• Tidak ada hasil yang ditemukan

(a) (b) Gambar 4 Fish finder (a) dan winch (b).

(Sumber: www.indonetwork.co.id)

2.4 Peraturan Mengenai Trawl di Indonesia

Di Indonesia trawl merupakan alat tangkap yang kontroversial. Ada sebagian pihak yang menganggap trawl adalah alat yang merusak lingkungan, sehingga tidak diijinkan untuk dioperasikan. Akan tetapi di pihak lain banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap trawl dengan nama yang berbeda karena hasil tangkapannya yang banyak.

2.4.1 SK Menteri Pertanian No. 607/KPTS/UM/9/1976 Tentang Jalur Penangkapan Ikan

Menurut Tripa (2006), pada tahun 1976 lahir Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 607/KPTS/UM/9/1976 tentang Jalur Penangkapan Ikan dengan pertimbangan untuk melindungi wilayah perairan dari kegiatan yang menggunakan jenis alat penangkapan ikan tertentu, serta melindungi nelayan kecil

yang tingkat kemampuan operasional unit penangkapannya masih terbatas. Beberapa ketentuan dalam SK tersebut, antara lain:

(1) Jalur Penangkapan I, adalah perairan pantai selebar 3 mil laut yang diukur dari titik terendah pada waktu air surut;

(2) Jalur Penangkapan II, adalah perairan selebar 4 mil laut yang diukur dari garis luar jalur penangkapan I ke arah laut lepas (ZEE);

(3) Jalur Penangkapan III, adalah perairan selebar 5 mil laut yang diukur dari garis luar jalur penangkapan II ke arah laut lepas (ZEE);

(4) Jalur Penangkapan IV, adalah perairan di luar jalur penangkapan III.

Menurut Diniah (2001), kaitan antara ketetapan jalur penangkapan tersebut dengan unit penangkapan trawl adalah:

(1) Jalur penangkapan I tertutup bagi semua jaring trawl;

(2) Jalur penangkapan II terbuka untuk jaring trawl dasar berpanel (otter board) dengan panjang tali ris atas/bawah-nya kurang dari 12 meter;

(3) Jalur penangkapan III terbuka untuk jaring trawl dasar berpanel (otter board) dengan panjang tali ris atas/bawah-nya kurang dari 20 meter;

(4) Jalur penangkapan IV terbuka bagi semua jenis kapal dan alat penangkapan yang sah, terkecuali pair (bull) trawl hanya boleh beroperasi di perairan Samudera Indonesia.

Untuk lebih jelas mengenai Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 607/KPTS/UM/9/1976 tentang Jalur Penangkapan Ikandapat dilihat pada Lampiran 4. 2.4.2 Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Trawl Pada Tahun 1980, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 39 Tahun 1980 tentang penghapusan trawl. Keppres ini mengatur mengenai penghapusan trawl di Indonesia secara bertahap yakni terhitung mulai tanggal 1 Juli 1980 sampai 1 Juli 1981, kapal perikanan yang menggunakan jaring

trawl dikurangi jumlahnya. Selain itu, dalam Keppres tersebut juga diatur mengenai perincian jaring trawl dan penghapusan trawl diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian (Tripa 2006). Adapun Keppres tersebut keluar karena beberapa faktor, antara lain (Diniah 2001):

(1) Pelaksanaan pembinaan kelestarian sumberdaya ikan dasar; (2) Mendorong peningkatan hasil tangkapan;

(3) Menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial.

Ada dua Keputusan Menteri Pertanian dalam hal ini, yakni Keputusan Menteri Pertanian Nomor 694 Tahun 1980, dan Keputusan Menteri Nomor 392 Tahun 1999 yang merupakan pengganti Keputusan Nomor 694 Tahun 1980. Menurut (Tripa 2006) dalam Keputusan Nomor 694 Tahun 1980 mengatur tiga hal penting, yakni:

1) Semua usaha perikanan yang kapal perikanannya menggunakan jaring trawl dilarang melakukan penangkapan ikan:

(1) Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1980 di perairan laut yang mengelilingi pulau Jawa dan Bali dengan batas titik-titik koordinat sebelah Timur (garis bujur 116º30' BT), sebelah Utara (garis lintang 5º LS sampai garis bujur 106º BT), sebelah Barat (garis lurus yang menghubungkan 2 titik: 5º30' LS dan 160º20' BT 6º40' LS sampai dengan garis bujur 106º20' BT; 105 BT. (2) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1981 di perairan laut yang mengelilingi

pulau Sumatera dengan batas titik-titik koordinat garis bujur 109º40' BT sampai dengan garis lintang 2º LU; garis lintang 2º LU; garis bujur 108º BT dari 2º LU s/d 2º LS; garis lintang 2º LS; garis bujur 109º BT dari 2º LS s/d 5º LS; garis lintang 5º LS; garis bujur 116º30' BT.

