• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polisemi Dalam Bahasa Batak Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Polisemi Dalam Bahasa Batak Toba"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

POLISEMI DALAM BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI

OLEH

MARUNE TAMPUBOLON

NIM: 060701001

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

POLISEMI DALAM BAHASA BATAK TOBA

Oleh

MARUNE TAMPUBOLON

NIM 060701001

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ida Basaria, M.Hum Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum NIP. 196211111987022002 NIP. 196007251986011002

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(4)
(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Agustus 2011

(6)

Polisemi Dalam Bahasa Batak Toba

Oleh

Marune Tampubolon

ABSTRAK

(7)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul ‘Polisemi dalam bahasa Batak Toba’ skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana satra Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dorongan dan bimbingan yang baik selama penulis mengikuti perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini, khususnya kepada Ibu Dra. Ida Basaria, M.Hum, sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum, sebagai pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan pikiran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan trimakasih kepada:

1. Bapak Syahron Lubis, M,A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof, Syaifuddin,M,A,Ph,D. selaku mantan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. dan Drs, Haris Sutan, M.Sp. Sebagai ketua dan sekretaris Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

(8)

Utara.yang telah membimbing penulis selama kuliah.

5. Teristimewa untuk orang tua penulis bapak Robert Tampubolon dan Ibu Serdina Sihombing yang selalu memberi dukungan baik material maupun spiritual kepada penulis dengan segala kesungguhan, penulis persembahkan semua ini sebagai tanda kasih sayang kepada saudara-saudara penulis kakak, abang, dan juga adek yang selalu memberi dorongan.

6. Buat teman-teman penulis Mario Manurung, Sanggam Marbun, Berman Sihombing, Vina Sihombing, Kardi Sinaga dan teman lainnya yang memberi dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat Penulis stambuk 2006 di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Khususny Tumpal, Frenky, Bambang, Dody, Riyanto dan Triana Hutabarat, dan teman-teman lainnya.

8. Teman-teman Sastra Indonesia lainnya diseluruh stambuk, khususnya stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Buat teman-teman kost Budi Siburian, Jarim Nababan, Gollip Nababan dan teman lainnya yang memberi dorongan dan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

(9)

penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, kiranya semua bantuan dan dorongan tersebut dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini walaupun telah berusaha semaksimalnya untuk menyajikan yang terbaik. oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan Agustus 2011

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Masalah ... ... 4

1.3 Pembatasan Masalah ... ... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.2 Manfaat Penelitan ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ………... 6

2.1.1 Semantik ... 6

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Polisemi ... 8

2.2.2 Bentuk Kata Polisemi ... 11

2.2.3 Kategori Kata Polisemi ... 12

(11)

2.2.4.1 Penyebab Perubahan Makna Polisemi ... 14

2.2.4.2 Penyebab Polisemi ... …15

2.3. Tinjauan Pustaka ... 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 19

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.3 Metode Dan Teknik Analisis Data ... 20

BAB IV POLISEMI DALAM BAHASA BATAK TOBA 4.1 Bentuk Kata Polisemi BBT ... 22

4.1.1 Polisemi Bentuk Kata Dasar ... 22

4.1.2 Polisemi Bentuk Kata Kompleks ... 28

4.2 Kategori Kata Polisemi ... 35

4.2.1 Polisemi Kategori Verba ... 35

4.2.2 Polisemi Kategori Nomina ... 39

4.2.3 Polisemi Kategori Adjektiva ... 42

4.2.4 Polisemi Kategori Adverbia ... 46

4.3 Penyebab Perubahan Makna Polisemi BBT ... 50

4.3.1 Perubahan Berupa Perluasan Makna ... 52

4.3.2, Pemakaian khas pada suatu lingkungan masyarakat ... 53

4.3.3 Pemakain kiasan ... 54

(12)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... vii

LAMPIRAN ... viii

(13)

Polisemi Dalam Bahasa Batak Toba

Oleh

Marune Tampubolon

ABSTRAK

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Linguistik adalah ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa secara umum. dalam bidang linguistik terdapat beberapa kajian, salah satunya dari kajian itu adalah kajian tentang makna, baik makna sebenarnya maupun makna kiasan. Ilmu yang mempelajari makna disebut semantik. Semantik sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia karena bahasa yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi haruslah memiliki makna yang tepat agar terjadi komunikasi yang efektif terhadap teman atau mitra bicara.

(15)

adalah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata yang menjadi superordinat/hipernim (kelas atas), sedangkan hipernim adalah sebaliknya..

Dari uraian hubungan makna atau relasi makna di atas yang akan dibicarakan pada penelitian ini adalah bentuk atau wujud polisemi. polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda, makna polisemi juga mempunyai hubungan makna walaupun sedikit atau hanya kiasan.

Bahasa Batak Toba (yang disingkat BBT), merupakan salah satu bahasa yang digunakan oleh penutur asli suku Batak Toba yang terdapat di Sumatera Utara. Suku Batak Toba pada umumnya mendiami daerah tingkat dua,yaitu Kabupaten Tapanuli Utara yang berpusat di Tarutung, Kabupaten Toba Samosir yang berpusat di Balige, Kabupaten Humbang Hasundutan yang berpusat di Dolok Sanggul dan Kabupaten Samosir yang berpusat di Pangururan.

(16)

Limbong, Tano ponggol, Tulas, Sagala, Silalahi dan lain-lain. Kawasan lain yang termasuk lingkup daerah Toba, termasuk yang terletak di sekitar Balige dan Porsea antara lain: Janjimatogu, Rautbosi, Siraiturut, Lumbanjulu, Narumonda, Dair, Siahaan, Janjimaria, Silaen, Tambunan, Sonakmalela, Hinalang, Soposurung, Sitorang, Sigumpr, Laguboti, Lumban nabolon, Dolok Nauli, Sipintupintu, dan lain-lain. Kawasan di daerah Hullang antara lain: Dolok sanggul, Lintongnihuta, Pollung, Hutapaung, Parlilitan dan lain-lain.

Dari Parlilitan menuju Sidikalang, terdapat kampung: Pakkat, Simallupak, Ele, Hariarapintu, Laekole, teerus ke Parbuluan, Bangun, Simpang tolu dan Sidikalang, Kawasan dilembahSilindung dan Humbang, antara lain: Tarutung, Sipahutar,siborongborong, Pagarbatu, Simarpinggan, Sipoholon, Silindung, Hutabarat, Lumbansiagian, Simorangkir, Lobuhole, Hutapea dan lain-lain. Kawasan didaerah Pangaribuan dan sekitarnya, antara lain; Hutagurgur, Sipahutar, Onan Tukka, Siabalabal, Peahuta, Sibikke, Pangaribuan, Gultom, Pansur Natolu, Aek Nauli, Panjaitan, Sigotom, Sormin, Dolok Sitarindah dan lain-lain. Kawasan di daerah Julu antara lain, Siamsom, Pearaja, Siparpar, Sibatu-batu, Pantis, Siantalobung, Aek Sitapian, Hutabuntul, Golat, Pasarsirongit, Simataniari, Hutajulu, Onan Hasang, Lumbanraja, simanampang, Sigompulon, Simangonding, Sibaganding, Lobupining, Lobunte, Sialang, Farikmatia dan lain-lain. Kawasan di Pahae Jae, antara lain: Pangagoan, Sarulla, Janji Angkola

(17)

sekarang. inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti polisemi dalam BBT.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah berikut.

