• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Peranan Lembaga Sosial dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga, penulis menguraikan

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

fungsi, manfaat dan tujuan pemberian perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga serta cara/sistem kerja lembaga sosial dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

BAB IV Kendala dan Upaya Mengatasi Kendala dalam Pemberian Perlindungan Hukum oleh Lembaga Sosial, penulis menguraikan kendala-kendala yang dihadapi lembaga sosial dalam mengerjakan perannya secara khusus dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi upaya yang dihadapi tersebut.

BAB V Penutup, penulis menguraikan kesimpulan penulis terhadap permasalahan yang diangkat berdasarkan data-data yang ada serta saran untuk memaksimalkan peranan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

BAB II

PENGATURAN LEMBAGA SOSIAL DALAM

MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP

KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Dalam konstitusi negara Republik Indonesia ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstaat) bukan Negara Kekuasaan (Machtsstaat).42 Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. 43

Negara hukum berarti semua warga negara baik masyarakat maupun pemerintah harus tunduk dan taat pada hukum yang berarti seluruh perilaku masyarakat harus sesuai dengan dan/atau dilindungi oleh hukum. Sama halnya dengan lembaga sosial yang peduli terhadap kekerasan dalam rumah tangga dalam

42

Pasal 1 ayat 3 UUD RI 1945, lihat juga penjelasan UUD RI 1945 bagian Sistem Pemerintahan Negara.

43

Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hlm. 69.

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

bertindak dan/atau melakukan suatu upaya terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga harus sesuai dengan dan/atau dilindungi oleh hukum.

Landasan juridis lembaga sosial dalam bertindak dan/atau melakukan upaya perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga yaitu :

1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

2. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT

3. Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 4. Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Komisi Nasional Anti

Kekerasan terhadap Perempuan

A. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT diundangkan tanggal 22 September 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 95. Fokus UU PKDRT ini ialah kepada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga.44

44

Penjelasan UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 bagian umum.

Pasal 3 UU PKDRT menyebutkan :

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas :

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

a. penghormatan hak asasi manusia; b. keadilan dan kesetaraan gender; c. nondiskriminasi; dan

d. perlindungan korban.

Pasal 4 UU PKDRT menyebutkan :

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan : a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan

d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Dalam melakukan upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga, UU PKDRT mewajibkan beberapa pihak untuk melakukan kerjasama supaya lebih sensitif dan responsif terhadap kepentingan rumah tangga yang diarahkan kepada keutuhan dan kerukunan rumah tangga.45

Dalam upaya pencegahan korban kekerasan dalam rumah tangga, lembaga sosial bekerjasama dengan pemerintah dalam hal menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan

Para pihak tersebut ialah aparat pemerintah, pekerja sosial, advokat, relawan pendamping, pembimbing rohani, lembaga sosial, dan/atau pihak lainnya. Lembaga sosial merupakan salah satu pihak yang diwajibkan untuk melakukan kerjasama dengan pihak/lembaga lainnya dalam mewujudkan tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam tiap upaya yang terdapat di UU PKDRT.

45

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender (oleh pemerintah).46

b. dengan Kepolisian dalam hal memberikan perlindungan sementara;

Dalam rangka melakukan upaya pencegahan terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga, pasal 15 UU PKDRT menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (termasuk lembaga sosial) wajib melakukan upaya sesuai dengan batas dan kemampuannya untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga; memberikan perlindungan kepada korban; memberikan pertolongan darurat; dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan kepada pengadilan.

Lembaga sosial dalam melakukan upaya perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, mengacu kepada pasal 3 dan pasal 4 UU PKDRT mengenai asas dan tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga serta pasal 10 angka (1) UU PKDRT yaitu korban kekerasan dalam rumah tangga berhak mendapat perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

Sebagai salah satu pihak pemberi perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, lembaga sosial wajib dan harus melakukan kerja sama dengan pihak/lembaga lainnya, misalnya :

47

46

Pasal 12 jo pasal 14 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

47

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

c. dengan tenaga kesehatan untuk memeriksa kesehatan korban dan meminta surat keterangan medis hasil pemeriksaan;48

d. dengan pekerja sosial melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban, memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapat perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, mengantarkan korban ke rumah aman (shelter) milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat;49

e. dengan relawan pendamping untuk menginformasikan korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping, mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya, memberikan rasa aman kepada korban dengan pendampingan, memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban;50

f. dengan pembimbing rohani untuk memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban;51

g. dengan advokat dalam memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan, dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang

48

Pasal 21 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

49

Pasal 22 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

50

Pasal 23 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

51

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya;52

h. dengan pengadilan dalam hal pengadilan memberikan tambahan satu atau lebih perintah perlindungan dan/atau satu atau lebih kondisi dalam perintah perlindungan yang mempertimbangkan keterangan pihak lainnya termasuk lembaga sosial.53

Dalam hal melakukan upaya pemulihan korban kekerasand dalam rumah tangga, UU PKDRT tidak mengatur secara rinci mengenai penyelenggaraan dan kerjasamapemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga.54

52

Pasal 25 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

53

Pasal 33 jo Pasal 34 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

54

Pasal 43 UU PKDRT No. 23 Tahun 2004

Pengaturan lebih rinci mengenai hal ini di atur dalam PPRI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan KerjasamaPemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.

B. Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga

PPRI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan KerjasamaPemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga yang selanjutnya disebut dengan PP PKPKKDRT berlaku sejak 13 Pebruari 2006 setelah diundangkan dalam Lembaran Negara RI No. 15 Tahun 2006 yang merupakan amanat pasal 43 UU PKDRT.

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

Yang dimaksud dengan upaya pemulihan korban ialah segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya baik secara fisik maupun psikis.55 Penyelenggaraan pemulihan ialah segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan korban KDRT.56

1. ruang pelayanan khusus di jajaran kepolisian;

Pasal 2 ayat 1 PP PKPKKDRT menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban. Hal yang sama disebutkan dalam pasal 19 PP RI ini yang menyebutkan ”untuk penyelenggaraan pemulihan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembaga sosial, baik nasional maupun internasional yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dari ketentuan ini, lembaga sosial mendapat kesempatan untuk berperan dalam melakukan upaya pemulihan korban KDRT.

Fasilitas yang dapat digunakan untuk penyelenggaraan pemulihan korban KDRT meliputi :

2. tenaga yang ahli dan profesional; 3. pusat pelayanan dan rumah aman; dan

4. sarana dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban.57

55

Pasal 1 angka 1 PP PKPKKDRT No. 4 Tahun 2006

56

Pasal 1 angka 2 PP PKPKKDRT No. 4 Tahun 2006

57

Pasal 2 ayat 1 PP PKPKKDRT No. 4 Tahun 2006

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

Pasal 4 PP PKPKDRT menyebutkan:

”Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi : a. pelayanan kesehatan;

b. pendampingan korban; c. konseling;

d. bimbingan rohani; dan e. resosialisasi.”

Secara tersurat, lembaga sosial melaksanakan resosialisasi korban bersama dengan instansi sosial (instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang ruang lingkup tugasnya menangani urusan sosial) yang bertujuan agar korban kembali melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.58

Sebelum korban KDRT dikembalikan ke masyarakat (resosialisasi), lembaga sosial melakukan pendampingan terhadap korban dengan cara berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak lain (tenaga kesehatan, pembimbing rohani, advokat, psikolog, pekerja sosial, relawan pendamping, lembaga sosial

Tetapi Lembaga sosial dapat melakukan lebih dari upaya resosialisasi, misalnya dengan menyediakan tenaga ahli dan profesional, pusat pelayanan dan rumah aman, sarana dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban misalnya ruangan konseling pribadi, ruang perawatan. Selain itu, lembaga sosial juga melakukan upaya pendampingan terhadap korban yaitu segala tindakan berupa konseling, terapi psikologis, advokasi, dan bimbingan rohani, guna penguatan diri korban kekerasan dalam rumah tangga untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

58

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

lainnya, dan lainnya) agar korban KDRT mampu untuk bersosialisasi dengan masyarakat.

C. Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disebut dengan UU PSK berlaku sejak tanggal 11 Agustus 2006 setelah diundangkan di Lembaran Negara RI No. 64 Tahun 2006. Pokok materi UU PSK ini meliputi perlindungan dan hak saksi dan korban, lembaga perlindungan saksi dan korban, syarat dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan, serta ketentuan pidana.

RUU PSK ini pertama kali di usulkan oleh pemerintah tahun 2002, setelah perjuangan yang lama akhirnya pada tahun 2005 DPR-RI memberikan usulan RUU PSK kepada pemerintah.59 Presiden menyambut baik dan sangat menghargai pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang disampaikan oleh Ketua DPR-RI kepada Presiden RI dengan Surat Nomor: RU.02/4428/DPR-RI/ 2005, tanggal 30 Juni 2005, untuk dibicarakan dengan Presiden dalam sidang DPR guna mendapatkan persetujuan bersama. Pembentukan UU ini membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun dengan perubahan seperlunya terhadap materi yang diusulkan oleh DPR kepada pemerintah.60 59 15 April 2008. 60

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

UU PSK ini dikeluarkan karena pentingnya saksi dan korban dalam proses pemeriksaan di pengadilan sehingga membutuhkan perlindungan yang efektif, profesional, dan proporsional terhadap saksi dan korban.

