• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas 1. Istilah dan pengertian perseroan terbatas

Istilah PT berasal dari istilah Hukum Dagang Belanda Wetbook van

Koophandel (Wvk) yaitu Naamloze Vennootschap dengan singkatan NV. 18

Hukum perusahaan Inggris, PT dikenal dengan istilah Limited Company.

Company memberikan makna bahwa lembaga usaha yang dilaksanakan atau

diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham, dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dan semata-mata dengan harta kekayaanyang terhimpun dalam badan hukum tersebut. Dengan kata lain, hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggung jawabnya.19

Adapun pada hukum perusahaan Jerman. PT dikenal dengan istilah aktein

gesellschaft. Aktein adalah saham, sedangkan gesellschaft adalah himpunan.

Hukum Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri bentuk usaha ini.20

Isitilah perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero-sero atau

18

Kurniawan, Op.Cit., hlm. 57.

19

Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: Citra Aditya Bakti,1996), hlm. 43.

20

(2)

saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.21

Perseroan terbatas merupakan persekutuan untuk menjalankan perusahaan tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu, masing-masing berisikan jumlah uang tertentu pula ilah jumlah nominal, sebagai ditetapkan dalam akta notaris pendirian perseroan terbatas, akta mana wajib dimintakan pengesahannya oleh menteri, sedangkan untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah nominal dari sehelai saham atau lebih.22

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) tidak mengatur rumusan defenisi atau pengertian tentang perseroan terbatas secara lengkap, tetapi hanya memberikan sedikit gambaran tentang perseroan terbatas, terutama dari segi penamaan, dan bila ditafsirkan lebih jauh, akan menyentuh persoalan tanggung jawab terbatas dari perseroanya (pemegang saham).23

“Perseroan Terbatas tak mempunyai sesuatu firma, dan tak memakai nama salah seorang atau lebih dari para perseronya, namun diambil nama perseroan itu dari tujuan perusahaannya semata-mata”.

Hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHD yang berbunyi :

Rasio dari ketentuan Pasal 36 KUHD adalah bahwa persero dalam perseroan terbatas masing-masing memiliki tanggung jawab terbatas sesuai

21 Ibid. 22 Ibid., hlm. 58. 23

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 81.

(3)

dengan nilai saham yang dimilikinya. Bila nama persero yang ditonjolkan atau dipakai sebagai nama perseroan terbatas, maka tidak ada bedanya dengan firma, dimana masing-masing sekutu (perseronya) memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas (tanggung renteng). Karena firma (nama bersama) mencerminkan tanggung jawab di antara sekutu (perseronya) adalah sama. Tindakan hukum yang dilakukan oleh salah seorang sekutu firma akan mengikat sekutu lainnya terhadap pihak ketiga.24

Pengertian tentang perseroan terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas maupun dalam ketentuan UUPT. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirkan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya”.

Defenisi perseroan terbatas di atas kemudian mengalami sedikit penyempurnaan dalam UUPT dengan adanya penambahan frase baru, yakni “persekutuan modal”, sehingga defenisinya secara lengkap dalam Pasal 1 angka 1 UUPT berbunyi:

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirkan berdasarkan

24 Ibid.

(4)

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya”. 2. Peraturan hukum mengenai perseroan terbatas

Sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan UUPT lahir, peraturan yang berlaku terhadap suatu PT adalah peraturan yang berasal dari jaman kolonial. Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam KUHD (Wetboek

van Koophandel Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dalam Buku Kesatu Titel

Ketiga Bagian Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 KUHD.

Kedua peraturan ini dalam perkembangannya dirasakan sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum batu yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi. Kemudian lahirlah undang-undang perseroan terbatas yang merupakan produk negara Indonesia sendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian digantikan dengan UUPT.

Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan perkembangan hukum yang mengatur tentang hukum perusahaan di Indonesia, yaitu:25

a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel

Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23), Pasal 36 KUHD sampai dengan Pasal

25

(5)

56 KUHD, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan juga berhubungan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut KUH Perdata). Buku Ketiga tentang Perikatan, khususnya mulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan:

“Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.”

