• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru dan seluruh pendidik bukan hanya berperan sebagai pemberi ilmu pengetahuan (resource knowledge), namun dalam pendidikan karakter, mereka juga berperan dalam memberikan contoh dan teladan bagi naradidik. Dapat dikatakan bahwa mereka sebagai figur utama dalam pendidikan yang berbasis pada karakter. Oleh karena itu mereka memiliki pengaruh yang besar dan menentukan keberhasilan naradidik dalam mengembangkan karakter. Dengan demikian, para pendidik perlu mempersiapkan diri mereka sendiri dengan baik dan benar, sehingga apapun yang mereka rencanakan dalam proses belajar di dalam pendidikan karakter akan memiliki pengaruh yang baik kepada naradidik. Untuk dapat melakukan hal tersebut maka para pendidik perlu mengefektifkan pembelajaran yang diampuhnya. Dalam mengefektifkan pembelajaran, para pendidik perlu memahami prinsip-prinsip berikut ini, yaitu:37

1. Seluruh naradidik memiliki rasa ingin tahu yang terus menerus dan berbeda-beda satu dengan yang lainnya, serta memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam rangka menjawab keingin-tahuan tersebut. Oleh karena itu, para pendidik harus memahami dengan baik prinsip yang pertama ini.

2. Untuk menjawab keingin-tahuan naradidik dalam segala hal maka pendidik mengatur lingkungan belajar yang berkarakter, menyenangkan, dan membangkitkan rasa ingin tahu mereka. Dengan demikian, akan menumbuh-kembangkan minat dan karakter yang baik yang ada dalam diri naradidik. Prinsip yang kedua ini sebagai aksi setelah para pendidik memahami prinsip pertama. 3. Agar minat dan karakter yang baik dalam diri naradidik dapat bertumbuh dan

berkembang dengan baik maupun optimal maka para pendidik harus memberikan ruang gerak yang leluasa kepada naradidik. Maksudnya ialah para pendidik

37

40

melibatkan naradidik sesuai dengan minat mereka masing-masing, tanpa ada intervensi serta pemaksaan dari pihak pendidik. Dengan demikian, pendidik hanya berfungsi sebagai fasilitator yang membantu naradidik dalam memberikan kemudahan untuk belajar.

Sebagai pemberi contoh dan teladan bagi naradidik maka sikap dan karakter para pendidik juga perlu diperhatikan. Sikap dan karakter yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, antara lain: respek, memahami serta mampu mengendalikan diri sendiri khususnya dalam hal emosi; antusias dan bergairah terhadap pendidikan karakter, kelas, dan seluruh yang terkait dengan proses belajar mengajar; mampu berbicara dengan jelas dan komunikatif; peka dalam hal perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing naradidik; memiliki ilmu pengetahuan yang banyak, inisiatif, dan kreatif; tidak menggunakan tindakan kekerasan, sehat secara fisik, psikis, maupun seksual; tidak menonjolkan diri, dan yang terpenting diantara semuanya itu ialah pendidik dapat menjadi teladan bagi naradidik.38 Selain itu juga seorang pendidik harus memiliki tekad yang besar dalam melakukan apa yang menjadi tugas tanggung jawabnya (komitmen); mampu melaksanakan proses belajar mengajar dan mampu memecahkan masalah-masalah yang ada terkait untuk mencapai tujuan dari pendidikan yang diampuhnya (kompeten); mampu mencurahkan seluruh tenaga, usaha, dan potensi yang dimiliki (kerja keras); fokus, sabar, dan ulet dalam memperbaiki segala yang salah, yang terkait dengan proses pembelajaran (konsisten); mampu mengaktualisasikan sesuatu secara efektif dan efisien, tidak berlebihan dalam segala sesuatu, baik berpakain dan bertutur kata (kesederhanaan); mampu menciptakan relasi khususnya dalam hal emosi dengan naradidik

38

41

(kedekatan); mampu menolong dan melayani naradidik dalam memenuhi kebutuhan mereka.39