1. Bagaimana bentuk kata polisemi dalam BBT?

2. Apa sajakah kategori bentuk kata polisemi dalam BBT? 3. Apa penyebab perubahan makna polisemi dalam BBT?

1.3 Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada bentuk kata polisemi, kategori bentuk polisemi dan perubahan makna polisemi pada BBT di Desa Onan Runggu III, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara dan tidak menyinggung analisis makna lain dalam relasi makna.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian mempunyai tujuan tertentu yang memberi arah dan pelaksanaan tertentu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(18)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian polisemi BBT ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti berikut:

(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk menambah hal-hal lain (2007:588),untuk memahami hal- hal lain yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu:

2.1.1 Semantik

(20)

Leech (dalam Robert,2003:5) mengatakan bahwa semantik, sebagai ilmu yang mempelajari makna, sangat penting peranannya dalam studi komunikasi. kemudian Lyons, mengatakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari makna. Lebih lanjut dikatakan bahwa makna dapat dihubungkan dengan konteks dan budaya.

Keraf (dalam Robert,2003:5), mengatakan bahwa semantik adalah bagian tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula, dan perkembangan arti kata.

Palmer (dalam Robert,2003:5), mengatakan bahwa semantik adalah istilah teknis yang digunakan untuk mengacu pada ilmu yang mempelajari makna dan karena makna merupakan salah satu bagian bahasa, maka semantik temasuk cabang linguistik.

(21)

pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Bloomfield (dalam Robert,2003:5), mengemukakan bahwa makna adalah unsur atau peristiwa yang berada dalam dunia non-kebahasaan (di dunia luar kebahasaan). Misalnya: garam adalah sodium clorida(NaCL).

Dari pengertian para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan, karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata. terkait dengan hal tersebut penulis menggunakan konsep Aminuddin (2001:50), mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Polisemi

(22)

seperti dalam kalimat setiap kepala menerima Rp 5 000 00; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong.

Parera, (2004:81) mengatakan polisemi ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan atau kaitan antara makna-makna yang berlainan. misalnya; kata kepala dapat bermakna 'kepala manusia, kepala jawatan, kepala sarung'. dari beberapa pendapat ahli di

atas, disimpulkan bahwa makna polisemi adalah bentuk kata yang memiliki makna ganda yang saling berhungan dan berkaitan meski sedikit, baik berupa makna sebenarnya (denotasi) maupun kiasan (konotasi).

Pada dasarnya setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai dengan referennya. umpamanya makna leksikal dari kata kepala di atas adalah ’bagian dari tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’ makna leksikal ini sesuai dengan referennya (lazim disebut orang makna dasar, atau makna sebenarnya) memiliki banyak unsur atau komponen makna.

(23)

makna asosiatif, makna konotatif, makna stilistik dan makna yang lain, inilah yang mengakibatkan terjadinya polisemi terhadap sebuah bentuk (kata) tersebut. Seperti kata kepala yang memiliki makna denotatif 'bagian tubuh manusia dari leher ke atas' akan tetapi, setelah bentuk (kata) itu dimasukkan ke dalam konteks yang lain dalam bentuk kebahasaan, maka bentuk (kata) tersebut akan memiliki makna yang berbeda-beda.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, misalnya, kata babak memiliki tiga makna, yaitu (1) bagian besar dari suatu drama atau lakon (terdiri atas beberapa adegan seperti dalam pertunjukan drama itu tiga babak; (2) bagian dari suatu keseluruhan proses kejadian atau peristiwa seperti dalam kalimat babak permulaan perundingan kedua negara yang bersengketa atau akan diadakan

dinegara ketiga; (3) bagian permainan yang tertentu waktunya; misalnya, bentuk

ronde seperti dalam kalimat pertandingan tinju itu berlangsung dua belas ronde.

(24)

2.2.2. Bentuk Kata Polisemi

Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang berbentuk tunggal dan kata yang berbentuk turunan atau kompleks.

Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat dibedakan menjadi dua bentuk: 1. Polisemi Berbentuk Kata Dasar

Polisemi berbentuk kata dasar merupakan polisemi yang berupa morfem bebas dan tidak mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. diantaranya diberikan contoh: kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna: (a) bagian dari tubuh dari leher ke atas; (b) bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang paling penting seperti kepala suku, kepala kereta api; (c) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti : kepala paku, kepala jarum; (d) pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun; (e) jiwa atau orang seperti dalam kalimat

setiap kepala menerima Rp 5 000 00; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong, dan kata jatuh yang memiliki makna

konseptul ’meluncur kebawah dengan cepat’ yang kemudian mengalami perluasan pemakaian seperti: (a) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’, (b) jatuh harga ‘turun harga’ (c) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’.

2. Polisemi Berbentuk Kata Turunan

(25)

turunan atau sudah mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. di dalam bahasa bali ditemukan polisemi berbentuk kata turunan seperti: kata mencetak.pada mulanya hanya digunakan pada bidang penerbitan buku, majalah,

atau koran. tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti tampak pada kalimat-kalimat berikut:

-Persija tidak berhasil mencetak gol.

-Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru.

-Kabarnya dokter akan mencetak uang dengan mudah.

Pada kalimat pertama kata mencetak berarti ‘membuat’ atau ’menghasilkan’; pada kalimat ang kedua berarti ‘membuat’ dan pada kalimat yang ketiga berarti ‘memperoleh, mencari, mengumpulkan, dan menghasilkan’ (chaer, 1995;142).

2.2.3 Kategori Kata Polisemi

Kridalaksana (1994:51), mengatakan bahwa kata dasar ialah berupa morfem bebas. dan kata turunan ialah kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, atau berupa paduan leksem. selanjutnya, peneliti menggunakan istilah kata kompleks untuk menghindari perbedaan tafsiran.

Ramlan (1991:58) membaginya menjadi dua belas kelas yaitu: kata verbal, nomina, keterangan, tambah, bilangan, penyukat, sandang, tanya, suruh, penghubung, depan dan seru.

(26)

mengacu kepada manusia, binatang, benda, konsep atau pengertian. misalnya, pedagang, kucing, meja dan ilmu. (3).Adjektiva (kata sifat), yaitu: kata yang dapat bergabung dengan partikel tidak, sekali, sangat seperti tidak enak, tidak baik; kata yang dapat mendampingi nomina seperti: perempuan cantik, anak baik; kata yang dapat didampingi partikel sekali, seperti: cantik sekali, baik sekali; (4). Adverbia (kata keterangan), Selain empat kategori itu, dalam bahasa Indonesia dikenal pula satu kelompok lain yang disebut kata tugas. kelompok kata tugas ini adalah preposisi (kata depan), konjungtor (kata sambung), dan partikel. dari uraian pendapat para ahli di atas, mengenai kelas kata atau kategori kata penulis menggunakan pendapat Alwi dalam penelitian ini .

2.2.4 Perubahan Makna

Perubahan makna dalam Bahasa Indonesia dapat disebabkan oleh dua faktor umum, yaitu (1) faktor linguistik dan (2) faktor non-linguistik. yang dimaksud dengan faktor linguistik adalah faktor kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Jadi, suatu kata berubah maknanya karena mengalami proses kebahasaan, seperti proses pengimbuhan (afiksasi) dan penggabungan (komposisi). faktor non-linguistik adalah faktor non-kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna, faktor ini meliputi: (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) perbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5) pertukaran tanggapan indra, dan (6) perbedaan tanggapan pemakainya, (7) adanya penyingkatan. (8) proses gramatikal (9) pengembangan istilah (Chaer,1995:131-140).

