INTISARI
Saat ini swamedikasi menjadi pilihan utama bagi penduduk di Indonesia untuk penyembuhan terhadap sakit. Salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk melakukan swamedikasi adalah iklan di televisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Cangkringan.
Jenis penelitian ini merupakan observasional dengan rancangan cross-sectional. Pengukuran menggunakan kuesioner pada 165 responden, dengan teknik cluster random sampling dikombinasikan dengan simple random sampling
(undian).
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden terbilang tinggi (64%) dan sikap yang positif (82%) dengan tindakan yang sesuai (54%). Nilai koefisien korelasi antara tingkat pengetahuan mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala sebesar 0,2228 dengan signifikan 0,02. Nilai koefisien korelasi antara sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala sebesar 0,180 dengan signifikan 0,01.
Penelitian ini, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala.
ABSTRACT
Nowadays, self-medication becomes the prior choice for residents in Indonesia to cure against the illness. One of the factors that encourage sociery to do self-medication is the advertisement on television. This research is aimed to identify any correlation between knowledge dan attitude levels regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine among housewives in Cangkringan subdistrict.
This type of research was an observational with cross-sectional design. The measurements used a questionnaire on 165 respondents, with cluster random sampling technique combined with simple random sampling (lottery).
The research results showed the respondents knowledge was high (64%) and the positive attitude (82%) with the corresponding action (54%). The correlation coefficient value between knowledge levels regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine was 0.2228 with 0.02 significant. The correlation coefficient value between the attitudes regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine was 0.180 with 0.01 significant.
This research could not be concluded that there was a positive and significant relationship between knowledge and attitude level regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine.
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI PERSEPSI PERIKLANAN OBAT DI TELEVISI TERHADAP TINDAKAN
PENGGUNAAN OBAT DI KALANGAN IBU RUMAH TANGGA DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PADA TAHUN
2014
(Studi Kasus : Obat Sakit Kepala)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Rosfita Risna Hariani
NIM : 118114174
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI PERSEPSI PERIKLANAN OBAT DI TELEVISI TERHADAP TINDAKAN
PENGGUNAAN OBAT DI KALANGAN IBU RUMAH TANGGA DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PADA TAHUN
2014
(Studi Kasus : Obat Sakit Kepala)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Rosfita Risna Hariani
NIM : 118114174
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Serahka lah per uata u kepada Tuha , aka terlaksa alah segala re a a u A sal 16:3
‘kare a asa depa su gguh ada, da harapa u tidak aka hila g A sal
23:18)
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
Filipi 4:4
Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: Tuhan adalah penolongku. Aku tidak akan takut . Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?
Ibrani 13:6
Naskah ini kupersembahkan bagi:
Tuhan Yang Maha Kuasa, Ibu – Bapakku tercinta, Adik – adikku yang
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan anugerah yang senantiasa diberikan - Nya sehingga skripsi yang
berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap mengenai Persepsi Periklanan Obat di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman pada Tahun 2014 (Studi Kasus : Obat Sakit Kepala)” dapat selesai tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang terlibat
dalam penyusunan naskah ini.
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, dan selaku dosen pembimbing
yang memberikan masukan dan motivasi kepada penulis selama proses
penyusunan skripsi.
2. Ibu Dra.Th.B.Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. dan Bapak Ipang
Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang senantiasa memberikan
masukan kritik dan saran bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
viii
4. Bapak Dukuh Balong, Gambretan, Batur dan Petung atas segala bantuannya
kepada penulis dari awal sampai akhir pengambilan data di Kecamatan
Cangkringan.
5. Ibu - ibu rumah tangga di RT 3 di Desa Petung, RT 3 di Desa Batur, RT 2 di
Desa Gambretan, dan RT 2 di Desa Balong Kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuan selama
penyusunan skripsi ini yang bersedia berpartisipasi sebagai responden pada
penelitian ini.
6. Keluarga tercinta, Bapak Philipus Jehambur, Ibu Gaudensiana Samul, adik -
adik tersayang yang selalu memberikan dukungan dan doanya untuk penulis.
7. Bapak Mateus yang telah membantu penulis dalam hal transportasi ke tempat
penelitian di Kecamatan Cangkringan selama pengambilan data.
8. Zenobius Adiputra yang selalu memberi semangat, doa, dan dukungan untuk
penulis dari awal penyusunan skripsi hingga akhir.
