• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Serangga pada Tanaman Jagung Hibrida (Zea mays L.) Pola Tanam Monokultur dan Multikultur Di Lahan Pertanian Desa Ujung

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Peranan Serangga pada Tanaman Jagung Hibrida (Zea mays L.) Pola Tanam Monokultur dan Multikultur Di Lahan Pertanian Desa Ujung

Serdang, Kecamatan Tanjung Morawa

Hasil penelitian ditemukan peranan serangga pada tanaman jagung hibrida (Zea mays L.) yaitu sebagai hama, predator, polinator, dekomposer dan netral seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2 Peranan Serangga pada Tanaman Jagung Hibrida (Zea mays L.) Pola Tanam Monokultur dan Multikultur Di Lahan Pertanian Desa Ujung Serdang, Kecamatan Tanjung Morawa

21

4.2. Lanjutan

Lokasi

Spesies Peranan Monokultur Multikultur

1 2 3 4

Keterangan: Lokasi satu = Fase Vegetatif Monokultur, Lokasi dua = Fase Generatif Monokultur, Lokasi tiga = Fase Vegetatif Multikultur, Lokasi empat = Fase Generatif Multikultur () = Ditemukan, (-) = Tidak Ditemukan

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa kehadiran hama tertinggi terdapat pada tanaman jagung multikultur fase vegetatif lokasi tiga sebanyak 16 spesies. Beberapa spesies hama tersebut bukan merupakan hama utama pada tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena adanya tanaman lain di sekitar tanaman jagung sebagai mikrohabitat bagi serangga hama lainnya yang mengunjungi tanaman jagung.

Namun banyaknya spesies hama juga diimbangi dengan jumlah predator yang tinggi yaitu 10 spesies. Populasi suatu jenis serangga atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena banyak faktor pengendaliannya baik yang bersifat

22

abiotik maupun biotik. Menurut Rosalyn (2007), dalam keadaan ekosistem yang stabil populasi suatu jenis organisme selalu dalam keadaan seimbang dengan populasi organisme lainnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme pengendalian yang bekerja secara umpan balik yang berjalan pada tingkat antar spesies (persaingan predasi), dan tingkat inter spesies (persaingan teritorial).

Keanekaragaman serangga yang ditemukan pada fase vegetatif dan generatif tanaman jagung pola pertanaman monokultur didapatkan hama seperti Atherigona sp., Coptotermes sp., Epilacna sp., Helicoverpa armigera, Leptocorisa acuta, Ostrinia furnacalis, dan Oxya chinensis. Predator yang ditemukan seperti Cheilomenes sexmaculata, Neurothemis fluctuans, Odontoponera denticulata, Oecophylla sp., Orthetrum sabina, Paederus fuscipes, dan Pantala flavescens.

Sedangkan polinator yang ditemukan yaitu Apis cerana, Hypolimnas bolina, Lucilia sericata, dan Lucilia sp. Pada pertanaman monokultur banyak ditemukan hama utama tanaman jagung dan masih sedikitnya jumlah predator. Menurut Baco dan Tandiabang (1998), hama utama pada tanaman jagung yaitu Agrotis sp., Atherigona sp., Lundi, Dactylispa balyi, Ostrinia furnacalis, Spodoptera litura, dan Helicoverpa armigera. Hadi et al., (2009) menambahkan bahwa, hama utama adalah hama yang menyerang tanaman dengan intensitas serangan yang berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian dalam area yang luas seperti memberikan insektisida kimia.

Pemberian insektisida kimia akan mengurangi jumlah serangga berguna dan dapat merusak ekosistem.

Pertanaman monokultur menyediakan sumber makanan dalam jumlah yang banyak bagi serangga hama, sehingga serangga dapat bereproduksi dan bertahan dengan baik. Menurut Andow (1991), sistem pertanaman monokultur dapat menurunkan jumlah ketersediaan habitat, sumber makanan, dan kemampuan bereproduksi bagi musuh alami seperti predator dan parasitoid. Hal ini menyebabkan jumlah musuh alami lebih sedikit dari jumlah hama yang terdapat pada lahan pertanian jagung, sehingga kemampuan musuh alami dalam pengendalian hama berkurang.