(27)

antaranya: berupa perluasan, penyempitan, penghalusan, dan pengasaran makna. (1) perluasan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusus/sempit ke makna yang lebih umum/luas. jadi, cakupan makna baru/sekarang lebih luas daripada makna semula. (2) penyempitan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih umum/luas menjadi makna yang lebih khusus/sempit. (3) makna suatu kata kadang kala dirasakan kurang pantas/halus, kemudian timbullah bentuk kata dengan makna yang lebih halus untuk menggantikan kata tersebut. proses ini disebut penghalusan makna. kebalikan dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. orang yang marah cenderung menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasar/rendah daripada kata yang bermakna halus/tinggi. (4) pengasaran makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi dengan kata yang bermakna kasar/rendah.

2.2.4.1 Penyebab Perubahan Makna Polisemi

Berdasarkan pemakaiannya, bahasa mengalami perkembangan, pergeseran, atau perubahan makna yang terjadi secara (1) meluas, yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami berbagai penambahan makna yang keseluruhannya digunakan secara umum, misalnya: kata menarik yang semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga diartikan cantik, cakap, simpatik, menyenangkan,

baik, maupun menjadikan anggota. (2) menyempit, yakni apabila makna suatu

kata semakin memiliki spesifikasi ataupun spesialisasi, misalnya kata guru pada mulanya diartikan pembimbing rohani, pengajar silat, sehingga dikenal pula kata peguron akhirnya memiliki pengertian khusus pengajar di sekolah sebagai salah

(28)

akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakainya. Dalam hal ini makna dapat mengalami (1) peyorasi yakni apabila makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau memiliki konotasi negatif.

Misalnya kata ngamar semula mengandung makna berada di kamar, tetapi akhirnya dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakainnya pun berusaha di hindari. (2) ameliorasi, yakni bila suatu kata memiliki makna yang memiliki nilai maupun konotasi lebih baik dari makna sebelumnya. kata yang mengalami ameliorasi. misalnya, kata gambaran yang semula hanya mengandung makna hasil kegiatan menggambar dengan masuknya kata abstraksi kata gambaran dapat mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif, kata

wanita yang lebih dekat dengan bentuk betina akhirnya memiliki nilai lebih baik

dari pada perempuan, (Aminuddin,2001:130).

2.2.4.2 Penyebab Polisemi

Dalam pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa bagian berikut:

1. Perluasan Pemakaian

(29)

2. Pemakaian Khas Pada Suatu Lingkungan Masyarakat

Arti yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh lingkungan masyarakat yang berbeda. perbedaannya dengan faktor pertama ialah faktor kedua itu ditekankan pada lingkungan masyarakat pemakainya, sedangkan faktor pertama ditekankan pada bidang pemakaian. misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran yang bermakna ‘pekerjaan membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’ pada bidang militer kata operasi bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan’ sedangkan bagi departemen tenaga kerja kata operasi bermakna ‘salah satu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan’.

3. Pemakaian Kiasan

Faktor yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk makna kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakai bahasa ingin membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain. misalnya: kata bunga yang arti konseptualnya ‘bagian tumbuhan yang bakal buah (warnanya indah dan beragam). namun, bentuk kata tersebut dijadikan sebagai kiasan seperti pada kata: (1) bunga bibir ‘kata-kata manis’ (2) bunga hati ‘orang yang sangat disayangi’ (3) bunga

uang ‘keuntungan dari meminjam dan menabung uang’ (4) bunga kehidupan

‘kesenangan hidup’. 4. Pemberdayaan Bahasa

(30)

makna dengan konseptualnya.terbatasnya kata untuk mengungkapkan banyak hal mengakibatkan sebuah kata perlu digunakan untuk beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu memiliki banyak makna.

Pada hakikatnya, polisemi atau sebuah kata yang mempunyai makna ganda memberikan peluang bagi pemakai bahasa untuk berbahsa secara lebih kaya, lebih cermat, lebih bervariasi dengan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam berkomunikasi. juga mendukung keperluan berbahasa karena pertimbangan-pertimbangan sosio-kultur tertentu.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini yakni, sebagai berikut:

Bandana (2002) yang berjudul Polisemi dalam Bahasa Bali, Bandana menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa bali dapat ditinjau dari bentuknya, kategori katanya dan perubahan maknanya.

Fahri lubis (2004), dalam skripsinya yang berjudul Polisemi dalam Bahasa Mandailing, menganalisis tentang bentuk kata polisemi, kategori kata polisemi

serta perubahan makna polisemi. dalam penelitiannya, dia menyimpulkan bahwa polisemi dalam Bahasa Mandailing berdasarkan bentuknya ada dua yaitu polisemi berbentuk kata dasar dan polisemi berbentuk kata kompleks. berdasarkan kategori kata polisemi dalam Bahasa Mandailing ada empat yaitu: polisemi Verba, polisemi Nomina, polisemi Adjektiva. berdasarkan perubahan makna, polisemi dalam Bahasa Mandailing ada dua yaitu perluasan makna dan pembelahan makna.

(31)

diteliti. untuk itu, mengingat banyaknya masalah yang akan di uraikan, antara lain: bentuk kata polisemi, kategori bentuk polisemi, dan penyebab perubahan makna polisemi, dengan mengacu pada penelitian sebelumnya diharapkan penelitian polisemi dalam BBT dapat terjawab.

Marini Nova Sisika Naibaho (2008), dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pemakaian Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007,

menganalisis tentang polisemi yang terdapat dalam Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, dan jenis kata polisemi dalam Harian Medan Bisnis Bisnis Edisi Edisi Agustus 2007. dalam penelitiannya dai menyimpulkan bahwa dalam Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007 terdapat tiga kelas kata polisemi yakni polisemi Verba (kata kerja) sebanyak 60,57%, polisemi Nominal (kata benda) sebanyak 35,21%, polisemi Adjektiva (kata sifat) sebanyak 4,22%.

Tetty Rinawaty (1990), dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Pemakaian Polisemi pada Harian Suara Pembaharuan, dalam peneliannya

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan pemakai yang tidak diketahui batas- batasnya akibat luasnya daerah dan orang yang menggunakan bahasa tersebut (Sudaryanto,1993:36). populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penutur bahasa BBT.

Sampel adalah sebagian dari pemakain bahasa yang mewakili dari satu populasi (Sudaryanto,1993:30). sampel dalam penelitian ini hanyalah 10 orang yang terdapat di Desa Onan Runggu III, Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

(33)

responden dengan mitra bicara, dan peneliti menyimak pembicaraan. dan teknik selanjutnya adalah teknik rekam yaitu dengan merekam pembicaraan informan untuk mendukung kesamaan data. kemudian teknik catat yaitu mencatat semua data yang diperoleh dari sumber data ke dalam kartu data. data-data yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan dalam bentuk kata dan dalam kategori kata. pengklasifikasian bentuk kata ini adalah untuk memudahkan dalam menganalisis data tersebut.