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan perundangan yang ada di dalam KUH Perdata, dan inilah undang-undang tentang PT yang merupakan produk pemerintah bangsa Indonesia untuk pertama kalinya.

c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

3. Pendirian perseroan terbatas

Pasal 7 ayat (1) UUPT, menjelaskan bahwa perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau “lebih” dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa

(6)

Indonesia. Terdapat penegasan kata “sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang”. Hal ini disebabkan karena dalam mendirikan perseroan harus didasarkan pada perjanjian, atau yang disebut asas kontraktual sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, sehingga tidak mungkin dalam pendirian perseroan terbatas hanya dibuat oleh satu orang saja.

Kata “orang” di sini harus dapat dibedakan antara “orang” atau “manusia” yang dapat mendirikan perseroan terbatas. Ternyata dalam undang-undang perseroan terbatas, kata “orang” harus dipandang sebagai subyek hukum dalam arti luas. “Orang” adalah orang perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan dalam mendirikan perseroan terbatas, badan hukum dapat melakukan perjanjian sehingga tampil sebagai pendiri perseroan.26

Perjanjian pendirian perseroan terbatas diperlukan akta notaris karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum pembuktian, akta otentik dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna.27

Setelah membuat akta pendirian di depan notaris, yang menjadi keharusan selanjutnya adalah akta pendirian PT tersebut dimintakan pengesahan pada

Hal ini berarti bahwa yang tertulis di dalam akta tersebut harus dipercaya kebenarannya dan tidak memerlukan tambahan alat bukti lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan akta pendirian PT dapat ditolak oleh menteri, sehingga akan berakibat perseroan terbatas tidak berbadan hukum.

26

Ibid., hlm. 60. 27

(7)

menteri guna suatu PT memperoleh status badan hukum. Untuk memperoleh pengesahan tersebut, Pasal 9 ayat (1) UUPT menjelaskan prosedur yang harus ditempuh oleh para pendiri perseroan terbatas tersebut. Pendiri secara bersama-sama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi Sistematika Administrasi Badan Hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu berdirinya perseroan;

c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;

d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. Alamat lengkap perseroan.

Setelah diperolehnya pengesahan oleh menteri, ini berarti berlakunya anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseroan, sehingga praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “undang-undang” bagi semua pihak.28

Status badan hukum perseroan akan mempengaruhi tanggung jawab PT dalam tindakannya terhadap kerugian yang diderita PT. Akibatnya para pemegang saham bertanggung jawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti halnya ketentuan dalam KUHD, UUPT juga mewajibkan dilaksanakannya pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan pengumuman tersebut diselenggarakan oleh meteri, hal ini sesuai yang diatur

28

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1999), hlm. 30.

(8)

dalam Pasal 29 dan Pasal 30 UUPT. Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia adalah :

a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri;

b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri; c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya

oleh menteri.

Pengumuman oleh menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan.Setelah mendapatkan pengesahan, selanjutnya akta pendirian dan surat pengesahan dari menteri tersebut wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan. Daftar perusahaan yang dimaksud di atas adalah daftar catatan resmi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.29

4. Status badan hukum perseroan terbatas

Perseroan terbatas setelah mendapatkan pengesahan dari menteri, maka PT telah sah sebagai badan hukum dan menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus (direksi) terpisah dari PT itu sendiri dikenal dengan isitilah : “separate legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian pemegang saham yang tidak

29

Berdasarkan asas hukum, maka peraturan yang didahulukan adalah UUPT. Hal ini disebabkan karena UUPT lahir setelah Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan. Lex posterior

(9)

mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, juga tidak bertanggung jawab atas utang-utang PT.30 Perseroan terbatas sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang dalam hubungan tertentu dengan PT.

B. Direksi Sebagai Pengurus Perseroan Terbatas 1. Direksi sebagai pengurus perseroan terbatas

Direksi adalah :31 a. Organ perseroan,

Organ perseroan terdiri dari RUPS, direksi dan komisaris.32

b. Bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan

Tiap-tiap organ perseroan tersebut memiliki fungsi masing-masing,mempunyai kedudukan paralel dan satu tidak berada di bawah yang lainnya. Apabila anggota direksi terdiri lebih dari satu orang maka mereka merupakan dewan pengurus atau dewan pimpinan perusahaan yang disebut the Board

of Directors, yang apabila diterjemahkan berarti dewan direksi. Namun

perlu diketahui bahwa ini hanya penamaan saja dan bukan dalam arti tanggung jawab menurut sistem Anglo Saxon atau Amerika karena dalam sistem ini anggota direksi dipilih dan diangkat oleh para pemegang saham.

