• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.5 Peranan Pelaku Kemitraan

Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah menjalankan tugas dan pernanannya secara baik. Berbagai peran dari pelaku kemitraan usaha tersebut adalah sebagai berikut (Hafsah, 2000):

a. Peranan Pengusaha Besar

Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil atau koperasi dalam hal :

1. Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha kecil atau koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pemagangan dalam bidang kewirausahaan, manajemen, dan keterampilan teknis produksi.

2. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil atau koperasi mitranya untuk disepakati bersama.

3. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk permodalan pengusaha kecil atau koperasi mitranya.

4. Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil atau koperasi.

5. Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama yang disepakati.

6. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil atau koperasi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.

7. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

8. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

b. Peranan Pengusaha Kecil atau Koperasi

Dalam melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil atau koperasi didorong untuk melakukan :

1. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha untuk disepakati.

2. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai hasil kesepakatan dengan pengusaha besar mitranya.

3. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan paska produksi pengusaha besar mitranya.

4. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan teknis produksi dan usaha.

c. Peranan Pembina

Peranaan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra. Secara lebih rinci peran lembaga Pembinaan tersebut adalah :

1. Meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dan manajemen pengusaha kecil atau koperasi.

2. Membantu penyediaan fasilitas permodalan dengan skim-skim kredit lunak dengan prosedur yang sederhana sehingga mampu diserap dan dimanfaatkan oleh pengusaha kecil. 3. Mengadakan penelitian, pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan informasi bisnis,

promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah. 4. Melakukan koordinasi dalam pembinaan pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan

informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah.

5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik SDM aparat maupun pengusaha kecil melalui pendidikan, pelatihan, inkubator, magang, studi banding dan sebagainya.

6. Bertindak sebagai “arbitrase” atau penengah dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kemitraan usaha dilapangan agar berjalan sebagaimana yang diharapkan. 3.2 Sistem Agribisnis

Menurut Krisnamurthi (1997) Agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, subsistem produksi usahatani, subsistem pengolahan industri hasil pertanian, subsistem pemasaran hasil pertanian dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian. Keterkaitan antar subsistem agribisnis buah-buahan dikatakan baik apabila : 1. Subsistem sarana produksi yang didukung oleh industri primer (backward linkage), seperti

pabrik pupuk, pestisida, peralatan pertanian dan penanganan benih, ternyata berkaitan erat dengan tersedianya sumberdaya alam (agroekosistem, komoditas, dsb) di wilayah yang

bersangkutan. Subsistem sarana produksi inilah yang menjadi salah satu penentu berhasil atau tidaknya subsistem produksi (usahatani).

2. Subsistem produksi ditentukan oleh ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia ( tenaga kerja ) dan dukungan dari subsistem sarana produksi. Kemudian hasil produksi komoditas buah-buahan tersebut ada yang mengalir langsung ke subsistem pemasaran dengan atau tanpa pemberian perlakuan terlebih dahulu (material handling ). Sementara itu, ada pula dari komoditas buah-buahan tersebut yang menjadi bahan baku untuk produk olahan sehingga perlu masuk dahulu ke subsistem penanganan dan pengolahan hasil, sebelum produk olahan tersebut mengalir ke subsistem pemasaran.

3. Subsistem penanganan dan pengolahan hasil juga tergantung dari hasil subsistem produksi dan tersedianya sumber daya manusia. Hal ini menunjukan bahwa industri pengolahan hasil pertanian sangat tergantung dari berjalan atau tidaknya subsistem produksi (usahatani) yang pada umumnya sangat peka terhadap masalah ketidakpastian harga dan produksi.

4. Subsistem pemasaran, baik itu berorientasi regional, nasional maupun internasioanl ( expor ). Keberhasilan subsistem ini ditentukan oleh lancar atau tidaknya ketiga subsistem sebelumnya serta ketersediaan sumber daya manusia dibidang pemasaran.

Menurut Krisnamurthi (1997), sistem agribisnis dapat dibedakan dalam beberapa gugus industri (industrial clustered) berdasarkan produksi akhir dari sistem agribisnis, yaitu : 1. Sistem agribisnis pangan (food and baverage), yakni sistem agribisis yang produk

akhirnya berupa produk-produk bahan pangan (hewani dan nabati) dan minuman.

2. Sistem agribisnis pakan, yaitu sistem agribisnis yang produk akhirnya berupa produk-produk pakan hewan ( ternak, ikan ).

3. Sistem agribisnis serat alam, yakni agribisnis yang menghasilkan produk akhir berbahan baku serat alam seperti produk atau barang-barang karet, kayu (pulp, rayon, kertas), produk tekstil, produk kulit dan produk serat alam lainnya.

4. Sistem agribisnis bahan farmasi dan kosmetika, yakni agribisnis yang menghasilkan bahan-bahan farmasi (obat-obatan, vaksin, serum) dan produk kosmetika (sampo, detergen, sabun) baik untuk kebutuhan manusia maupun hewan.

5. Sistem agribisnis wisata dan estetika, yakni sistem agribisnis yang menghasilkan produk akhir berupa kegiatan wisata, seperti wisata kebun, wisata hutan tanaman dan sebagainya serta produk-produk keindahan (bunga, tanaman hias, ikan hias, dan lain-lain).

6. sistem agribisnis energi terperbaharui, yakni sistem yang menghasilkan produk akhir berupa energi alternatif seperti etanol dan berbagai jenis energi-bio lainnya.

Keterkaitan antar usaha dalam sistem mulai dari pengadaan sarana produksi, proses produksi usaha tani, pengolahan hasil, industri, distribusi dan pemasaran merupakan syarat keunggulan bisnis yang bersangkutan. Dengan adanya kemitraan diharapkan dapat menghilangkan permasalahan dalam keterkaitan usaha vertikal sistem agribisnis seperti bentuk persaingan yang tidak sehat akibat struktur pasar yang tidak sempurna. Agribisnis Indonesia merupakan lahan yang sangat subur bagi tumbuh dan berkembangnya kemitraan, karena pola kemitraan merupakan salah satu tuntunan objektif bagi keberadaan agribisnis. Kemitraan merupakan tuntunan logis dari sifat agribisnis sebagai suatu rangkaian kegiatan usaha dalam sistem yang terintegrasi.

Dokumen terkait