• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polisemi Dalam Bahasa Jawa Ngoko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Polisemi Dalam Bahasa Jawa Ngoko"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

POLISEMI DALAM BAHASA JAWA NGOKO

KAJIAN SEMANTIK

SKRIPSI

OLEH

SAMSURI

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

POLISEMI DALAM BAHASA JAWA NGOKO

OLEH

SAMSURI

NIM: 080701008

Skripsi ini dijadikan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dwi Widayati, M. Hum. Dra. Dardanila, M. Hum. NIP 196505141988032001 NIP196103311987022001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftarpustaka. Apabila pernyataan yang saya tulis ini tidak benar. Saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, februari 2013.

Samsuri

(4)

Polisemi dalam Bahasa Jawa Ngoko

Oleh

Samsuri

ABSTRAK

(5)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur kepada ALLAH SWT. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skipsi ini berjudul ‘Polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko’ Skripsi ini dijadikan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihakyang telah memberikan bantuan, perhatian, dorongan dan bimbingan yang baik selama penulis mengukiti perkuliahan maupun dalam penyusun skripsi ini, khususnya kepada Ibu Dr. Dwi Widayati, M. Hum, sebagai pembimbing I dan Ibu Dra. Dardanila, M. Hum. Sebagai pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan pikiran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Syahron Lubis, M, A. Sebagai dalam Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasition, M.Si. sebagai ketua di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs, Haris Sutan, M.SP. Sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Staf pengajar/Dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Yang telah membimbing penulis selama kuliah.

(6)

persembahkan semua ini sebagai tanda kasih sayang kepada saudara-saudara penulis kakak, abang, dan juga adik yang selalu memberi dorongan.

6. Buat teman-teman penulis Suhajji, Muhklis, Suwandi, Lia Zubaidah, Shanti dan Teman lainnya yang memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis stambuk 2008 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Khususnya Joko Saputra, Zainul, Ari Azhari, Oki Stiawan, Herlina, Ida, Sariana, Firmadani dan teman-teman lainnya.

8. Teman-teman Sastra Indonesia lainya di seluruh stambuk, khususnya stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(7)

Penulis memohon kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang kiranya semua bantuan dan dorongan tersebut dibatasi oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini walaupun telah berusaha semaksimalnya untuk menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan Februari 2013

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN………ii

ABSTRAK………iii

PRAKATA………iv

DAFTAR ISI………vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………....1

1.2Masalah………..….4

1.3Pembatasan Masalah……….………...5

1.4Tujuan dan Manfaat Peneliti……….………....5

1.4.1 Tujuan Peneliti………....………...5

1.4.2 Manfaat Peneliti……….………...5

1.4.2.1Manfaat Teoritis……….……….….5

(9)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep……….……..…7

2.1.1 Semantik……….…7

2.2 Landasan Teori………...9

2.2.1 Polisemi………..9

2.2.2 Bentuk Kata Polisemi……….…..….11

2.2.3 Kategori Kata Polisemi………..…...12

2.2.4 Perubahan Makna………..…...…13

2.2.4.1 Penyebab Perubahan Makna Polisemi……….14

2.2.4.2 Penyebab Polisemi……….………...15

2.3 Tinjauan Pustaka……….17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel………...19

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………..……...19

(10)

BAB IV PEMBAHASAN POLISEMI DALAM BAHASA JAWA NGOKO

4.1 Bentuk Kata Polisemi Bahasa Jawa Ngoko………..….22

4.1.1 Polisemi Bentuk Kata Dasar………....23

4.1.2 Polisemi Bentuk Kata Kompleks……….25

4.2 Kategori Bentuk Kata Polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko………..………...…28

4.2.1 Polisemi Kategori Verba………..29

4.2.2 Polisemi Kategori Nomina………...32

4.2.3 Polisemi Kategori Adjektiva….………..…………....35

4.2.4 Polisemi Kategori Adverbia………40

4.3 PENYEBAB PERUBAHAN MAKNA POLISEMI BAHASA JAWA NGOKO…….43

4.3.1 Perubahan Berupa Perluasan Makna……….45

4.3.2 Pemakaian Khas Pada Suatu Lingkungan Masyarakat……….……47

4.3.3 Pemakaian Kiasan……….….48

(11)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan………50

5.2 Saran………..…51

Daftar Pustaka………..………...52

Skripsi……….53

Kamus……….53

Lampiran I……….………54

(12)

Polisemi dalam Bahasa Jawa Ngoko

Oleh

Samsuri

ABSTRAK

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Linguistik adalah ilmu yang mengkaji seluk beluk bahasa secara umum. Dalam bidang linguistik terdapat beberapa kajian, salah satunya dari kajian itu adalah kajian tentang makna sebenarnya maupun makna kiasan. Ilmu yang mempelajari makna disebut semantik. Semantik sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia karena bahasa yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi haruslah memiliki makna yang tepat agar terjadi komunikasi yang efektif terhadap mitra bicara.

(14)

Dari uraian hubungan makna atau relasi makna di atas yang akan dibicarakan pada penelitian ini adalah bentuk atau wujud polisemi. Polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda, maka polisemi juga mempunyai hubungan makna walaupun sedikit atau hanya kiasan.

Contoh Polisemi dalam Bentuk Kata Dasar

Polisemi berdasarkan bentuk kata dasarnya, polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko yang ditemukan di lapangan adalah sebagai berikut: Okeh, dan Kerah.

‘ Bahasa Jawa Ngoko ’ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru’

‘ Okeh ‘ ‘ Banyak ‘ ‘ Besar dan Rame ‘

‘ Kerah ‘ ‘ Hitung ‘ ‘ Ukur ‘

Untuk membuktikan bahwa kata-kata tersebut adalah polisemi yang berbentuk kata dasar, dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(1)a. Okeh kayu bakar neng utan iku

Banyak kayu bakar di hutan itu

Di hutan banyak kayu bakar

b. Okeh harapan kami menang de’en

Banyak harapan kami menang dia

(15)

c. Okeh kali wong neng pesta iku

Banyak sekali orang di pesta itu

Rame orang di pesta itu

Dari kalimat di atas, pada kalimat (1a) kata Okeh yang bermakna ‘banyak’ sebagai makna yang sebenarnya (makna dasar), sedangkan pada kalimat (1b) dan (1c) kata Okeh memiliki makna ‘besar’ dan ‘rame’ merupakan makna yang timbul dari makna dasarnya. Dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata Okeh adalah polisemi yang berbentuk kata dasar.

(2). a. Kerah desek jagong iku!

Hitung dulu jagung itu!