30

Kurniawan , Op.Cit., hlm. 64.

31

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru (Jakarta: Djambatan, 1996) hlm. 73-77.

32

(10)

Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroa. 33

Terdapat confidential relation antara perseroan sebagai badan hukum dengan pengurus sebagai natural person, yang dibebankan tugas dan kewajiban berdasarkan fiduciary, yang dilaksanakan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Oleh karena itu, direksi melakukan tugas dan kewajiban atau tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill dan care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan dan tujuan perseoan. Dalam hal ini, pada akhirnya fiduciary juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan pihak kreditur perseroan. Kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh undang-undang kepada direksi untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang diperlukan atau kewenangan pengurus dipercayakan kepada direksi agar Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyatakan, setiap pengurus wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.Tanggung jawab penuh tersebut menurut Pasal 98 UUPT berupa tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

33

(11)

direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyalty).

Ada kalanya dalam pengurusan terdapat pertentangan/benturan kepentingan antara direksi secara pribadi dengan perseroan, antara lain sebagai berikut :

1) Direksi tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.

Apabila terjadi demikian, dia tidak hanya melanggar tugasnya (breach

of his duty), tetapi keuntungan yang diperoleh akan menjadi milik

perseroan. Direksi yang menyalahgunakan kekayaan perseroan untuk keuntungan sendiri bisa dituntut secara pribadi karena harat perseroan hanya boleh digunakan utnuk tujuan yang telah ditentukan.

2) Direksi tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.

Maksudnya adalah menggunakan informasi tersebut guna memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain yangn mengakibatkan kerugian pada perseroan. Direksi mengetahui bahwa perusahaannya mendapat risiko likuidasi dan menggunakan informasi tersebut untuk melindungi dirinya dan perusahaan lain yang dia juga sebagai direksi dari konsekuensi likuidasi tersebut, terhadap kerugian para kreditur yang bertindak secara tidak wajar.

3) Direksi tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatlan keuntungan pribadi.

(12)

Apabila direksi menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan pribadi, dia bertanggungjawab kepada perusahaan. Jadi apabila direksi menerima suap karena jabatan, dan secara jelas melanggar fiduciary duty.

4) Direksi tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan didalam fiduciary relationship-nya dengan perusahaan.

Peraturan terhadap direksi making a secret profit sangat keras. Keuntungan atau manfaat tersebut harus dilaporkan kepada perusahaan dan disetujui. Bila tidak direksi harus bertanggung jawab.

Selain itu ada yang disebut dengan corporate opportunity doctrine yaitu suatu doktrin yang mencegah adanya pengalihan atau penyelewengan oleh direksi atas business opportunities yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Direksi terikat untuk tidak mengambil keuntungan pribadi (no secret profit rule) atas opportunity yang seharusnya menjadi milik perseroan.

c. Melakukan tindakan berdasarkan kepentingan dan tujuan perseroan, serta d. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan.

2. Kewajiban direksi/anggota dalam pengelolaan perseroan terbatas a. Direksi wajib :34

1) Membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi; dan

34

(13)

2) Menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan.

Atas permohonan tertulis dari pemegang saham. Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan daftar pemegang saham, risalah dan pembukuan seperti tersebut pada huruf a dan b di atas.

3) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam surat kabar paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. Dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.

4) Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan:

a) Akta pendirian beserta surat pengesahan menteri (yaitu setelah perseroan memperoleh status badan hukum);

b) Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan menteri atas perubahan tertentu yang sifatnya mendasar seperti dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) UUPT;

(14)

c) Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada menteri atas perubahan selain dimaksud Pasal 15 ayat (2) UUPT.

Jangka waktu yang dimiliki direksi untuk melakukan permohonan adalah paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran, direksi melakukan permohonan pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka anggota direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Selain itu, anggota direksi juga bertanggungjawab secara tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) UUPT.

b. Anggota direksi wajib melaporkan kepemilikan sahamnya, dan atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) kepada perseroan tersebut dan perseroan lain.

c. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus.

d. Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua kreditur dan

(15)

mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal keputusan.

e. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan untuk diperiksa apabila :

1) Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengarahan dana masyarakat (bank, asuransi, dan reksa dana);

2) Perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi); atau 3) Perseroan merupakan perseroan terbuka.

f. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Panggilan RUPS adalah kewajiban direksi.

