• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN UNDANG-

B. Peraturan Mengenai Perseroan Terbatas

Pada awalnya pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD), yang kemudian selanjutnya dibentuk suatu peraturan tersendiri yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas diluar dari KUHD, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan kemudian diubah dengan UUPT. Dalam KUHD sebagai pengaturan pertama mengenai Perseroan Terbatas, diatur didalam Pasal 36 sampai 56. Didalam KUHD dikatakan bahwa Perseroan Terbatas disebut sebagai persekutuan tanpa nama. Maksud dari persekutuan tanpa nama ini adalah persekutuan yang dibentuk, tidak memakai nama salah seorang persero atau pendiri maupun pengurus, melainkan, namanya didasarkan kepada tujuan dari perseroan tersebut. Hal ini secara tegas diatur didalam Pasal 36 KUHD. Selain dikenal sebagai perseroan tanpa nama, didalam KUHD, tidak secara eksplisit dikatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan usaha yang berbadan hukum, dan hal ini berbeda dengan pengaturan tentang Perseroan Terbatas yang terdapat didalam UUPT 1/1995 dan UUPT 40/2007, yang secara

tegas mengatakan bahwa perseroan sebagai badan hukum38.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dikeluarkan untuk memberikan suatu kepastian hukum dan perlindungan bagi

37Ibid., hlm. 49.

pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. Sehingga pada tahun 1995 diterbitkan Undang-Undang 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, sebagai pengganti ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang terdapat didalam KUHD. Penerbitan UUPT 1/1995 disebabkan oleh beberapa hal, yang dapat diketahui dari konsiderannya, yaitu ;

1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi dengan

perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik seara nasional maupun internasional.

2. Menciptakan kesatuan hukum dalam Perseroan Terbatas yang berbentuk

badan hukum (rechtpersoon).39

Selain dari konsideran yang dikemukakan diatas, dalam penjelasan umum juga dikemukakan beberapa hal yang menjadi alasan diterbitkannyan UUPT 1/1995, yaitu40;

1. Sarana umum pembangunan, antara lain diarahkan kepada peningkatan

kemakmuran rakyat,

2. Untuk menciptakan sasaran tersebut, sarana penunjang antara lain tatana

hukum yang mampu mendorong dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi.

Setelah memberlakukan Undang-Undang 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang pada saat itu sebagai hukum positif Indonesia yang mengatur tentang Perseroan Terbatas, maka pada tahun 2007, peraturan tersebut diubah. Alasan diadakannya perubahan Undang-Undang 1 Tahun 1995 dikarenakan,

39M.Yahya Harahar,Op.Cit, hlm.24. 40Ibid.

Pertama, karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan informasi sudah berkembang pesat pada era globalisasi. Kedua,meningkatnya

tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta

pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip good corporate

governance, sehingga dibentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 16 Agustus

2007, yang sekaligus menyatakan UUPT 1/1995 tidak berlaku.41

Diubahnya UUPT 1/1995 menjadi UUPT 40/2007, ada beberapa hal yang merupakan perubahan substantif yang terdapat didalam UUPT, yaitu ;

1. Permohonan melalui jasa teknologi secara elektronik untuk memperoleh

Keputusan Menteri atas pengesahan akta pendirian perseroan sebagai badan hukum ( Pasal 9 ayat (1) UUPT).

2. Secara elektroni Menteri dapat langsung menyatakan tidak keberatan atas

permohonan pengesahan akta pendirian ( Pasal 10 ayat (3) UUPT ).

3. Memperkenalkan dan membolehkan pembagian deviden interm ( Pasal 10

ayat (3) UUPT ).

4. Penyusunan rencana kerja tahunan ( Pasal 63-65 UUPT ).

5. Tanggung jawab sosial dan lingkungan ( Pasal 74 UUPT ).

6. RUPS melalui media elektronik dalam bentuk telekonferensi, vidio

konferensi atau sarana media elektronik lain ( Pasal 77 ayat (1) UUPT ).

7. Pengambilan keputusan diluar RUPS dalam bentuk circular resolution ( Pasal

91 UUPT ).

8. Pengangkatan Direksi yang tidak memenuhi syarat ( Pasal 95 UUPT ).

9. Anggota Direksi bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kesalahan

yang dilakukan Direksi lain apabila anggota Direksi lebih dari satu orang ( Pasal 97 ayat (4) UUPT ).

10. Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) disampin Dewan Komisaris badi

Perseoran yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah ( Pasal 109 ayat (1) UPT ).

11. Memperkenakan Komisaris Independen dan Komisaris Utusan ( Pasal 120

UUPT ).

12. Pembentukan Komisi oleh Dewan Komisaris ( Pasal 121 UUPT).

13. Pengambilalihan saham dalam portepe ( Pasal 125 ayat (1) UUPT ).

14. Pengaturan tentang pemisahan perseroan (Spin Off) (Pasal 135 UUPT).

15. Pengaturan tentang biaya (Pasal 153 UUPT).

16. Tanggungjawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris atas kesalahan

Perdata tidak mengurangi tanggungjawab pidana ( Pasal 155 UUPT).

17. Pembentukan tim ahli pemantau hukum perseroan ( Pasal 156 UUPT ).42

Selain memperkenalkan hal-hal baru yang terdapat didalam UUPT, terdapat juga beberapa pengaturan yang sifatnya perluasan atau perbaikan daripada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, hal-hal tersebut antara lain :

1. Klasifikasi Perseroan yang terdiri dari ;

a. Perseroan Terbatas ( Pasal 1 angka 1 UUPT ).

b. Perseroan Publik ( Pasal 1 angka 8 UUPT ).

c. Perseroan Terbuka ( Pasal 1 angka 7 UUPT ).

2. Memperluas kebolehan mendirikan Perseroan kurang dari 2 orang hal ini

diatur dalam Pasal 7 ayat (7) UUPT, meliputi ;

a. Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring, dan penjamin,

lembaga penyimpanan, dan lembaga sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.

3. Pengesahan Menteri, menjadi Keputusan Pengesahan Menteri ( Pasal 9 ayat

(1) UUPT ).

4. Penentuan batas waktu permohonan Keputusan Pengesahan kepada Menteri ;

a. Paling lambat 60 hari dari Akta Pendirian ditandatangani ( Pasal 10 ayat (1)

UUPT).

b. Apabila tidak diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 hari, akta

pendirian menjadi batal ( Pasal 10 ayat (9) UUPT ).

5. Memperjelas sistematik tanggung jawab pendiri atas perbuatan hukum yang

dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum ( Pasal 13 UUPT).

6. Menambanh jumlah nama perseroan yang tidak boleh dipakai dari 2 pada

UUPT 1/1995.

7. Memperbolehkan tempat kedudukan kantor pusat di Desa, sepanjang AD

mencantumkan nama kota dan kabupaten dari Desa tersebut (Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UUPT).

8. Memperbaiki dan memperjelas sistem dan jangka waktu pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD ( Pasal 21 UUPT ).

9. Kewajiban mengubah AD apabila Perseroan telah memenuhi modal dan

pemegang saham sebagai Perusahan Publik ( Pasal 24 ayat 1 UUPT).

10. Daftar Perseroan dilakukan oleh MENKUM DAN HAM ( Pasal 29 UUPT ).

11. Ketentuan mengenai pengumuman dan tambahan berita negara oleh Menteri (

Pasa 30 UUPT ).

12. Perubahan modal dasar dari Rp 20.000.000,- menjadi Rp 50.000.000,- (

Pasal 32 ayat (1) UUPT ).

13. Memperbaiki sistem kewajiban penyetoran modal yang ditempatkan (Pasal

34 ayat (1) UUPT ).

14. Memperjelas aturan tata cara dan syarat pembelian kembali saham yang telah

dikeluarkan ( Pasal 37 UUPT ).

15. Memperjelas ketentuan dan syarat pengurangan modal ( Pasal 44 UUPT ).

16. Memperjelas dan memperluas ketentuan mengenai saham ( Pasal 48-62

UUPT ).

17. Menambah ketentuan Rencana Kerja disamping Laporan Tahunan dan

Penggungaa Laba (Pasal 63-65 UUPT).

18. Mengatur lebih sistematik sistem kuorum dan yaya cara pelaksanaan RUPS

pertama, dan kedua apabila rapat pertama tidak mencapai kuoru (Pasal 79-82 UUPT).

19. Memperluas dan memperjelas fungsi, pembagian fungsi, dam tanggung jawab

20. Penegasan mengenai sistem kolegeal Direksi (Pasal 98 UUPT).

21. Mengatur lebih jelas apa saja kewajiban Direksi (Pasal 100-102 UUPT).

22. Mengatur pelepasan tanggungjawab Dirksi apabila dapat membuktikan hal-

hal yang dapat disebutkan dalam Pasal 104 UUPT.

