• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Komoditas Karet Terhadap Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Mandailing Natal

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.11. Peranan Komoditas Karet Terhadap Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Mandailing Natal

Konsep pembangunan dewasa ini lebih banyak dimaknai oleh sebagian besar petani hanya sebagai upaya untuk meningkatkan devisa negara dengan jalan

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (economic growth). Menurut Mubyarto dan

Dewanta (1991), sumbangan ekspor komoditas karet untuk devisa negara sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1925, khususnya dari daerah Sumatera Timur. Sumbangan tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan karet-alam dunia.

Demikian pula halnya yang terjadi dengan pembangunan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Tujuan pembangunan perkebunan rakyat skala mikro ini adalah untuk meningkatkan produksi yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.

Menurut Rusli dkk (1996), sebagian besar komoditas perkebunan yang merupakan komoditas ekspor dihasilkan oleh perkebunan rakyat yang produktivitasnya masih rendah. Memang dengan adanya proyek-proyek perkebunan rakyat tersebut produktivitas karet-rakyat dapat meningkat, dari sebelumnya hanya berkisar antara 300-500 kg/ha/tahun meningkat menjadi 800 kg/ha/tahun.

Program-program yang perlu dibuat untuk melaksanakan strategi dan kebijakan itu misalnya pertama, mengembangkan infrastruktur yang menghubungkan daerah sentra produksi perkebunan (karet) dengan pusat pertumbuhan sehingga mampu

membuka isolasi daerah itu. Terbukanya isolasi akan melancarkan komunikasi, sehingga memudahkan informasi, pendidikan, pengawasan dan sebagainya. Kedua, mengembangkan kegiatan pertanian rakyat kembali melalui jalur yang benar, misalnya dengan pola intensifikasi dan penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal serta dibarengi dengan pemberdayaan lembaga agribisnis yang ada dengan memperhatikan keterkaitan antar subsistem di tingkat lokal. Ketiga, perlu mengembangkan swadaya lokal. Artinya membangun kemampuan masyarakat agar mampu mengatasi masalahnya sendiri secara otonom, kreatif dan mandiri.

Proses pembangunan wilayah (daerah) di Kabupaten Mandailing Natal sering menghadapi banyak masalah yang cukup komplek. Selain luasnya wilayah permasalahan muncul karena disebabkan oleh adanya keragaman aksesibilitas antar daerah, teknologi, sumberdaya manusia dan tingkat perkembangan pembangunan. Keadaan seperti ini lebih memperihatinkan di daerah pedesaan. Di mana sebagian besar masyarakat yang tinggal di pedesaan adalah sebagai petani karet rakyat yang umumnya tingkat kesejahteraan mereka masih dalam kondisi yang memprihatinkan.

Sejauh ini strategi dan langkah kebijakan pemerintah untuk membangun dan mengembangkan perkebunan karet rakyat telah dilaksanakan, seperti (a) Pembentukan pusat-pusat pengolahan karet di beberapa daerah sentra produksi dengan tujuan menampung dan mengolah lateks dari hasil perkebunan rakyat dan untuk memperbaiki mutu olahannya, (b) Melakukan pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana proyek (UPP).

Dalam proses pembangunan ekonomi wilayah Hirschman mengungkapkan segi

keterkaitan (linkages) di antara berbagai ragam kegiatan ekonomi. Hal itu

menyangkut keterkaitan antar sektor maupun keterkaitan intra sektor. Keterkaitan dengan kegiatan sektor di tahap menyusul (industri hilir) bersifat forward linkages. Sebaliknya, keterkaitan dengan kegiatan industri di tahap yang mendahuluinya (industri hulu) bersifat backward linkage (Djojohadikusumo, 1994).

Sektor yang memiliki keterkaitan paling tinggi berarti memiliki potensi menghasilkan output produksi yang tinggi pula. Dengan faktor konversi tertentu dari output ke pendapatan rumah tangga dan angka pengganda lapangan pekerjaan, maka jelas sektor produksi ksret dengan angka keterkaitan tinggi akan menghasilkan tambahan pendapatan rumah tangga dan tambahan lapangan pekerjaan tertinggi pula di Kabupaten Mandailing Natal. Analisis ini pada dasarnya melihat dampak terhadap output dari kenyataan bahwa pada dasarnya sektor-sektor dalam perekonomian dalam hal ini sektor perkebunan karet saling pengaruh mempengaruhi.