Hitung jagung itu!

b. Orah terkerah jeroe danau iku

Tidak terhitung dalamnya danau itu

Tidak bisa di ukur dalamnya danau itu

(16)

Kata Kerah yang bermakna ‘hitung’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

Bahasa Jawa Ngoko merupakan salah satu bahasa yang digunakan oleh penutur asli bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko adalah tingkatan bahasa yang terendah di dalam bahasa Jawa yang dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab, dengan orang yang lebih rendah kedudukkannya, atau dengan orang yang lebih muda. Khususnya bahasa Jawa Ngoko yang berada di Desa Mangga dua Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

Pada penelitian polisemi bahasa Jawa Ngoko penulis tertarik untuk meneliti sebab penelitian polisemi pada bahasa Jawa Ngoko belum pernah diteliti sebelumnya. Untuk itu penulis meneliti polisemi khususnya di Desa Mangga dua Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2

Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(17)

1.3

Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada bentuk polisemi kata dasar dan kata kompleks bahasa Jawa Ngoko di Desa Mangga dua Dusun II Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, dan tidak menyinggung analisis makna lain dalam relasi makna.

1.4

Tujuan dan Manfaat Peneliti

1.4.1 Tujuan Peneliti

Pada dasarnya peneliti mempunyai tujuan tertentu yang memberi arah dan pelaksanaan tertentu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk kata polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko. 2. Mendeskripsikan kategori kata polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko. 3. Menjelaskan perubahan makna polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko.

1.4.2 Manfaat Peneliti

1

.4.2.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis bahasa Jawa Ngoko ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan manfaat dalam upaya pengembangan kajian semantik 2. Memperkaya hasil penelitian-penelitian semantik

(18)

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam bahasa Jawa Ngoko ini dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Melestarikan dan mendokumentasikan bahasa Jawa Ngoko 2. Mengadakan penelitian bahasa Jawa Ngoko

(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) Konsep merupakan gambaran mental dari objek proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akalbudi untuk menambah hal-hal yang lain (2007:588).

Untuk memahami hal-hal lain yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yakni, polisemi yang lazim diartikan sebagai satuan bahasa ( terutama kata bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Dan bahasa Jawa Ngoko, yaitu salah satu alat komunikasi yang lazim digunakan oleh penutur suku Jawa Ngoko khususnya yang tinggal di Desa Mangga dua Dusun II Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

2.1.1

Semantik

(20)

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguitik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai, atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa.

Keraf (dalam Sibarani,2003:5), mengatakan bahwa semantik adalah bagian tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula, dan perkembangan arti kata.

Palmer (dalam Sibarani,2003:5), mengatakan bahwa semantik adalah istilah teknis yang digunakan untuk mengacu pada ilmu yang mempelajari makna dan karna makna merupakan salah satu bagian bahasa, maka semantik termasuk cabang linguistik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari makna kata dalam satu bahasa yang mencakup jenis-jenis makna, perkembangan makna kata, asal mula kata, relasi makna suatu kata dengan makna kata lain dan konteks pemakaian makna kata. Makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna tersebut sangatlah beragam. Pateda (2001:79), mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata aupun kalimat.

(21)

2.2

Landasan Teori

2.2.1 Polisemi

Polisemi merupakan hubungan antara bentuk kebahasaan dengan perangkat makna (Aminuddin, 2001;123). Misalnya bentuk berjalan yang mempunyai makna “terlaksana”, berlangsung dan berjalan dengan kaki”.

Polisemi sering juga diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, biasanya juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 1989) seperti kata kepala dalam Bahasa Indonesia memiliki makana, (1) bagian dari tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang penting seperti kepala suku, kepala kerete api; (3) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti : kepala paku, kepala jarum, (4) pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun, (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala menerima Rp 500.000,00; dan (6) akalbudi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong.

Parera (2004:81) mengatakan polisemi ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang tersebut. Misalnya; kata kepala dapat bermakna kepala manusia, kepala jabatan, dan

kepala sarung’.dari beberapa pendapat para ahli di atas, disimpulkan bahwa makna polisemi

adalah bentuk kata yang memiliki makna ganda yang saling berhubungan dan berkaitan meski sedikit, baik berupa makna sebenarnya (denotasi) maupun kiasan (konotasi).

(22)

adalah ‘bagian dari tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’ makna leksikal ini sesuai dngan referennya (laim disebut orangmakna dasar, atau makna sebenarnya) memiliki banyak unsur atau komponen makna.

Dalam polisemi, makna ganda itu, pada umumnya masih mempnyai hubungan atau kaitan makna yaitu antara makna dasar dengan makna barunya. Kata yang memiliki makna ganda atau polisemi karena kata itu dimasukan kedalam konteks kalimat. Sebelum sebuah kata dimasukan ke dalam konteks, baik konteks tekstual maupun konteks situasional, kata itu hanya memiliki satu makna, dan kemudian memiliki makna baru setelah digunakan ke dalam konteks kalimat. dengan kata lain, sebuah bentuk (kata) hanya memiliki satu makna (makna denotatif) secara terpisah dari konteks. timbulnya makna-makna, baik makna asosiatif, makna konotatif, makna stilistik dan makna yang lain, inilah yang mengakibatkan terjadinya polisemi terhadap sebuah bentuk (kata) tersebut. Seperti kata kepala yang memiliki makna denotatif ‘bagian tubuh manusia bagian leher ke atas’ akan tetapi, setelah bentuk (kata) itu dimasukan ke dalam konteks yang lain dalam bentuk kebahasaan, maka bentuk (kata) tersebut akan memiliki makna yang berbeda-beda.

(23)

Berdasarkan contoh, polisemi itu dapat dillihat dengan jelas dalam konteks pemakaian kalimat. secara terpisah, misalnya kata babak, itu hanya memiliki satu makna dasar atau makna denotatif yaitu’ bagian dari sesuatu yang lebih besar ‘. Sebuah kata dikatakan bersifat polisemi apabila makna dari kata tersebut tetap tercakup dalam sebuah makna konseptual yang sama atau pada dasarnya pemakaian sebuah kata dalam konteks yang berbeda-beda sehingga makna yang berbeda itu tetapmempertahankan ciri maka pokok atau arti konsep kata itu.

2.2.2 Bentuk Kata Polisemi

Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang berbentuk tunggal dan kata yang berbentuk turunan atau kompleks.

Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat dibedakan menjadi dua bentuk:

1. Polisemi Berbentuk Kata Dasar

(24)

mengalami perluasan pemakaian seperti: (a) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’, (b) jatuh harga ‘turun harga’ (c) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’.

2. Polisemi Berbentuk Kata Turunan

Polisemi berbentuk kata turunan adalah polisemi yang berbentuk kata turunan atau sudah mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. di dalam bahasa Bali ditemukan polisemi berbentuk kata turunan seperti: kata mencetak pada mulanya hanya digunakan pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran. Tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti tampak pada kalimat-kalimat berikut:

- Persija tidak berhasil mencetak gol

- Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru

- Kabarnya dokter akan mencetak uang dengan mudah.