3. Tugas direksi dalam mengurus perseroan terbatas

Tugas direksi secara umum dilaksanakan dengan prinsip fiduciary duty adalah untuk mengurus dan menjalankan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan serta usaha perseroan. Oleh karena itu, implementasi prinsip tersebut dalam UUPT yang dikemukakan di atas masih bersifat umum.

Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus kepadanya dibebankan kewajiban fiduciary duty. Dikatakan oleh Gower, dalam common law

principles, fiduciary duty direksi terdiri atas dua jenis duty berikut:35

a. Fiduciary duties of loyalty and good faith

35

Freddy Harris dan Terry Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban

(16)

Direksi yang dibebankan oleh kewajiban harus mempunyai itikad baik dan dianggap setia sampai dibuktikan sebaliknya. Direksi harus selalu dianggap tidak akan menyalahgunakan kesempatan dan kewenanagn, melakukan perbuatan hukum atau transaksi yang merugikan kepentingan atau usaha perseroan demi kepentingan pribadi. Dalam hal ini kesetiaan dan itikad baik seorang direksi dikelompokkan menjadi hal-hal sebagai berikut:

1) Direksi diwajibkan untuk melakukan pengurusan perseroan hanya untuk kepentingan perseroan semata. Untuk membuktikan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang diambil oleh direksi untuk kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dipulangkan kembali pada direksi. Direksi harus mengetahui dan memiliki penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan.

2) Direksi diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat yang optimum bagi perseroan dengan menjalankan tujuan dari perseroan. Direksi tidak dapat melakukan tindakan di luar dari tujuan perseroan, walaupun menurut pertimbangannya tindakan tersebut baik bagi perseroan.

3) Direksi tidak boleh melakukan pembatasan dini untuk bertindak sesuai dengan tujuan dan kepentingan perseroan. Direksi dalam menjalankan tugasnya harus tetap bebas dalam mengambil keputusan atau membuat kebijaksanaan sesuai pertimbangan bisnis. Direksi harus melakukan

(17)

kegiatan sesuai dengan jalan pikiranny sendiri. Keputusan diambil dengan itikad baik dan tujuan yang benar dan melaksanakannya berdasarkan pertimbangan praktis yang terbaik bagi perseroan.

Direksi memiliki kewajiban untuk menghindari terjadinya suatu keadaan yang tidak memungkinkan direksi untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kewajiban ini melarang direksi menempatkan diri pada suatu keadaan yang memungkinkan direksi bertindak untuk kepentingan direksi sendiri. Sedangkan pada saat yang bersamaan direksi harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan.

b. Duty to exercise care and diligence ( duty of skill and care)

Direksi dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan rajin (diligently), penuh kehati-hatian (carefull) dan pintar serta terampil (skillfully), hal ini biasanya disebut dengan standart of conduct. Secara hukum, direksi tidak diharapkan memiliki tingkat keahlian lebih, kecuali hanya setingkat dapat diharapkan secara wajar dari orang yang sama pengetahuan dan sama pengalamannya. Namun apabila direksi tidak meminta pendapat ahli dalam suatu pengambilan keputusan yang komples, maka direksi tersebut telah melanggar duties of care. Pelanggaran duty of

care oleh satu orang direksi dapat mengakibatkan bertanggungjawabnya

seluruh anggota direksi. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa semua anggota direksi sudah seharusnya memiliki pemahaman yang sama mengenai perseroan harus dijalankan , sekalipun dalam kondisi yang sulit.

(18)

Direksi berkewajiban dalam menjalankan pengurusan perseroan harus sangat berhati-hati. Namun di sisi lain, direksi juga dituntut untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat dengan tujuan mendatangkan keuntungan bagi perseroan. Keputusan yang diambil direksi tersebut bukan tanpa ada resiko bisnis yang mengikuti. Karena itu, keberadaan prinsip duty of care biasanya diimbangi dengan prinsip business

judgement rule untuk melindungi direksi dari pertanggungjawaban atas

setiap keputusan yang diambil direksi yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Namun, perlindungan tersebut berlaku sepanjang keputusan yang diambil direksi tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan direksi dengan dasar kehati-hatian dan itikad baik (duty of loyalty).36

Tugas direksi sebagai pengurus perseroan yang terdapat dalam UUPT, antara lain sebagai berikut:37

a. Tugas untuk melakukan pemenuhan persyaratan perseroan menjadi badan hukum, meminta pengesahan, persetujuan, pelaporan, dan pengumuman, baik pada akta pendirian maupun dalam akta perubahan diatur dalam Pasal 8 UUPT.

b. Tugas untuk melakukan pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan sesuai prosedur dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1),(2), (3) dan (4) UUPT.

