• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Batubara hitam sampai coklat kehitaman, kusam, gores coklat, pecahan tidak teratur, keras sampai agak keras, mengotori tangan, sering menunjukkan struktur

2.2 Kajian Teori

2.2.7 Perancangan Pit dan Pushback 1. Geometri Lereng 1.Geometri Lereng

Karena letak batubara berada dilapisan bawah dari permukaan dan tertutup oleh lapisan tanah penutup, maka untuk mencapai lapisan batubara itu biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu jenjang yang dibuat harus mampu menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat aktivitas pengupasan tanah penutup dan pengambilan endapan.

Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal dan lebar jenjang. Rancangan geoteknik jenjang biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini:

a. Tinggi Jenjang (Bench Height)

Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu mencapai crest (bagian atas jenjang). Apabila diinginkan peningkatan dimensi jenjang maka ukuran alat muat harus menyesuaikan dengan pertimbangan tersebut.

b. Sudut Lereng Jenjang (Face Angle)

Pada umumnya pekerjaan penggalian yang dilakukan memakaialat gali mekanis seperti backhoe atau shovel dipermukaan jenjangakan menghasilkan sudut lereng antara 60o– 70o. Biasanya sudutlereng yang lebih curam memerlukan peledakan pre-splitting.

c. Lebar Jenjang (Bench Width)

Lebar jenjang ditentukan berdasarkan faktor keamanan. Tujuan pembuatan jenjang adalah untuk menahan tanah atau batuan yang runtuh.

Pembersihan berkala pada jenjang ini dilakukan menggunakan bulldozer kecil atau motor grader.

Sumber: W. Hustrulid, “Open Pit Mine Planning and Design”, 1995 Gambar 2.7 Geometri Jenjang

Pada tambang terbuka, jenjang digambarkan dengan kaki lereng (toe), puncak (crest) dan sudut muka jenjang (face angle) dan lebar jenjang (bench width). Permukaan bagian atas dan bagian bawah jenjang dipisahkan oleh jarak (H) yang disebut dengan tinggi jenjang. Lebar bank adalah proyeksi horizontal dari muka jenjang. Sumber: Open Pit Mine Planning & Design, W.

Hustrulid, M, Kuchta and R. Martin (2013:291).

Beberapa parameter penentuan dimensi jenjang, yaitu:

1) Sasaran produksi dan stripping ratio 2) Kondisi overburden

3) Kondisi dan karakter cebakan batubara 4) Peralatan yang digunakan

5) Penimbunan material

2. Sudut Lereng Inter-ramp dan Overall

Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di dinding jenjang. Berikut ini adalah definisi overall slope dan interramp slope angle.

a. Overall slope angle

Overall slope angle merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang yang dibuat pada front penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan seperti Gambar 2.8

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt(2010:38)

Gambar 2.8 Overall Slope Angle

Pada awalnya sebuah design pit dibuat dengan overall slope sebesar 450 dan kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material yang ada dalam pit tersebut. Batter dapat diatur pada kemiringan 30-350 untuk overburden, meningkat 35-400 untuk batuan yang lapuk dan hingga 550 untuk batuanfresh. Menurut Robert, Hook dan Fish (1972) sebaiknya kemiringan lereng kurang dari 600 pada kedalaman 65 m dan kurang dari 400 pada kedalaman 300 m.

b. Overall slope angle with ramp

Pengertiaannya sama, namun pada bagian pertengahan Overall slope diberi salah satu jenjang yang dimensi ukurannya lebih lebar dan digunakan sebagai jalan angkut seperti pada Gambar (2.9)

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:38)

Gambar 2.9 Overall Slope Angle With Ramp c. Interamp Slope Angle

Inter ramp slope angle merupakan sudut yang berada diantara ramp yang diukur dari crest sampai dengan toe pada ramp.

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:39)

Gambar 2.10 Inter Ramp Slope Angle d. Inter slope angle dengan satu working bench

Kemiringan jenjang diukur dari crest pada bench yang sejajar jenjang kerja sampai toe. Inter slope angle dengan satu working bench dapat dilihat pada Gambar (2.11)

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:40)

Gambar 2.11 Inter Slope Angle dengan satu Working Bench e. Overall slope angle dengan working benchdan ramp

Kemiringan sudutnya diukur dari crest jenjang yang terletak diatas jenjang kerja sampai toe pada jenjang paling akhir. Overall slope angle dengan working bench dan ramp dapat dilihat pada Gambar (2.12)

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:40) Gambar 2.12 Overall Slope Angle dengan Working Bench dan Ramp f. Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp

Kemiringan jenjang diukur dari masing-masing crest dan toe pada working bench dan ramp dapat dilihat pada Gambar (2.13)

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:40)

Gambar 2. 13 Inter Ramp Slope Angle dengan Working Bench dan Ramp

g. Overall slope angle dengan dua working bench

Overall slope yang pada beberapa (dua) bagian jenjangnya digunakan sebagai working bench. Kemiringan sudutnya diukur dari crest paling atas sampai toe paling bawah dari jenjang yang ada lihat Gambar (2.14) di bawah ini.

