IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 155 UNDANG-UNDANG
NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM
PENGURUSAN PERUSAHAAN
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Persyaratan untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
SATRIA SARONIKHAMO WARUWU
NIM : 110200495
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 155 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM
PENGURUSAN PERUSAHAAN
SKRIPSI
DiajukanuntukMelengkapiTugas-TugasdanMemenuhiSyarat-SyaratuntukMencapaiGelarSarjanaHukum
OLEH:
SATRIA S WARUWU 110200495
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
KetuaDepartemenHukumEkonomi
(Windha, S.H, M.Hum) NIP. 197501122005012002
DosenPembimbing I DosenPembimbing II
(Dr. MahmulSiregar, SH.,M.Hum) (Windha, S.H, M.Hum)
NIP. 197302202002121001 NIP. 197501122005012002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang tiada taranya, penulis sampaikan kepada Sang
Juruslamat, Tuhan Yesus Kristus, hanya karena kemurahan dan kebaikan-Nya,
penulis dapat melalui setiap proses didalam kehidupan ini. Dan hanya karena
kemurahan-Nya jugalah penulis dapat melalui proses perkuliahan yang penulis
tempuh di Universitas Sumatera Utara, kampus yang sangat penulis cintai. Juga
atas berkat-Nya yang tidak ada batasnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Implementasi Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Pengurusan
Perusahaan”.
Pada kesempatan yang berharga ini, penulis menyampaikan terimakasih
yang sebanyak-banyaknya, atas kemurahan hati dan keinginan dari Bapak Dr.
Mahmul Siregar, S.H., M.Hum serta Ibu Windha, S.H., M. Hum yang telah
memimbing, dan berbagi ilmu kepada penulis didalam penulisan skripsi ini,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyampaika terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada
pihak-pihak yang telah mendukung dan berpengaruh dalam penulisan skripsi ini:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. Selaku Pembantu Dekan I
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M. Hum., DFM. Selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Windha, S.H., M. Hum. Selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M. Hum selaku Guru Besar Hukum
Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Mulhadi, S.H., M.Hum selaku dosen Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, sebagai dosen pembimbing akademik penulis.
8. Segenap dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berhaga kepada penulis, selama
penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
9. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi
perkuliahan selama penulis menempuh jenjang perkuliahan S-1 pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Rasa syukur dan terimakasih yang berasal dari lubuk hati penulis yang paling
dalam, penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, yang telah
memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, yang selalu
dari hari ke hari, dan telah mendukung penulis selama proses perkuliahan,
sehingga pada akhirnya penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum.
11. Saudara-saudara kandung penulis, kepada adek Teguh Abrian Saronikhamo
Waruwu, adek Cakra Saronikhamo Waruwu, adek Naomi Nifaeri
Saronikhamo Waruwu yang selalu memberikan kecerian dan kebahagian
ditengah-tengah keluarga.
12. Kepada seluruh teman-teman Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia,
Komisariat Fakultas Hukum USU, yang selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, telah
memberikan ruang kepada penulis, untuk sama-sama beajar dan bergaul
didalam satu gerkan kebanggan kita, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia,
SYALLOM!!!!
13. Kepala Lembaga Penginjilan Mahasiswa Indonesia (LPMI) yang telah
banyak memberikan pelajaran mengenai arti hidup, dan membantuk penulis
untuk tumbuh didalam pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus, dan
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti berbagai kegiatan
baik ditingkat kota, provinsi bahkan tingkat ASEAN, penulis sangat bangga
dan bersykur pernah mengenal dan masuk didalam pelayanan ini, Tuhan
Yesus memberkati para staff dan rekan-rekan semua. Pergilah jadikanlah
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Matius 28: 19).
14. Teman-teman group E Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan
belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan meninggalkan
banyak cerita dan kenangan kepada penulis, sekiranya keberhasilan dan
kejayaan menyertai kita untuk kedepan.
15. Dewi Maya Ginting, S.H, yang telah mendukung penulis dan membagikan
cintanya yang tulus kepada penulis, sebagai penyemangat kepada penulis
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
16. Kepada sahabat-sahabat yang keren, dan lucu-lucu, yang selalu menghadirkan
tawa dan kecerian kepada penulis, kepada Ahamad Husein Pan Harahap,
Miftahul Rahma, Abdel Khalis, Febri Hasibuan, Erik Kaban, Franky Frier,
Natan Romlen, Daud, Evelyn, Naomi, Togar dan banyak lainya yang tidak
pernah cukup untuk disebutkan satu persatu.
17. Salam hormat kepada Penulis Karya Ilmiah atas karya-karya ilmiahnya yang
sangat membantu penulis dalam penyelsaian skripsi penulis.
Mengingat akan keterbatasan penulis, dan kodrat penulis yang hanya sebagai
manusia biasa, penulis sangat menyadari, bahwa didalam penulisan skripsi ini,
banyak kekurangan baik dari segi substansi maupun segi penulisan, oleh sebab
itu, penulis membutuhkan kritik maupun saran dari berbagai pihak, agar kedepan
hal tersebut dapat menjadi bahan bagi penulis untuk membentuk karya ilmiah
yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat kepada para pihak
yang membutuhkan bahan refrensi dalam menghadapi permasalahan didalam
ruang lingkup Hukum Korporasi. Tuhan Memberkati!
Medan, Februari 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... v
ABSTRAK... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan... 6
D. Keaslian Penulisan... 8
E. Tinjauan Pustaka... 9
F. Metode Penelitian... 10
G. Sistematika Penelitian... 12
BAB II PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum... 14
B. Peraturan Mengenai Perseroan Terbatas... 25
C. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas... 31
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI ATAS KESALAHAN DAN KELALAIAN DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Ketentuan Mengenai Tanggung Jawab Direksi yang Diatur dalam
Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas... 63
B. Pertanggungjawaban Direksi Secara Perdata Atas Kesalahan dan
Kelalaian dalam Pengurusan Perusahaan... 69
C. Bussiness Judment Rule Sebagai Pembebasan Pertanggungjwaban
oleh Direksi... 80
BAB IV IMPLEMENTASI PASAL 155 UNDANG-UNDANG 40 TAHUN
2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN
A. Pasal 155 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Sebagai Ketentuan Pengenaan Pertanggung Jawaban Secara Pidana Pada
Direksi... 85
B. Bentuk Serta Batasan Kesalahan dan Kelalaian Direksi yang Dapat
Dipertanggung Jawabkan Secara Pidana... 89
C. Dampak Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas Terhadap Direksi dalam Pengurusan Perusahaan... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 99
B. Saran... 101
ABSTRAK
IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 155 UNDANG-UNDANG 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM
PENGURUSAN PERUSAHAAN
Satria Saronikhamo Waruwu1
Mahmul Siregar
Windha
Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang berbadan hukum, merupakan subjek hukum yang bersifat abstrak. Perseroan Terbatas, dijalankan oleh organ-organ yang bekerja untuk dan atas nama Perseroan. Direksi adalah salah satu organ Perseroan Terbatas yang memiliki tugas untuk mengurus dan mewakili Perseroan Terbatas. Dengan adanya ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, mengakibatkan direksi dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana, atas kesalahan dan kelalaiannya yang mengakibatkan Perseroan Terbatas mengalami kerugian. Pemidanaan terhadap direksi membawa polemik serta pengaruh terhadap kinerja perusahaan, maupun terhadap direksi lainnya. Oleh karena itu perlu dikaji secara ilmiah mengenai implementasi Pasal 155 UUPT yang memperluas pertanggung jawaban direksi, dari ranah perdata ke ranah pidana.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum
normatif dengan cara mengumpulkan data secara kepustakaan (library research),
penelitian menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, data dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif.