Pada kalimat pertama kata mencetak berarti ‘membuat’ atau ‘menghasilkan’; pada kalimat yang kedua berarti ‘membuat’ dan pada kalimat yang ketiga berarti ‘memperoleh, mencari, mengumpulkan, dan menghasilkan’ (chaer, 1995;142).

2.2.3 Kategori Kata Polisemi

(25)

Ramlan (1991:58) membaginya menjadi duabelas kelas yaitu: kata verbal, nomina, keterangan, tambah, bilangan, penyukat, sandang, tanya, suruh, penghubung, depan dan seru.

Alwi (2003) membagi kata dalam empat kelompok yaitu: (1). Verba (kata kerja), yaitu kata yang berfungsi sebagai predikat dalam tataran klausa atau kalimat, misalnya, mandi, makan. (2). Nomina (kata benda), yaitu kata yang mengacu kepada manusia, binatang, benda, atau pengertian. misalnya, pedagang, kucing, meja dan ilmu. (3). Adjektiva (kata sifat), yaitu: kata yang dapat bergabung dengan kata tidak, sekali, sangat seperti tidak enak, tidak baik; kata yang dapat didampingi nomina seperti: perempuan cantik, anak baik; kata yang dapat didampingi partikel sekali, seperti: cantik sekali,baik sekali; (4). Adverbia (kata keterangan), selain empat kategori itu, dalam bahasa Indinesia di kenal pula satu kelompok lain yang disebut kata tugas. Kelompok kata tugas ini adalah preposisi (kata depan), konjuktor (kata sambung), dan partikel. dari uraian pendapat para ahli di atas, mengenai kelas kata atau kategori kata penulis menggunakan pendapat Alwi dalam penelitian ini.

2.2.4 Perubahan Makna

(26)

pertukaran tanggapan indra, (6) perbedaan tanggapan pemakaian, (7) adanya penyingkatan, (8) proses gramatikal, dan (9) pengembangan istilah (chaer,1995:131-140).

Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, di antaranya: berupa perluasan, penyempitan, penghalusan, dan pengasaran makna. (1) perluasan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusus/sempit ke makna yang lebih umum/luas. Jadi, cakupan makna baru/sekarang lebih luas daripada makna semula. (2) penyempitan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih umum/luas menjadi makna yang lebih khusus/sempit. (3) makna suatu kata kadang dirasakan kurang pantas/halus, kemudian timbullah bentuk kata dngan makna yang halus untuk menggantikan kata tersebut. Proses ini disebut penghallusan makna. Kebalikan dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. Orang yang marah cenderung menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasar/rendah daripada kata yang bermakna halus/tinggi. (4) pengasaran makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi dengan kata yang bermakna kasar/rendah.

2.2.4.1 Penyebab Perubahan Makna Polisemi

Berdasarkan pemakaianya, bahasa mengalami perkembangan,pergeseran, atau perubahan makna yang terjadi secara (1) meluas, yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami berbagai penambahan makna yang keseluruhannya digunakan secara umum, misalnya: kata menarik yang semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga diartikan cantik, cakap, simpatik,

menyenangkan, baik, maupun menjadikan anggota. (2) menyempit, yakni apabila makna suatu

(27)

juga dapat mengalami pergeseran atau perubahan akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakaiannya. Dalam hal ini makna dapat mengalami (1) peyorasi yakni apabila makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau memiliki konotasi negatif.

Misalnya kata ngamar semula mengandung makna berada di kamar, tetapi akhirnya dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakaiannya pun berusaha dihindari. (2) ameliorasi, yakni bila suatu kata memiliki makna yang mamiliki nilai maupun konotasi lebih baik dari makna sebelumnya. Kata yang mengalami ameliorasi. Misalnya, kata gambaran yang semula hanya mengandung makna hasil kegiatan menggambar dengan masuknya kata abstraksi kata gambaran dapat mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif, kata wanita yang lebih dekat dengan bentuk betina akhirnya memiliki nilai lebih baik daripada

perempuan,(Aminuddin,2001:130)

2.2.4.2 Penyebab Polisemi

Dalam pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa bagian berikut:

1. 1. Perluasan Pemakaian

(28)

2. Pemakaian Khas pada Suatu Lingkungan Masyarakat

Arti yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh lingkungan masyarakat yang berbeda. Perbedaannya dengan faktor yang pertama adalah faktor kedua itu ditekankan pada lingkungan masyarakat pemakainya, sedangkan faktor pertama ditekankan pada bidang pemakaian. misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran yang bermakna ‘pekerjaan membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’ pada bidang meliter kata operasi bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan’ sedangkan bagi departemen tenaga kerja kata operasi bermakna ‘salah satu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan’.

3. Pemakaian Kiasan

Faktor yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk makna kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakaian bahasa ingin membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain. mislnya: kata bunga yang arti konseptualnya ‘bagian tumbuhan yang bakal buah (warnanya indah dan beragam). namun, bentuk kata tersebut dijadikan sebagai kiasan sepeti pada kata: (1) bunga bibir ‘kata-kata manis’ (2) bunga hati ‘orang yang sangat disayangi’ (3) bunga uang ‘keuntungan dari meminjam dan menabung uang’ (4) bunga kehidupan ‘kesenangan hidup’.

4. Pemberdayaan Bahasa

(29)

konseptualnya. Terbatasnya kata untuk mengungkapkan banyak hal mengakibatkansebuah kata perlu digunakan untuk beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu memiliki banyak makna.

Pada hakikatnya, polisemi atau sebuah kata yang mempunyai makna ganda memberikan peluang bagi pemakai bahasa untuk berbahasa secara lebih kaya, lebih cermat, lebih bervariasi dengan tidak menimbulkan hambatan-habatan dalam berkomunikasi. Juga mendukung keperluan berbahasa karena pertimbangan-pertimbangan sosio-kultur tertentu.

2.3.Tinjauan Pustaka

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini yakni, sebagai berikut:

Bandana (2002) yang berjudul Polisemi Dalam Bahasa Bali, Banada menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Bali dapat ditinjau dari bentuknya, kategori katanya dan perubahan maknanya.

Fahri Lubis (2004), dalam skripsinya yang berjudul Polisemi Dalam Bahasa Mandailing, menganalisis tentang bentuk kata polisemi, kategori kata polisemi serta perubahan makna polisemi. Dalam penelitiannya, dia menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Mandailing berdasarkan bentuknya kata dasar dan polisemi berbentuk kata kompleks. Berdasarkan katagori kata polisemi dalam bahasa Mandailing ada empat yaitu: polisemi Verba, polisemi Nomina, polisemi Adjektiva. Berdasarkan perubahan makna, polisemi dalam bahasa Mandailing ada dua yaitu perluasan makna dan pembelahan makna.

(30)

bentuk polisemi, dan penyebab perubahan makna polisem, dengan mengacu pada penelitian sebelumnya diharapkan penelitian polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko dapat terjawab.