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:41)

Gambar 2.14. Overall Slope Angle dengan dua Working Bench

SR= 7 : 1SR= 8 : 1SR= 11 : 1

BESR= 11 : 1 Penambangan diteruskan sampai batas BESR = 11 : 1

3. Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan)

Salah satu cara menggambarkan efisiensi geometri (geometrical efficiency) dalam kegiatan penambangan adalah dengan istilah “Stripping ratio” atau nisbah pengupasan. Stripping ratio (SR) menunjukkan jumlah overburden yang harus dipindahkan untuk memperoleh sejumlah batubara yang diinginkan. Ratio ini secara umum digambarkan sebagai berikut:

SR = Overburden (m

3

) coal (tons )

Dari nilai stripping ratio yang diperoleh dan dibandingkan dengan nilai BESR (Break Even Stripping Ratio) yang telah dihitung sebelumnya, maka akan diperoleh bahwa secara teknis batasan kegiatan penambangan dalam pit adalah sampai nilai BESR yang dicapai dalam perhitungan stripping ratio. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar (2.15)

Sumber: Perencanaan Tambang, Dr.Ir. Waterman Sulistiana B., Mt (2010:42)

Gambar 2.15 Batasan Penambangan Berdasarkan Nilai Stripping Ratio dan BESR

4. Tahapan Penambangan (Push Back)

Merupakan bentuk-bentuk penambangan (mineable geometris) yang menunjukan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga bentuk akhir Pit. Tujuan umum dari pembuatan tahapan penambangan adalah untuk membagi seluruh volume yang ada dalam pit ke dalam unit-unit

perancangan yang lebih kecil (panel/strip) sehingga mudah di tangani. Adanya tahapan penambangan akan memudahkan perancangan tambang yang amat kompleks menjadi lebih sederhana. Dalam perancangan, parameter waktu dapat mulai diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh. Pada tahap perancangan, pada awalnya diusahakan untuk mengkaitkan hubungan antara geometri penambangan dengan geometri perlapisan batubara.

Dengan mempelajari tingkat perlapisan batubara dan topografi maka akan diperoleh suatu cara untuk membuat strategi penambangan Pit secara logis dalam waktu yang relatif singkat. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses kesemua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan kerja tambang secara efisien.

Salah satu hal terpenting adalah untuk memperlihatkan minimal satu jalan angkut untuk setiap kemajuan tambang. Hal tersebut dilakukan untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan kemungkinan akses jalan angkut seluruh permukaan kerja.

Faktor yang mempengaruhi penentuan tahapan penambangan antara lain:

a. Bentuk dan Kemiringan Perlapisan Batubara

Rencana penambangan batubara yang berbentuk perlapisan akan berbeda dengan perancangan penambangan untuk mineral bijih termasuk dalam penentuan geometri lerengnya.

b. Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan)

Nisbah pengupasan merupakan perbandingan antara tonase overburden yang harus dipindahkan 1 ton batubara yang ditambang. Hasil suatu perancangan Pit akan menentukan jumlah Tonase Overburden dan batubara

yang mengisi Pit. Perbandingan antara Overburden dan batubara tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata-rata suatu Pit

5. Ultimate Pit Slope

Merupakan salah satu faktor teknis yang berarti kemiringan atau batas luar tambang yang masih tetap stabil dan menguntungkan. Ultimate pit slope akan berhubungan dengan geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti menentukan besarnya cadangan batubara yang akan ditambang (tonase dan nilai kalorinya) yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan batubara tersebut.

Ultimate Pit slope juga akan berpengaruh terhadap eksplorasi lanjut, tahap evaluasi dan tahap persiapan yang didasarkan pada:

a. BESR (Break Even Stripping Ratio) yang ditentukan b. Sifat fisik dan mekanika batuan

c. Struktur geologi (sesar, kekar, bidang perlapisan, dan bidang geser) d. Air tanah, unsur kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan

6. Geometri Jenjang Menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555 Pasal 241

a. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh

b. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:

1) Tidak boleh lebih dari 2,5 m apabila dilakukan secara manual 2) Tidak boleh lebih dari 6 m apabila dilakukan secara mekanik

3) Tidak boleh lebih dari 20 m apabila dilakukan dengan menggunakan chamsell, dragline, bucket whell excavatoratau alat sejenis kecuali mendapat persetujuan Kepala Inspeksi Tambang.

c. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara manual.

d. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum untuk material kompak 15 m, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.

e. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih dari 15 m dan tinggi setiap jenjang lebih dari 15 m

f. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (Safety Berm) pada tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerjadari kemungkinan adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.

Dokumen terkait