Pasal 155 UUPT adalah ketentuan yang memperluasan
pertanggungjawaban direksi dari tanggung jawab perdata ke pertanggungjawaban secara pidana tersebut. Direksi adalah pihak yang mengerti dan bertanggungjawab terhadap jalannya perusahaan. Direksi diberi kewenangan untuk mengambil keputusan demi jalannya perusahaan. Untuk dapat meminta pertanggungjawaban pidana seorang direksi harus terlebih dahulu dibuktikan bahwa direksi dalam mengambil keputusan telah melakukan tindakan yang melanggar hukum, sehingga secara hukum dapat dipidana. Sebagai contoh direksi dalam mengurus perusahaan telah melakukan penggelapan, maupun penipuan sehingga mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian, atas tindakan tersebut direksi dapat dipidana. Namun sepanjang direksi tersebut tidak melakukan tindakan atau mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum, walaupun terjadi kerugian terhadap perusahaan atas keputusan tersebut, direksi tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata.
Kata Kunci: Perseroan Terbatas, Direksi, Pasal 155 UUPT 40/2007
*
Mahasiswa Fakultas Hukum USU Dosen Pembimbing I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum,
merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan
kegiatan usaha. Salah satu faktor yang menyebabkan dipilihnya Perseroan
Terbatas sebagai wadah dalam menjalankan kegiatan usaha adalah adanya prinsip
separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.
Prinsip separate entity merupakan suatu prinsip umum di dalam Perseroan
Terbatas, yang mengatakan bahwa dimata hukum, antara Perseroan Terbatas
dengan pemiliknya maupun pengurusnya merupakan dua subjek hukum yang
terpisah.2
Selain prinsip separate entity yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas,
dikenal suatu prinsip umum yang juga menjadi faktor pembeda antara Perseroan
Terbatas sebagai badan hukum, dengan badan usaha lainnya yag tidak berbentuk
badan hukum, yakini adanya pertanggungjawaban yang terbatas (limited liability),
maksud dari prinsip ini adalah tanggung jawab pemegang saham sebagai pemilik
perusahan, hanya terbatas pada jumlah saham yang disetorkan kepada perusahan,
artinya pemegang saham, tidak terikat secara langsung terhadap
perikatan-perikatan yang dilakukan perusahan, untuk dan atas nama perusahan, sehingga
apabila kedepan terjadi suatu upaya hukum berupa gugatan maupun tuntutan
terhadap perusahan untuk memenuhi kewajibannya berupa pembayaran ganti rugi
2
maupun pembayaran utang, harta maupun pribadi dari pemegang saham selaku
pemilik perusahan tidak boleh dan tidak dapat diikut sertakan didalam proses
hukum tersebut, serta didalam pemenuhan kewajiban perusahan berupa
pembayaran utang kepada pihak ketiga, harta kekayan dari pemegang saham tidak
boleh dan tidak dapat digunakan untuk melakukan kewajiban pembayaran utang
tersebut, karena antara perusahan dengan pemegang saham, dimata hukum
merupakan dua entitas hukum yang berbeda.
Pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur di dalam peraturan
perundang-undangan. Undang-undang yang mengatur mengenai Perseroan
Terbatas saat ini diatur didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT).
Dalam Pasal 1 angka 1 UUPT, dikatakan bahwa Perseroan Terbatas
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1
UUPT tersebut, merupakan penegasan dan sekaligus merupakan bentuk
pengakuan, bahwa Perseoran Terbatas, merupakan badan usaha yang berbadan
hukum. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, memiliki karakteristik
tersendiri, yaitu:
1. Memiliki harta kekayan tersendiri.
2. Adanya organ/pengurus yang mengelola harta kekayan tersebut untuk
3. Adanya pemisahan tanggungjawab antara badan hukum dengan organ yang
didalamnya.3
Perseroan Terbatas yang merupakan subjek hukum yang bersifat abstrak,
tidak dapat melakukan kegiatannya secara mandiri, Perseroan Terbatas
membutuhkan organ-organ yang bekerja untuk dan atas nama Perseroan Terbatas.
Organ-organ yang terdapat didalam Perseroan Terbatas terdiri dari RUPS,
direksi, dan dewan komisaris.
Direksi adalah organ yang bertugas menjalankan pengurusan perusahan
sehari-hari. Direksi yang diberikan kewenangan untuk mengurus dan mewakili
perusahan, dalam menjalankan kewajibannya tersebut harus tunduk pada
undang-undang dan Anggaran Dasar Perusahan, serta harus membuat kebijakan-kebijakan
yang tepat demi kepentingan perusahan. Dengan kata lain, hukum memberikan
kewenangan kepada direksi untuk mengurus perusahaan, namun secara tidak
langsung hukum juga memberikan batasan dalam menjalankan kewenangan yang
dimiliki oleh direksi, yakini tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam mengurus
perusahaan tidak boleh melampaui kewenangan yang diterimanya, yang berasal
dari peraturan-perundang-undangan dan juga Anggaran Dasar Perusahaan.
Direksi dan perusahan merupakan dua subjek hukum yang berbeda.
Direksi sebagai subjek hukum natural persoon, bekerja untuk dan atas nama
perusahan serta demi kepentingan perusahan, yang juga merupakan subjek hukum
(recht persoon). Dalam menjalankan pengurusannya, direksi dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana. Pertanggungjawaban secara pidana oleh
3Mahrus Alim, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi (Jakarta : PT RajaGrafindo
direksi, yang berkaitan dengan tugasnya dalam hal menjalankan pengurusan
terhadap perusahan menjadi suatu problem tersendiri, baik bagi perusahan
maupun bagi teori separate entity itu sendiri.
Ketentuan Pasal 155 UUPT, merupakan dasar hukum untuk meminta
pertanggungjawaban secara pidana kepada direksi. Dalam Pasal 155 UUPT,
dengan jelas mengatakan bahwa ketentuan mengenai tanggung jawab direksi
dan/atau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam
undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang-undang
tentang hukum pidana.
Pada Pasal 97 UUPT juga memberikan pengaturan yang mendekati
dengan Pasal 155 UUPT, namun didalam Pasal 97 UUPT merupakan jalan bagi
pengenaan pertanggungjawaban secara perdata kepada direksi. Disebutkan secara
jelas dalam pasal tersebut, bahwa apabila direksi bersalah atau lalai dalam
menjalankan tanggung jawabnya dan mengakibatkan kerugian bagi perusahan,
pemegang saham dapat menggugatnya secara keperdataan. Hal ini memberi suatu
aturan yang jauh lebih jelas dibandingkan Pasal 155 UUPT, dikarenakan dalam
pasal ini diberitahu suatu batasan tentang kapan suatu kesalahan dan kelalaian
direksi dapat digugat, yakni apabila kesalahan dan kelalaian tersebut
mengakibatkan kerugian bagi perusahan, dan diberitahu siapa yang menggugat,
tetapi didalam Pasal 155 UUPT, juga memberikan ruang masuk bagi penyidik
untuk memproses direksi secara pidana tanpa adanya suatu batasan yang jelas
kapan proses pidana itu dapat diterapkan, dan kesalahan maupun kelalaian yang
Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum yang tidak memijiki jiwa,
dan secara langsung juga tidak memiliki kesadaran, dalam melakukan tindak
pidana. Dalam hal demikian, terdapat suatu teori yang mengatakan bahwa
Perseroan Terbatas melakukan perbuatan-perbuatan hukum diwakili oleh
organ-organnya. Salah satu organ Perseroan Terbatas adalah direksi. Dengan kata lain
perbuatan yang dilakukan perusahaan diwakili oleh direksi atau pegawainya.4
Lalu apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, apakah pelanggaran itu dipandang
sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh direksi atau pelanggaran yang dilakukan
perusahaan. Untuk menjawab hal tersebut, harus diberikan suatu tolak ukur
maupun batasan, mengenai kapan suatu perbuatan dapat diakatakan perbuatan
direksi, ataupun kapan suatu perbuatan yang dilakukan direksi tersebut
sesungguhnya merupakan perbuatan perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu adanya suatu penelitian ilmiah yang
membahas mengenai persoalan yang diterangkan diatas. Agar didalam
pembebanan tanggung jawab kepada direksi maupun Perseroan Terbatas adanya
suatu batasan yang jelas, baik secara teori hukum, maupun dalam penegakan
hukum. Dan hal ini menjadi penting untuk memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada direksi sebagai pengurus perusahan, agar tidak secara
mudah dan cepat dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana, atas setiap
kebijakan-kebijakan bisnis yang dibuatnya, dalam hal melakukan pengurusan
perusahaan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat beberapa permasalahan
yang akan dibahas didalam penulisan ini, antara lain :