Keterkaitan antar sektor tersebut dapat dikategorikan dalam dua hal; yang

pertama adalah keterkaitan ke belakang (backward linkages), dan kedua adalah

keterkaitan ke muka (forward linkages). Sebelum mengidentifikasi sektor unggulan maka perlu dibahas terlebih dahulu mengenai analisis keterkaitan tersebut.

Analisis keterkaitan kebelakang (Backward Linkage) menunjukkan

kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan output, income dan tenaga kerja sektor lainnya di Kabupaten Mandailing Natal, artinya peningkatan output sektor-sektor lainnya tersebut dapat terlaksana melalui dua cara. Pertama, peningkatan output akan

meningkatkan permintaan input sektor itu sendiri dalam hal ini adalah produksi karet (lateks). Input sektor tadi ada yang berasal dari sektor itu sendiri, ada pula yang berasal dari sektor lain. Oleh karenanya, sektor tersebut akan meminta output sektor lain lebih banyak dari pada sebelumnya (untuk digunakan sebagai input proses produksi). Berarti, harus ada peningkatan output sektor lain. Peningkatan output sektor tersebut, pada gilirannya, akan meningkatkan permintaan input sektor itu sendiri, yang berarti harus ada peningkatan output sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain output tersebut akan digunakan oleh sektor industri karet dan barang-barang dari karet sebagai input antara dalam proses produksinya. Hal ini kemudian secara simultan akan memicu peningkatan penggunaan output sektor-sektor lain sebagai input. Sehingga secara total akan mengakibatkan peningkatan penggunaan output seluruh perekonomian. Untuk sektor-sektor ekonomi lainnya dapat dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama, beberapa sektor yang mempunyai keterkaitan ke belakang seperti : (a) Industri Karet dan Barang-Barang dari Karet, (b) Perdagangan Eceran, (c) Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan, (d) Perdagangan Besar, (e) Listrik dan lain-lain.

Sedangkan sektor yang mempunyai keterkaitan kedepan menganalisis

kepekaan peningkatan output, income dan tenaga kerja akibat adanya perubahan

permintaan akhir output sektor perekonomian secara keseluruhan (sektor ekonomi

lainnya) yang memberikan dampak multiplier effect produksi karet rakyat di

Kabupaten Mandailing Natal. Interprestasi tehadap keterkaitan kedepan menunjukkan kepekaan suatu sektor sebagai sektor hulu dalam menangkap peluang

akibat perubahan pada sektor hilir seperti keterkaitan dengan industri yang menggunakan karet sebagai bahan baku antara lain industri sarung tangan, alas kaki,

selang belt transmision, sehingga peranan komoditas karet terhadap pembanguan

ekonomi wilayah di Kabupaten Mandailing Natal dapat memberikan dampak yang signifikan kedepannnya.

Dalam hal ini pemerintah juga hendaknya menjembatani permasalahan pengembangan usaha ekonomi lokal dengan memfasilitasi/memberikan instensif perkreditan terhadap petani karet rakyat, disamping itu perlu didukung dengan adanya kemitraan antar pengusaha kecil/lokal terhadap pengusaha besar, terutama dalam hal pemasaran produksi karet yang terkait dengan harga komoditas karet lokal, sehingga mampu mendorong pengembangan usaha karet rakyat yang memiliki keterkaitan usaha ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages) yang kuat yang tidak terlepas dari peningkatan ketersediaan infrastruktur perdesaan dengan melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat (community based development) dalam pembangunan dan/atau pemeliharaannya, antara lain jaringan jalan perdesaan yang membuka keterisolasian, jaringan listrik perdesaan, jaringan/sambungan telepon dan pelayanan pos, dan pusat informasi masyarakat (community access point).

Sejalan dengan Damanik (2000) bahwa komoditas perkebunan di propinsi Sumatera Utara merupakan komoditas ekspor. Oleh karena pemasukan devisa negara melalui ekspor, adalah hal yang sangat penting untuk membantu pemerintah dalam mengurangi defisit neraca pembayaran. Komoditas perkebunan tetap perlu dikembangkan terutama pada wilayah yang relatif mempunyai tingkat pendapatan

dan kesempatan kerja yang tinggi dibanding wilayah lainnya, sehingga dengan cara demikian selain ada pemasukan devisa untuk negara juga dapat dijadikan instrument dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah di propinsi Sumatera Utara.