36

Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op.Cit., hlm. 57.

37

Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank & Perseroan) (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.12.

(19)

c. Tugas untuk membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS, risalah rapat direksi, dan menyelenggarakan pembukuan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a dan c UUPT. d. Tugas untuk menyerahkan perhitungan tahunan perseroan yang benar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf b UUPT.

e. Tugas untuk melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain Pasal 101 UUPT.

f. Tugas untuk meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dengan prosedur dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 UUPT.

g. Tugas yang secara khusus harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

h. Tugas-tugas lain yang secara rinci terdapat dalam anggaran dasar perseroan.

Tugas dan kewenangan yang terdapat dalam anggaran dasar harus diletakkan pada prinsip bahwa anggaran dasar mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Sebab, dalam UUPT tidak secara formal disebutkan bahwa direksi harus menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, secara formal juga tidak disebutkan bahwa pembuatan anggaran dasar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak berarti bahwa direksi dalam menjalankan tugas kepengurusan tersebut dapat melanggar

(20)

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat banyak alasan mengenai hal ini, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:38

a. Pasal 2 UUPT menyatakan :

“Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan”.

b. Pasal 4 UUPT menyatakan :

“Terhadap perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya”.

c. Peraturan perundang-undangan lain yang harus diikuti adalah hukum publik yang bersifat memaksa siapa saja, baik disebutkan atau tidak baik mengetahui atau tidak berdasarkan adagium bahwa semua orang mengetahui tentang hukum.

d. Pengangkatan direksi perseroan oleh RUPS adalah timbul dan mengikat berdasarkan perikatan yang timbul oleh karena perundang-undangan, yakni UUPT. Oleh karena sebagai perikatan, maka tindakan direksi dalam mengurus perseroan harus dilakukan secara “halal”, yaitu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum.

e. Semua anggaran dasar perseroan yang mengatur tugas dan kewenanangan direksi, selalu terdapat klausula bahwa tindakan dan kewenangan direksi

38

(21)

tersebut harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan direksi yang tercantum dalam anggaran dasar tidak dapat dijalankan secara mutlak oleh karena adanya ketentuan perundang-undangan yang mengatur dan membatasi kewenangan tersebut. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah sanksi yang diberikan jika peraturan perundang-undangan tersebut dilanggar. Sebab, tidak sedikit peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaranya dan dengan demikian, norma itu menjadi kehilangan makna.39

C. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelolaan Perusahaan

Berdasarkan Pasal 97 ayat (1) yang menyatakan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Pengurus diwajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroanyang telah ditetapkan dalam anggaran dasar termasuk pelaksanaan pengurusan sehari-hari. Selain itu pengurus wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dipandang tepat. Menurut penjelasan Pasal 92 ayat (1), yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” antara lain:

1. Berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

39 Ibid.

(22)

2. Berdasar peluang yang tersedia berupa kebijakan pengurusan yan diambil dan dilaksanakan harus benar-benar mendatangkan keuntungan, dan kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok.

3. Kebijakan yang diambil, harus berdasar kelaziman dunia usaha.

Pengurusan perseroan wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab berpedoman pada penjelasan Pasal 97 ayat (2) yang kewajiban pengurusan dengan penuh tanggung jawab sebagai berikut:40

1. Wajib saksama dan berhati-hati melaksanakan pengurusan

Anggota pengurus dalam melaksanakan pengurusan wajib berhati-hati dalam mengurus perseroan, anggota pengurus tidak boleh sembrono dan lalai. Apabila pengurus sembrono dan lalai melaksanakan pengurusan, menurut hukum pengurus telah melanggar kewajiban berhati-hati (duty care). Patokan kehati-hatian yang diterapkan secara umum dalam praktik adalah standar kehati-kehati-hatian yang lazim dilakukan orang biasa dalam posisi dan kondisi yang sama.41

Oleh karena itu, yang layak diangkat menjadi anggota pengurus adalah orang yang tidak diragukan kehati-hatiannya. Namun memang sulit untuk mengukur patokan mengenai kehati-hatian. Akan tetapi yang umum dipegang, anggota pengurus tersebut mampu memperhatikan tingkat kehati-hatian yang wajar atau yang layak bagi seorang sesuai dengan pengalaman dan kualifikasinya

Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota pengurus dalam menjalankan pengurusan perseroan, pengurus dianggap bersalah melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan dengan penuh tanggung jawab.

