Peraturan Walikota sebagaimana dimaksud mencakup prosedur pengurusana akta pemindahan hak, pembayaran, penelitian, pendaftaran akta, pelaporan dan pengurangan.

Dari segi yuridis, dimasukkannya prosedur pengurusan akta pemindahan hak dan pendaftaran akta dalam Peraturan Walikota ini adalah suatu hal kekeliruan, karena masalah prosedur pemindahan hak atas tanah dan pendaftaran peralihan hak atas tanah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dan Walikota sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur hal tersebut.

Menurut peneliti, verifikasi yang dilakukan oleh Dispenda seharusnya dilakukan pemeriksaan harga jual beli, karena para pihak tidak pernah mencantumkan harga sebenarnya di dalam akta pengikatan, yang ada dalam harga pengikatan

(29)

biasanya mengikuti harga NJOP sebagai dasar pengenaan PBB. Inilah yang seharusnya di periksa oleh Dispenda supaya pemasukan ke kas Negara lebih cepat mencapai target.

Verifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan memakan waktu yang terlalu lama, inilah yang menjadi kelemahan yang harus diperbaiki oleh instansi-instansi terkaitnya.

Referensi

Dokumen terkait

Beyf Bersaudara pada dasarnya masih bersifat manual, tidak adanya proses penilaian kinerja yang dilakukan, tidak sesuai dengan kenyataan dan melalui proses yang

Subjek penelitian mempunyai karakteristik yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi semester 7 tahun ajaran 2012/2013, umur 19-23 tahun, dengan

Secara teoritis, manfaat dari induksi kekebalan pada induk ikan patin terhadap fekunditas, vaksinasi dengan ajuvan meningkat secara nyata dibanding vaksin tanpa ajuvan, dan

ELECTRONICS SOLUTION/TELESINDO - LT.2 (MALL DEPOK)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT.1 BLOK A (TERAS KOTA MALL)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT. 2 B2 (GRAND GALAXY PARK)_HHP

Power dalam cabang olahraga taekwondo berperanan untuk mendapatkan kekuatan dan kecepatan menendang agar mendapatkan poin sesuai sasaran yang ditargetkan. Power yang

Dengan harapan para konsumen dapat menilai lebih lanjut tentang produk yang ditawarkan atau setidaknya dapat menyimpan dalam memori otak atau dapat menciptakan Brand Image yang kuat

Hasil Penelitian Theofilou, A., P (2012) yang menyelidiki hubungan kualitas hidup untuk variabel sociodemographic (jenis kelamin,.. S Suparti│ Perbedaan Kualitas

Artinya El Nino mempunyai keterkaitan yang sangat erat pada waktu bulan-bulan kering (musim kering dan musim transisi kering- basah) curah hujan menurun dan pada waktu