1. Bagaimana pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT?
2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban direksi atas kesalahan dan kelalaian
dalam pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT?
3. Bagaimanakah implementasi Pasal 155 UUPT terhadap direksi dalam
pengurusan perusahan?
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk dapat mengetahui pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT.
2. Untuk mengetahui perihal bentuk pertanggungjawaban direksi atas kesalahan
dan kelalaian dalam pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT
3. Untuk dapat mengetahui implementasi Pasal 155 UUPT terhadap direksi
dalam pengurusan perusahan.
Manfaat yang didapatkan dari penulisan karya imiah ini adalah:
1. Secara teoristis
Secara teoristis, manfaat yang didapatkan dari penulisan karya ilmiah ini
adalah dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada pembaca mengenai
Perseroan Terbatas, serta memberikan pengetahuan mengenai pengurusan
terhadap Perseroan Terbatas tersebut, yang didasarkan pada UUPT serta
memberikan pengetahuan mengenai adanya bentuk perluasan
pidana, serta memberikan gambaran perihal akibat dari adanya Pasal 155 UUPT
sebagai pasal yang memungkinkan adanya bentuk perluasan tanggung jawab
tersebut.
2. Secara praktis
Manfaat secara praktis yang diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini
adalah sebagai bahan bacaan ataupun sebagai salah satu refrensi bagi masyarakat
maupun kepada mahasiswa secara khususnya, untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai persoalan didalam Perseroan Terbatas, dan secara
khusus, karya ilmiah ini menyajikan suatu bahan bacaan mengenai permasalahan
terhadap penerapan Pasal 155 UUPT yang atas pasal tersebut, tanggung jawab
direksi dapat bergeser, tidak hanya pada ranah perdata, namun juga menuju
kepada pertanggungjawaban pidana. Sekiranya karya ilmiah ini dapat dijadikan
sebagai salah satau sumber jawaban, terhadap polemik yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana oleh direksi atas kerugian yang dialami oleh
Perseroan Terbatas.
D. Keaslian Penulisan
Karya ilmiah ini merupakan karya ilmiah yang lahir dari buah pikiran
penulis sendiri, tanpa ada kemiripan maupun unsur plagiat terhadap karya ilmiah
yang lain, yang pernah ada, sehingga keaslian dari penulisan karya ilmiah ini
dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Penulisan karya ilmiah ini
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penulis untuk mendapatkan
suatu gelar akademik Sarjana Hukum yang akan penulis dapatkan dari Universitas
Judul karya ilmiah ini telah diperiksa oleh pihak Perpustakaan Fakultas
Hukum, Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum
Fakultas Hukum USU. Berdasarkan hasil pemeriksan yang dilakukan oleh pihak
Perpustakan dan berdasarkan surat yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh
pihak Perpustakan Fakultas Hukum USU, menyatakan bahwa judul skripsi yang
penulis angkat tidak pernah dibahas atau diangkat pada tahun-tahun sebelumnya,
namun ada beberapa judul skripsi yang memiliki kesaman dalam redaksi
judulnya, antara lain;
1.“Doktrin Piercing The Corporate Veil terhadap Tanggung Jawab Direksi
dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007” oleh Hendrik dengan Nomor
Induk Mahasiswa 040200231.
2.“Pembelan Direksi dalam Pengelolan Perseroan Menurut Undang-Undnag 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas” oleh Sri Cipta dengan Nomor Induk
Mahasiswa 030200087.
Dalam Karya Ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
tertulis atau dipublikasi orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang
dan mencantumkannya di dalam catatan kaki maupun didalam daftar pustaka.
Dengan demikian, judul beserta pembahasan yang tertuang didalam Skripsi ini
adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
E. Tinjauan Pustaka
Pasal 1 angka 1 UUPT menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang
persekutuan modal, didirkan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta pelaksanannya.
Perseroan Terbatas merupakan suatu istilah yang terdiri dari dua kata,
yaitu Perseroan dan Terbatas. Perseroan merujuk kepada modal Perseroan
Terbatas yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas
merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas
pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.5
Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan bahwa direksi adalah organ Perseroan
Terbatas yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan
Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas, sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar. Berdasarkan ketentuan
tersebut diketahui bahwa setiap anggota direksi memiliki wewenang dan tanggun
jawab untuk mengurus Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas,
baik didalam maupun diluar pengadilan.
Anggota direksi dalam menjalankan tanggung jawab untuk mengurus dan
mewakili Perseroan Terbatas, memiliki kewajiban berupa menjalankan tanggung
jawabnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.6
Pasal 155 UUPT menyatakan bahwa ketentuan mengenai tanggung jawab
direksi dan/atau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur
5Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak
Berbadan Hukum Di Indonesia (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), hlm. 57.
dalam undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam
undang-undang Hukum Pidana.
Melalui ketentuan didalam pasal 155 UUPT memberikan ruang kepada
direksi untuk dipertanggungjawabkan secara pidana. Pertanggungjawaban pidana
dapat diterapkan kepada seseorang apabila terbukti melakukan tindakan yang
melanggar hukum, serta telah melakukannya secara sengaja ataupun tidak sengaja,
dan orang yang melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut dapat
dihukum.7
F. Metode Penelitian
Sebagai suatu karya ilmiah, penulisan Skripsi ini harus didasarkan kepada
data yang benar dan akurat, data tersebut digunakan sebagai bahan untuk
mengembangkan pemikiran mengenai permasalahan yang diangkat didalam Karya
Ilmiah ini, dan sebagai refrensi dalam penulisan Karya Ilmiah ini. Dalam
memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan metode-metode berikut.
1. Spesifikasi penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum normatif karena penelitian ini mencari data sekunder yang
mengacu kepada peraturan-peraturan yang ada sesuai dengan bidang kajian ilmu
hukum dengan jalan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analistis yang bertujuan untuk
memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai bidang hukum perusahan serta
7
organ-organ yang menjankan pengurusan perusahan. Penilitian ini akan
menberikan suatu gambaran tentang kepengurursan perusahan yang dilakukan
oleh direksi, yang sering sekali seperti dibayang-bayangi oleh peraturan
perundang-undanag yang dapat memberikan jeratan pidana pada direksi dalam
mengeluarkan kebijakannya yang beratas namakan perusahan.