40 M.Yahya Harahap Op.Cit., hlm.377-382. 41

(23)

sebagai anggota pengurus. Setiap tindakan pengurusan perseroan hendak dilaksanakan, harus dipertimbangkan dengan wajar.

Pengurus dalam mengambil pertimbangan, tidak boleh mengabaikan dan masa bodoh terhadap ketentuan hukum dan anggaran dasar perseroan. Setiap pelanggaran hukum yang dilakukan anggota pengurus dalam pengurusan perseroan, tidak dapat dimaafkan dan ditoleransi meskipun hal itu diambil berdasarkan pertimbangan yang hati-hati, apabila pengurus itu sendiri mengetahui dasar pertimbangan itu bertentangan dengan ketentuan hukum atau anggaran dasar perseroan.

Pengurus dalam hal hendak mendelegasikan atau memberi kuasa kepada orang lain, wajib hati-hati memilih atau menunjuk orang yang benar-benar layak untuk melaksanakan delegasi atau kuasa itu. Penerima delegasi atau yang menerima kuasa mewakili perseroan, harus orang yang jujur dan dapat dipercaya.

Pengurus tidak hanya dikategori melakukan kelalaian, tetapi menjadi risikonya sendiri apabila pengurus mendelegasikan atau mewakilkan suatu pengurusan perseroan kepada sesorang yang tidak berkompeten. Jika anggota pengurus itu ditipu oleh yang dipercayainya padahal orang dari awal pengurus tahu orang itu tidak berkompeten, maka segala risiko yang timbul dari pendelegasian atau pemberian kuasa itu, dipikul sepenuhnya oleh anggota pengurus tersebut. Sebaliknya jika penerima delegasi atau kuasa memastikan orang itu reasonable man dilakukan berdasarkan penelitian yang cukup dan

(24)

sungguh-sungguh, pengurus tidak memikul risiko dan tanggung jawab atas kerugian yang timbuk dari pendelegasian yang dimaksud.42

Berkenaan dengan penerapan kewajiban berhati-hati dalam pelaksanaan pengurusan perseroan perlu dikemukakan prinsip yang berlaku umum yaitu disebut “risiko pertimbangan bisnis” (business judgment rule) artinya apabila anggota direksi benar-benar jujur dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan dan kejujuran itu dibarengi pertimbangan yang komprehensif secara wajar (reasonable judgment) sesuai dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan serta kelaziman praktik bisnis, namun pertimbangan itu salah dan keliru maka dalam hal terjadi error judgment, anggota pengurus tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan pertimbangan yang dilakukan secara jujur. Peristiwa yang demikian termasuk kategori prinsip risiko pertimbangan bisnis.

2. Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun dan cakap

Kewajiban melaksanakan pengurusan perseroan dengan tekun dalam doktrin hukum korporasi disebut dengan duty to be diligent atau disebut wajib tekun dan ulet. Pada umumnya aspek wajib tekun dan ulet, selalu dikaitkan dengan keahlian. Dengan demikian pengurus dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib mempertunjukkan kecakapan. Patokannya, kecakapan atau keahlian yang wajib sesuai dengan jabatan pengurus yang dipangkunya. Kecakapan dan keahlian yang wajib ditunjukkannya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.

42

(25)

Patokan ketekunan dan keuletan anggota pengurus yang dituntut dari segi hukum dan bisnis adalah ketekunan dan keuletan yang wajar dalam segala keadaan. Namun perlu diingat, tidak ada ditemukan defenisi yang lengkap tentang

duty to be diligent. Hal ini sama dengan duty of care, sulit untuk membangun

suatu defenisi yang komplet untuk itu. Namun, pengertian tekun dan ulet yang sering dikemukakan, antara lain:

a. Anggota pengurus wajib terikat terus-menerus secara wajar dan layak menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan;

b. Pengurus wajib terikat secara wajar menghadiri semua rapat pengurus; Pengurus wajib atau mesti melaksanakan pengurusan perseroan dengan ketekunan dan keuletan yang wajar. Anggota pengurus tidak cukup hanya cakap dan jujur akan tetapi harus cakap, jujur dan tekun, serta ulet secara wajar dalam semua keadaan dan kondisi yang dihadapi perseroan.

Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tanggung jawab pengurus atas kerugian perseroan yang timbul karena kelalaian menjalankan tugas pengurusan perseroan, yang dapat diklafikasi sebagai berikut:43

1. Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi

Pengurus bertanggung jawab penuh secara peribadi atas kerugian yang dialami perseroan diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT, apabila:

a. Bersalah, atau

b. Lalai menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.

43

(26)

Pengurus dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melakukannya dengan itikad baik yang meliputi aspek:

1) Wajib dipercaya yakni selamanya dapat dipercaya dan selamanya harus jujur;

2) Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak; 3) Wajib menaati peraturan perundang-undangan;

4) Wajib loyal terhadap perseroan, tidak menggunakan dana dan asset perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi perseroan;

5) Wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan kepentingan perseroan, dilarang mempergunakan harta kekayaan perseroan, dilarang mempergunakan informasi perseroan, tidak mempergunakan posisi untuk keuntungan pribadi, tidak mengambil atau menahan sebagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukan transaksi antara pribadi dengan perseroan, tidak melakukan persaingan dengan perseroan, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan pebuh tanggung jawab meliputi aspek:

a) Wajib saksama dan hati-hati melakukan pengurusan, yakni berhati-hati yang biasa dilakukan orang dalam kondisi dan posisi yang demikian yang disertai dengan pertimbangan yang wajar yang disebut juga dengan kehati-hatian yang wajar;

(27)

b) Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun, yakni terus-menerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan;

c) Ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian di atas apabila direksi lalai melaksanakan kewajiban itu atau melanggar larangan yang telah disebut di atas mengenai pengurusan, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan kerugian terhadap perseroan, maka pengurus itu bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.

2. Pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian perseroan Pengurus yang terdiri dari 2 orang atau lebih, berlaku Pasal 97 ayat (4) UUPT yang menerapkan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng. Dengan demikian apabila salah seorang pengurus lalai atau melanggar kewajiban pengurus secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan lingkup aspek-aspek itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan yang disebut di atas, maka setiap anggota pengurus sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan.

Rasio penegakan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng ini, tidak dijelaskan oleh UUPT. Barangkali rasionya bertujuan agar semua anggota pengurus saling ikut menekuni secara terus-menerus pengurusan perseroan secara solider tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga

(28)

anggota pengurus secara keseluruhan harus bersatu dan penuh tanggung jawab bekerja sama mengurus kepentingan perseroan. Anggota pengurus harus menghindari terjadinya friksi yang diakibatkan separation of power yang diemban oleh anggota pengurus. Anggota pengurus harus sadar setiap saat tanggung jawab secara tanggung renteng selalu menanti, meskipun kesalahan, kelalaian serta pelanggaran itu dilakukan anggota pengurus lain dan meskipun hal itu terjadi di luar bidang tugasnya serta hal itu terjadi di luar pengetahuannya atau walaupun pengurus tersebut tidak mengambil bagian atas peristiwa itu.

Referensi

Dokumen terkait

Media Pelaksana Dana 1. Talkshow kesehatan tentang maagdan demonstrasi tentang  penanganan awal pada maag Setelah dilakukan  penyuluhan kesehatan diharapkan pengetahuan

Uji yang dilaksanakan adalah pengujian sifat fisis tanah terdiri dari pengujian berat jenis, batas-batas Atterberg dan saringan, serta pengujian sifat mekanis yang mencakup

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Metode Pelatihan (X ) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel Kemampuan Kerja (X ) dengan koefisien jalur

rua oempuuyai ktaauan yaa£ bebss untuk xsanglkatkBn d irin ya dan kawu an Itu fcaruo dinya taksn... aawa dancfcn

kemandirian belajar dalam kategori cukup. Pada siklus I kemandirian belajar siswa dalam kategori rendah sebanyak 1 orang, kemandirian belajar dalam kategori cukup sebanyak 6 orang

origami modular dan jobsheet ) lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP Negeri 1 Buayan. Kata kunci : Media, Alat

 those skills that allow a written message to be decoded into speech in order to ascertain its meaning.  those skills that allow a spoken message to be encoded in writing,

In conclusion; for the block of images and dataset of direct EOP used in this study, the ISO approach achieved horizontal and vertical accuracies nearly to one image