Sikap dan karakter yang dimiliki oleh pendidik akan menunjukkan keberhasilan dan kualitas dari pendidikan berbasis karakter yang terintegrasi dalam pendidikan yang diajarkannya kepada naradidik. Oleh karena itu, karakter yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah demokratis.40 Maksudnya ialah paradigma yang menganggap naradidik sebagai obyek dari pembelajaran hingga mengakibatkan tindakan yang otoriter dan diktator kepada naradidik, berubah menjadi paradigma yang memandang naradidik sebagai subyek yang berhak belajar dan juga mengajar. Dengan demikian tindakan pun berubah menjadi tindakan yang memberdayakan segala potensi, minat, dan karakter yang baik dalam diri naradidik.

II.1.6.3. Relasi dalam Pembangunan Karakter

Para pendidik baik di pendidikan formal, informal dan non-formal merupakan bagian yang penting dalam penerapan pendidikan karakter yang diterapkan dimana saja. Walaupun demikian, pengajaran yang diberikan oleh mereka ternyata belum maksimal, di mana naradidik belum sepenuhnya menerapkan dalam tindakan tentang pelajaran yang diajarkan oleh pendidik. Dengan demikian menunjukkan bahwa keberhasilan suatu pendidikan karakter tidak hanya berada pada mereka saja, melainkan seluruh pihak yang terkait, antara lain seluruh pihak di pendidikan formal (pimpinan sekolah/universitas, para guru/dosen, dan karyawan); orang tua dan seluruh keluarga naradidik; dan melibatkan masyarakat termasuk komunitas agama. Selain itu juga, pemerintah daerah, para instansi, dan orang-orang yang ahli dalam bidang tertentu yang terkait dengan menumbuh-kembangkan karakter, seperti kepolisian, kedokteran, psikiater, dapat dilibatkan dalam penerapan pendidikan karakter.

39

Furqon Hidayatullah, ibid., 28-31.

42

Perhatian dan dukungan bagi keberhasilan penerapan pendidikan karakter yang ditunjukkan oleh semua pihak, nampak dalam relasi yang dibangun dengan seluruh pihak. Relasi yang di dalamnya terdapat komunikasi yang lancar dari seluruh pihak akan sangat membantu bagi pihak-pihak yang menerapkan pendidikan karakter. Melalui relasi tersebut, pihak pelaksana pendidikan karakter akan memperoleh secara lengkap hal-hal yang dibutuhkan, seperti materi dan nilai-nilai karakter yang diberikan dalam proses belajar-mengajar; pengawasan terhadap naradidik agar menerapkan materi dan nilai karakter yang diajarkan; fasilitas pendukung; bahkan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.

II.1.6.4.Sistem Penilaian

Pelaksanaan pendidikan karakter di dalamnya terdapat penilaian. Penilaian tersebut bertujuan untuk melihat kinerja yang telah dilakukan selama ini melalui proses dan menjamin kinerja tersebut sesuai dengan rencana maupun tujuan belajar. Dengan penilaian, naradidik dapat mengetahui sejauh mana kompetensi dan karakter yang mereka miliki dalam bertindak sesuai dengan norma kehidupan. Selanjutnya, ketika mereka telah mengetahui lewat penilaian tersebut, mereka membentuk kompetensi dan karakter tersebut. Penilaian diperlukan oleh seluruh pihak yang melaksanakan pendidikan karakter agar dapat memantau dan mengetahui perubahan baik atau buruk yang terjadi pada naradidik. Dalam hal ini, penilaian terbagi menjadi dua, yaitu penilaian proses pendidikan karakter dan penilaian hasil pendidikan karakter.41

a. Penilaian Proses Pendidikan Karakter

Penilaian proses ialah penilaian terhadap kualitas dari proses pendidikan karakter dan pembentukan maupun pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh naradidik. Dalam penilaian ini, keberhasilan dapat dilihat jika seluruh atau

41

43

setidaknya 85% naradidik dapat terlibat aktif secara holistik (fisik, moral, sosial, spiritual). Untuk mengumpulkan data terkait dengan cara berpikir, bertindak, maupun terkait dengan pemahaman naradidik terhadap ide, dapat dilakukan dengan melakukan tes lisan maupun tertulis, portofolio, wawancara, dan ceklist. b. Penilaian Hasil Pendidikan Karakter

