• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI

2. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 Tentang Asuransi

Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut Astek) adalah sistem perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.

Berdasarkan peraturan ini maka perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan program Astek, yaitu dengan cara mempertanggungkan buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian, demikian pula dalam program tabungan hari tua pada badan penyelenggaraaan yaitu Perusahaan umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1977.

Perusahaan dalam Peraturan Pemerintah No.33 tahun 1977 adalah semua perusahaan baik milik swasta, termasuk perusahaan yang didirikan menurut Peraturan Penanaman Modal Asing (PMA) serta Perusahaan Umum (PERUM), Perusahaan Perseroan (PERSERO) dan Perusahaan

34

Milik Negara yang didirikan dengan atau berdasarkan undang-undang tersendiri.

Namun demikian perusahaan yang wajib menyelenggarakan Astek masih dibatasi pada jumlah buruh yang dipekerjakan atau jumlah upah yang dibayarkan kepada buruhnya setiap bulannya. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/1977 tentang peraturan tata cara persyaratan pendaftaran pembayaran iuran dan pembayaran jaminan asuransi sosial tenaga kerja, ditetapkan bahwa perusahaan yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih atau membayar upah paling sedikit lima juta rupiah sebulan adalah perusahaan yang diwajibkan ikut serta dalam program Astek. Dengan demikian semua perusahaan yang terletak diluar ketentuan tersebut, untuk sementara belum terkena wajib asuransi, sehingga jaminan-jaminan itu dapat dilaksanakan menurut kebijaksanaan perusahaan.

Perkembangan lebih lanjut mengenai penentuan perusahaan yang wajib menyelenggarakan program Astek dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-278/MEN/83 adalah peraturan itu mengatur perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 25 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan. Hal ini terlihat bahwa pemerintah secara bertahap sudah mulai mengembagkan program jaminan sosial pada pekerja/buruh.

Prinsip ini juga sama dengan kecelakaan kerja yang dianut Undang-Undang Kecelakaan 1947 yang dianut juga pada Peraturan

Pemerintah No. 33 tahun 1977 sebagai peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut dengan menetapkan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang menimpa tenaga kerja berhubungan dengan hubungan kerja dan penyakit yang timbul karena hubungan kerja.35

3. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Pada tahun 1992, pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut JAMSOSTEK), program jaminan sosial tenaga kerja meliputi empat program, yaitu jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Selanjutnya sebagai peraturan pelaksana undang-undang ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek yang mewajibkan setiap pengusaha atau perusahaan yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji buruh/pekerjanya minimal 1 juta/bulan untuk mengikut sertakan pekerjanya dalam program jamsostek (pasal 2 ayat 3).

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 menugaskan PT Jamsostek sebagai pelaksana program Jamsostek dan hal ini dipertegas melalui Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 yang mengatur ditetapkannya

35

PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jamsostek. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang akibat resiko sosial.36

a. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Jamsostek sebagai implementasi dari perlindungan hak buruh dan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan suatu rangkaian yang bertujuan untuk menciptakan hubungan perburuhan yang berlandaskan pancasila demi kelangsungan usaha dan demi kesejahteraan buruh/pekerja.

Bentuk perlindungan hak buruh tersebut dapat kita lihat dari program-program jamsostek yang harus dilaksanakan, yaitu:

Kecelakaan kerja temasuk penyakit akibat kerja yang merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaanya. Kecelakaan kerja menurut M. Sulaksono adalah suatu kejadian yang tak terduga dan yang tidak dikehendaki yang mengacaukan suatu aktivitas yang telah diatur, kecelakaan ini terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata dan setiap kejadian tersebut terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni lingkungan, bahaya, peralatan dan manusia.37

36

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal.178-179

37

Buchari, Penanggulangan kecelakaan, Medan: Universitas Sumatera Utara (USU) Repository, 2007. Hal. 1

sebagai penyakit yang timbul karena hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja yaitu :

1) Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silicosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkolosis

yang silikosis-nya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.

2) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.

3) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissisnosis) 4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan

zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai

akibat penghirupan debu organik.

6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.

7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.

8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun

9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun

10)Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.

11)Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.

12)Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun

13)Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun

14)Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun

15)Penyakit yang disebabkan oleh carbon disulfida atau persenyawaannya yang beracun

16)Penyakit yang disebabkan oleh derivate halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aroma yang beracun. 17)Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang

beracun.

18)Penyakit yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari

benzene atau homolognya yang beracun.

19)Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.

20)Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.

21)Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti carbon monoksida, hydrogensianida, hydrogen sulfide, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.

22)Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23)Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi). 24)Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang

bertekanan lebih.

25)Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang mengion.

26)Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologic.

27)Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.

28)Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29)Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.

30)Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau radiasi atau kelembaban udara tinggi.

31)Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.38

b. Program Jaminan Kematian

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan, oleh karena itu diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Ketentuan pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja member pengertian bahwa dalam program jaminan kematian

38

PT Jamsostek, Prinsip dan Praktik Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta: PT Jamsostek, 1992, Hal. 22

yang dimaksud dengan keluarga yang ditinggalkan adalah istri atau suami pekerja, keturunan sedarah dari pekerja menurut garis lurus kebawah, dan garis lurus keatas, dihitung sampai derajat keduatermasuk anak yang disahkan. Apabila garis lurus keatas dan kebawah tidak ada maka diambil kesamping dan mertua. Bagi pekerja yang tidak memiliki keluarga maka hak atas jaminan kematian diberikan kepada pihak yang mendapat surat wasiat dari pekerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk pengurusan pemakaman. Urutan keluarga yang diprioritaskan dalam pembayaran santunan kematian menurut pasal 13 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah :

1) janda atau duda; 2) anak;

3) orang tua; 4) cucu;

5) kakek atau nenek; 6) saudara kandung; 7) mertua.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja member batasan dan pengecualian bagi pekerja/buruh yang berhak menerima manfaat program ini. Pengecualian tersebut disebutkan dalam pasal 12 ayat (2) undang-undang ini, bidang-bidang pekerjaan yang tidak berhak menerima manfaat jaminan kematian manurut pasal ini antara lain :

1) murid atau pekerja yang sedang melakukan magang. 2) pekerja yang bekerja dalam pemborongan pekerjaan.

3) narapidana yang melakukan pekerjaan. c. Program Jaminan Hari Tua

Hari tua adalah umur pada saat dimana produktivitas buruh atau pekerja telah dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan buruh/pekerja yang lebih muda termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat dianggap sebagai hari tua dini.39

1) Mencapai usia 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap.

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena buruh/pekerja tidak mampu lagi bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kesusahan bagi pekerja dan mempengaruhi ketenangan bekerja sewaktu masih bekerja, terutama bagi buruh yang memiliki penghasilan rendah. Jaminan hari tua merupakan program perlindungan bagi buruh/pekerja dan keluarganya yang manfaatnyaakan dibayarkan kepada peserta berdasarkan akumulasi dengan memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut :

2) Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 6 bulan. 2) Pergi keluar negeri dan tidak kembali, atau menjadi pegawai

negeri.40

d. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

39

Adrian Sutedi, op.cit., Hal. 190

40

PT Jamsostek, Annual Report PT Jamsostek Tahun 2008, Jakarta; PT Jamsostek, Hal. 23

Kesehatan kerja pertama kali tertuang dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan serta Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan bagian dari keselamatan kerja. Selanjutnya Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan mengatur pula mengenai kesehatan kerja pada pasal 108 ayat (2) yang secara jelas menyebutkan bahwa untuk melindungi kesehatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja. Kesehatan kerja atau disebut juga Hyperkes (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan) berkaitan dengan upaya-upaya :

1) Pemeriksaan tenaga kerja, baik pada awal bekerja maupun periodik selama bekerja;

2) Tambahan gizi bagi tenaga kerja diberikan makan siang atau dalam bentuk lainnya;

3) Kebersihan lingkungan kerja, termasuk pencegahan dan pengelolahan limbah;

4) Pencegahan dan penaggulangan sumber-sumber yang

membahayakan kesehatan.41

4. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

41

Sentanoe Kertonegoro, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1998, Hal. 180

Pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia dengan memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus berlanjutnya hingga berlakunya UU No 24 Tahun 2011.

Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.

Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, BPJS Ketenagakerjaan pun terus meningkatkan kompetensi di seluruh lini pelayanan sambil mengembangkan berbagai program dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya.42

B. Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 99 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa :

1. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 10, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jaminan sosial merupakan hak setiap pekerja/buruh yang sekaligus merupakan kewajiban dari pegusaha. Pada hakikatnya program jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.

1. Program Jaminan Sosial Pekerja

Dalam merumuskan konsep jaminan sosial, tim Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dibentuk dengan Kepres No. 20 tahun 2002 menyepakati suatu sistem jaminan sosial harus dibangun dengan tiga

42

pilar.43

a. Pilar Bantuan Sosial

Pilar jaminan sosial menjelaskan sumber dana dan mekanisme yang harus dijalankan dalam sebuah sistem jaminan sosial. Pilar jaminan sosial digunakan di berbagai negara karena sifatnya yang universal. Prinsip yang digunakan sama di seluruh dunia. Tetapi, rincian mekanisme proses dan besaran manfaat untuk memenuhi kebutuhan dasar yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain. Pilar jaminan sosial yang universal adalah :

Bagi mereka yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut SJSN), bantuan sosial diwujudkan dengan bantuan iuran oleh pemerintah (Pusat) agar mereka yang miskin dan tidak mampu dapat tetap menjadi peserta JKN.

b. Pilar Asuransi Sosial

Merupakan suatu sistem pengumpulan dana (risk polling) dengan mekanisme transfer resiko yang wajib diikuti oleh semua penduduk. Penduduk berpenghasilan (di atas garis kemiskinan) wajib membayar iuran yang proporsional terhadap penghasilannya/upahnya.

c. Pilar Tambahan/ Pilar Suplemen

43

Tim SJSN, Kantor Wakil Presiden, Naskah Akademik RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta, 2003

Pilar yang disiapkan oleh mereka yang menginginkan (demand) jaminan/manfaat yang lebih memuaskan dari paket JKN. Untuk jaminan hari tua dan pensiun, pilar ketiga dapat sangat besar jumlahnya, jauh melebihi pilar I dan pilar II. Pilar ini dapat diisi dengan membeli asuransi komersil (baik asuransi kesehatan, pensiun, atau asuransi jiwa), tabungan sendiri, membeli saham, membeli surat berharga, menyimpan emas murni, atau program-program pribadi lainnya. Pilar ketiga dapat dilakukan perorangan, lembaga usaha (pemberi kerja), atau pemda yang kaya sebagai tambahan kesejahteraan.44

1) Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi pekerja beserta keluarganya.

Program jaminan sosial pekerja mempunyai beberapa aspek antara lain :

2) Merupakan penghargaan kepada pekerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.

Dengan demikian, jaminan sosial pekerja mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi resiko akibat hubungan kerja.45

44

Hasbullah Thabrany, Jaminan Kesehatan Nasional, Rajawali Press, Jakarta, 2014, Hal. 99-101

45

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2011, Hal. 15-153

Karena telah didirikannya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk menjamin pekerja/buruh dalam hal jaminan sosial bagi pekerja/buruh.

2. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial

Di dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2011 Pasal 1 ayat (1) dsebutkan bahwa “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial”.46

a. Kemanusiaan, adalah asas yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia;

Dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional BPJS mempunyai 3 asas, yaitu :

b. Manfaat, adalah asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif;

c. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah asas yang bersifat idiil.47

Tujuan dari BPJS adalah mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi Peserta dan/atau anggota keluarganya.48

Dalam pasal 4 UU BPJS disebutkan BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip 49

a. Prinsip Kegotongroyongan

:

46

Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Pasal 1 ayat (1)

47

Penjelasan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Pasal 2

48

Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),Pasal 3

49

Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),Pasal 4

Adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya. 50Gotong royong dalam JKN harus terjadi antara peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu, yang beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit secara nasional. Ketiga unsur gotong royong tersebut tidak terjadi pada mekanisme asuransi kesehatan komersial yang berbasis mekanisme pasar. Melalui prinsip kegotongroyongan ini kita dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam Pancasila. Hanya dengan prinsip ini, cakupan universal dapat dicapai. Prinsip ini diwujudkan dengan kewajiban membayar iuran persentase upah atau yang relatif proporsional terhadap pendapatan penduduk/peserta.51

b. Prinsip Nirlaba

Adalah pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.52

50

Penjelasan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),Pasal 4

51

Hasbullah Thabrany, Op.cit., Hal. 153-154

52

Penjelasan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),Pasal 4

Prinsip ini adalah konsekuensi transaksi wajib. Dalam transaksi sukarela (mekanisme pasar), keuntungan bagi sebagian orang merupakan hak orang yang berusaha menghasilkan dan

menjual produk bermutu dan harga bersaing. Hasil penjualan adalah milik perusahaan atau penjual.53

c. Prinsip Keterbukaan

Adalah prisip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

d. Prinsip Kehati-hatian

Adalah prinsip pengelolaan dan secara cermat, teliti, aman, dan tertib. e. Prinsip Akuntabilitas

Adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Prinsip Portabilitas

Adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.54

a. BPJS Kesehatan; dan

Dalam UU BPJS Pasal 5 ayat (2), BPJS terbagi dalam 2 bagian yaitu :

b. BPJS ketenagakerjaan.

53

Hasbullah Thabrany, Op.cit., Hal. 154

54

Penjelasan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),Pasal 4

Model BPJS adalah penyelenggara jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS dengan tata laksana sesuai ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang-Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Tatanan ini berlaku bagi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.Penyelenggaraan SJSN dilaksanakan oleh dua organ utama yaitu BPJS dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut DJSN). DJSN dan BPJS adalah organ SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.Secara struktural DJSN dan BPJS adalah subordinasi penguasa publikyaitu Presiden. DJSN dan BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden. DJSN berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial.

BPJS menjadi subyek pengawasan eksternal oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Hubungan kelembagaan antara BPJS dengan DJSN adalah fungsional melalui pelaksanaan tugas dan wewenang DJSN dalam penyelenggaraan program jaminan sosial nasional. Sedangkan komunikasi diantara kedua lembaga ini terlaksana melalui empat media, yaitu keputusan DJSN, usulan DJSN, hasil monitoring dan evaluasi DJSN, serta tembusan laporan BPJS kepada Presiden mengenai pengelolaan program dan keuangan.

BPJS melaksanakan keputusan DJSN yang memuat rumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan program-program jaminan sosial nasional. DJSN berkonsultasi dengan BPJS dalam rangka

perumusan usulan investasi dana jaminan sosial dan usulan anggaran bagi Penerima Bantuan Iuran. DJSN menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden.55

Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh badan-badan di luar BPJS, yaitu DJSN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BPJS bertanggungjawab kepada Presiden. Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Anggota Direksi BPJS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Presiden menetapkan Direktur Utama BPJS diawasi oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan oleh organ BPJS, yaitu Dewan Pengawas dan sebuah unit kerja di bawah Direksi yang bernama Satuan Pengawas Internal.

56

DJSN bertugas sebagai pengawas eksternal BPJS dengan melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dan tingkat kesehatan keuangan BPJS. DJSN berkomunikasi dengan BPJS sepanjang tahun fiskal dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi karena monitoring dan evaluasi adalah aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan.57

55

Asih Eka Putri, Paham SJSN (Sisitem Jaminan Sosial Nasional), Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta, 2014, Hal. 37-38

56

Ibid., Hal. 38

57

BAB III

SISTEM JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SETELAH BERLAKUNYA

Dokumen terkait