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan pada tahap analisis data dalam penelitian ini adalah metode agih (Sudaryanto,1993:13-15). metode agih adalah metode yang memadankan sesuatu dengan objek yang berasal dari bahasa itu sendiri. teknik dasarnya adalah teknik bagi unsur langsung yaitu membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa unsur berdasarkan intuisi kebahasaan.

misalnya kalimat: Nungnga mohop ari jomurma abit mi! 'hari sudah panas jemurlah kainmu' dibagi menjadi empat bagian, yaitu; // nungnga // mohop // ari // jomurma // abitmi//. dengan demikian dapatlah ditentukan kata yang akan di

analisis. polisemi pada kalimat tersebut adalah kata mohop 'panas', selanjutnya teknik yang digunakan adalah teknik ganti yaitu mengganti konteks yang mendukung data itu dengan konteks yang berbeda dari data tersebut (Sudaryanto,1993: 36 ). misalnya:

(34)

b. Nungnga mohop anaknai, alana hona udan. sudah panas anaknya karena kena hujan 'Anaknya sakit, karna kena hujan'

(35)

BAB 1V

POLISEMI DALAM BAHASA BATAK TOBA

Polisemi merupakan gejala atau pemakaian sebuah bentuk (kata, frase atau kalimat) yang memiliki lebih dari satu makna (Sibarani,2003:52). dalam polisemi, makna ganda itu pada umumnya masih mempunyai hubungan atau kaitan makna satu sama lain, sebuah kata memiliki makna ganda dalam polisemi karena kata itu dimasukkan dalam pemakaian kalimat, sebelum sebuah kata dimasukkan kedalam konteks, baik konteks tekstual maupun konteks situasional sebuah kata itu hanya memiliki satu makna dan baru memiliki lebih dari satu makna setelah digunakan dalam konteks kalimat.

Seperti yang sudah dibicarakan pada bab sebelumnya, bahwa polisemi memiliki dua bentuk kata yaitu bentuk kata dasar (kata yang tidak mengalami proses afiksasi) dan bentuk kompleks/turunan (kata yang sudah mengalami proses afiksasi). adapun kedua bentuk tersebut yaitu:

4.1 Bentuk Kata Polisemi BBT

Berdasarkan bentuk katanya, dalam BBT polisemi dibedakan menjadi dua, yaitu (1) polisemi berbentuk kata dasar, dan (2) polisemi berbentuk kata kompleks/turunan. kata dasar/verba asal merupakan bentuk dasar yang berupa morfem bebas, dan kata kompleks/verba turunan adalah kata yang mengalami proses afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, atau paduan beberapa leksem.

4.1.1 Polisemi Bentuk Kata Dasar

(36)

dapat berdiri sendiri tanpa afiks, (Alwi dkk, 2003:100). berdasarkan bentuk dasarnya, polisemi dalam BBT banyak ditemukan. kata-kata tersebut antara lain: Pande, Godang, Ambal, Olat, Pauli, Suhat, Rade.

Untuk membuktikan bahwa kata-kata tersebut adalah polisemi yang berbentuk kata dasar, dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(1) a. Pande do anak na i di singkola pintar P anak P itu di sekolah

‘Anaknya pintar di sekolah’

b. Jolma na pande do boi padenggganhon i orang P pintar P bisa memperbaiki itu ‘Orang yang sudah ahli yang bisa memperbaiki itu’ c. Pande nami, baen ma jolo gondang somba-somba i.

pintar kami, buat P dulu gendang sembah-sembah itu ‘Pemusik!, buatlah dulu gendang sembah-sembah itu’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (1a) kata pande memiliki makna ‘pintar’ sebagai makna denotasinya, dan dalam kalimat (1b) dan (1c) kata pande memiliki makna ‘ahli’ dan ‘pemusik’ yang merupakan makna konotasi atau makna yang timbul dari makna sebelumnya. dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata pande adalah polisemi dalam bentuk kata dasar.

Kata pande yang bermakna ‘pintar’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan dengan makna ‘ahli’ dan ‘pemusik’ (makna barunya) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(37)

banyak P kayu bakar di hutan itu. ‘Di hutan itu banyak kayu bakar’

b. Godang do harapan nami monang ibana

banyak P harapan kami menang dia “Besar harapan kami menang dia” c. Godang hian do jolma di pesta i. banyak sekali P orang di pesta itu ‘Rame orang di pesta itu’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (2a) kata godang yang bermakna ‘banyak’ sebagai makna sebenarnya(makna dasar), sedangkan pada kalimat (2b) dan (2c) kata godang memiliki makna ‘besar’ dan ‘rame’ merupakan makna yang timbul dari makna dasarnya. dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata godang adalah polisemi yang berbentuk kata dasar.

Kata godang yang bermakna ‘banyak’ (makna dasarnya), masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘besar’ dan ‘rame’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(3) a. Dang binoto tudia ambal pangguna i tidak tahu kemana tercampak cangkulnya itu. ‘Tidak tahu cangkulnya itu tercampak kemana’ b. Dang binoto be i, ambal do i hatami!

tidak tahu P itu, tercampak P itu katamu! ‘Tidak tahu lagilah, pembicaraanmu tidak berkaitan!

(38)

‘tercampak’ sebagai makna dasar atau konseptual, sedangkan pada kalimat (3b) kata ambal memiliki makna ‘tidak berkaitan’ yang merupakan makna baru setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata ambal adalah polisemi berbentuk kata dasar.

Kata ambal yang bermakna ‘tercampak’ (sebagai makna dasar), masih memiliki hubungan dengan makna ‘tidak berkaitan’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(4) a. Olat ni i majo, marsogot ma diulahi. sampai P itu dulu, besok P diulangi. ‘Sampai sinilah dulu besoklah kita ulangi’

b. Unang jolo olat i panghatai on

jangan dulu sampai itu pembicaraan ini. ‘Jangan dulu engkau halau pembicaraan ini. c. Didia do olat ni tano on?

dimana P sampai P tanah ini? ‘Dimananya batas tanah ini?

Dari kalimat di atas, pada kalimat (4a) kata olat memiliki makna ‘sampai’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (4b) dan (4c) kata olat memiliki makna ‘halau’ dan ‘batas’ yang merupakan makna baru dari makna

asalnya. dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata olat adalah polisemi berbentuk kata dasar.

(39)

makna dasarnya) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(5) a. Pauli jolo miak on! simpan dulu minyak ini! ‘Simpan minyak ini!

b. Pauli jolo handang i! simpan dulu pagar itu! ‘Perbaiki dulu pagar itu!

Dari kalimat di atas, pada kalimat (5a) kata pauli memiliki makna ‘simpan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (5b) kata pauli memiliki makna ‘perbaiki’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata pauli adalah polisemi berbentuk kata dasar.

Kata pauli yang bermakna ‘simpan’ masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘perbaiki’ (makna baru yang muncul setelah makna dasarnya). walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(6) a. Suhat i jolo boras i hitung itu dulu beras itu! ‘Hitung dulu beras itu!

b. Dang tarsuhatan be i bagas ni Tao i. tidak terhitung P itu, dalam P Danau itu. ‘Tidak bisa itu di ukur, dalamnya Danau itu’

(40)

sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (6b) kata suhat memiliki makna ‘ukur’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata suhat adalah polisemi berbentuk kata dasar.

Kata suhat yang bermakna ‘hitung’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘ukur’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(7) a. Nungnga rade, hami bahen sude sudah siap, kami buat semua ‘Semuanya sudah kami siapkan’

b. Rade do hami manjanghon haroro muna i

siap P kami menerima kedatangan kalian itu. ‘Kami bersedia menerima kedatangan kalian’

c. Nungnga di rade i sude angka na hombar tu ulaon i sudah di siap kan semua segala P perlu untuk pesta itu. Sudah di lengkap i apa yang perlu untuk pesta itu.

Dari kalimat di atas, pada kalimat (7a) kata rade memiliki makna ‘siap’ adalah makna dasar dari kata tersebut, sedangkan kalimat (7b) dan (7c) kata rade memiliki makna ‘bersedia’ dan ‘lengkap’ yang merupakan makna yang muncul setelah makna dasarnya. dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata rade adalah polisemi berbentuk kata dasar.