Penilaian hasil ialah penilaian terhadap perubahan perilaku atau karakter naradidik. Pendidikan karakter dikatakan berhasil ketika seluruh atau setidaknya 85% naradidik dapat menunjukkan perilaku positif sebagai perubahan yang dihasilkan oleh proses yang telah dilalui. Untuk melakukan penilaian hasil perlu memperhatikan tiga hal, yaitu: a) penilaian yang benar ialah penilaian yang mengukur seluruh program pendidikan karakter; b) penilaian seharusnya dilakukan secara rasional dan efisien; c) penilaian seharusnya mengukur standar nasional dan lokal. Menurut Moekijat yang dipaparkan oleh Mulyasa bahwa tekhnik untuk menilai hasil belajar naradidik digolongkan menjadi tiga, yaitu

pertama, pengetahuan dengan cara ujian tertulis maupun lisan, mengisi daftar pertanyaan; kedua penilaian praktik dapat dilakukan dengan ujian praktik, analisis keterampilan dan tugas, serta naradidik menilai sendiri; ketiga penilaian untuk sikap, tekhniknya dengan naradidik mengisi daftar sikap mereka sendiri, mengisi daftar sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan Skala Diferensial Sematik (SDS)42.

Penilaian dalam pendidikan karakter tidak hanya terfokus pada proses dan hasil dari pendidikan melainkan juga pada para pengajar. Penilaian terhadap mereka dapat dilakukan dengan melihat kinerja, yang terdiri dari: 1) hasil kerja yang meliputi kualitas dan kuantitas kerja, kesesuaian dengan prosedur kerja yang ada,

42

Skala Diferensial Sematik atau Semantik Diferensial ialah skala yang digunakan untuk mengukur sikap dengan cara menyusun sikap-sikap dalam satu garis kontinum. Sikap-sikap yang sangat positif digolongkan menjadi satu kesatuan yang tempatnya berdiri sendiri dari sikap-sikap yang sangat negatif, demikian juga sikap-sikap yang sangat negatif.

44

menyelesaikan pekerjaan tepat waktu; 2) dalam hal komitmen kerja terdiri dari kesediaan melaksanakan tugas yang telah diberikan, kualitas kehadiran, adanya inisiatif dalam segala hal, memiliki kontribusi di dalam keberhasilan pekerjaan; 3) dalam hal hubungan kerja meliputi dapat memberikan inspirasi kepada orang lain/ naradidik serta mengarahkan mereka menuju inspirasi tersebut, dapat bekerjasama dengan rekan sekerja, memiliki integritas yang baik, mampu mengendalikan diri termasuk emosi. Segala kegiatan yang dilakukan oleh para pengajar dapat dilihat melalui portofolio dan catatan harian yang disusun berdasarkan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan. Selain itu juga, kegiatan dapat dilihat dan dinilai dengan cara melakukan observasi. Dengan cara ini dapat menunjukkan apakah para pengajar telah melaksanakan pembangunan karakter yang positif bagi naradidik.43

II.2.Komunitas Kristen dalam Pembangunan Karakter II.2.1. Aturan, Nilai, dan Karakter Kristen

Ketika berbicara tentang karakter secara umum maka karakter tidak dapat dibatasi oleh waktu dan tempat. Namun jika setelah kata „karakter‟ diikuti oleh subyek pelaku,

seperti Kristen maka berarti segala sesuatu yang terkait dengan karakter, seperti aturan; nilai; dan tujuan tentunya sesuai dengan kepercayaan agama Kristen. Aturan, nilai, dan tujuan tersebut ikut berperan dalam pembangunan karakter Kristen yang dapat diwujud-nyatakan dengan cara membiasakan diri dalam melakukan kebajikan-kebajikan. Melalui cara demikian akan membantu seseorang maupun sekelompok orang dalam memahami dilema moral yang terjadi dalam kehidupan.44