2. Data penelitian
Data hukum yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah ini merupakan
data sekunder yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yang dipakai dalam penulisan karya ilmiah ini
berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Perseroan
Terbatas yakni berasal dari UUPT.
b. Bahan hukum sekunder
Dalam penelitian ilmiah yang objek kajian masuk kepada ranah hukum,
sepertinya akan sangat sulit apabila hanya menggunakan bahan hukum primer
yang terdiri dari undang-undang saja, disebabkan karena kurangnya penjelesan
yang lebih menyeluruh dan mendalam tentang objek kajian yang diteliti. Oleh
sebab itu dalam penelitian ilmiah ini digunakan beberapa bahan hukum sekunder
yang memiliki hubungan dengan objek kajian yang diteliti dan dibahas dalam
penelitian ini, bahan hukum sekunder tersebut berasal dari buku-buku, artikel,
maupun dari berbagai surat kabar maupun majalah, baik yang berbentuk cetak
maupun elektronik, yang kesemuanya itu dapat dimanfaatkan dalam penulisan
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan dengan
mempergunakan studi pustaka, yang berfokus kepada dokumen hukum yang
memiliki hubungan dengan hukum positif Indonesia yang mengatur tentang
Perseroan Terbatas yang terdapat didalam UUPT.
4. Analisis data
Data yang diperoleh dari data kepustakan, dianalisi dengan deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif yaitu metode yang menggambarkan secara
menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Metode kualitatif
yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang
diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan
teori yang diperoleh dari penelitian kepustakan sehingga diperoleh jawaban atas
permasalah yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan
Kerangka atau sistematika yang terdapat didalam Karya Ilmiah ini terdiri
dari;
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penulis dalam
memilih judul atau topik ini untuk dibahas dan diangkat sebagai suatu
karya ilmiah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan
beberapa permasalahan yang akan dibahas dan dijawab dalam karya
ilmiah ini. Selanjutnya akan dibahas tentang tujuan serta manfaat
praktis, yang ditujukan bagi masyarakat secara umum, maupun pada
praktisi hukum dan para perorangan yang menduduki jabatan struktural
di perusahan. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah metode
yang berkaitan dengan metode pendekatan, spesifikasi penelitian,
teknik pengumpulan data dan analisi data yang dipergunakan untuk
menggambarkan objek penelitian. Selanjutnya dalam bab ini diuaraikan
analisi isi untuk mencari kesimpulan serta saran sebagai tindak lanjut
dari kesimpulan penellitian kemudia ditutup dengan sistematikan
penulisan.
BAB II PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kedudukan Perseroan Terbatas
sebagai salah satu badan usaha yang berbadan hukum, serta
pengaturannya didalam peraturang perundang-undangan, serta melalui
peraturan perundang-undangan tersebut akan diketahui dan dijelaskan
mengenai organ-organ yang terdapat didalam Perseroan Terbatas, serta
pembahasan mengenai pengurusan perusahaan yang dilakukan oleh
direksi.
BAB III PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI ATAS KESALAHAN DAN
KELALAIAN DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
Pada bab ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai tanggung jawab
direksi terhadap Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur didalam
UUPT, selanjutnya dijelaskan mengenai pertanggungjawaban direksi
secara perdata atas kesalahan dan kelalaiannya dalam pengurusan
perusahaan, dan selanjutnya dijelaskan mengenai Bussiness Judment
Rule sebagai pembebasan pertanggunjawaban oleh direksi.
BAB IV IMPLEMENTASI PASAL 155 UNDANG-UNDANG NOMOR 40
TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP
DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERUSAHAAN
Pada bab ini akan mengenai Pasal 155 UUPT sebagai ketentuan hukum
yang membenarkan diminta pertanggungjawaban direksi secara pidana,
serta dibahas mengenai batasan kesalahan dan kelalaian direksi yang
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, serta akan dijelaskan
mengenai dampak ketentuan Pasal 155 UUPT terhadap direksi dalam
BAB II
PENGURUSAN PERUSAHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum
Kegiatan usaha dapat dilakukan/diusahakan melalui berbagai macam
bentuk badan usaha. Berbagai macam bentuk badan usaha, yang dapat dipilih
untuk dijadikan wadah dalam melakukan kegiatan usaha terdiri dari persekutuan
perdata, perkumpulan, firma, CV, Perseroan Terbatas dan koperasi. Dari
beberapa badan usaha yang melakukan kegiatan usaha tersebut, oleh hukum
dibuat suatu kualifikasi hukum, perihal pengelompokan jenis-jenis badan usaha.
Pengelompokan yang dilakukan oleh hukum tersebut, melahirkan dua kategori
badan usaha, yaitu badan usaha yang berbadan hukum, serta badan usaha yang
non-badan hukum.8 Perbedaan antara badan usaha yang berbadan hukum dan
badan usaha tidak berbadan hukum terletak pada masalah tanggung jawab.9 Pada
badan usaha yang berbentuk tidak badan hukum, pertanggungjawabannya tidak
hanya terbatas pada badan usahanya saja, tetapi juga kepada pribadi maupun harta
pribadi dari pemilik badan usaha tersebut, tetapi bagi badan usaha yang berbentuk
badan hukum, pertanggungjawabannya hanya terbatas kepada pribadi badan usaha
dan hanya menyangkut kepada harta kekayaan badan usaha tersebut, karena antara
badan usaha dengan pemilik maupun pengurusnya, merupakan dua entitas hukum
8 Kurniawan,Op.Cit ,hlm. 23.
9Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor : Ghalia
yang berbeda (separate entity)10. Bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum
adalah persekutuan perdata11, firma12, persekutan komanditer13, dan badan usaha
yang berbentuk badan hukum terdiri dari Perseroan Terbatas14 dan koperasi.15
Apabila disifikasikan badan usaha tersebut dari sudut kepemilikannya, maka
badan usaha tersebut digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu Badan Usaha
Swasta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah. 16
Perseroan Terbatas merupakan salah satu bentuk badan usaha, yang diakui
secara hukum sebagai badan usaha yang berbadan hukum. Perseroan Terbatas
muncul sebagai akibat perkembangan masyarakat menuju moderenisasi. Pada
alam kehidupan manusia yang masih sederhana, kegiatan usaha dijalankan secara
perorangan. Kemudian, tumbuh kebutuhan untuk menjalankan usaha secara
“patungan”, yaitu dilaksanakan dengan beberapa orang agar terhimpun modal
yang lebih banyak dan atau agar tergabungnya keterampilan, akan lebih berhasil
bila dilaksanakan oleh seorang diri. Dengan cara ini mereka dapat membagi resiko
keuangan yang bisa muncul. Dalam perkembangan lebih lanjut, tidak jarang kerja
sama itu hanya terdiri dari beberapa orang, melainkan juga terjadi antara beberapa
ratus atau ribu orang, seperti wujudnya sekarang, adanya Perseroan Terbatas yang
menawarkan saham-saham kepada publik.17
10M.Yahya Harahap,Op.Cit , hlm. 36. 11
Pasal 1618 KUHPerdata.
12
Pasal 16 KUHDagang.
13Pasal 19 KUHDagang.
14Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 15Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. 16
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo,2012), hlm.31
17Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggun jawbaan Pidana
Kata Perseroan Terbatas, terdiri dari dua suku kata, yaitu “persero” dan
“terbatas”, dua suku kata ini mempunyai maksudnya tersendiri. Perseroan, berasal
dari kata “sero”, yang artinya adalah saham atau andil, sehingga perusahaan yang
mengeluarkan saham, disebut perseroan18, atau dengan kata lain, dapat juga
dikatakan bahwa perseroan adalah persekutuan sero atau saham. Sedangkan
“terbatas” menunjukan kadar tanggung jawab pemegang saham19, yang artinya,
bahwa pemegang saham memiliki pertanggungjawaban yang terbatas, yaitu hanya
sebatas modal yang diberikannya kepada perusahaan, dan pemegang saham tidak
terikat secara langsung terhadap setiap perikatan yang dibuat Perseroan Terbatas,
serta tidak dapat diminta pertanggungjawabannya, atas kerugian yang dialami
Perseroan Terbatas, melebihi jumlah saham yang disetor kedalam perusahaan.20
Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, merupakan salah satu subjek
hukum, yang mempunyai hak dan kewajiban, dan dengan hak dan kewajiban
tersebut, Perseroan Terbatas dapat melakukan berbagai perbuatan hukum. Pada
awalnya hanya ada satu subjek hukum, yaitu manusia. Jika melihat sejarahnya,
mulanya status badan hukum diberikan oleh raja kepada perkumpulan orang yang
menjalankan kegiatan tertentu dengan suatu charter atau dekrit, dimana diakui
bagi siapa yang diberi charter itu memiliki status yang sama dengan subjek
hukum manusia. Hal itu merupakan suatu privilage, dan pada awalnya tidak setiap
orang dapat memperoleh privilage untuk dianggap sebagai corporation yang
memiliki legal entity yang mandiri. Apabila sudah menerima privilage, itu
18
V. Harlen Sinaga,Batas-Batas Tanggungjawab Perdata Direksi(Jakarta: Adinatha Mulia,2012), hlm. 10.
19Mulhadi, Op.Cit,. hlm. 22.
merupakan anugerah dari raja atau penguasa. Walau mulanya badan hukum
dibentuk berdasarkan suatu dekrit raja, saat ini telah menjadi badan yang dapat
dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang.21
Terdapat beberapa teori yang mejelaskan mengenai asal usul badan
hukum, teori-teori tersebut yaitu22 ;
1. Teori Konsesi (Concession Theory)
Teori ini pada intinya menjelaskan bahwa kekuatan hukum (legal power)
badan hukum diperoleh dari negara. Teori ini muncul karena diperlukan respon
negara terhadap masalah bagaimana menjaga power dari badan hukum yang ada.
Untuk itu badan hukum hanya akan mendapat pengakuan dan akspetasi melalui
proses validasi dari negara, baik dengan cara memperole Royal Charter maupun
melalui pendaftaran dengan sistem yang ditentukan oleh negara.
2. Teori Perjanjian (Contract Theory)
Teori perjanjian memandang badan hukum sebagai asosiasi yang dibentuk
berdasarkan perjanjian oleh para pendirinya. Corporate Structure dari badan
hukum secara substansi merupakan hasil dari perjanjian antara pendiri dan
pengelolanya. Teori ini memasalahkan mengapa diperlukan persetujuan dari
negara untuk bisa mendirikan badan hukum.
Ketentuan didalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
tidak ada suatu penjelasan yang jelas, untuk memberikan penjelasan secara jelas
mengenai badan hukum. Istilah badan hukum selama ini diadopsi dari istilah
Belanda yang menyebutnya dengan istilah rechtpersoon.
Untuk menjelaskan mengenai pengertian badan hukum, akan digunakan
beberapa pendapat sarjana yang mencoba menjelaskan, tentang pengertian badan
hukum. Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi
pendukung hak dan kewajiban. Meijers menambahkan bahwa badan hukum itu
merupakan suatu realitas konkret, real, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal
atau merupakan suatu kenyataan yuridis.23 Logeman menyatakan bahwa badan
hukum sebagai suatu personifikasi atau perwujudan (bestendigheid) hak dan
kewajiban. Sementara itu menurut E. Utrech, menyatakan bahwa badan hukum
adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung
hak. Selanjutnya, menjelaskan bahwa badan hukum itu adalah setiap pendukung
hak yang tidak berjiwa, atau yang lebih tepat bukan manusia. Sedangkan menurut
R. Subekti bahwa badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan dapat melakukan perbuatan
seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan manusia dan dapat digugat.24
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat diambil beberapa unsur,
yang menggambarkan mengenai badan hukum, unsur-unsur tersebut adalah ;
1. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal
2. Dapat melakukan perbuatan hukum didalam hubungan hukum.
3. Mempunyai harta kekayaan sendiri.
4. Mempunyai pengurus.
5. Mempunyai hak dan kewajiban.
6. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan.25
Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, merupakan subjek hukum yang
bersifat abstrak dan yang bersifat artifisal,26yang berbeda dengan subjek hukum
lainnya yaitu manusia, manusia lahir secara biologis, dan tidak melalui proses
hukum untuk menjadi subjek hukum. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum
dikatakan sebaga subjek hukum yang bersifat abstrak karena, secara fisik, badan
hukum tersebut tidak dapat dilihat maupun diraba, tetapi secara hukum, Perseroan
Terbatas sebagai badan hukum diakui sebagai subjek hukum, yang dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum, seperti hubungan hukum jual-beli,
membuat kontrak, melakukan pinjam meminjam, bahkan dapat digugat maupun
menjadi penggugat di dalam proses peradilan. Namun, yang menjadi pertanyaan
saat ini, sebagai subjek hukum yang abstrak, bagaiman cara badan hukum
melakukan setiap kegiatannya, oleh karena badan hukum tidak memiliki pikiran
maupun kehendak, didalam melakukan perbuatan hukum? Atau dengan kata lain,
bagaimana status personalitas Perseroan Terbatas, sebagai badan hukum, dimuka
hukum? Untuk menjawab hal tersebut, perlu dikemukakan beberapa teori-teori
tentang badan hukum, yang menjadi dasar teoristis didalam menjawab eksistensi
maupun personalitasan badan hukum, sebagai subjek hukum.
Teori badan hukum yang pertama adalah teori mengenai teori fiksi. Teori
Fiksi merupakan teori yang dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny.27 Teori
ini berasal dari Romawi atau Common Law menyatakan didalam teorinya bahwa
badan hukum tersebut merupakan suuatu yang abstrak, bukan merupakan sesuatu
25Ibid.
hal yang konkret, badan hukum tersebut merupakan suatu buatan atau “ciptaan
fiksi” yang disebut entitas hukum (legal entity or juristic antuty) yang memiliki
personalitas fiktif (persona ficta). Sehingga menurut teori ini, kepribadian atau
personalitas Perseroan Terbatas sebagai badan hukum merupakan suatu
pengakuan hukum terhadap kepentingan sekolompok orang tertentu untuk
melakukan kegiatan perusahaan atau bisnis.28
Teori yang kedua adalah teori organ. Teori organ adalah teori yang
dikemukakan oleh Otto von Gierke seorang sarjanawan Jerman, pada tahun
(1841-1921).29 Teori ini menyatakan bahwa badan hukum itu seperti manusia,
menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum
adalah badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat-alat atau
organ-organ badan tersebut.30
Teori ketiga, yang berkaitan dengan personalitasan badan hukum, yaitu
teori harta kekayaan bertujuan yang ( doelvermogens theorie) yang disampaikan
oleh Brinz. Dalam teori ini dikatakan bahwa, hanya manusia yang menjadi subjek
hukum. Namun, tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan,
sedangkan tiada satu manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa
yang dinamakan hak-hak dari badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang
tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta
kekayaan yang terkait oleh suatu tujuam atau kekayaan kepunyaan tujuan.31
28
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 55
Teori keempat yang masih berkenaan dangan badan hukum yaitu teori
kekayaan bersama atau propriete collectiveI yang disampaikan oleh Planiol atau
vermorgentheorie dari Molengraff. Menurut teori ini, badan hukum sebagai sekumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh
anggota. Menurut teori ini badan hukum bukanlah suatu yang abstrak dan juga
bukan merupakan organisme. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum
adalah hak dan kewajiban seluruh anggotanya. Harta kekayaan badan itu adalah
milik bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu
kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang disebut sebagai badan hukum.