Didukung oleh Parhusip (2000) pengembangan karet alam diharapkan dapat dioptimalisasi melalui kedua line usaha baik on farm seperti teknologi pengembangan kualitas bibit unggul karet sedangkan pada sisi off farm seperti mengoptimalkan kondisi pasar karet. Permasalahan produktivitas lahan merupakan permasalahan

utama dalam pengembangan on farm termasuk kualitas bahan baku olahan yang

masih rendah. Kondisi tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut diharapkan juga dapat menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan.

Todaro (2000) pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian atau perkebunan serta ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar yaitu sebagai berikut :

a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas hasil produksi pertanian

b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang didasarkan pada strategi pembangunan penataan yang berorientasi pada pembinaan ketenagakerjaan c. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian yang

secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian

Berdasarkan kajian budidaya tanaman karet yang disadur dari

www.bi.go.id/sipuk (2002), menyebutkan bahwa keberhasilan usaha perkebunan

karet yang dilaksanakan, memungkinkan petani memiliki peluang untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dengan demikian akan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Dengan adanya peningkatan pendapatan petani, kesenjangan sosial yang selama ini bisa diperkecil. Upaya ini hanya akan berhasil apabila kebijakan pemerintah tentang pembangunan pertanian, khususnya perkebunan karet akan memberikan dukungan kepada petani secara finansial (kredit lunak), kemudahan dalam pengelolaan dan kepemilikan lahan perkebunan karet yang dihasilkan petani dengan penetapan harga jual yang menguntungkan bagi petani.

Blakely (1994), mengatakan bahwa ciri utama pengembangan ekonomi lokal

(wilayah) adalah pada titik beratnya pada kebijakan “endogenous development”

menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi.

Meskipun demikian upaya dalam mencapai keberhasilan tujuan pembangunan wilayah saat ini, secara umum dihadapkan pada banyak tantangan yang sangat

berbeda sifatnya dibandingkan pada masa-masa yang lalu. Tantangan pertama berkaitan dengan kondisi eksternal seperti perkembangan internasional yang berhubungan dengan liberalisasi arus investasi dan perdagangan global. Sedangkan yang kedua bersifat internal, yaitu yang berkaitan dengan perubahan kondisi makro maupun mikro dalam negeri. Tantangan internal disini dapat meliputi transformasi struktur ekonomi, masalah migrasi spasial dan sektoral, ketahanan pangan, masalah ketersediaan lahan pertanian, masalah investasi dan permodalan, masalah iptek, SDM, lingkungan dan masih banyak lagi.

Menghadapi persaingan global di era pasar bebas AFTA (ASEAN Free Trade

Area), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) maupun WTO (World Trade

Organization), prospek pengembangan industri diharapakan mampu mendorong tingkat pendapatan dan produksi petani karet rakyat yang merupakan salah satu penghasil bahan baku industri tekstil akan lebih cerah. Melalui pembinaan secara intensif dari Pemerintah serta melibatkan seluruh komponen perekonomian nasional, maka kelompok petani karet rakyat akan menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional.

Berdasarkan studi Anwar (2006) yang bertujuan mengkaji Perkembangan

Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Karet merupakan komoditas unggulan yang memiliki pasar cukup cerah di pasar internasional sampai dengan tahun 2035. Produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat, sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Disamping itu perlu diperhatikan

74

strategi di tingkat on-farm seperti : (a) penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi (2-3 ton/ha/th); (b) percepatan peremajaan karet tua seluas 400 ribu ha sampai dengan tahun 2009 dan 1,2 juta ha sampai dengan 2025; (c) diversifikasi usahatani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak; dan (d) peningkatan efisiensi usahatani. Sedangkan di tingkat off-farm adalah : (a) peningkatan kualitas bokar berdasarkan SNI; (b) peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani; (c) penyediaan kredit untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama; (d) pengembangan infrastruktur; (e) peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir; dan (f) peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran.

BAB V

Dokumen terkait