Naibaho (2008), dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pemakaian Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, menganalisis tentang polisemi yang terdapat dalam Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, dan jenis kata polisemi dalam Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007. dalam penelitiannya dia menyimpulkan bahwa dalam Harian Medan Bisnia Edisi Agustus 2007 terdapat tiga kelas kata polisemi yakni polisemi Verba (kata kerja) sebanyak 60,57%, polisemi Nomina (kata benda) sebanyak 35,21%, polisemi Adjektiva (kata sifat)sebanyak 4,22%.

Rinawaty (1990), dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Pemakaian Polisemi pada

Harian Suara Pembaharuan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa polisemi dalam harian

suara pembaharuan lebih cenderung menggunakan kelas kata kerja serta tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda karena telah digunakan pada kalimat yang tepat, sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami.

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan pemakai yang tidak diketahui batas-batasnya akibat luasnya daerah dan orang yang menggunakan bahasa tersebut,( Sudaryanto, 1993: 36). Populasi dalam penelitian ini adalah polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko. Sampel adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mewakili dari satu populasi (Sudaryanto, 1993:30). Sampel dalam penelitian ini hanyalah polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko yang dipergunakan di Desa Mangga dua Dusun II Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

(32)

Keikutsertaan di sini bukan dalam masalah yang dibicarakan, melainkan memperhatikan bahasa yang digunakan oleh mitra wicara. Teknik selanjutnya adalah teknik catat, yaitu mencatat semua data yang diproleh dari sumber data ke dalam kartu data. Data-data yang telah di proleh kemudian diklasifikasikan dalam bentuk kata dan dalam kategori katanya. Pengklasifikasian bentuk kata ini adalah untuk memudahkan dalam menganalisis data tersebut.

3.3 Metode dan Analisis Data

Metode yang digunakan pada tahap analisis data dalam penelitian ini adalah metode agih (Sudaryanto,1993: 13-15). Metode agih adalah metode yang memadankan sesuatu dengan objek yang berasal dari bahasa itu sendiri. Teknik dasarnya adalah teknik bagi unsur langsung yaitu membagi satuan lingual datanya menjadi beberpa unsur berdasarkan intuisi kebahasaan. Selanjutnya, teknik yang digunakan adalah teknik ganti, yaitu mengganti konteks yang mendukung data itu dengan konteks yang berbeda dari data tersebut (Sudaryanto,1993:336). Misalnya kalimat: Hari Uwes Panas Jemuri Kainmu! Hari Sudah Panas Jemurilah Kainmu, dibagi menjadi empat bagian, yaitu;// Hari//Uwes Panas//Jemuri//Kainmu//. Dengan demikian dapatlah ditentukan kata yang akan dianalisis. Polisemi pada kalimat tersebut adalah Kata Panas ‘Panas’, selanjutnya teknik yang digunakan adalah teknik ganti, yaitu mengganti konteks yang mendukung data itu dengan konteks yang berbeda dari data tersebut ( Sudaryanto, 1993 : 36 )

(33)

Misalnya:

1 a ‘ Hari Uwes Panas Jemuri Kainmu

‘ Sudah Panas Hari Jemurlah Kainmu’

‘ Hari Sudah Panas Jemurlah Kainmu’

b ‘ Uwes Panas Anake Karena Keneng Hujan’.

‘ Sudah Panas Anaknya Karena Kena Hujan ‘

‘ Anaknya Sakit, Karena Kena Hujan’.

(34)

BAB IV

PEMBAHASAN

POLISEMI DALAM BAHASA JAWA NGOKO

Polisemi merupakan gejala atau pemakaian sebuah bentuk (kata, frase atau kalimat) yang memiliki lebih dari satu makna (Sibarani,2003:52). dalam polisemi, makna ganda itu pada umumnya masih mempunyai hubungan atau kaitan makna satu sama lain, sebuah kata memiliki makna ganda dalam polisemi karena kata itu dimasukan dalam pemakaian kalimat, sebelum sebuah kata dimasukan ke dalam konteks, baik konteks tekstual maupun konteks situasional sebuah kata itu hanya memiliki satu makna dan baru memiliki lebih dari satu makna setelah digunakan dalam konteks kalimat.

4.1 Bentuk Kata Polisemi Bahasa Jawa Ngoko

(35)

4.1.1 Polisemi Bentuk Kata Dasar

Polisemi berdasarkan bentuk kata dasarnya, polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko yang ditemukan di lapangan adalah sebagai berikut: Okeh, Kerah, dan Manak.

‘ Bahasa Jawa Ngoko ’ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru’

‘ Okeh ‘ ‘ Banyak ‘ ‘ Besar dan Rame ‘

‘ Kerah ‘ ‘ Hitung ‘ ‘ Ukur ‘

‘ Manak ‘ ‘ Lahir ‘ ‘ Tumbuh ‘

Untuk membuktikan bahwa kata-kata tersebut adalah polisemi yang berbentuk kata dasar, dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(1)a. Okeh kayu bakar neng utan iku

Banyak kayu bakar di hutan itu

Di hutan banyak kayu bakar

b. Okeh harapan kami menang de’en

Banyak harapan kami menang dia

Besar harapan kami dia menang

(36)

c. Okeh kali wong neng pesta iku

Banyak sekali orang di pesta itu

Rame orang di pesta itu

Dari kalimat di atas, pada kalimat (1a) kata Okeh yang bermakna ‘banyak’ sebagai makna yang sebenarnya (makna dasar), sedangkan pada kalimat (1b) dan (1c) kata Okeh memiliki makna ‘besar’ dan ‘rame’ merupakan makna yang timbul dari makna dasarnya. Dari ketiga kalimat tersebut tampak, bahwa kata Okeh adalah polisemi yang berbentuk kata dasar.

(2). a. Kerah desek jagong iku!

Hitung dulu jagung itu!

Hitung jagung itu!

b. Orah terkerah jeroe danau iku

Tidak terhitung dalamnya danau itu

Tidak bisa di ukur dalamnya danau itu

Dari kalimat di atas, pada kalimat (2a) kata Kerah memiliki makna ‘hitung’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (2b) kata Kerah memiliki makna ‘ukur’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. Dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata Kerah adalah polisemi berbentuk kata dasar.

(37)

(3). a. Uwes manak anak lembue iku

Sudah lahir anak sapinya itu

Anak sapinya itu sudah lahir

b. Uwes manak rumput neng ladang iku

Sudah lahir rumput di sawah itu

Disawahnya rumput sudah tumbuh

Dari kalimat di atas, pada kalimat (3a) kata Manak memiliki makna ‘lahir’ adalah makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (3b) yang bermakna ‘tumbuh’ merupakan makna baru setelah makna dasar. Dari kedua kata tersebut tampak, bahwa kata manak adalah polisemi berbentuk kata dasar.