Pada fase vegetatif dan generatif tanaman jagung pola pertanaman multikultur didapatkan serangga hama seperti Amata huebneri, Atractomorpha

23

crenulata, Cyclocephala hirta, Epilacna sp., Helicoverpa armigera, Leptocorisa sp., Nezara viridula, Ostrinia furnacalis, dan Oxya chinensis. Predator yang ditemukan seperti Asilus sp., Cheilomenes sexmaculata, Neurothemis fluctuans, Neurothemis terminata, Odontoponera denticulata, Oecophylla sp., Orthetrum sabina, Paederus fuscipes dan Pantala flavescens. Sedangkan polinator yang ditemukan yaitu Acraea violae, Apis cerana, Hypolimnas bolina, Junonia coenia, Junonia orithya, Lucilia sericata, dan Leptosia nina. Serangga hama yang ditemukan pada lokasi multikultur bukanlah serannga utama. Beberapa serangga merupakan hama sekunder dan hama migran seperti Amata huebneri, Atractomorpha crenulata, Cyclocephala hirta, Leptocorisa sp., dan Nezara viridula. Menurut Hadi et al., (2009), hama sekunder adalah hama yang tidak menyerang bagian vital tanaman. Serangan hama ini masih mampu ditoleransi oleh tanaman. Hama migran adalah spesies hama yang mempunyai sifat suka berpindah. Hama ini bukan berasal dari tanaman setempat melainkan serangga yang pindah. Hama ini menimbulkan kerugian yang tidak berarti dengan jangka waktu yang pendek karena hama ini akan pindah kembali.

Tabel 4.2 juga memperlihatkan pertanaman multikultur lebih banyak terdapat predator dan polinator yang dapat mengendalikan serangga hama dan membantu penyerbukan. Serangga predator yang ditemukan seperti Asilus sp., Componotus sp., Cheilomenes sexmaculata, Neurothemis fluctuans, Neurothemis terminata, Odontoponera denticulata, Oecophylla sp., Orthetrum sabina, Paederus fuscipes dan Pantala flavescens. Menurut Sari dan Yaniwiadi (2014), adanya kompetisi antara hama dengan predator dapat menekan jumlah kehadiran hama sehingga keberadaan hama dapat dikendalikan.

Populasi hama dapat berubah apabila dikendalikan dengan tepat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan itu adalah musuh alami yang meliputi parasitoid, predator dan patogen. Berdasarkan hasil penelitian Nonci et al., (2000), predator yang ditemukan pada pertanaman monokultur yaitu Harmonia octomaculata, Proreus sp., Euborellia sp., dan semut. Sedangkan hasil penelitian Berutu (2019), pada pertanaman multikultur jagung dan padi ditemukan predator seperti Cheilomenes sexmaculata, Coccinella arcuata, Orthetrum sabina, Paederus fuscipes, dan Pantala flavescens. Hal ini menunjukkan bahwa pada pertanaman

24

multikultur lebih banyak terdapat musuh alami sehingga dapat membantu mengurangi serangan hama.

Kehadiran serangga pada habitat tertentu akan berpengaruh pada kestabilan ekosistem. Menurut Soemarwoto (1994), keseimbangan ekosistem terjadi karena adanya komponen-komponen yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing komponen mempunyai relung (cara hidup) dan fungsi yang berbeda yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Selama komponen tersebut melaksanakan fungsinya dan bekerjasama dengan baik maka ekosistem akan tetap terjaga.

Spesies yang paling sedikit adalah Blatta sp. dengan dua individu, jumlah yang sedikit ini diduga karena habitat ordo Blattodea didalam reruntuhan serasah daun yang sudah rontok atau ditumpukkan serasah gulma dan lebih aktif pada malam hari sehingga sulit untuk ditemukan. Menurut Valles (2005), Blatta sp. menyukai lingkungan dengan kelembaban relatif tinggi, dan mampu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim. Menurut Borror et al., (2005), ordo Blattodea merupakan serangga primer pada daerah tropis, sebagian besar berperan sebagai dekomposer yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Ordo Blattode bersifat hama saat dirumah dan dapur, tetapi bersifat menguntungkan saat berada dilahan pertanian atau pekarangan (Kalsoven, 1981).

Trichogramma evanescens merupakan parasitoid pada hama utama penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera dan Ostrinia furnacalis. Spesies parasitoid Trichogramma evanescens merupakan golongan parasitoid telur dari genus Trichogrammadae dengan tingkat kemampuan parasitasi yang tinggi.

Parasitoid ini tidak ditemukan pada lokasi penelitian, hal ini diduga karena tanaman jagung sering diberikan insektisida. Menurut Hidrayani et al., (2013), tingginya angka kepadatan parasitoid telur Trichogramma evanescens dikarenakan minimnya penggunaan insektisida pada lahan pertanaman jagung atau sama sekali tidak diberikan insektisida.

25

4.3 Kehadiran Serangga pada Fase Vegetatif dan Generatif Tanaman