Realita yang terjadi pada kehidupan saat ini menunjukkan semakin banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang menghadapkan seseorang pada dilema moral. Ketika ini terjadi, sesuatu dibutuhkan dalam rangka menjaga keputusan dan perilaku yang

43

Pemerintah Republik Indonesia, Kebijakan Nasional: Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, ibid., 34. 44

45

diambil akan mengarah pada hal yang tak bermoral. Berakar dari hal itulah kemudian manusia banyak menciptakan aturan-aturan dalam kehidupan sebagai bentuk perjuangan keras yang ditunjukkan. Secara universal, aturan berperan penting sebagai kerangka kerja dan seperangkat pedoman yang berisi padat bagi seluruh aspek kehidupan. Selain itu juga, dengan adanya aturan, keselarasan; keteraturan; kebaikan; dan kebahagiaan merupakan beberapa hal penting yang dapat terwujud dalam setiap periode kehidupan manusia.

Sebagian besar aturan yang ada pada awalnya bersifat verbal yang kemudian dimodifikasi dan berkembang menjadi suatu undang-undang atau hukum. Aturan yang demikian bukan pertama kalinya muncul pada kehidupan saat ini. Dalam kehidupan kekristenan, aturan telah ada sejak kehidupan Yesus yang ditandai dengan sepuluh hukum taurat (Keluaran 20: 1-17).45 Melalui aturan yang berkembang menjadi hukum tersebut, Yesus bermaksud untuk menjadikan semua orang teratur dalam menjalani kehidupan. Agama Kristen mempercayai bahwa Yesus datang untuk memberitahu lebih jelas tentang aturan-aturan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang percaya kepadanya dan Ia secara langsung memberi contoh tentang bagaimana menjaga aturan-aturan tersebut. Dengan demikian nampak bahwa aturan-aturan yang ada bersifat baik, oleh karena itu setiap orang berkewajiban untuk menjaga aturan-aturan yang ada, baik itu aturan yang sesuai maupun tidak bagi mereka. Di lain pihak, beberapa orang menganggap bahwa aturan lebih bersifat negatif karena aturan mengatur sesuatu dengan ketat, mengganggu kesenangan, dan terkadang menjadi sewenang-wenang. Untuk menjadikannya positif maka sebagian besar orang lebih memilih menggunakan kata prinsip. Prinsip berarti pernyataan yang umum tentang bagaimana aturan-aturan menjadi dasar atau pokok. Dalam prinsip tentunya terdapat hal yang menjadi pokok yang biasa disebut sebagai nilai. Nilai ialah beberapa aspek

45

46

kehidupan manusia yang berharga dalam diri dan berasal dari prinsip-prinsip di mana aturan-aturan dapat dihasilkan.46 Aturan, prinsip, dan nilai adalah tiga hal yang akrab terdengar di dalam hidup manusia. Walaupun demikian, ketiga hal tersebut menjadi hal yang tidak mudah untuk dipatuhi oleh banyak orang. Demikian halnya dengan nilai-nilai Kristen, banyak orang yang membicarakan; mengajarkan; dan mengkhotbahkannya di khalayak ramai, namun sulit untuk diartikulasikan dan dilakukan.

Pada hakekatnya aturan, nilai, prinsip merupakan hal yang penting sebab, dapat membantu dalam mengembangkan karakter Kristen bagi orang-orang percaya, termasuk taruna dan pemuda Kristen. Walaupun ketiga hal ini bersifat penting, tetapi karakter memiliki nilai yang lebih. Penyebabnya ialah karakter memberikan kerangka di mana aturan menjadi tepat guna. Oleh karena itu, ketika seseorang tidak berkarakter maka prinsip maupun aturan yang ada akan memiliki pengaruh yang kecil.

Melihat signifikansi dari karakter maka hal penting lainnya yang menyertai ialah mengetahui cara yang dapat dilakukan agar karakter Kristen dapat dibangun kepada setiap orang. Untuk memperoleh cara tersebut maka pusat perhatian kembali tertuju pada Yesus. Cara yang Ia gunakan ialah menjadi model atau teladan dalam mengajarkan berbagai karakter baik (good character) seperti sabar, rendah hati, dermawan, dan mengasihi.47 Melalui hal ini menunjukan benang merah antara karakter dengan iman, secara spesifik dalam hal ini ialah iman Kristen. Kaitan tersebut nampak dari kualitas iman seseorang yang akan mempengaruhi nilai-nilai yang akan dilakukan. Maksudnya ialah hal-hal yang diimani orang tersebut serta kepada siapa orang tersebut beriman tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai yang akan menjadi bagian dalam dirinya. Sebagai contoh, ketika orang tersebut beriman kepada Allah melalui Yesus

46

N.T.Wright, ibid., 45. 47

47

maka menjadikan moralitasnya sedikit berbeda dengan mereka yang tidak beriman kepada-Nya.48

Dalam kekristenan, pembangunan karakter yang menghasilkan suatu transformasi karakter dapat terjadi ketika mendalami pandangan dunia alkitabiah. Transformasi yang demikian dapat terjadi hanya bagi orang-orang yang mengizinkan “Alkitab”

membentuk cara mereka berpikir dan bertindak. Dengan cara tersebut akan membantu dalam pembentukan prioritas maupun nilai-nilai yang pada akhirnya menghasilkan sikap dan perilaku yang baik. Selain itu, menurut David W. Gill karakter dapat berkembang dari tindakan tertentu yang dipilih untuk diambil. Tindakan yang dimaksud seperti cara seseorang dalam menanggapi keadaan hidup, berlatih untuk melakukan disiplin rohani yang dapat mengubah hidup, serta hubungan-hubungan yang dibangun di mana seseorang terlibat.49 Lebih lanjut Gill mengemukakan enam aspek yang dapat membentuk tingkah laku manusia, antara lain : 1) aspek genetis dan sifat manusia yang berdosa; 2) karya Allah yang sedang menguduskan manusia; 3) pengaruh dari orang-orang yang tidak dipilih; 4) pengaruh dari orang-orang yang dipilih; 5) pengaruh budaya, baik yang dipilih maupun yang tidak; 6) pilihan pribadi untuk menjadi seperti yang diingini.50

Secara singkat dapat dikatakan bahwa cara agar orang Kristen dapat melakukan nilai-nilai karakter seperti yang dilakukan Yesus adalah dengan bersedia meneladani-Nya melalui narasi-narasi tentang diri-meneladani-Nya yang disampaikan gereja. Pada dasarnya Yesus menekankan pembinaan dan membudayakan karakter Kristen kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Tentunya ini tidak dapat dilakukan manusia hanya dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri. Sebagai pengikut-Nya, meyakini bahwa ini hanya dapat terjadi karena anugerah yang Ia berikan melalui pengorbanan-Nya di

48

N.T.Wright, ibid., 28-32. 49

David W. Gill, Becoming Good: Building Moral Character (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 2000), chapter 3

50

48

kayu salib. Hal itu dipertegas oleh Hauerwas di mana mereka meyakini tentang pembentukkan dan keberadaan mereka dibatasi oleh kekuatan yang baik dan setia. Mereka juga percaya bahwa menurut sejarah kehidupan mereka berasal dari cerita keselamatan yang diberikan Allah bagi semua orang.51

Bermula dari hakekat keberadaan orang-orang Kristen di dunia, pada akhirnya terhubung dengan ketaatan mereka untuk mengikuti-Nya secara sadar dan sukacita. Taat mengikuti-Nya dalam hal ini berarti bahwa setiap orang Kristen harus dapat mewujudkan perilaku Kristen, yaitu memiliki kehidupan moral yang baik, seperti menjaga aturan, membawa kebijaksanaan, dan menyatakan kemuliaan-Nya di dalam kehidupan sehari-hari. Membentuk moral dan perilaku Kristen tersirat di dalamnya satu komitmen terkait keberadaan masa depan masyarakat yang baik. Inilah yang menjadi tujuan orang Kristen hadir di bumi ini, yaitu dipanggil untuk menjadi sesuai dengan rupa dan gambar Allah, yaitu mampu mencerminkan sikap Allah.52

Dokumen terkait