9. Sherly Mecillia, Rysa Indryani Pardede, Rambu Roku Sowi sebagai teman
seperjuangan dalam skripsi ini dan sebagai sahabat yang selalu memberikan
dukungan dan semangatnya kepada penulis.
10. Gabriella Septiana, Ni Putu Ully Villianova, Ni Putu Ratna Puspita Dewi,
Baptisa Dela Miranti, Hermina Aprilita Ajum, Jessica Christy Setio, dan
semua sahabat – sahabat seperjuangan di Farmasi angkatan 2011 yang selalu
memberikan semangat dan doa kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan bagi penulis dalam
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xx
ABSTRACT ... xxi
BAB 1 PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 5
3. Manfaat penelitian ... 7
B. Tujuan Penelitian ... 9
1. Tujuan umum ... 9
xi
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 11
A. Pengobatan Mandiri ... 11
B. Peraturan Periklanan Obat dan Pelayanan Kesehatan ... 12
C. Sakit Kepala... 16
D. Pengetahuan ... 19
E. Sikap ... 23
F. Tindakan ... 27
G. Proses Keputusan Pembelian ... 28
H. Kuesioner ... 30
I. Landasan Teori ... 32
J. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 34
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34
B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 35
1. Variabel penelitian ... 35
a. Variabel bebas (independent) ... 35
b. Variabel tergantung (dependent) ... 35
2. Definisi operasional penelitian ... 35
C. Subjek Penelitian, Besar Sampel dan Teknik Sampling ... 39
1. Subjek penelitian ... 39
2. Besar sampel dan teknik sampling ... 39
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45
xii
F. Bahan Penelitian ... 50
G. Tata Cara Penelitian ... 51
1. Pendahuluan atau orientasi ... 51
2. Penentuan lokasi penelitian dan penelusuran data responden ... 51
3. Pengurusan izin penelitian ... 52
4. Pembuatan kuesioner ... 52
5. Penyebaran kuesioner... 52
6. Pengolahan data ... 52
H. Tata Cara Analisis Data dan Penyajian Hasil Data Penelitian ... 53
I. Kelemahan Penelitian ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59
A. Karakteristik Demografi Responden ... 59
1. Usia responden ... 59
2. Tingkat pendidikan... 61
3. Status pekerjaan ... 62
4. Tingkat pendapatan perbulan ... 63
B. Pola Melihat Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi ... 63
1. Lama waktu responden menonton televisi setiap hari ... 64
2. Intensitas responden melihat iklan obat sakit kepala di televisi dalam tiga hari terakhir ... 64
3. Produk obat sakit kepala yang iklannya pernah di lihat di televisi ... 66
xiii
5. Pola penggunaan obat sakit kepala oleh responden selama sebulan
terakhir ... 68
6. Produk obat sakit kepala yang pernah digunakan selama sebulan terakhir ... 69
7. Sumber informasi pendukung penggunaan obat sakit kepala ... 70
C. Tingkat Pengetahuan mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit Kepala di Televisi ... 72
D. Sikap mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit Kepala di Televisi ... 75
E. Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala ... 77
F. Hubungan Tingkat Pengetahuan mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit Kepala Di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala Di Kalangan Ibu Rumah Tangga Di Kecamatan Cangkringan... 81
G. Hubungan Sikap mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit Kepala Di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala Di Kalangan Ibu Rumah Tangga Di Kecamatan Cangkringan ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN ... 91
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Jenis Kategori Pengukuran Tingkat Pengetahuan ... 37
Tabel II. Jenis Kategori Pengukuran Sikap... 38
Tabel III. Jenis Kategori Pengukuran Tindakan... 38
Tabel IV. Jumlah dan Distribusi Sampel Penelitian di Kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman ... 43
Tabel V. Jumlah dan Distribusi Sampel di Kelurahan Kepuharjo ... 43
Tabel VI. Jumlah dan Distribusi Sampel di Kelurahan Umbulharjo ... 43
Tabel VII. Blue Print Pernyataan Favourable dan Unfavourable pada pokok Bahasan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 47
Tabel VIII. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Tingkat Pengetahuan.... 48
Tabel IX. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Sikap dan Tindakan
(skala Likert) ... 48 Tabel X. Hasil Uji Reliabilitas ... 50
Tabel XI. Hasil Uji Normalitas pada Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan ... 54
Tabel XII. Hasil Uji Normalitas Transformasi Data... 54
Tabel XIII. