• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TELAAH PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.9 Peranan Kelembagaan Terhadap Agribisnis Tebu

Kelembagaan dalam agribisnis menurut Singgih (2009), berperan sebagai pendukung aktif dan penghubung antara pusat aktivitas agribisnis dengan unsur-unsur pendukung lain dalam agribisnis. Dengan adanya lembaga-lembaga pendukung ini, segala keperluan dalam agribisnis seperti penyediaan modal, penyaluran teknologi, pengolahan hasil serta pembinaa petani dapat terpenuhi.

Kelembagaan terbentuk atas dasar kebutuhan dalam agribisnis yang berasal dari masyarakat perdagangan dan jasa ataupun dari inisiatif pemerintah. Kelembagaan yang berasal dari pemerintah ada karena

masyarakat tanggap atas kebutuhan agribisnis dan kelembagaan yang dibentuk pemerintah merupakan efek penggandaan dari kebijakan pemerintah terhadap agribisnis itu sendiri.

Lembaga di masyarakat mempunyai arti yang sangat penting dalam mensukseskan pembangunan, terutama pada pembangunan agribisnis. Baik fungsinya sebagai pranata sosial maupun dalam fungsinya sebagai wadah atau organisasi kemasyarakatan itu. Banyak istilah yang menunjukkan apa itu lembaga masyarakat antara lain :

a. Lembaga kemasyarakatan dinyatakan sebagai institusi sosial, isinya adalah hal-hal yang mengatur perilaku para anggota masyarakat. b. Lembaga kemasyarakatan sebagai pranata sosial, yang berisi sistem

tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada aktivitas- aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. c. Lembaga kemasyarakatan sebagai bangunan sosial, ialah bentuk-

bentuk dan susunan institusi itu sendiri.

Berikut jenis-jenis lembaga kemasyarakatan agribisnis tebu : 1. Perkreditan

Dalam upaya mengembangkan agribisnis di kalangan petani tebu, pemerintah telah menyediakan kredit untuk usahatani baik untuk yang terprogram maupun tidak.

2. Penyuluhan Pertanian

Penyuluh pertanian adalah sistem pendidikan non-formal yang ditujukan kepada para petani, beserta keluarganya agar mereka

tumbuh keinginan untuk mengembangkan kemampuannya dalam berswadaya memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat sekitar.

3. Koperasi

Koperasi Unit Desa (KUD) atau Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) sebagai lembaga pendukung dalam kelangsungan proses kegiatan agribisnis tebu. Dalam pembangunan sosial dan ekonomi di pedesaan, koperasi merupakan wahana yang menghimpun potensi ekonomi masyarakat di pedesaan. Sebagai organisasi ekonomi makakoperasi perlu dikembangkan dan ditunjang aktivitasnya agar benar-benar melayani kegiatan agribisnis di wilayah kerjanya. Peranan koperasi dalam agribisnis adalah sebagai mitra petani yang melayani, yaitu a) sebagai penyalur kredit usahatani dan jenis kredit lainnya; b) mengusahakan dan menyediakan kebutuhan peralatan pertanian; c) menyediakan sarana produksi seperti benih, pupuk, dan obat-obatan/ herbisida; d) menangani pasca panen berupa penjualan tetes tebu dan gula; e) memasarkan hasil tetes tebu dan gula.

4. Kelompok tani

Kelompok tani adalah kumpulan petani yang bersifat non-formal

bergabung karena adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Fungsi kelompok tani dalam kegiatan usahatani adalah sebagi kendali yang diperlukan untuk keberhasilan usahatani dalam bidang a) merencanakan dan melakukan kegiatan usahatani; b) mengadakan

hubungan kerja dengan aparatur Pembina dan instansi penunjang; c) kelas belajar secara non-formal.

5. Lembaga pengolahan dan pemasaran hasil

Peranan kelembagaan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian amat besar dalam sistem agribisnis karena akan membawa kelangsungan hidup dan proses perekonomian di berbagai sektor terutama yang menunjang agribisnis. Adanya lembaga pengolahan dan pemasaran hasil pertanian akan terjalin hubungan ekonomi antara produsen dan konsumen.

Agribisnis tebu dalam proses hulu hingga hilir dalam menjalankan fungsinya sebagai penyuplai salah satu kebutuhan pokok industri gula, melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga antara lain : Pabrik Gula, Petani Tebu, Bank Pemberi Kredit, Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR), dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), serta yang bersifat

supporting system seperti bidang transportasi, penyuluhan, perkreditan, pergudangan, infrastruktur, serta kebijakan pemerintahan melalui lembaga-lembaga antara lain : PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi Jawa Timur, Dinas Perkebunan Kabupaten, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP), serta Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP).

Petani tebu adalah lembaga yang paling dominan berperan dalam kelembagaan agribisnis tebu, karena dimulai dari petani kegiatan budidaya tebu diterapkan. Pada umumnya petani tebu dalam menerapkan kegiatan budidaya terhalangi oleh masalah permodalan. Secara konseptual, keberadaan lembaga pembiayaan khusus sektor pertanian di Indonesia dapat dikategorikan penting. Selain sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional, seperti dalam menyerap tenaga kerja, potensi pembiayaan yang sangat besar di sektor pertanian baik dari sisi SDM, SDA, maupun peluang bisnisnya, seperti subsistem penyediaan saprodi, budidaya, panen/ pasca panen, hingga pemasaran (Anonim, 2010a).

Ide model peminjaman dapat dilanjutkan dengan skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah diluncurkan Presiden RI pada 5 November 2007. Dukungan pemerintah dalam pembiayaan pertanian hingga saat ini masih ditekankan pada pelaksanaan program baik berupa bansos maupun subsidi bunga. Program pemberdayaan petani/ masyarakat melalui kegiatan yang bersifat bansos adalah Lembaga Mandiri Mengakar pada Masyarakat (LM3), Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan sebagainya. Sementara pembiayaan pertanian melalui subsidi bunga bekerjasama dengan Bank adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) maupun Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Pertanian (KPEN-RP). Besaran subsidi bunga KKPE tebu dan non-tebu pada saat ini masing-masing 5% dan 7%. Bank memberikan kredit bagi

petani tebu dan padi selama ini disalurkan melalui linkage program swamitra, yakni koperasi dan asosiasi petani (Anonim, 2010f).

Bank merupakan salah satu lembaga alternatif pemecah masalah permodalan bagi petani. Salah satu bank yang memiliki program mendukung pemberian kredit modal kerja yang diberikan kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan) untuk meningkatkan kompetensi usaha kecil adalah Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Menurut Anonim (2011a), Bank Mandiri memberikan kredit modal kerja KKPE dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung kedelai, ubi kayu dan ubi jalar, kacang tanah dan atau sorgum, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternak sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan kedelai. Berikut sasaran penerima KKPE :

1. Petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pembudidaya ikan yang tergabung dalam kelompok tani/ kelompok usaha bersama/ kelompok pembudidaya ikan

2. Petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pembudidaya ikan sebagai anggota koperasi

3. Koperasi Primer dalam rangka pengadaan pangan

Sedangkan untuk Program PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan) yang dikelola Bank Mandiri adalah sebuah Program Kemitraan BUMN

dengan Usaha Kecil untuk meningkatkan kompetensi usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. PKBL adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha BUMN. Berikut persyaratan mengambil kredit PKBL :

1. Memenuhi kriteria usaha kecil.

2. Belum pernah menerima pinjaman dari Bank Mandiri, Bank dan BUMN lainnya.

3. Telah menjalankan usaha min. 1 tahun dan mempunyai prospek untuk dikembangkan.

4. Diutamakan kepada usaha kecil dan koperasi yang belum memiliki akses perbankan (belum bankable), asset/ omzet pertahun di bawah Rp 50 juta atau tidak mempunyai agunan yang cukup.

Menurut Anonim (2011b), BRI juga turut serta dalam memberikan kredit modal kerja KKPE, dengan visi dan misi sebagai berikut :

Visi BRI :

Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah.

Misi BRI :

1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.

2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang

profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance.

3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak- pihak yang berkepentingan.

KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat) maupun APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat) merupakan wadah untuk memperjuangkan kesejahteraan petani tebu agar lebih kompetitif. Koperasi Indonesia berdasarkan definisinya adalah sebagai bentuk lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Dalam lingkup pengertian seperti itu, banyak pihak yang menafsirkan koperasi Indonesia semata-mata hanya sebagai suatu lembaga dalam arti yang sempit, yaitu organisasi atau badan hukum yang menjalankan aktivitas ekonomi dengan tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Fungsi KPTR salah satunya mengatur sistem sharing (bagi hasil) yang sekarang dengan perbandingan 80% petani dan 20% untuk investor. Selain itu KPTR juga bergerak dalam pegurusan dana dan tempat penyewaan lahan perkebunan tebu, sedangkan Swamitra merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan dana bagi usaha kecil menegah (Anonim, 2010b).

Menurut Hatta (1945), koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah yang dituju pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan. Sedangkan pengertian koperasi menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hokum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan

APTR memiliki perbedaan fungsi dari KPTR, dimana APTR lebih menitik beratkan sebagai forum yang menghimpun aspirasi petani tebu dimasing-masing pabrik gula. Bermula dari ketidak puasan atas kebijakan pemerintah atas Keppres Nomor 19 Tahun 1998, tertanggal 21 Januari 1998 mengenai perubahan Keppres Nomor 50 Tahun 1995, sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 45 Tahun 1997, isinya membatasi wewenang Bulog hanya untuk komoditas beras dan tentu saja tata niaga gula harus diliberalisasi. Selain itu, lahirnya Inpres Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pembubaran Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Kebijakan tersebut memiliki implikasi luar biasa mengagetkan petani tebu. Pada waktu itu, petani dihadapkan secara langsung dengan pasar. Dalam kondisi petani belum mengerti apa-apa tentang pemasaran gula, mereka menjadi bulan- bulanan para tengkulak dan pedagang. Kondisi semakin parah, tepatnya pada tanggal 1 Februari 1998, pemerintah berlomba-lomba mengimpor gula, karena harga gula dunia saat itu jauh di bawah harga gula dalam negeri. Kebijakan tersebut berdampak menurunkan harga dalam negeri secara signifikan yaitu menjadi Rp1.800/Kg dengan Bea Masuk (BM) gula impor hanya pada kisaran 20%-35%, dimana keadaan tersebut

merupakan BM terendah di seluruh dunia. Dan pada tahun yang sama diperparah dengan penghapusan subsidi gula.

Pada tahun 2000, dalam upaya penguatan kelembagaan petani tebu maka diselenggarakan Musyawarah Nasional Petani Tebu Indonesia dan eksistensinya masih dirasakan perlu oleh petani tebu di Indonesia (Anonim, 2010f).

Lembaga yang bersifat supporting system memiliki peran yang cukup signifikan bila keberadaanya sesuai proporsi yang dibutuhkan. Lembaga-lembaga tersebut memiliki tugas dan fungsi masing-masing sebagaimana berikut. PTPN (Persero) memiliki 13 unit kerja yaitu PTPN I sampai PTPN XIV (kecuali PTPN VI). Namun yang mengusahakan komoditas tebu yaitu PTPN II di Sumatera Utara, PTPN VII di Lampung, PTPN IX di Jawa Tengah, PTPN X dan XI di Jawa Timur, dan PTPN XIV di Sulawesi Selatan.

PTPN X dibentuk berdasarkan PP No. 15 Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Jawa Tengah dan Jawa Timur dari eks PTP XIX, PTP XXI-XXII dan PTP XXVII. PTPN X mengusahakan komoditi tebu , tembakau dan tanaman serat. Tanaman tebu ditanam pada areal lahan sawah dan lahan kering seluas 65.320 Ha yang terdiri dari areal tebu sendiri seluas 2.857,10 Ha dan areal tebu rakyat 62.462,90 Ha (Anonim, 2010e).

P3GI merupakan suatu lembaga riset pergulaan di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dengan usia lebih dari 122 tahun. P3GI merupakan salah satu lembaga penelitian dari Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI) yang beranggotakan BUMN Perkebunan dan perusahaan perkebunan swasta.

P3GI adalah satu-satunya lembaga penelitian di Indonesia yang khusus meneliti tentang gula dan pemanis, mulai dari sektor on-farm, off-

farm hingga konsep kebijakan dan tata niaga. Oleh karena itu, kinerja industri gula Indonesia tidak terlepas dari peran P3GI. P3GI mempunyai tugas untuk menghasilkan berbagai inovasi teknologi dan produk bagi kemajuan masyarakat gula, khususnya petani tebu dan Pabrik Gula (Anonim, 2011e). Dalam situasi industri gula yang demikian, P3GI sebagai suatu lembaga penelitian mempunyai visi sebagai berikut :

Menjadi mitra yang handal bagi induatri gula melalui paket teknologi dan tenaga ahli baik dalam upaya mencari terobosan maupun pemecahan masalah. Kemitraan yang handal tersebut diwujudkan dalam peran :

a. Penggerak utama pertumbuhan industri gula melalui penelitian- penelitian terobosan.

b. Pendamping industri gula dengan menghasilkan dan menyediakan paket-paket teknologi untuk mengatasi masalah aktual serta menyediakan pakar untuk jasa konsultasi.

c. Pendukung upaya perkembangan yang dilakukan pabrik gula dengan melakukan penelitian uji dan adaptasi.

Dengan demikian misi P3GI adalah:

a. Mempelajari dan mencarikan upaya untuk menanggulangi kendala dalam pembangunan bidang pergulaan Nasional.

b. Mengidentifikasi dan mengupayakan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh industri pergulaan dan pabrik gula pada khususnya. c. Melakukan kegiatan pengembangan dan pelayanan kepada

perusahaan gula, demi mencapai efektifitas kerja dan efisiensi pengelolaannya dalam arti seluas-luasnya.

P3GI dalam mewujudkan visi dan misi, budaya kerja dalam manajemen adalah dengan meningkatkan citra, kualitas pelayanan dan kualitas sumberdaya manusia. Sementara itu budaya kerja atau tata nilai seluruh karyawan P3GI adalah mengutamakan pelayanan prima, selalu berkomitmen pada keperluan stake holder, bersikap jujur, memiliki rasa bangga menjadi karyawan P3GI, bekerja keras dan cermat untuk mencapai sasaran, belajar dalam disiplin dan tepat waktu, menyadari akan adanya responsibility dan accountibility, mempunyai standar etis, bersikap efektif dan efisien, penuh inisiatif, penuh motivasi untuk maju, membangun keharmonisan, mampu bersaing dengan akrab, serta berpikir bijaksana (Anonim, 2011e).

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur merupakan unsur pelaksana Pemerintah Propinsi Jawa Timur di bidang perkebunan. Sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 34 tahun 2000,

tentang Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur mempunyai tugas menyelenggarakan kewenangan disentralisasi dan tugas dekonsentrasi di bidang perkebunan.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijaksanaan dalam rangka penyusunan perencanaan di bidang perkebunan.

b. Pelaksanaan kebijaksanaan dalam penataan dan pengembangan perkebunan.

c. Pelaksanaan peningkatan produksi dan mutu hasi perkebunan perbaikan tata laksana dan pemasaran hasil perkebunan.

d. Pengusaha dan pemanfaatan sumberdaya perkebunan.

e. Pengendalian dalam rangka pengamanan dan perlindungan serta pelaksanaan rehabilitasi perkebunan.

f. Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto adalah unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Mojokerto di bidang kehutanan dan perkebunan. Wilayah kebun yang dimiliki PG Gempolkrep terbanyak ada di Kabupaten Mojokerto, sehingga petugas PPL Hutbun Kabupaten Mojokerto yang membantu operasional di lapangan areal wilayah kerja PG Gempolkrep. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11

Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Mojokerto. Berikut tugas dan fungsi Dinas Kenutan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto :

1. Tugas Pokok

Dinas Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan di bidang kehutanan dan perkebunan. 2. Fungsi

a. Perumusan kebijaksanaan teknis bidang kehutanan dan perkebunan. b. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum bidang

kehutanan dan perkebunan.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang kehutanan dan perkebunan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) merupakan unit pelaksana dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Balai ini adalah bagian dari salah satu Direktorat Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki ujung tombak atau unit teknis yaitu BBP2TP Surabaya untuk wilayah Indonesia Timur, BBP2TP Medan untuk wilayah Indonesia Barat, BBP2TP Ambon untuk wilayah khusus Kepulauan Maluku, BPTP Pontianak untuk wilayah Indonesia Tengah.

BBP2TP Surabaya khususnya bidang perbenihan memiliki wilayah kerja sebanyak 16 Propinsi yang terdiri dari Propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.08/ Permentan/ OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Surabaya adalah sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

a. Melaksanakan pengawasan dan pengembangan pengujian mutu benih.

b. Melaksanakan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan.

c. Melaksanakan pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu dan laboratorium.

2. Fungsi Khusus Bidang Perbenihan

a. Pengawasan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional.

b. Pelaksanaan pengujian mutu benih perkebunan introduksi, eks impor dan yang akan diekspor serta rekayasa genetika.

c. Pelaksanaan pengujian adaptasi (obsevasi) benih perkebunan dalam rangka pelepasan varietas.

d. Pelaksanaan penilaian pengujian manfaat dan kelayakan benih perkebunan dalam rangka penarikan varietas.

e. Pelaksanaan pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan dalam rangka pemberian sertifikat layak edar.

f. Pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas propinsi.

g. Pelaksanaan pengembangan teknik dan metode pengujian mutu benih perkebunan dan uji acuan (reference test).

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Mojokerto berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Mojokerto mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang perhubungan, komunikasi dan informasi.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijakan bidang perhubungan, komunikasi dan informatika.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang perhubungan, komunikasi dan informatika.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang perhubungan, komunikasi dan informatika.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Mojokerto berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Mojokerto mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang bina marga.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijakan teknis bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.3. Kerangka Pemikiran

Salah satu industri penting yang didukung oleh sektor pertanian adalah industri gula. Didalam pengadaan gula melibatkan berbagai pihak yaitu pemerintah, pengusaha, peneliti, pabrik gula dan petani. Keberpihakan pemerintah terhadap industri gula sangat beralasan, karena gula mempunyai peran yang sangat strategis terutama sebagai bahan

makanan sumber kalori seperti halnya beras, jagung dan umbi-umbian. Berarti juga merupakan keberpihakan terhadap agribisnis tebu.

Negara Indonesia menempatkan gula yang berbahan dasar dari tanaman tebu sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat utama setelah beras, yang mana keberadaannya sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak dan kas negara melalui pajak dan cukai. Keterkaitan gula dengan industri sekunder terutama dari aspek investasi dan penyerapan tenaga kerja yang dapat mendorong tumbuhnya industri makanan-minuman, perubahan dalam siklus produksi, konsumsi dan pemasaran dapat mengundang timbulnya bermacam gejolak dalam masyarakat baik sosial, ekonomi maupun politis.

Secara umum permasalahan pergulaan yang dihadapi oleh industri gula sangat kompleks baik dari on-farm maupun off-farm. Peran kelembagaan salah satunya dapat menjawab solusi permasalahan tersebut. Ketidakefisiensian struktur ekonomi kelembagaan dapat ditunjukkan dengan masih kurangnya kemampuan pabrik gula dalam menggalang jaringan kerjasama suatu kelembagaan yang solid.

Persentase keberhasilan tebu yang tergiling pada PG Gempolkrep khususnya masih belum maksimal, berarti dipastikan terdapat potensi tebu petani yang masih dapat dioptimalkan untuk peningkatan produktivitas pabrik gula. Selain itu permasalahan petani tegakan merupakan bagian dari masalah kinerja kelembagaan agribisnis tebu. Petani memiliki kebebasan dalam memilih kepada siapa tebunya akan digiling. Namun

ketidakefisiensian struktur ekonomi kelembagaan dalam menggalang jaringan kerjasama menjadikan persentase petani tegakan di wilayah areal PG Gempolkrep relatif tinggi. Oleh karena itu dibutuhkannya pengembangan produksi tebu dan industri gula yang komprehensif, sehingga akan mendukung penataan kelembagaan yang sinergis.

Skema kerangka pemikiran dapat menggambarkan bagaimana kinerja masing-masing lembaga akan mempengaruhi proses pelaksanaan kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Dimana tugas dan fungsi masing-masing lembaga yang berperan dicocokan dengan penerapannya di lapangan. Dengan ini diharapkan rules of the game atau aturan main penerapan agribisnis tebu di PG Gempolkrep jelas, tidak terdapat satu lembaga dan lainnya saling tumpang tindih dalam tugas dan fungsinya.

Berdasarkan skema kerangka pemikiran, penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai ekonomi kelembagaan, khususnya pada agribisnis tebu. Penelitian ini mengembangkan penelitian Ertaningrum (2007), dimana tidak hanya mendeskripsikan peranan pabrik gula dan petani tebu saja. Didukung pula penelitian Singgih (2009), yang menyatakan kelembagaan pada usahatani tebu yang menyebabkan petani tebu tidak pernah merasakan kredit macet atau kondisi Non Performing Loan (NPL). Kerangka pemikiran penelitian ini mengacu pada penelitian Saptana, dkk (2003) dengan judul Kinerja Kelembagaan Agribisnis Beras di Jawa Barat, hanya pada penelitian ini lebih fokus pada subyek agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Analisis kinerja kelembagaan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga berdasarkan visi, misi dan tujuan yang digunakan dalam pelaksanaan agribisnis tebu keterkaitannya dengan lembaga lain sesuai “Road Map

Dokumen terkait