Karena itu badan hukum hanyalah suatu konstruksi yuridis belaka.32
Teori kelima adalah teori kenyataan yuridis yang dikemukakan oleh E.M.
Meijers dan Paul Scholten. Teori ini mengatakan bahwa badan hukum merupakan
suatu realitas konkret dan real, suatu kenyataan yuridis, walaupun tidak dapat
diraba, yang keberadaan bergantung pada hukum negara. Oleh karena badan
hukum adalah suatu kenyataan yuridis, ditekankan bahwa hendaknya dalam
mempersamakan badan hukum dengan manusia itu hanya terbatas sampai pada
bidang hukum saja. Artinya, badan hukum itu sekedar diperlakukan untuk hukum
sehingga tidak perlu dipersolakan lagi mana tangannya, mana otaknya, dan
sebagainya.33
Berdasarkan berbagai teori diatas, maka pada dasarnya teori mengenai
badan hukum dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
32Ibid.
1. Yang menganggap badan hukum sebagi wujud nyata, artinya nyata dengan
panca indra manusia itu sendiri. Akibatnya, badan hukum tersebut disamakan
dengan manusia. Badan hukum dianggap identik dengan organ-organ
pengurusnya, jadi badan hukum dianggap mempunyai panca indra sendiri
seperti layaknya manusia, dan disamakan dengan manusia.
2. Yang menganggap badan hukum tidak sebagai wujud yang nyata, tetapi
hanya manusia yang berdiri dibelakang badan hukum tersebut. Akibatnya,
jika badan hukum melakukan kesalahan atau kelalaian, itu adalah kesalahan
manusia-manusia yang berdiri dibelakangnya.
Apabila menghubungkan antara Perseroan Terbatas dengan badan hukum,
maka hanya teori fiksi, teori organ dan teori kenyataan yuridis yang dapat
diterapkan sebagai landasan teori bagi badan hukum perseroan terbatas. Hal
tersebut dikarenakan teori kekayaan bersama berlaku untuk koperasi dan badan
hukum yang mempunyai anggota, tetapi untuk yayasan teori ini tidak banyak
berarti.34
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Perseroan Terbatas, diakui secara tegas dan jelas bahwa Perseoran Terbatas
sebagai salah satu badan usaha yang berbentuk badan hukum. Ketentuan yang
menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang berbentuk
badan hukum dapat dilihat dari hukum positif yang mengatur mengenai Perseroan
Terbatas, yaitu terdapat didalam Pasal 1 angka 1 didalam UUPT, yang
mengatakan bahwa Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan,
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Pembentukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, merupakan cara
pembentukan yang bersifat campuran. Pada dasarnya ada empat cara, untuk
terbentuknya suatu badan hukum, cara-cara tersebut ialah ;
1. Sistem pengesahan
Misalnya pada masa Kitab Undnag-Undang Hukum Dagang, (selanjutnya
disebut KUHD) memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan
dari menteri (Pasal 36), dan ketentuan mengenai hal ini, juga diterapkan didalam
UUPT, yang menyatakan bahwa suatu Perseroan Terbatas memperoleh status
badan hukumnya, setelah diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseron Terbatas (Pasal 7 ayat 4 UUPT).
2. Ditentukan oleh undang-undang
Misalnya Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun menentukan bahwa perhimpunan penghuni rumah susu diberi
kedudukan badan hukum.
3. Sistem campuran
Contohnya koperasi yang menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta
4. Melalui yurisprudensi
Misalnya, yayasan pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.35
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menganut sistem campuran, status badan hukum Perseroan Terbatas diperoleh
karena ditentukan oleh undang-undang itu sendiri, melalui Pasal 1 angka 1 UUPT,
dan efektif menjadi badan hukum setelah ada pengesahan dari menteri, sesuai
dengan Pasal 7 ayat 4. Dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT tersebut diketahui
bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang juga merupakan subjek
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.36
Sebagai salah satu badan hukum, terdapat suatu konsekuensi dari status
legal person yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas. Pertama, sebagai legal
person, perseroan dapat mempunyai harta kekayaan dan mengadakan perjanjian
serta meluksanakan hak dan kewajiban atas nama sendiri. Kedua, karena
perusahaan itu merupakan suatu badan yang terpisah dari pemegang sahamnya,
kepentinganya dan kepentingan pemegang sahamnya juga terpisah. Harta dan
kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan bukan harta dan kewajiban pemegang
sahamnya. Jika perusahaan gagal memenuhi kewajibannya, yang harus digugat
adalah perusahaan itu sendiri, bukan pemegang sahamnya. Ketiga, sebagai
artificial person, perusahaan mempunyai kehidupan yang berlangsung terus
sampai dengan dibubarkan meskipun pemegang sahamnya dapat berubah setiap
saat.37
B. Peraturan Mengenai Perseroan Terbatas
Pada awalnya pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD), yang
kemudian selanjutnya dibentuk suatu peraturan tersendiri yang mengatur
mengenai Perseroan Terbatas diluar dari KUHD, yaitu melalui Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan kemudian diubah dengan
UUPT. Dalam KUHD sebagai pengaturan pertama mengenai Perseroan Terbatas,
diatur didalam Pasal 36 sampai 56. Didalam KUHD dikatakan bahwa Perseroan
Terbatas disebut sebagai persekutuan tanpa nama. Maksud dari persekutuan tanpa
nama ini adalah persekutuan yang dibentuk, tidak memakai nama salah seorang
persero atau pendiri maupun pengurus, melainkan, namanya didasarkan kepada
tujuan dari perseroan tersebut. Hal ini secara tegas diatur didalam Pasal 36
KUHD. Selain dikenal sebagai perseroan tanpa nama, didalam KUHD, tidak
secara eksplisit dikatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan usaha yang
berbadan hukum, dan hal ini berbeda dengan pengaturan tentang Perseroan
Terbatas yang terdapat didalam UUPT 1/1995 dan UUPT 40/2007, yang secara
tegas mengatakan bahwa perseroan sebagai badan hukum38.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
dikeluarkan untuk memberikan suatu kepastian hukum dan perlindungan bagi
37Ibid., hlm. 49.
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. Sehingga pada
tahun 1995 diterbitkan Undang-Undang 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan
Terbatas, sebagai pengganti ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang terdapat
didalam KUHD. Penerbitan UUPT 1/1995 disebabkan oleh beberapa hal, yang
dapat diketahui dari konsiderannya, yaitu ;
1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik seara
nasional maupun internasional.
2. Menciptakan kesatuan hukum dalam Perseroan Terbatas yang berbentuk
badan hukum (rechtpersoon).39
Selain dari konsideran yang dikemukakan diatas, dalam penjelasan umum
juga dikemukakan beberapa hal yang menjadi alasan diterbitkannyan UUPT
1/1995, yaitu40;
1. Sarana umum pembangunan, antara lain diarahkan kepada peningkatan
kemakmuran rakyat,
2. Untuk menciptakan sasaran tersebut, sarana penunjang antara lain tatana
hukum yang mampu mendorong dan mengendalikan berbagai kegiatan
pembangunan di bidang ekonomi.