Kata Manak yang bermakna ‘lahir’ (sebagai makna dasarnya) masih memiliki hubungan makna dengan ‘tumbuh’ (makna baru setelah makna dasarnya) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.1.2 Polisemi Bentuk Kata Kompleks

Polisemi berbetuk kata kompleks merupakan polisemi yang dibentuk dari kata yang sudah mengalami afiksasi atau pengimbuhan. Kata kompleks/turunan adalah kata yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi (perulangan), atau pemajemukan.

(38)

‘ Bahasa Jawa Ngoko’ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru ‘

‘ Berhubung ‘ ‘ Berhubung ‘ ‘ Bersatu dan berdamai ‘

Berceblokan ‘ ‘ Berjatuhan ‘ ‘ Berguguran dan rontok ‘

‘ Cilik-cilik ‘ ‘ Kecil-kecil ‘ ‘ Halus-halus ‘

Untuk membuktikan bahwa kata-kata tersebut adalah polisemi, dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(4). a. Ora sido si Usman ke ladang berhubung kareno teko hujan

Tidak jadi si Usman ke sawah berhubung karena datang hujan

Usman tidak jadi ke sawah berhubung karena hujan

b. Ora berhubung de’en karo adeke kareno berantem

Tidak berhubung dia sama adiknya karena berantam

Dia sama adiknya tidak bersatu

c. Ora gelem de’en berhubung karo kawane iku

Tidak mau dia berhubung sama temannya itu

Dia sama kawannya tidak mau berdamai

(39)

dasarnya. Dari kalimat itu tampak bahwa kata Berhubung adalah polisemi yan berbentuk kata kompleks/turunan dengan pembubuhan afiks ber- dengan penambahan bentuk dasar hubung yang bermakna ‘hubung’. Sebagai makna dasarnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘bersatu’ dan ‘berdamai’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(5). a. Berceblokan kabeh godong jambu iku kareno hujan

Berjatuhan semua daun jambu itu karena hujan

Semua daun jambu itu berjatuhan karena hujan

b. Berceblokan kabeh godong pohon iku kareno arek mati

Berjatuhan semua daun pohon itu karena mau mati

Daun pohon itu berguguran karena mau mati

c. Berceblokan rambut lelek kabeh

Berjatuhan rambut paman semua

Rontok semua rambut paman

(40)

dasarnya, masih memiliki makna dengan makna ‘berguguran’ dan ‘rontok’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(6). a. Cilik-cilik kabeh uwoh semongko iki

Kecil-kecil semua buah semangka ini

Buah semangka ini semuanya kecil-kecil

b. Cilik-cilik tembako iku dicacahi

Kecil-kecil tembakau itu diirisi

Tembakau itu diirisinya halus-halus

Dari kalimat di atas, pada kalimat (6a) kata Cilik-cilik memiliki makna ‘kecil-kecil’ sebagai makna dasar dari kata itu. Sedangkan pada kalimat (6b) kata Cilik-cilik memiliki makna ‘halus-halus’ sebagai makna baru dari kata itu setelah makna dasarnya. Dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata Cilik-cilik adalah polosemi berbentuk kata kompleks yang terbentuk dari bentuk dasar Cilik. Kata Cilik-cilik yangbermakna ‘kecil-kecil’ (makna konseptualnya) ‘halus-halus’ (makna konotasinya), masih memiliki hubungan makna walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.2 Kategori Bentuk Kata Polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko

(41)

4.2.1 Polisemi Kategori Verba

Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kaimat. Polisemi kategori verba terdiri dari kata dasar dan kata kompleks dalam tatran klausa atau kalimat. Contoh polisemi dalam kategori verba dalam bahasa Jawa Ngoko yaitu: Lungo, Menceblokan, Leren dan Ngadek.

‘ Bahasa Jawa Ngoko ‘ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru ‘

‘ Lungo ‘ ‘ Pergi ‘ ‘ Mau dan berangkat ‘

Menceblokan ‘ ‘ Menjatuhkan ‘ ‘ Menabur ‘

‘ Leren ‘ ‘ Beristirahat ‘ ‘ Berhenti ‘

‘ Ngadek ‘ ‘ Mendirikan atau berdiri ‘ ‘ Membangun ‘

Untuk membuktikan bahwa kata-kata tersebut adalah polisemi kategori verba, dapat dilihat dari konteks kalimat berikut:

(7). a. Uwes lungo ayah ke ladang

Sudah pergi ayah ke sawah

Bapak pergi ke sawah

(42)

b. Uwes lungo kawin anak iku

Sudah pergi kawin anak itu

Anaknya itu mau kawin

c. Uwes teko buse abang lungolah

Sudah datang busnya abang pergilah

Berangkatlah abang, busnya sudah datang

Dari kalimat di atas, pada kalimat (7a) kata Lungo memiliki makna ‘pergi’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (7b) dan (7c) kata Lungo memiliki makna ‘mau’ dan ‘berangkat’ yang merupakan makna baru kata tersebut, dari kalimat itu tampak bahwa kata Lungo adalah polisemi kategori verba yang maknanya menyatakan perbuatan atau tindakan. Kata

Lungo yang bermakna ‘pergi’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna

dengan makna ‘mau’ dan ‘berangkat’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(8). a. Kakang yang menceblokan kayu bakar iku?

Abang yang menjatuhkan kayu bakar itu?

Abangnya yang menjatuhkan kayu bakar itu?

b. Uwes menceblokan bebet uwong iku

Sudah menjatuhkan benih orang itu

(43)

Dari kalimat di atas, pada kalimat (8a) kata Menceblokan memiliki makna ‘menjatuhkan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut. Sedangkan pada kalimat (8b) kata Menceblokan memiliki makna ‘menabur’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. Dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata Menceblokan adalah polisemi kategori verba.

Kata yang Menceblokan yang bermakna ‘menjatuhkan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘menabur’ (makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(9). a. Ayo kita leren desek, hari uwes panas!

Ayo kita istirahat dulu, hari sudah panas!

Beristirahatlah dulu kita, hari sudah panas

b. Ayo kita mangan desek mumpung leren bes iki!

Ayo kita makan dulu berhubungan berhenti bus ini!

Makanlah dulu kita, berhubungan bus ini berhenti!

(44)

Kata Leren yang bermakna ‘beristirahat’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘berhenti’ (makna baru yang muncul setelah makna dasarnya) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(10). a. Ngadeke bambu iku!

Dirikan bambu itu!

Dirikan bambu itu!

b. Arek ngadeke omah uwong iku

Mau mendirikan rumah orang itu

Orang itu, mau mendirikan rumah

Dari kalimat di atas, pada kalimat (10a) kata Ngadeke memiliki makna ‘mendirikan’ atau ‘dirikan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut. Sedangkan pada kalimat (10b) kata Ngadeke memiliki makna ‘membangun’ yang merupakan makna baru ynag timbul setelah makna dasarnya. Dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata Ngadeke adalah polisemi kategori verba.