23. Mengatur lebih luas klasifikasi tata cara pemberhentian anggota Direksi

(Pasal 105 UUPT).

24. Penegasan bahwa Dewan Komisaris, tidak bersifat kolegeal, tetap majelis

(Pasal 108 UUPT).

25. Mengatur tata cara pembatalan pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang

tidak memenuhi syarat (Pasal 112 UUPT).

26. Mengatur lebih jelas mekanisme pemberian persetujuan dan bantuan Dewan

Komisari pada Direksi (Pasal 117 UUPT).

27. Mengatur lebih jelas dan pasti tata cara Penggabungan, Pengambilalihan,

Peleburan dan Pemisahan (Pasal 122-137 UUPT).

28. Penambahan dasar pmbubaran Perseroan (Pasal 142 UUPT).

29. Mengatur lebih sempurna tata cara Perseroan untuk setiap alasa (Pasal 143-

150 UUPT).43

Ketentuan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, yang diatur

didalam UUPT, merupakan suatu bentuk ketentuan umum (lex generalis).

Pengaturan khsusus yang juga mengatur mengenai Perseroan Terbatas, terdapat didalam peraturan lain diluar UUPT, yang mengatur mengenai bentuk maupun

kegiatan usaha dari Perseroan Terbatas tersebut. Ketentuan khusus (lex specialis)

yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas terdapat didalam Undang-Undang nomo 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal, Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, serta Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Pada Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, merupakan peraturan khusus, yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh Negara. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN merupakan pengaturan khusus, dikarenakan terdapat pengaturan khusus menyangkut BUMN tersebut. Ketentuan khusus tersebut adalah status modal serta kedudukan pemegang saham dalam BUMN tersebut. Status modal yang disetorkan kedalam

BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan44,

yang artinya adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero

dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.45

Apabila pada perusahaan-perusahaan diluar dari BUMN, para pemegang sahamnya, hanyalah orang-orang yang bukan wakil dari pemerintah. Tetapi didalam BUMN, terdapat Menteri yang berkedudukan sebagai pemegang saham, yang ditunjuk oleh pemerintah, sebagai wakil pemerintah didalam kedudukannya

sebagai pemegang saham didalam BUMN tersebut.46 Sehingga pada akhirnya

terdapat suatu ciri khas tertentu yang terdapat didalam BUMN yaitu47 ;

44

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

45Pasal 1 angka 10 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 46 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 47Kurniawan,Op.Cit, hlm. 101.

1.Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;

2.Pengawasan dilakukan, baik secara hierarki maupun secara fungsional

dilakukan oleh pemerintah;

3.Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada ditangan

pemerintah;

4.Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan

kegiatan usaha;

5.Semua resiko yang terjadi merupakan tanggung jawab pemerintah;

6.Melayani kepentingan umum/masyarakat;

7.Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham dimiliki oleh

negara;

8.Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan/atau dewan komisaris

dilakukan oleh menteri;

Pada Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, terdapat satu bentuk perusahan, yang modalnya berasal dari penenam modal asing. Bagi perusahan, yang modalnya berasal dari penanam modal asing, maka persahaan tersebut berbentuk perusahan Penanaman Modal Asing (PMA), yang modal didalam perusahaan tersebut berasal modal asing sepenuhya atau

merupakat patungan dengan penanam modal dalam negeri,48 sehingga bagi

perusahaan berbentuk PMA, perlu diatur didalam peraturan khusus.

Undnag-Undang nomor 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal, terdapat suatu bentuk Perseroan Terbatas, yang tidak diatur didalam UUPT. Perseroan Terbatas

yang secara khusus diatur didalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1985 tersebut adalah Perseroan Terbuka. Pada persusahaan yang dikatergorikan sebagai Perseroan Terbuka, saham yang berasal dari Perseroan Terbuka tersebut, dijual secara umum, kepada publik melalui pasar modal, jadi saham yang terdapat didalam Perseroan Terbuka, merupakan saham yang dimiliki oleh masyarakat umum, serta saham tersebut dapat diperjual belikan melalui pasar modal. Melihat bentuk dari perusahan Terbuka tersebut, perlu diatur didalam suatu peraturan khusus, dan diatur didalam Undang-Undang 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal.

Dokumen terkait