Setelah memberlakukan Undang-Undang 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, yang pada saat itu sebagai hukum positif Indonesia yang mengatur
tentang Perseroan Terbatas, maka pada tahun 2007, peraturan tersebut diubah.
Alasan diadakannya perubahan Undang-Undang 1 Tahun 1995 dikarenakan,
Pertama, karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan informasi sudah berkembang pesat pada era globalisasi. Kedua,meningkatnya
tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta
pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip good corporate
governance, sehingga dibentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 16 Agustus
2007, yang sekaligus menyatakan UUPT 1/1995 tidak berlaku.41
Diubahnya UUPT 1/1995 menjadi UUPT 40/2007, ada beberapa hal yang
merupakan perubahan substantif yang terdapat didalam UUPT, yaitu ;
1. Permohonan melalui jasa teknologi secara elektronik untuk memperoleh
Keputusan Menteri atas pengesahan akta pendirian perseroan sebagai badan
hukum ( Pasal 9 ayat (1) UUPT).
2. Secara elektroni Menteri dapat langsung menyatakan tidak keberatan atas
permohonan pengesahan akta pendirian ( Pasal 10 ayat (3) UUPT ).
3. Memperkenalkan dan membolehkan pembagian deviden interm ( Pasal 10
ayat (3) UUPT ).
4. Penyusunan rencana kerja tahunan ( Pasal 63-65 UUPT ).
5. Tanggung jawab sosial dan lingkungan ( Pasal 74 UUPT ).
6. RUPS melalui media elektronik dalam bentuk telekonferensi, vidio
konferensi atau sarana media elektronik lain ( Pasal 77 ayat (1) UUPT ).
7. Pengambilan keputusan diluar RUPS dalam bentuk circular resolution ( Pasal
91 UUPT ).
8. Pengangkatan Direksi yang tidak memenuhi syarat ( Pasal 95 UUPT ).
9. Anggota Direksi bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kesalahan
yang dilakukan Direksi lain apabila anggota Direksi lebih dari satu orang (
Pasal 97 ayat (4) UUPT ).
10. Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) disampin Dewan Komisaris badi
Perseoran yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (
Pasal 109 ayat (1) UPT ).
11. Memperkenakan Komisaris Independen dan Komisaris Utusan ( Pasal 120
UUPT ).
12. Pembentukan Komisi oleh Dewan Komisaris ( Pasal 121 UUPT).
13. Pengambilalihan saham dalam portepe ( Pasal 125 ayat (1) UUPT ).
14. Pengaturan tentang pemisahan perseroan (Spin Off) (Pasal 135 UUPT).
15. Pengaturan tentang biaya (Pasal 153 UUPT).
16. Tanggungjawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris atas kesalahan
Perdata tidak mengurangi tanggungjawab pidana ( Pasal 155 UUPT).
17. Pembentukan tim ahli pemantau hukum perseroan ( Pasal 156 UUPT ).42
Selain memperkenalkan hal-hal baru yang terdapat didalam UUPT,
terdapat juga beberapa pengaturan yang sifatnya perluasan atau perbaikan
daripada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, hal-hal tersebut antara lain :
1. Klasifikasi Perseroan yang terdiri dari ;
a. Perseroan Terbatas ( Pasal 1 angka 1 UUPT ).
b. Perseroan Publik ( Pasal 1 angka 8 UUPT ).
c. Perseroan Terbuka ( Pasal 1 angka 7 UUPT ).
2. Memperluas kebolehan mendirikan Perseroan kurang dari 2 orang hal ini
diatur dalam Pasal 7 ayat (7) UUPT, meliputi ;
a. Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring, dan penjamin,
lembaga penyimpanan, dan lembaga sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Pasar Modal.
3. Pengesahan Menteri, menjadi Keputusan Pengesahan Menteri ( Pasal 9 ayat
(1) UUPT ).
4. Penentuan batas waktu permohonan Keputusan Pengesahan kepada Menteri ;
a. Paling lambat 60 hari dari Akta Pendirian ditandatangani ( Pasal 10 ayat (1)
UUPT).
b. Apabila tidak diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 hari, akta
pendirian menjadi batal ( Pasal 10 ayat (9) UUPT ).
5. Memperjelas sistematik tanggung jawab pendiri atas perbuatan hukum yang
dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum ( Pasal 13 UUPT).
6. Menambanh jumlah nama perseroan yang tidak boleh dipakai dari 2 pada
UUPT 1/1995.
7. Memperbolehkan tempat kedudukan kantor pusat di Desa, sepanjang AD
mencantumkan nama kota dan kabupaten dari Desa tersebut (Penjelasan Pasal
8. Memperbaiki dan memperjelas sistem dan jangka waktu pengajuan
permohonan persetujuan perubahan AD ( Pasal 21 UUPT ).
9. Kewajiban mengubah AD apabila Perseroan telah memenuhi modal dan
pemegang saham sebagai Perusahan Publik ( Pasal 24 ayat 1 UUPT).
10. Daftar Perseroan dilakukan oleh MENKUM DAN HAM ( Pasal 29 UUPT ).
11. Ketentuan mengenai pengumuman dan tambahan berita negara oleh Menteri (
Pasa 30 UUPT ).
12. Perubahan modal dasar dari Rp 20.000.000,- menjadi Rp 50.000.000,- (
Pasal 32 ayat (1) UUPT ).
13. Memperbaiki sistem kewajiban penyetoran modal yang ditempatkan (Pasal
34 ayat (1) UUPT ).
14. Memperjelas aturan tata cara dan syarat pembelian kembali saham yang telah
dikeluarkan ( Pasal 37 UUPT ).
15. Memperjelas ketentuan dan syarat pengurangan modal ( Pasal 44 UUPT ).
16. Memperjelas dan memperluas ketentuan mengenai saham ( Pasal 48-62
UUPT ).
17. Menambah ketentuan Rencana Kerja disamping Laporan Tahunan dan
Penggungaa Laba (Pasal 63-65 UUPT).
18. Mengatur lebih sistematik sistem kuorum dan yaya cara pelaksanaan RUPS
pertama, dan kedua apabila rapat pertama tidak mencapai kuoru (Pasal 79-82
UUPT).
19. Memperluas dan memperjelas fungsi, pembagian fungsi, dam tanggung jawab
20. Penegasan mengenai sistem kolegeal Direksi (Pasal 98 UUPT).
21. Mengatur lebih jelas apa saja kewajiban Direksi (Pasal 100-102 UUPT).
22. Mengatur pelepasan tanggungjawab Dirksi apabila dapat membuktikan
hal-hal yang dapat disebutkan dalam Pasal 104 UUPT.
23. Mengatur lebih luas klasifikasi tata cara pemberhentian anggota Direksi
(Pasal 105 UUPT).
24. Penegasan bahwa Dewan Komisaris, tidak bersifat kolegeal, tetap majelis
(Pasal 108 UUPT).
25. Mengatur tata cara pembatalan pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang
tidak memenuhi syarat (Pasal 112 UUPT).
26. Mengatur lebih jelas mekanisme pemberian persetujuan dan bantuan Dewan
Komisari pada Direksi (Pasal 117 UUPT).
27. Mengatur lebih jelas dan pasti tata cara Penggabungan, Pengambilalihan,
Peleburan dan Pemisahan (Pasal 122-137 UUPT).