Kata Ngadeke yang bermakna ‘mendirikan/dirikan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘membangun’ (makna baru yangmuncul setelah makna dasar) walau hanya sedikitatau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.2.2 Polisemi Kategori Nomina

(45)

fungsi sebagai subjek, objek, atau pelengkap dalam suatu klausa atau kalimat. Kata nomina juga dapat diikuti oleh adjektiva. Polisemi kategori nomina dalam bahasa Jawa Ngoko yaitu: Bebet, Tangan dan Batu.

‘ Bahasa Jawa Ngoko ‘ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru ‘

‘ Bebet ‘ Bibit ‘ ‘ Tunas ‘

Tangan ‘ Tangan ‘ ‘ Lengan ‘

‘ Batu ‘ ‘ Batu ‘ ‘ Biji ‘

Untuk membuktikan kata tersebut adalah polisemi kategori nomina dapat dibuktikan dalam kalimat berikut:

(11). a. Uwes tukul rupae bebet pelem iku

Sudah tumbuh rupanya bibit mangga itu

Bibit mangga itu sudah tumbuh

b. Uwes teko bebet pisang iku

Sudah datang bibit pisang itu

Sudah muncul tunasnya pisang itu

(46)

Kata Bebet yang bermakna ‘bibit’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘tunas’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(12). a. Besoh desek tanganmu jorok iku

Cuci dulu tanganmu kotor itu

Tanganmu kotor itu cuci dulu

b. Lipet desek tangan bajumu

Lipat dulu tangan bajumu

Lipat dulu lengan bajumu

Dari kalimat di atas, pada kalimat (12a) kata tangan memiliki makna ‘tangan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut yaitu bagian tubuh manusia dari jari-jari sampai ke bahu, sedangkan pada kalimat (12b) kata tangan memiliki makna ‘lengan’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. Dari kedua makna tersebut tampak, bahwa kata tangan adalah kategori nomina.

(47)

(13). a. Jomok desek batu iku

Ambil dulu batu itu

Ambillah dulu batu itu

b. Jomok sedek batu salah iku men kita tandur

Ambil dulu batu salak itu biar kita tandur

Ambillah dulu biji salak itu biar kita tanam

Dari kalimat di atas, pada kalimat (13a) kata batu memiliki makna ‘batu’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (13b) kata batu memiliki makna ‘biji’ yang merupakan makna baru yang timbul dari makna dasarnya dari kedua makna tersebut tampak, bahwa kata batu adalah polisemi kategori nomina.

Kata batu yang bermakna ‘batu’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘biji’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

4.2.3 Polisemi Kategori Adjektiva

(48)

‘ Bahasa Jawa Ngoko’ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru ‘

‘ Panas ‘ ‘ Panas ‘ ‘ Senang dan hangat ‘

‘ Mandek ‘ ‘ Berhenti ‘ ‘ Tidak dan Diam ‘

‘ Cerah ‘ ‘ Terang ‘ ‘ Siang dan lancar ‘

‘ Okeh ‘ ‘ Banyak ‘ ‘ Rame dan besar ‘

Untuk membuktikan bahwa kata-kata di atas merupakan polisemi kategori kata sifat, dapat dibuktikan dalam kalimat berikut:

(14). a. Uwes panas hari jemuri pari iku

Sudah panas hari jemuri padi itu

Jemurlah padi itu hari sudah panas

b. Panas hatinya setelah delok perkawinan iku

Panas hatinya setelah melihat perkawinan itu

Hatinya geram setelah melihat pernikahan itu

c. Anggo selimutmu supoyo panas awakmu

Pakai kainmu supaya panas badanmu

Pakai kainmu supaya hangat badanmu

(49)

‘geram’ dan ‘hangat’ yang merupakan makna baru kata tersebut. Dari kalimat itu tampak, bahwa kata panas adalah polisemi kategori adjektiva.

Kata panas yang bermakna ‘panas’ sebagai makna kontekstualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘geram’ dan ‘hangat’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(15). a. Mandek motor iku neng tengan dalan karena rusak

Berhenti mobil itu di tengan jalan karena rusak

Di tengan jalan mobilnya berhenti karena rusak

b. Mandek begitu neng ngomong

Berhenti begitu di bilang

Tidak begitu rupanya di bilang

c. Mandek de’en setelah nengmarahi

Berhenti dia setelah dimarahi

Setelah dimarahi dia jadi diam

(50)

Kata mandek yang bermakna’berhenti’ sebagai makna konseptualnya, masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘tidak’ dan ‘diam’ walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks kalimat.

(16). a. Cerah lampu iku

Terang lampu itu

Terang sekali lampu itu

b. Uwes cerah dino

Sudah terang hari

Sudah siang

c. Cerah perdalanan mereka setelah berangkat iku

Terang perjalanan mereka suatu berangkat itu

Perjalanan mereka lancar sewaktu berangkat

Dari kalimat di atas, pada kalimat (16a) kata Cerah memiliki makna ‘terang’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (16b) dan (16c) kata Cerah memiliki makna ‘siang’ dan ‘lancar’ yang merupakan makna baru kata tersebut. Dari kalimat itu tampak, bahwa kata Cerah adalah polisemi kategori adjektiva.

(51)

(17). a. Okeh buahe kates iku

Banyak buahnya pepaya itu

Buah pepayanya banyak

b. Okeh kali wong neng pesta iku

Banyak sekali orang di pesta itu

Padat sekali orang di pesta itu

c. Uwes okeh bocah-bocah iku

Sudah banyak anak-anak itu

Anak-anak itu sudah rame

Dari kalimat di atas, pada kalimat (17a) kata Okeh memiliki makna ‘banyak’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (17b) dan (17c) kata Okeh memiliki makna ‘padat’ dan ‘rame’ yang merupakan makna baru kata tersebut. Dari kalimat itu tampak, bahwa kata Okeh adalah polisemi kategori adjektiva.

(52)

4.2.4 Polisemi Kategori Adverbia

Adverbia (kata keterangan) adalah kata atau kelompok kata yang dipakai untuk memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif dalam kalimat. Adverbia (kata keterangan) terbagi atas tiga bagian yaitu, keterangan waktu, keterangan tempat, dan keterangan acara. (1). Keterangan waktu adalah kata yang berfungsi untuk memberi penjelasan mengenai waktu. (2). Kata Keterangan Tempat adalah kata pada sebuah kalimat yang menerangkan tempat.

(3). Keterangan cara merupakan kata yang menunjukan cara-cara pelaksanaan, sebuah pelaksanaan, sebutan pelaksanaan yang berhungan dengan intensitas dan situasi hati masing-masing dalam kalimat.

Dari pembagian kategori kata adverbia di atas, dalam bahasa Jawa Ngoko polisemi kategori adverbia yang menyatakan keterangan waktu yaitu: Sesok, dan Ngarep.