(41)

dengan makna ‘bersedia’dan ‘lengkap’(sebagai makna baru dari makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat. (8) a. Nungnga tubu anakni si Bonar.

sudah lahir anaknya si Bonar ‘Anak si Bonar sudah lahir’

b. Nungnga tubu duhut di haumana i. sudah lahir rumput di sawahnya itu.

‘Di sawahnya rumput sudah tumbuh’

c. Gabe tubu do hata na so denggan di ulaon i. jadi lahir P kata P tidak baik di pesta itu. ‘Di pesta itu timbul pembicaraan yang tidak baik’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (8a) kata tubu memiliki makna ‘lahir’ adalah makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (8b) dan(8c) yang bermakna ‘tumbuh’ dan ‘timbul’ merupakan makna baru setelah makna dasar. dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata tubu adalah polisemi berbentuk kata dasar.

kata tubu yang bermakna ‘lahir’(sebagai makna dasarnya) masih memiliki hubungan makna dengan ‘tumbuh’ dan ‘timbul’ (makna baru setelah makna dasarnya) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.1.2 Polisemi Bentuk Kata Kompleks

(42)

adalah kata yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi(perulangan), atau pemajemukan (Alwi dkk, 2003:101). dalam BBT polisemi berbentuk kata kompleks/verba turunan banyak ditemukan, kata-kata itu antara lain: Marujung, Sorohon, Mardomu, Mamungka, Marurus, Remet-remet, Gogo-gogo, Marbirong-birong.

Untuk membuktikan bahwa kata-kata tersebut adalah polisemi, dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(9) a. Nungnga naeng marujung taon 2010 on. sudah mau berakhir tahun 2010 ini ‘Tahun 2010 sudah mulai berakhir’

b. Nunga marujung ngolu ompung ni Polan sudah berakhir hidup nenek P Polan ‘Neneknya Polan sudah meninggal dunia’ c. Ndang marujung dope dikarejoi halak i

belum berakhir P dikerjakan orang itu ‘Belum selesai dikerjakan orang itu’

(43)

makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’meninggal dunia’ dan ‘selesai’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(10) a. Di sorohon panodong i do tas ni Ina-ina i di rampas penjambret itu P tas P Ibu-ibu itu ‘Penjambret itu merampas tas Ibu itu’

b. Di sorohon ibana dope manghatai hape naeng ro udan di rampas dia P ngobrol padahal mau datang hujan ‘Di sempatkan dia masi ngobrol sementara mau hujan’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (10a) kata sorohon memiliki makna ‘merampas’ sebagai makna dedenotasi dari kata itu. sedangkan pada kalimat (10b) kata sorohon memiliki makna ‘sempatkan’ sebagai makna baru dari setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata sorohon adalah polisemi berbentuk kata kompleks yang terbentuk dari bentuk dasar soroh dengan pembubuhan afiks on-. kata sorohon yang bermakna ‘merampas’ (makna dasar) ‘sempatkan’ (makna baru), masih memiliki hubungan makna walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(11)a. Ndang jadi siPolan tu adaran mardomu ala ro udan Tidak jadi si Polan ke ladang berhubung karena datang hujan ‘Polan tidak jadi keladang berhubung karena hujan’

(44)

c. Ndang olo ibana mardomu dohot dongan na i Tidak mau dia berhubung sama kawannya itu ‘Dia sama kawannya tidak mau berdamai’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (11a) kata mardomu memiliki makna ‘berhubung’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (11b) dan (11c) kata mardomu memiliki makna “bersatu’ dan ‘berdamai” yang merupakan makna baru dari kata tersebut setelah makna dasarnya., dari kalimat itu tampak bahwa kata mardomu adalah polisemi yang berbentuk kata kompleks/turunan dengan pembubuhan afiks mar- dengan penambahan bentuk dasar domu yang bermakna ‘hubung’. kata marujung yang bermakna ‘berahir’ sebagai makna dasarnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’bersatu’ dan ‘berdamai’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat. (12)a Ibana do parjolo mamungka bada i

dia P pertama memulai pertengkaran itu ‘Dia yang pertama memulai pertengkaran itu b. Ibana do parjolo mamungka jabu disi

dia P pertama memulai rumah disitu Dia yang pertama mendirikan rumah disitu’

c. Ibana do parjolo mamungka tombak i gabe adaran Dia P pertama memulai hutan itu jadi ladang ‘Dia yang pertama merintis hutan itu menjadi ladang’

(45)

(12c) kata mamungka memiliki makna “mendirikan’ dan ‘merintis” yang merupakan makna baru dari kata tersebut setelah makna dasarnya., dari kalimat itu tampak bahwa kata mamungka adalah polisemi yang berbentuk kata kompleks/turunan dengan pembubuhan afiks ma- dengan penambahan bentuk dasar pungka yang bermakna ‘mulai’. kata mamungka yang bermakna ‘memulai’ sebagai makna dasarnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’mendirikan’ dan ‘merintis’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(13)a. Marurus sude bulung ni kopi i alani udan Berjatuhan semua daun P kopi itu karena hujan Semua daun kopi itu berjatuhan karena hujan

b. Marurus sude bulung ni hau i ala naeng mate berjatuhan semua daun P pohon itu karna mau mati ‘Daun pohon itu berguguran karna mau mati’

c. Marurus obuk ni ompung sude berjatuhan rambut P nenek semua ‘Rontok semua rambut nenek’

(46)

bermakna ‘jatuh’. kata marurus yang bermakna ‘berjatuhan’ sebagai makna dasarnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’berguguran’ dan ‘rontok’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat. (14)a. Remet-remet sude parbue ni garkau on

kecil-kecil semua buah P ubikayu ini ‘Buah ubi kayu ini semuanya kecil-kecil’ b. Remet-remet do timbaho i diseati

Kecil-kecil P tembakau itu diirisi ‘Tembakau itu diirisnya halus-halus’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (14a) kata remet-remet memiliki makna ‘kecil-kecil’ sebagai makna dasar dari kata itu. sedangkan pada kalimat (14b) kata remet-remet memiliki makna ‘halus-halus’ sebagai makna baru dari kata itu

setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata remet-remet adalah polisemi berbentuk kata kompleks yang terbentuk dari bentuk dasar

remet. kata remet-remet yang bermakna ‘kecil-kecil’ (makna konseptualnya)

‘halus-halus’ (makna konotasinya), masih memiliki hubungan makna walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(15)a. Gogo-gogo do halak i sude karejo kuat-kuat P orang itu semua kerja ‘Semua orang itu kuat-kuat kerja’

b. Gogo-gogo hian soara ni haak i manghatai

(47)

Dari kalimat di atas, pada kalimat (15a) kata gogo-gogo memiliki makna ‘kuat-kuat’ sebagai makna dasar dari kata itu. sedangkan pada kalimat (10b) kata sorohon memiliki makna ‘keras-keras’ sebagai makna baru dari kata tersebut

setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata gogo-gogo adalah polisemi berbentuk kata kompleks yang merupakan reduplikasi dari

bentuk dasarnya yaitu, gogo yang bermakna ‘kuat’. kata gogo-gogo yang bermakna ‘kuat-kuat’ (makna dasarnya), masih memiliki hubungan makna dengan ‘keras-keras’ (makna barunya’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(16)a. Na birong-birong halak na P hitam-hitam orang P ‘Orangnya yang hitam-hitam’

b. Birong-birong langit on hira naeng ro udan hitam-hitam lagit ini seperti mau datang hujan ‘Mendung-mendung langit ini, mungkin mau hujan’

(48)

sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.2 KATEGORI KATA POLISEMI

Alwi membagi kata dalam empat kelompok yaitu: (1).Verba (kata kerja), yaitu kata yang berfungsi sebagai predikat dalam tataran klausa atau kalimat, Misalnya, mandi, makan. (2).Nomina (kata benda), yaitu kata yang mengacu kepada manusia, binatang, benda, konsep atau pengertian. Misalnya, pedagang, kucing, meja dan ilmu. (3).Adjektiva (kata sifat), yaitu: Kata yang dapat bergabung dengan partikel tidak, sekali, sangat seperti tidak enak, tidak baik; Kata yang dapat mendampingi nomina seperti: perempuan cantik, anak baik; Kata yang dapat didampingi partikel sekali, seperti: cantik sekali, baik sekali; (4). Adverbia (kata keterangan), Selain empat kategori itu, dalam bahasa Indonesia dikenal pula satu kelompok lain yang disebut kata tugas. Kelompok kata tugas ini adalah preposisi (kata depan), konjungtor (kata sambung), dan partikel.

