• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Peraturan Periklanan Obat dan Pelayanan Kesehatan

Iklan merupakan segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Iklan berfungsi sebagai alat penyampaian pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain, sarana penambah pengetahuan, komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi sikap dan perilaku penerima iklan. Salah satu media iklan terlaris adalah televisi. Televisi merupakan hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindakan individu (Morissan, 2010).

Televisi sebagai media dengan audiensi terbanyak yang umumnya didominan oleh wanita daripada pria. Secara umum, kelebihan televisi dibandingkan dengan media massa yang lainnya, diantaranya adalah mampu menjangkau khalayak sasaran yang luas dan yang paling berbeda dari yang lainnya adalah mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap konsumen, karena menekankan pada dua indera sekaligus, yaitu penglihatan dan pendengaran. Media massa televisi sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang atau kelompok masyarakat dalam pemilihan obat bagi dirinya maupun untuk keluarganya (Morissan, 2010).

Daya tarik media televisi yang demikian hebat membawa dampak yang besar bagi pemirsanya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa dari seluruh acara televisi yang ada, sekitar 50%-nya adalah berupa iklan obat. Oleh karena itu, pemirsa televisi dimanapun akan menerima terpaan iklan obat yang besar. Iklan obat juga akan membawa pengaruh baik langsung maupun tidak langsung kepada pemirsanya. Kesimpulannya, televisi telah memberikan dampak yang besar bagi masyarakat dalam mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat lebih dari apa yang disadari (Morissan, 2010).

Iklan obat di televisi harus memenuhi peraturan perundang - undangan yang berlaku, sehingga informasi yang disampaikan maupun informasi yang diterima masyarakat bermanfaat dalam pemilihan obat bebas maupun obat bebas terbatas tanpa resep dokter. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.386/MENKES/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas pada butir 1, menyatakan bahwa:

Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain” (MenKes, 1994).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.386/MENKES/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas bagian A poin ke-6 menyatakan bahwa :

“Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus” (MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-7 menyatakan bahwa :

“Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut ini.

a) Obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.

b) Lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping.

c) Tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.”

(MenKes, 1994). Bagian A poin ke-10 menyatakan bahwa :

“Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium” (MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-11a dan 11-b menyatakan bahwa :

a) “Iklan obat tidak boleh memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya, "Dokter saya merekomendasi …..")” (MenKes, 1994).

b)iklan obat tidak boleh memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat dengan berlebihan”.

Bagian A poin ke-13 menyatakan bahwa :

“Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat” (MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-15 dan ke-16 menyatakan bahwa :

“Iklan Obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut:

(MenKes, 1994).

Bagian A poin ke-17 menyatakan bahwa :

Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:

a) Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.

b) Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat. c) Nama dagang obat

d) Nama industri farmasi

e) Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)

(MenKes, 1994).

Bagian B poin ke-2a menyatakan bahwa :

“Obat pereda sakit dan penurun panas, iklan hanya boleh diindikasikan untuk meringankan rasa sakit misalnya: sakit kepala, sakit gigi, dan nyeri otot, dan atau menurunkan panas.”(MenKes, 1994).

Menurut Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep juga harus memenuhi kriteria seperti tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas usia 65 tahun (MenKes, 1993).

Peraturan periklanan dan pelayanan kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam PMK No. 1787 Tahun 2010 mengkaji beberapa hal mengenai penyelenggaraan, persyaratan, pembinaan dan pengawasan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan. Dalam pasal 3 ayat 2 dinyatakan bahwa :

“Penyelenggaraan iklan harus sesuai etika iklan yang diatur dalam kode etik rumah sakit Indonesia, kode etik setiap tenaga kesehatan, kode etik pariwara, dan ketentuan peraturan perundang-undangan”(MenKes, 2010).

Persyaratan iklan pada pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa :

“Fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelengarakan iklan dan/atau publikasi harus memenuhi syarat meliputi : memuat informasi dengan data dan fakta yang akurat, berbasis bukti, informatif, edukatif, dan bertanggung jawab” (MenKes, 2010).

Pada pasal 5 mengenai persyaratan iklan dinyatakan pula bahwa :

“Iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat : memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat menyesatkan” (MenKes, 2010).

Dokumen terkait