Perlindungan saksi dan korban dilakukan berdasarkan asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum. Perlindungan saksi dan korban berlaku pada semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa aman pada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.

Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan karena adanya hak-hak seorang saksi dan korban yang harus dilindungi seperti:61

61

Pasal 5 UU PSK No. 13 Tahun 2006

a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;

b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;

c. memberikan keterangan tanpa tekanan; d. mendapat penerjemah;

e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;

f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

i. mendapat identitas baru;

j. mendapatkan tempat kediaman baru;

k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. mendapat nasihat hukum;

m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir; dan/atau

n. bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dalam hal saksi dan korban mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang berat.62

Undang-undang ini memperkenalkan satu lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala kepada DPR RI yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disebut sebagai LPSK yaitu lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan korban.63 LPSK berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan.64 Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas LPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).65 LPSK harus sudah terbentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.66

62

Pasal 6 UU PSK No. 13 Tahun 2006

63

Pasal 1 angka 3 jo pasal 12 UU PSK No. 13 Tahun 2006

64

Pasal 11 UU PSK No. 13 Tahun 2006

65

Pasal 27 UU PSK No. 13 Tahun 2006

66

Pasal 45 UU PSK No. 13 Tahun 2006

Undang-undang PSK menyebutkan bahwa untuk proses pemilihan dan pembentukan LPSK diatur dalam Peraturan Presiden. Peraturan Presiden ini dikeluarkan tanggal 31 Maret 2007 dengan No.13 Tahun 2007 tentang Susunan

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

Panitia Seleksi, Tata Cara Pelaksanaan Seleksi dan Pemilihan Calon Anggota LPSK.

Anggota LPSK ini terdiri dari tujuh orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia, kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, akademisi, advokat, atau lembaga swadaya masyarakat.67 Syarat menjadi anggota LPSK ialah tidak pernah dipidana yang ancaman pidananya lima tahun, berusia 40-65 tahun, berpendidikan S-1, berpengalaman di bidang hukum dan HAM paling singkat 10 tahun, dan memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela.68

1. panitia seleksi melakukan seleksi administratif dan seleksi kualifikasi serta integritas moral terhadap nama-nama calon anggota LPSK untuk mendapatkan 21 (dua puluh satu) orang;

Berdasarkan UU PSK No. 13 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2007 tentang Susunan Panitia Seleksi, Tata Cara Pelaksanaan Seleksi dan Pemilihan Calon Anggota LPSK menyebutkan bahwa penyeleksian calon anggota LPSK melalui tiga tahap yaitu :

69

2. panitia seleksi mengajukan nama-nama calon anggota LPSK yang telah lulus seleksi pertama kepada Presiden untuk dipilih sebanyak 14 (empat belas) orang calon anggota LPSK yang akan diajukan kepada Dewan

67

Pasal 14 UU PSK No. 13 Tahun 2006

68

Pasal 23 UU PSK No. 13 Tahun 2006 jo Pasal 3 Perpres No. 13 Tahun 2007

69

Pasal 20 ayat (1) UU PSK No. 13 Tahun 2006 jo Pasal 5 jo Pasal 7 ayat (1) Perpres No. 13 Tahun 2007

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan setelah melakukan uji kelayakan dan kemampuan;70

3. Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyetujui 7 (tujuh) orang dari calon yang diajukan oleh Presiden.71

Berdasarkan perintah undang-undang, LPSK seharusnya sudah terbentuk tanggal 11 Agustus 2007 yang terdiri dari tujuh orang anggota, tetapi pada kenyataannya proses penyeleksian calon anggota LPSK belum selesai sampai sekarang. Panitia seleksi yang diketuai oleh Harkristuti Harkrisnowo masih melakukan tahap penyeleksian yang pertama. Sekarang sudah ada 21 (dua puluh satu) nama calon anggota LPSK yang diajukan panitia kepada Presiden yang berasal dari berbagai profesi.