28. Penambahan dasar pmbubaran Perseroan (Pasal 142 UUPT).
29. Mengatur lebih sempurna tata cara Perseroan untuk setiap alasa (Pasal
143-150 UUPT).43
Ketentuan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, yang diatur
didalam UUPT, merupakan suatu bentuk ketentuan umum (lex generalis).
Pengaturan khsusus yang juga mengatur mengenai Perseroan Terbatas, terdapat
didalam peraturan lain diluar UUPT, yang mengatur mengenai bentuk maupun
kegiatan usaha dari Perseroan Terbatas tersebut. Ketentuan khusus (lex specialis)
yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas terdapat didalam Undang-Undang
nomo 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal, Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara, serta Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal.
Pada Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, merupakan
peraturan khusus, yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh
Negara. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN merupakan
pengaturan khusus, dikarenakan terdapat pengaturan khusus menyangkut BUMN
tersebut. Ketentuan khusus tersebut adalah status modal serta kedudukan
pemegang saham dalam BUMN tersebut. Status modal yang disetorkan kedalam
BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan44,
yang artinya adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero
dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.45
Apabila pada perusahaan-perusahaan diluar dari BUMN, para pemegang
sahamnya, hanyalah orang-orang yang bukan wakil dari pemerintah. Tetapi
didalam BUMN, terdapat Menteri yang berkedudukan sebagai pemegang saham,
yang ditunjuk oleh pemerintah, sebagai wakil pemerintah didalam kedudukannya
sebagai pemegang saham didalam BUMN tersebut.46 Sehingga pada akhirnya
terdapat suatu ciri khas tertentu yang terdapat didalam BUMN yaitu47 ;
44
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
1.Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;
2.Pengawasan dilakukan, baik secara hierarki maupun secara fungsional
dilakukan oleh pemerintah;
3.Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada ditangan
pemerintah;
4.Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan
kegiatan usaha;
5.Semua resiko yang terjadi merupakan tanggung jawab pemerintah;
6.Melayani kepentingan umum/masyarakat;
7.Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham dimiliki oleh
negara;
8.Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan/atau dewan komisaris
dilakukan oleh menteri;
Pada Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
terdapat satu bentuk perusahan, yang modalnya berasal dari penenam modal
asing. Bagi perusahan, yang modalnya berasal dari penanam modal asing, maka
persahaan tersebut berbentuk perusahan Penanaman Modal Asing (PMA), yang
modal didalam perusahaan tersebut berasal modal asing sepenuhya atau
merupakat patungan dengan penanam modal dalam negeri,48 sehingga bagi
perusahaan berbentuk PMA, perlu diatur didalam peraturan khusus.
Undnag-Undang nomor 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal, terdapat suatu
bentuk Perseroan Terbatas, yang tidak diatur didalam UUPT. Perseroan Terbatas
yang secara khusus diatur didalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1985 tersebut
adalah Perseroan Terbuka. Pada persusahaan yang dikatergorikan sebagai
Perseroan Terbuka, saham yang berasal dari Perseroan Terbuka tersebut, dijual
secara umum, kepada publik melalui pasar modal, jadi saham yang terdapat
didalam Perseroan Terbuka, merupakan saham yang dimiliki oleh masyarakat
umum, serta saham tersebut dapat diperjual belikan melalui pasar modal. Melihat
bentuk dari perusahan Terbuka tersebut, perlu diatur didalam suatu peraturan
khusus, dan diatur didalam Undang-Undang 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal.
C. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas
Sebagai subjek hukum yang bersifat artifisial dan merupakan suatu subjek
hukum yang bersifat abstrak, Perseroan Terbatas sebagai badan hukum,
dijalankan oleh organ-organ yang terdapat didalamnya. Organ-organ Perseroan
Terbatas inilah yang menjadikan Perseroan Terbatas tersebut hidup secara nyata
di dalam kehidupan masyarakat. Kehendak dan perbuatan yang dilakukan oleh
organ-organ Perseroan Terbatas, sepanjang hal itu sesuai dengan tugas dan
kewajiban yang diberikan Perseroan Terbatas kepadanya, perbuatan dan kehendak
mereka diidentikan dengan perbuatan dan kehendak dari Perseroan Terbatas
tersebut.
Melihat hal tersebut, maka antara Perseroan Terbatas dengan
organ-organnya, terdapat suatu hubungan yang saling keterkaitan. Keterkaitan tersebut
dikarenakan, apabila tidak ada Perseroan Terbatas, maka organ-organ tersebut
Organ-organ Perseroan Terbatas yang terdapat didalam UUPT terdiri dari
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi dan dewan komisaris. Ketiga
organ inilah yang memegang peran penting, bagi berjalannya suatu Perseroan
Terbatas.
Perihal kedudukan antara ketiga organ Perseroan Terbatas ini, terdapat
salah satu pandangan yang mengatakan bahwa kedudukan diatara para organ ini
adalah kedudukan yang bersifat hierarki. Pandangan yang mengatakan kedudukan
tiga organ ini hierarki adalah pandangan klasik. Dalam pandangan klasik,
dikatakan bahwa dalam tiga organ tersebut, RUPS merupakan organ dengan
kedudukan yang tertinggi. Sebagai organ tertinggi, maka RUPS memiliki
kewenangan yang bersifat terpusat. Sedangkan kedudukan direksi dan dewan
komisaris merupakan organ yang berkedudukan sejajar dibawah RUPS, sehingga
kewenangan yang dimiliki oleh direksi dan dewan komisaris, merupakan
kewenangan dan kekuasan yang dilimpahkan oleh RUPS.49 Sehingga setiap tugas
yang dijalankan oleh direksi dalam pengurusan perusahan, dijalankan berdasarkan
kehendak dan kepentingan RUPS. Apabila hal itu dilanggar, maka sewaktu-waktu
kekuasan yang dilimpahkan pada direksi, sewaktu-waktu dapat ditarik oleh
RUPS.
Disisi lain, terdapat salah satu pandangan yang berpendapat berseberangan
dengan pandangan klasik diatas, dalam pandangan ini dikatakan bahwa
kedudukan ketiga organ tersebut tidaklah berjenjang, melainkan kedudukannya
sama dan sederajat, yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain, pandangan ini
disebut pandangan mutakhir.50 Sehingga dalam pandangan ini, tidak ada istilah
bos dan bawahan, semua kedudukan organ ini bersifat sederajat. Kekuasan yang
dimiliki oleh masing-masing organ, adalah kekuasaan dan kewenangan yang
diberikan oleh Perseroan Terbatas kepada masing-masing organ tersebut,
sehingga direksi sebagai pengurus perusahan, dalam menjalakan kewajibannya,
tidak berdasarkan kepentingan pemegang saham, namun untuk kepentingan
perusahaan semata.
Undang-Undanag Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menganut pandangan mutakhir, dimana RUPS bukanlah organ tertinggi didalam
Perseroan Terbatas. Hal tersebut didukung dengan beberapa ketentuan dalam
pasal-pasal di UUPT, yaitu;
1. Pasal 92 ayat 1 UUPT
Ketentuan Pasal 92 ayat 1 UUPT, jelas dikatakan bahwa direksi
menjalakankan pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan
Terbatas sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas. Dari ketentuan
pasal ini, sangat jelas bahwa direksi menjalankan pengurusan Perseroan Terbatas
semata-mata hanya untuk kepentingan Perseroan Terbatas, bukan untuk
kepentingan pemegang saham.
2. Pasal 94 ayat 4 UUPT
Pasal 94 ayat 4 UUPT bahwa Anggaran Dasar mengatur tata cara
pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota direksi dan dapat juga
mengatur tentang tata cara pencalonan anggota direksi. Ketentuan ini memberi