Berdasarkan kategori/ kelas kata di atas. dalam BBT polisemi ada beberapa kategori kata salah satunya adalah seperti berikut:.

4.2.1 Polisemi Kategori Verba

Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat. polisemi kategori verba terdiri dari kata dasar dan kata kompleks dalam tataran klausa atau kalimat. Contoh polisemi kategori verba dalam BBT yaitu: Laho, Mandabu, Maradian, Mangambati,Jongjong, Mangarade

(49)

dilihat dari konteks kalimat berikut: (17)a. Nungnga laho abang tu adaran

sudah pergi abang ke ladang ‘Abang pergi ke ladang’

b. Naeng laho mangoli ma anak na i sudah pergi kawin P anak P itu ‘Anaknya itu mau kawin’

c. Nungnga ro motor na abang, laho ma ho! sudah datang bus P abang, pergi P kau! ‘Berangkatlah abang, busnya sudah datang!

Dari kalimat di atas, pada kalimat (17a) kata laho memiliki makna ‘pergi’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (17b) dan (17c) kata laho memiliki makna “mau’dan ‘berangkat” yang merupakan makna baru kata

tersebut. dari kalimat itu tampak bahwa kata laho adalah polisemi kategori verba yang maknanya menyatakan perbuatan atau tindakan. kata laho yang bermakna ‘pergi’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’mau’ dan ‘berangkat’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(18)a. Abang do na mandabu soban i? Abang P yang menjatuhkan kayubakar itu? ‘Abangnya yang menjatuhkan kayu bakar itu? b. Nungnga mandabu boni halak i

(50)

‘Orang itu sudah menabur benih’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (18a) kata mandabu memiliki makna ‘menjatuhkan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (18b) kata mandabu memiliki makna ‘menabur’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata mandabu adalah polisemi kategori verba.

Kata mandabu yang bermakna ‘menjatuhkan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘menabur’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(19)a. Beta ma jolo hita maradian nungnga mohop ari! ayo P dulu kita beristirhat sudah panas hari! ‘Beristirahatlah dulu kita hari sudah panas!’

b. Beta ma hita mangan binsan maradian motor on! ayo P kita makan, numpung beristirahat bus ini! ‘Makanlah dulu kita, numpung bus ini berherti’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (19a) kata maradian memiliki makna ‘menjatuhkan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (19b) kata maradian memiliki makna ‘berhenti’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata maradian adalah polisemi kategori verba yang terbentuk dari bentuk dasar maradi+an (sebagai afiks).

(51)

memiliki hubungan makna dengan makna ‘berhenti’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(20)a. Pajongjong sapu i! dirikan sapu itu ‘Dirikan sapu itu!’

b. Lao pajongjong jabu do halak i mau mendirikan rumah P orang itu. ‘Orang itu, mau membangun rumah’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (20a) kata pajongjong memiliki makna ‘mendirikan atau dirikan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (20b) kata pajongjong memiliki makna ‘membangun’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata pajongjongi adalah polisemi kategori verba.

Kata pajongjong yang bermakna ‘mendirikan/dirikan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘membangun’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(21)a Nungga mangarade nasida naeng berangkat sudah bersiap-siap mereka mau berangkat ‘Mereka sudah bersiap-siap ingin berangkat’

(52)

‘Mereka sudah menyediakan semuanya untuk keperluan pesta itu’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (21a) kata mangarade memiliki makna ‘bersiap-siap’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (21b) kata mangarade memiliki makna ‘menyediakan’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata mangarade adalah polisemi kategori verba.

Kata mangarade yang bermakna ‘bersiap-siap’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘menyediakan’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.2.2 Polisemi Kategori Nomina

Kata yang tergolong kata benda (nomina) adalah kata dasar atau kata kompleks yang merujuk pada benda (baik konkrit maupun abstrak), konsep atau pengertian yang menempati fungsi sebagai subjek,objek, atau pelengkap dalam suatu klausa atau kalimat. Kata nomina juga dapat diikuti oleh adjektiva. Polisemi kategori nomina dalam BBT yaitu: Lata, Tangan, Batu, Parripena, Lampak, Mata, Naposo.

Untuk membuktikan kata tersebut adalah polisemi kategori nomina dapat dibuktikan dalam kalimat berikut:

(22)a. Nungnga tubu hape lata ni kopi i sudah tumbuh rupanya bibit P kopi itu ‘Bibit kopi itu sudah tumbuh’

(53)

sudah datang P bibit P pisang itu ‘Sudah muncul tunasnya pisang itu’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (22a) kata lata memiliki makna ‘bibit’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (22b) kata lata memiliki makna ‘tunas’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata lata adalah polisemi kategori nomina.

Kata lata yang bermakna ‘bibit’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘tunas’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(23)a. Basuh jolo tangan mi kotor hian Cuci dulu tangan mu kotor sekali ‘Tanganmu kotor sekali cuci dulu’ b. Lompit jolo tangan ni baju mi

Lipat dulu tangan P baju mu ‘Lipat dulu lengan baju mu’

(54)

Kata tangan yang bermakna ‘tangan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘lengan’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(24)a. Buat jolo batu itu! Ambil dulu batu itu! ‘Ambillah dulu batu itu!’

b. Buat jolo batu ni salak i asa hita suan Ambil dulu batu P salak itu biar kita tanam ‘Ambillah dulu biji salak itu biar kita tanam’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (24a) kata batu memiliki makna ‘batu’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (24b) kata batu memiliki makna ‘biji’ yang merupakan makna baru yang timbul dari makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata batu adalah polisemi kategori nomina.

Kata batu yang bermakna ‘batu’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘biji’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(55)

b. Nungnga marpungu hape sude parripena di jabu i Sudah berkumpul P semua Istrinya di rumah itu Semua anggota keluarganya sudah kumpul di rumah itu

Dari kalimat di atas, pada kalimat (24a) kata parripena memiliki makna ‘istrinya’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (24b) kata parripena memiliki makna ‘anggota keluarga’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata parripena adalah polisemi kategori nomina.

Kata parripena yang bermakna ‘istrinya’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘anggota keluarga’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.2.3 Polisemi Kategori Adjektiva

Kata sifat (Adjektiva) adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat orang/binatang/suatu benda. Di dalam pembentukan kalimat, kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek, dan penjelas subjek. dan berdasarkan bentuknya kata sifat ada dua macam yaitu kata sifat berbentuk tunggal, dan kata sifat berimbuhan. dalam BBT sangat banyak dijumpai polisemi kategori kata sifat yaitu: Las, Hipas, So, Tiur, Godang, Mura, Gabe, Pir.