2) Semua usaha perikanan dilarang melakukan pengangkutan ikan dengan kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl:

(1) Ke pulau Jawa dan Bali terhitung sejak tanggal 1 Oktober 1980; dan (2) Ke pulau Sumatera terhitung sejak tanggal 1 Januari 1983.

(3) Kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang melanggar ketentuan-ketentuan di atas dipersamakan dengan kapal perikanan yang tidak memiliki SIUP/SKIP dan dapat dikenakan ketentuan pasal 8 Keputusan Presiden No. 39 tahun 1980. Dikecualikan dari ketentuan-ketentuan di atas, ialah kapal-kapal latih dan kapal-kapal penelitian milik pemerintah.

Untuk lebih jelas mengenai Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Trawl dapat dilihat pada Lampiran 5.

2.4.3 Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1982 Tentang Ketentuan Mempergunakan Pukat Udang

Pada Tahun 1982, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 85 Tahun 1982 Tentang Ketentuan Mempergunakan Pukat Udang. Keputusan ini diterbitkan guna mengatur penggunaan alat tangkap pukat udang untuk menangkap udang di perairan Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan Laut Arafuru, kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 meter. Dengan kata lain, Keppres Nomor 85 Tahun 1982 hanya mengizinkan penggunaan secara terbatas alat tangkap pukat udang, karena di luar wilayah tersebut, ketentuan-ketentuan yang tertuang pada Keppres Nomor 39 Tahun 1980 tetap berlaku. Adapun Keppres tersebut dikeluarkan karena tersendatnya pengadaan bahan baku udang nasional setelah Keppres Nomor 39 Tahun 1980 diterbitkan. Selain itu, pertimbangan lainnya yaitu perlu adanya pemanfaatan sumberdaya udang di perairan kawasan timur Indonesia (Solihin 2008).

Untuk lebih jelas mengenai Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1982 tentang Ketentuan Mempergunakan Pukat Udang dapat dilihat pada Lampiran 6.

2.4.4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.06/Men/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela di Kalimantan Timur Bagian Utara

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut berisi mengenai aturan penggunaan alat penangkap ikan pukat hela di Perairan Kalimantan Timur bagian utara. Adapun pertimbangan lahirnya Permen KP Nomor Per.06/Men/2008 tersebut antara lain:

(1) Mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ikan secara lestari, meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan memperkuat keberadaan masyarakat nelayan di perairan Kalimantan Timur bagian utara.

(2) Alat penangkapan ikan pukat hela merupakan alat tangkap yang sesuai dengan karakteristik dan/atau kondisi geografis wilayah perairan Kalimantan Timur bagian utara.

Berdasarkan Permen KP Nomor Per.06/Men/2008, terdapat beberapa ketentuan daerah operasi pukat hela, yaitu:

1) Jalur I, meliputi perairan di atas 1 (satu) mil sampai dengan 4 (empat) mil yang diukur dari permukaan air pada surut terendah;

2) Jalur II, meliputi perairan di atas 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil yang diukur dari permukaan air pada surut terendah. Selanjutnya, ditentukan bahwa:

(1)Jalur I hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal pukat hela dengan ukuran sampai dengan 5 (lima) gross tonnage (GT).

(2)Jalur II hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal pukat hela dengan ukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT.

(3)Setiap kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur I dapat beroperasi di jalur II dan/atau di atas 12 (dua belas) mil, dan kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur II dapat beroperasi di atas 12 (dua belas) mil. (4)Setiap kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur II dilarang

beroperasi di jalur I.

Untuk lebih jelas mengenai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.06/Men/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela di Kalimantan Timur Bagian Utara dapat dilihat pada Lampiran 7.

2.4.5 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.06/Men/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, menimbang bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, maka dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan, perlu menetapkan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.06/MEN/ 2010 ini mengatur Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, serta menetapkan bahwa alat penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia menurut jenisnya dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok, yaitu: jaring lingkar (surrounding nets); pukat tarik (seine nets); pukat hela (trawls); penggaruk (dredges); jaring angkat (lift nets); alat yang dijatuhkan (falling gears); jaring

insang (gillnets and entangling nets); perangkap (traps); pancing (hooks and lines). Untuk lebih jelas mengenai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.06/MEN/ 2010 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Dokumen terkait