‘ Bahasa Jawa Ngoko ‘ ‘ Artinya ‘ ‘ Makna baru ‘

Sesok ‘ ‘ Besok ‘ ‘ Lusa atau pagi ‘

Ngarep ‘ ‘ Depan ‘ ‘ Dulu ‘

(53)

(18). a. Sesok kita lungo ke omah iku

Besok kita pergi ke rumah itu

Kita besok pergi ke rumah itu

b. Sesok atau kapan iku neng ngomongi

Besok atau kapan itu dibicarakan

Lusa atau kapan sajalah itu dibicarakan

c. Sesok uwes lungo

Besok sudah pergi

Pagi benar, sudah pegi.

Dari kalimat di atas, pada kalimat (18a) kata Sesok memiliki makna ‘besok’ adalah makna dasar dari kata tersebut, dan dalam kalimat (18b) dan (18c) kata Sesok memiliki makna ‘lusa’ atau ‘pagi’ yang merupakan makna baru kata tersebut. Dari kalimat itu tampak, bahwa kata Sesok adalah polisemi kategori adverbia.

(54)

(19). a. Kaca neng ngarep omah iki jupok

Kaca di depan rumah ini ambil

Ambil kaca di depan rumah ini

b. Uweng ngarep seperti iku, kalau sekarang orah begitu

Orang depan seperti itu, kalau sekarang tidak begitu

Orang dulunya begitu, sekarang tidak begitu lagi

Dari kalimat di atas, pada kalimat(19a) kata Ngarep memiliki makna ‘depan’ sebagai makna dasar dari kata tersebut, sedangkan pada kalimat (19b) kata Ngarep memiliki makna ‘dulu’ yang merupakan makna baru yang timbul setelah makna dasarnya. Dari kedua kalimat tersebut tampak, bahwa kata Ngarep adalah polisemi kategori adverbia.

Kata Ngarep yang bermakna ‘depan’ (sebagai makna dasar) masih memiliki hubungan makna dengan makna ‘dulu’ (sebagai makna baru yang muncul setelah makna dasar) walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.

(55)

4.3 PENYEBAB PERUBAHAN MAKNA POLISEMI BAHASA JAWA NGOKO

Perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan pemikiran, peradaban, dan kebudayaan penuturnya sebagai pemakai bahasa. Karena penggunaan bahasa diwujudkan dalam kata-kata dan kalimat yang bermakna, penutur atau pemakai bahasa berusaha menambah, mengurangi, memperluas, mempersempit, menggeser, atau mengubah kata-kata atau kalimat, baik dari segi bentuk maupun dari segi maknanya. Semua itu termasuk perkembangan bahasa. (Sibarani 2003:77). Sebuah bahasa baik kata, frase maupun kalimat dikatakan polisemik (bersifat polisemi) jika makna yang berbagai-bagai itu tetap tercakup dalam sebuahmakna konseptual yang sama, atau pada dasarnya pemakaian sebuah kata pada konteks yang berbeda-beda sehingga makna yang berbeda itu tetap mempertahankan ciri makna pokok atau arti konsep kata itu (Sibarani 2003:62).

(56)

1. Perubahan berupa perluasan makna

Sebuah kata pada awalnya digunakan pada untuk satu kontekstual tertentu, tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain. contohnya pada kata Cerah yang digunakan untuk cuaca atau lampu yang ‘Cerah’ dan ‘terang’ seperti dalam kalimat,

Cerah sekali lampu iki

Terang sekali lampu ini Lampu ini sangat terang

Cerah sekali sinar matahari pada dino iki

Cerah sekali sinar matahari pada hari ini Sinar matahari sangat cerah pada hari ini

Namun, kata itu kemudian dipakai untuk menjelaskan pekerjaan yang tidak mengalami hambatan atau yang berjalan lancar tanpa kurang sesuatu apa pun sebagaimana hanya cuaca yang cerah dan sinar lampu yan terang. Kata itu kemudian bermakna ‘berjalan lancar’. Dengan demikian, makna kata itu menjadi meluas sesuai dengan perluasan pemakain kata dalam konteksnya seperti kalimat berikut:

Lancar memeng pesta kita iku

(57)

2.Perubahan Berupa Pembelahan Makna

Perubahan berupa pembelahan makna pempunyai perbedaan dengan perluasan makna, karena pembelahan makna lebih diikatkan dengan konteks kebahasaan, berupa akibat dari gabungan kata yang menghasilkan frase atau kata majemuk. Seperti kata pikiran yan makna konseptualnya adalah ‘pikiran’ Sitok pikiran ‘satu pikiran’ tinggi hati ‘tinggi hati’ Halus pikiran ‘lembut pikiran’ berpikiran duit ‘berpikiran uang’.

Frase sitok pikiran berasal dari kata sitok- yang digabungkan dengan kata pikiran yang bermakna’pikiran, hati’ kemudian kata tinggi yan digabung dengan kata pikiran menjadi tinggi pikiran yang bermakna ‘tinggi pikiran’ apabila kedua kata sitok+pikiran digabungkan maka kata tersebut menghasilkan pembelahan makna baru yaitu ‘sehati’ bukan ‘satu pikiran’, dan begitu juga pada kata tinggi+pikiran jika kedua kata itu digabungkan akan menghasilkan pembelahan makna baru yaitu: ‘sombong, ‘congkak’ bukan tinggi pikiran. Maka kata ini timbul karena lazimnya dalam masyarakat bahasa Jawa Ngoko bahwa bentuk (kata) pikiran merupakan pusat perasaan dalam budaya bahasa Jawa Ngoko.

Di dalam polisemi, perubahan makna itu dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu:

4.3.1 Perubahan Berupa Perluasan Makna

Sebuah kata pada awalnya digunakan untuk satu kontekstual tertentu. Namun, kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain.

(58)

(20).a. Cerah lampu iki

Terang lampu ini

Lampu ini sangat terang

b. Cerah sekali sinarnya matahari sekarang iki

Cerah sinarnya matahari sekarang ini

Sinar mataharisangat cerah pada hari ini

Akan tetapi, kata itu kemudian dipakai untuk menjelaskan pekerjaan yang tidak mengalami hambatan atau yang berjalan lancar tanpa kurang sesuatu apa pun, sebagaimana hanya cuaca yang cerah dan sinar lampu yang terang. Kata itu kemudian bermakna ‘berjalan lancar’. Dengan demikian, makna kata itu menjadi meluas sesuai dengan perluasan pemakaian kata dalam konteksnya seperti kalimat berikut:

c. Lancar memang pesta kita iku

Lancar memang pesta kita itu

Pesta kita itu berjalan lancar

d. Lancar memeng duit gajian kita iku

Lancar memang uang gajian kita itu

(59)