Untuk membuktikan bahwa kata-kata di atas merupakan polisemi kategori kata sifat, dapat dibuktikan dalam kalimat berikut:

(56)

‘Jemurlah padi itu hari sudah panas’

b. Las do rohana dung mulak anakna i sian pangarantoan Panas P hatinya setelah pulang anaknya itu dari perantauan ‘Hatinya senang setelah anaknya pulang dari perantauan’ c. Pangke jekket mu asa las daging mi

Pakai jeket mu supaya panas badan mu ‘Pakai jeket mu supaya hangat badan mu’.

Dari kalimat di atas, pada kalimat (26a) kata las memiliki makna ‘panas’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (26b) dan (26c) kata laho memiliki makna “senang’dan ‘hangat” yang merupakan makna baru kata

tersebut. dari kalimat itu tampak bahwa kata las adalah polisemi kategori adjektiva.

kata las yang bermakna ‘panas’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’senang’ dan ‘hangat’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(27)a Hipas do nasida dung mulak sian pangarantoan sehat P mereka sesudah pulang dari perantauan ‘Sehatnya mereka sesudah pulang dari perantauan’ b Nungnga pola hipas hape pardijabuna i

sudah P sehat rupanya istrinya itu ‘Sudah melahirkan rupanya istrinya’

(57)

memiliki makna ‘melahirkan’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata hipas adalah polisemi kategori adjektiva.

Kata hipas yang bermakna ‘sehat’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘melahirkan’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(28)a So motor na i di tongan dalan alana sega berhenti mobil P itu di tengah jalan karna rusak ‘Ditengah jalan mobilnya berhenti karena rusak’ b So na songoni hape di dongkon

berhenti P begitu P di bilang ‘Tidak begitu rupanya dibilang’

b. laos so do ibana dung di muruki p berhenti p dia setelah di marahi ‘Setelah di marahi dia jadi diam’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (28a) kata so memiliki makna ‘berhenti’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (28b) dan (28c) kata so memiliki makna “tidak’dan ‘diam” yang merupakan makna baru kata tersebut. dari kalimat itu tampak bahwa kata las adalah polisemi kategori adjektiva.

(58)

(29)a. Tiur na i lampu on Terang P lampu ini ‘Terang sekali lampu ini’ b. Nungnga tiur ari

Sudah terang hari ‘Sudah siang‘

c Tiur do pardalananni nasida ditikki na borhat i Terang P perjalanan mereka sewaktu P berangkat itu ‘Perjalanan mereka lancar sewaktu berangkat’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (29a) kata tiur memiliki makna ‘terang’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (29b) dan (29c) kata tiur memiliki makna “siang’dan ‘lancar” yang merupakan makna baru kata tersebut. dari kalimat itu tampak bahwa kata tiur adalah polisemi kategori adjektiva.

kata tiur yang bermakna ‘terang’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’siang’ dan ‘lancar’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(30)a Godang do parbueni kopi na i banyak P buahnya kopi P itu ‘Buah kopiya banyak’

(59)

sudah P banyak P anak P itu ‘Anaknya sudah besar‘

Dari kalimat di atas, pada kalimat (30a) kata godang memiliki makna ‘banyak’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (30b) dan (30c) kata godang memiliki makna “rame’dan ‘besar” yang merupakan makna baru kata

tersebut. dari kalimat itu tampak bahwa kata godang adalah polisemi kategori adjektiva.

kata godang yang bermakna ‘terang’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’siang’ dan ‘lancar’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

4.2.4 Polisemi Kategori Adverbia

Adverbia (kata keterangan) adalah kata atau kelompok kata yang dipakai untuk memberikan keterangan pada verba,adjektiva, nomina predikatif dalam kalimat. Adverbia (kata keterangan) terbagi atas tiga bagian yaitu, keterangan waktu, keterangan tempat, dan keterangan cara. (1). Keterangan Waktu adalah kata yang berfungsi untuk memberi penjelasan mengenai waktu. (2). Kata Keterangan Tempat ialah kata pada sebuah kalimat yang menerangkan tempat. (3). Keterangan cara merupakan kata yang menunjukkan cara-cara pelaksanaan, sebutan pelaksanaan yang berhubungan dengan intensitas dan situasi hati masing-masing dalam kalimat.

(60)

kategori adverbial keterangan waktu, dapat di lihat dalam kalimat berikut: (31)a. Sogot ma hita lao tu jabu na i

besok P kita pergi ke rumah P itu. ‘Kita besok pergi kerumahnya’

b. Sogot manang andigan ma i di hatai besok atau kapan P itu di bicarakan. ‘Lusa atau kapan sajalah itu dibicarakan’ c. Sogot dope, nungnga lao

besok P, sudah pergi.

‘ Pagi benar, sudah pergi.’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (31a) kata sogot memiliki makna ‘besok’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (31b) dan (31c) kata sogot memiliki makna “lusa’dan ‘pagi” yang merupakan makna baru kata

tersebut. dari kalimat itu tampak bahwa kata sogot adalah polisemi kategori adverbia.

kata sogot yang bermakna ‘besok’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ’lusa’ dan ‘pagi’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(32)a. Tu jolo ni jabu on ma di boan. ke depan P rumah ini P di bawa. ‘Ke depan rumah inilah dibawa’.

(61)

‘Orang dulunya begitu sekarang tidak begitu lagi’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (32a) kata jolo memiliki makna ‘depan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (32b) kata jolo memiliki makna ‘dulu’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata jolo adalah polisemi kategori adverbia.

Kata jolo yang bermakna ‘depan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘dulu’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(33)a. Andorang mangan hami, ro ibana sebelum makan kami, datang dia ‘Dia datang, sebelum kami makan’

b. Andorang sae mangan, borhat ma ibana. sedang selesai makan, berangkat P dia. ‘Dia berangkat, setelah selesai makan’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (33a) kata andorang memiliki makna ‘sebelum’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (32b) kata andorang memiliki makna ‘setelah’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata andorang adalah polisemi kategori adverbia.

(62)

muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

Kata keterangan Tempat ialah kata-kata dalam kalimat yang menerangkan tempat. dalam BBT polisemi kategori adverbial yang menyatakan katerangan tempat tidak ada ditemukan.

Adverbia/keterangan Cara merupakan kata yang menunjukkan cara-cara pelaksanaan, sebutan pelaksanaan yang berhubungan dengan intensitas dan situasi hati masing-masing dalam kalimat, dalam BBT polisemi kategori adverbia ini tidak banyak dijumpai, ada pun polisemi kategori advervia, yaitu hanya kata Aut.

Kata keterangan tersebut merupakan polisemi. ini dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(34)a. Aut banjir, dang boi dibolus sekiranya banjir, tidak bisa dilewati

‘sekiranya banjir, tidak bisa dilewsati’

b. Aut boi tarbahen ahu, ingkon bahenonku do sekiranya bisa kubuat, pasti aku buat P ‘Seandainya bisa aku buat, pasti kubuat’

Dari kalimat di atas, pada kalimat (33a) kata Aut memiliki makna ‘sekiranya’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (32b) kata aut memiliki makna ‘seandainya’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata andorang adalah polisemi kategori adverbia.