Tabel 2.1

Nama-Nama Calon Anggota LPSK yang Lulus

Seleksi Administratif dan Seleksi Kualifikasi serta Integritas Moral

N O

NAMA ALAMAT PROFES

I

1 S. Sugiyanto Jl. Al-Falah Kampung Kecil Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, DKI Jakarta

Purn. POLRI 2 MM. Bilah Jl. Cempaka Jaya 21 Jatiwaringin Pondok

Gede, Bekasi, Jawa Barat

LSM 3 Abdul Haris

Semendawai

Perumahan Villa Tanah Baru Blok D2 RT. 01/11 Tanah Baru Beji, Depok, Jawa Barat

LSM

4 Made Darma Weda

Gema Pesona Estate Blok K-15, Jl. Tole Iskandar, Depok, Jawa Barat

Dosen 5 Siti Roswati

Handayani

Dusun Tegal Sari RT. 04/17 Kec. Berbah, Kab. Sleman, DI Yogyakarta

Ombudsm an Daerah 6 La Ode Ronald

Friman

Jl. Camar 24 Blok AY-15 Bintaro Jaya Sektor 3 Tangerang, Banten

Advokat

70

Pasal 20 ayat (2) UU PSK No. 13 Tahun 2006 jo Pasal 7 ayat (2) Perpres No. 13 Tahun 2007

71

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

7 Akhmad

Taufik

Jl. Kebon Pala I/79 RT. 004/013, Tanah Abang, Jakarta Pusat, DKI Jakarta

Jurnalis 8 H. Teguh

Soedarsono

Komplek POLRI Pondok Karya Blok H-13 Pela Mampang, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

POLRI

9 Myra Diarsi Pengadengan Barat V No. 2 RT 011/07, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

LSM 10 Christina

Widiantarti

Jl. Bunga Belakang II No. 3 RT. 09/09, Matraman, Jakarta Timur, DKI Jakarta

Advokat 11 I Ktut

Sudiharsa

Jl. YRS IA No.2 Kompleks Departemen Sosial Kel. Bintaro, Kec. Pesanggrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

POLRI

12 Irawati Harsono

Jl. Kebon Kopi b4 Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang, Banten

Dosen 13 Yoostha

Silalahi

Kompleks Imigrasi Kertapawitan No. 11 RT. 001/04, Jl. Daan Mogot Km. 14, Kel. Cengkareng, Jakarta Barat, DKI Jakarta

Pens. PNS

14 Lies Sulistiani Kompleks Taman Rahayu 2 Blok C-2 No. 4, Bandung, Jawa Barat

Dosen 15 Ruswiati

Suryasaputra

Darmo Permai Timur II/14, Surabaya, Jawa Timur

Dosen 16 Muh. Yahya

Sibe

Jl. Ketapang No. 16 Kav. 5A RT. 002 RW 010 Perumahan Ketapang Indah Jati Padang Pejaten Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Pens. PNS Kejaksaan

17 Lili Pintauli Jl. Bajak IV No. 29-D Lk. VII, Harjosari II, Kec. Medan Amplas, Medan, Sumatera Utara

Advokat

18 Carolus Irawan Saptono

Kompleks Mediterania Regency Cikunir Blok A/16, Bekasi, Jawa Barat

LSM 19 Dionisius

Prihamangku Setiohadi

Jl. Salemba Bluntas C-222 RT. 007/008 Paseban, Kec. Senen, Jakarta Pusat, DKI Jakarta

Guru

20 RM. Shindu Krishno

Depok Maharadja, Blok I No. 1 RT. 04 RW. 14, Kel. Rangkepanjaya, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat

Pens. PNS

21 SA. Supardi RT. 011 RW. 006, Kel. Cipinang Melayu, kec. Makasar, Jawa Timur, DKI Jakarta

Pens. POLRI

Sumber : Panitia Seleksi dan Pemilihan Calon Anggota LPSK72

Keberadaan LPSK nantinya tidak cukup untuk memberikan perlindungan kepada semua saksi dan korban kejahatan yang mengajukan permohonan. LPSK

72

Juppa Marolob Haloho : Peranan Lembaga Sosial Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Korban

juga masih membutuhkan bantuan dari instansi lain untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Hal ini dikarenakan LPSK dalam memberikan perlindungan harus melakukan musyawarah dan mufakat untuk mengambil keputusan permohonan perlindungan oleh saksi dan korban.73

73

Pasal 26 UU PSK No. 13 Tahun 2006

Tidak semua saksi dan korban yang memohon perlindungan mendapat perlindungan dari LPSK, hanya kepada kasus-kasus tertentu saja seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya berdasarkan keputusan LPSK. Dalam kasus-kasus yang permohonannya tidak disetujui LPSK mendapat perlindungan dan bantuan dari LPSK, membutuhkan peran dari lembaga lain yang peduli terhadap hak-hak saksi dan korban. Keterbatasan biaya yang dibebankan kepada APBN juga salah satu alasan LPSK membutuhkan bantuan dari instansi lain.

Pasal 36 UU PSK yang menyebutkan bahwa “dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerjasamadengan instansi terkait yang berwenang”. Kata instansi terkait yang berwenang menurut penjelasan pembuat UU adalah lembaga pemerintah dan non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kapasitas dan hak untuk memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mendukung kerja

Dokumen terkait