4.3.2 Pemakaian Khas pada Suatu Lingkungan Masyarakat

Makna yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh masyarakat lingkungan yang berbeda, sehingga makna dari kata itu berubah. Dalam bahasa Jawa Ngoko yaitu pada kata

pande yang digunakan menerangkan orang yang pintar di lingkungan masyarakat sekolah atau

yang menuntut ilmu pengetahuan seperti dalam kalimat berikut,

(21). Uwes pande riko rupae

Sudah pandai kamu rupanya

Kamu rupanya sudah pandai

(21).a. De’en yang lebih pande neng sekolahe

Dia yang lebih pandai di sekolahnya

Dia yang lebih pande di sekolahnya

Akan tetapi, masyarakat pekerja bangunan dan pemusik tradisional Jawa Ngoko, kemudian menggunakan kata pande sehingga kata itu dapat berubah makna pada ‘tukang’ dan ‘pemusik’ ini dapat dibuktikan dari kalimat berikut:

(21).b. Uwong pande iso betuli iku

Orang pintar bisa memperbaiki itu

(60)

(21).c. Pande riko gawe gendang kentongan mesjid iku

Pintar kamu buat gendang pukulan mesjid itu

Pemusik!, Buatlah dulu gendang kentongan mesjid itu

4.3.3 Pemakaian Kiasan

Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan, karena pemakai bahasa ingin membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain, dalam bahasa Jawa Ngoko yaitu; kata anak yang bermakna ‘anak manusia yang berjenis kelamin laki-laki’ akan tetapi kata itu telah digunakan dengan makna kiasan pada anak kerbo ‘anak kerbau’, anak pari ‘ anak padi ’ anak duet ‘bunga uang’, anak rojo ‘orang terhormat’, anak bungsu ‘anak terakhir’ dan anak moto ‘anak mata’ maka yang timbul karena pemakaian makna kiasan erat hubungannya dengan metafora.

4.3.4 Pemberdayaan Bahasa

(61)

(22).a. Uwes ngadek de’en membawa jeneng kake’e

Sudah berdiri dia membawa nama kakeknya

(62)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis dan temuan peneliti, sebagai simpulan yang dapat dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu, bahwa polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko.

(1). Berdasarkan bentuk katanya polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko ada dua bagian yaitu (a) polisemi berbentuk kata dasar (kata yang tidak mengalami proses afiksasi); (b) polisemi berbentuk kata turunan/kompleks (kata yang sudah mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan).

(2). Berdasarkan kategori kata (kelas kata),

Polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko ada empat kategori kata yaitu: (a) polisemi kategori Verba (kata kerja); (b) polisemi kategori Nomina (kata benda); (c) polisemi kategori Adjektiva (kata sifat); dan (d) polisemi kategori Advebia (kata keterangan). Pada kategori adverbia yang mengalami polisemi hanya dua, yaitu kategori adverbia waktu, dan kategori adverbia cara. Perubahan makna polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko terdiri atas dua bagian, yaitu perubahan makna berupa perluasan makna, dan perubahan makna yang berupa pembelahan makna pada sebuah kata atau frase (kelompok kata).

(3). Penyebab perubahan makna polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko.

(63)

5.2 Saran

Penelitian ini telah menggambarkan dan memberikan penjelasan mengenai polisemi yang ada dalam bahasa Jawa Ngoko. Namun, hasil penelitian ini masih perlu ditindaklanjuti dan terbuka kesempatan untuk penelitian ulang terhadap pertalian semantik karena dalam penelitian ini masih sebagian dari kajian semantik.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan,2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Aminuddin, 2001. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Bandana, 2002. Polisemi Dalam Bahasa Bali. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Chaer, 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rika Cipta.

Chaer ,1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rika Cipta

Finozo, Lamuddin, 2007-2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Kridalaksana, 1994. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakrta: Gramedia Pustaka Utama.

Malo, 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Universitas Terbuka.

Pateda, Daniel Jos. 1986. Semantik Leksikal. EndeFlores: Nusa Indah

Patedah, 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rika Cipta.

Parera, 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Ramlan, 1991. Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Off Set.

Ritonga, Parlaungan, dkk.2008. Bahasa Indonesi Praktis. Medan: Bartong Jaya

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana.

(65)

Skripsi

Fahri, (2004). Polisemi Dalam Bahasa Mandailing. (skripsi) Medan:

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Marini (2008), Analisis Pemakaian Polisemi pada Harian Medan Bisnis

Edisi Agustus 2007, (skripsi) Medan; Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Rinawaty (1990), Tinjauan Pemakaian Polisemi pada Harian Suara Pembaharuan. (skripsi) Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Kamus

Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pusat Utama.

(66)

LAMPIRAN I

Daftar Informan

Nama : Aahmad Umur : 67 Tahun Pekerjaan : Peternak Sapi Alamat : Desa Mangga Dua

Nama : Samini Umur : 30 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Desa Mangga Dua

Nama : Sal Biah Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Desa Mangga Dua

Nama : Bandi Umur : 60 Tahun Pekerjaan : Agen Sapi

(67)

Nama : Satar Umur : 68 Tahun

Pekerjaan : Tukang Gali Kubur Alamat : Desa Mangga Dua

Nama : Iyes Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Mangga Dua Pasar Besar

Nama : Sudar Umur : 46 Tahun Pekerjaan : Agen Kelapa

Alamat : Mangga Dua Pasar Besar

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan, dengan kata lain kakujoshi pada kalimat tersebut memiliki makna gramatikal ‘ dari ’ yang merupakan penanda dasar keputusan atau dalam bahasa Jepang disebut

Maksud yang terkandung dalam kalimat imperatif Bahasa Jawa Ngoko dapat dibedakan menjadi lima jenis sebagai berikut, (i) kalimat imperatif yang mengandung maksud menyuruh, yang

Pada struktur ungkapan kalimat atau kata (istilah hukum) memiliki kemiripan namun dalam penerapan dan penggunaan yang berbeda maka akan memiliki konsekuensi makna yang berbeda dan

Masalah ketaksejajaranhubungan makna antara unsur-unsur kalimat, seperti diilustrasikan pada kalimat (5) di atas, diselesaikan dengan pemahaman ciri semantis kata, baik verba

memberikan batasan tentang kedua istilah tersebut, yaitu polisemi (tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu dan setia maknanya memiliki pertautan, sedangkan yang

makna literal ‘sejenis tempat air’. Apabila pertalian semantis ini dimasukkan, masalah yang timbul ialah menyangkut pemasukan- nya ke dalam kamus. Salah satu syarat sebuah kamus

Kalimat-kalimat pada adjektiva dasar di atas membuktikan bahwa keenam adjektiva dasar dadi, bhala, bhore, ghosa, kee, dan kesa adalah kata-kata yang mangandung polisemi, yaitu

Dari dekomposisi-dekomposisi predikat kata-kata hasil afiksasi dasar yang memiliki makna „arah‟ atau „ruang terbuka‟ menggunakan afiks meng- yang memiliki makna