(63)

hubungan makna dengan makna ‘seandainya’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.3. PENYEBAB PERUBAHAN MAKNA POLISEMI BBT

Perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan pemikiran, peradaban, dan kebudayaan penuturnya sebagai pemakai bahasa. Karena penggunaan bahasa diwujudkan dalam kata-kata dan kalimat yang bermakna, penutur atau pemakai bahasa berusaha menambah, mengurangi, memperluas, mempersempit, menggeser, atau mengubah kata-kata atau kalimat, baik dari segi bentuk maupun dari segi maknanya. semua itu termasuk perkembangan bahasa. (Sibarani 2003:77). Sebuah bahasa baik kata, frase maupun kalimat dikatakan polisemik (bersifat polisemi) jika makna yang berbagai-bagai itu tetap tercakup dalam sebuah makna konseptual yang sama, atau pada dasarnya pemakaian sebuah kata pada konteks yang berbeda-beda sehingga makna yang berbeda itu tetap mempertahankan ciri makna pokok atau arti konsep kata itu (Sibarani 2003:62).

(64)

adalah sebagai beriku:

1. Perubahan berupa perluasan makna

Sebuah kata pada awalnya digunakan pada untuk satu kontekstual tertentu, tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain. Misalnya pada kata Tiur yang digunakan untuk cuaca atau lampu yang ‘cerah dan terang’ seperti dalam kalimat,

. Tiur nai palito on

terang sekali lampu ini ’Lampu ini sangat terang’

Tiur hian sondang ni mataniari sadari on

cerah sekali sinar P matahari sekarang ini ’Sinar matahari sangat cerah pada hari ini’

Namun, kata itu kemudian dipakai untuk menjelaskan pekerjaan yang tidak mengalami hambatan atau yang berjalan lancar tanpa kurang sesuatu apa pun sebagaimana halnya cuaca yang cerah dan dan sinar lampu yang terang. Kata itu kemudian bermakna ’berjalan lancar’. Dengan demikian, makna kata itu menjadi meluas sesuai dengan perluasan pemakaian kata dalam konteksnya seperti kaliamat berikut:

Tiur do nian ulaon ta i

(65)

2.Perubahan Berupa Pembelahan Makna

Perubahan berupa pembelahan makna mempunyai perbedaan dengan perluasan makna, karena pembelahan makna lebih diikatkan dengan konteks kebahasaan, berupa akibat dari gabungan kata yang menghasilkan frase atau kata majemuk. Seperti kata roha yang makna konseptualnya adalah ‘pikiran’ saroha ‘satu pikiran’, ginjang roha ‘tinggi hati’, lambok roha ‘lembut pikiran’, parroha hepeng ‘berpikiran duit’.

Frase saroha berasal dari prefiks sa- yang digabungkan dengan kata roha yang bermakna ‘pikiran, hati’ kemudian kata ginjang yang digabung dengan kata roha menjadi ginjang roha yang bermakna ‘tinggi pikiran’ apabila kedua kata

sa+roha digabungkan maka kata tersebut menghasilkan pembelahan makna baru

yaitu ‘sehati’ bukan ‘satu pikiran’, dan begitu juga pada kata ginjang+roha jika kedua kata itu digabungkan akan menghasilkan pembelahan makna baru yaitu ‘sombong’, ‘congkak’ bukan tinggi pikiran. Makna kata ini timbul karena lazimnya dalam masyarakat Batak Toba bahwa bentuk (kata) roha merupakan pusat perasaan dalam budaya Toba.

Di dalam polisemi, perubahan makna itu dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu:

4.3.1 Perubahan Berupa Perluasan Makna

Sebuah kata pada awalnya digunakan untuk satu kontekstual tertentu. namun, kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain.

(66)

(35)a.Tiur nai palito on

Terang P lampu ini ’Lampu ini sangat terang’

b. Tiur hian sondangni mataniari sadari on Cerah sekali sinarnya matahari sekarang ini ’Sinar matahari sangat cerah pada hari ini’

Akan tetapi, kata itu kemudian dipakai untuk menjelaskan pekerjaan yang tidak mengalami hambatan atau yang berjalan lancar tanpa kurang sesuatu apa pun sebagaimana halnya cuaca yang cerah dan dan sinar lampu yang terang. Kata itu kemudian bermakna ’berjalan lancar’. dengan demikian, makna kata itu menjadi meluas sesuai dengan perluasan pemakaian kata dalam konteksnya seperti kaliamat berikut:

b. Tiur do nian ulaon hita i Lancar P memang pesta kita itu ’Pesta kita itu bejalan lancar’

4.3.2 Pemakaian Khas pada Suatu Lingkungan Masyarakat

Makna yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh masyarakat lingkungan yang berbeda, sehingga makna dari kata itu berubah. dalam BBT yaitu pada kata pande yang digunakan menerangkan orang yang pintar dilingkungan masyarakat sekolah atau yang menuntut ilmu pengetahuan seperti dalam kalimat berikut,

(67)

’Engkau rupanya sudah pandai’

(36) a. Ibana do na umpande di parsikkolaanna dia P yang lebihpande di sekolahnya ’Dia yang lebih pande di sekolahnya’

Akan tetapi, masyarakat pekerja bangunan dan pemusik tradisional Batak Toba, kemudian menggunakan kata pande sehingga kata itu dapat berubah makna pada ’tukang’ dan ’pemusik’ ini dapat dibuktikan dari kalimat berikut;

(36) b Jolma na pande do boi padengganton i orang P pintar P bisa memperbaiki itu ‘Tukanglah yang bisa memperbaiki itu’

(36) c Pande nami, bahen ma jolo gondang somba-somba i. pintar kami, buat P dulu gendang sembah-sembah itu ‘Pemusik!, Buatlah dulu gendang sembah-sembah itu’

4.3.3 Pemakain Kiasan

Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan, karena pemakai bahasa ingin membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain, dalam BBT yaitu; kata anak yang bemakna ‘anak manusia yang berjenis kelamin laki-laki’ akan tetapi kata itu telah digunakan dengan makna kiasan pada anak ni horbo ‘anak kerbau’, anak ni eme ‘padi kosong’, anak ni uang ‘bunga uang’, anak ni raja ‘orang terhormat’, anak siampudan ‘anak

(68)

4.3.4 Pemberdayaan Bahasa

Faktor lain yang menyebabkan polisemi adalah pemberdayaan sebuah kata pasa beberapa konteks, berdasarkan pada makna dasarnya atau tetap berhubungan makna dengan makna konseptualnya. terbatasnya kata untuk mengungkapkan banyak hal yang mengakibatkan sebuah kata perlu digunakan untuk beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu memiliki beberapa makna. misalnya orang ingin mengatakan ‘muncul’ dalam BBT lazimnya digunakan kata jongjong yang bermakna ‘berdiri’ yaitu, seperti dalam kalimat berikut,

Referensi

Dokumen terkait

Dari paparan di atas dapat disimpulkan hubungan makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya,

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata mou dan ato memiliki makna yang sama yaitu lagi, akan tetapi penggunaan kedua kata tersebut berbeda situasinya. Pada kalimat

Selanjutnya, makna verba POTONG dibentuk oleh dua makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang berkombinasi membentuk sintaksis makna universal ‛X melakukan sesuatu pada Y karena

Secara  umum  semantik  dapat  didefinisikan  sebagai  kajian  makna  dalam  bahasa  atau  kajian  makna  kebahasaan.  Kajian  makna  bahasa  tentu  dapat 

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, untuk mengetahui makna pada kata 出る pada kalimat bahasa Jepang kita harus melihat konteks kalimat, mencari makna dasar, serta

verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba memiliki ciri makna

persamaan arti, kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda jika digunakan.

Pengguna bahasa Batak Toba beranggapan frasa yang terdapat dalam data (72) yaitu sigotil monis memiliki nilai yang lebih halus dari pada kata holit yang keduanya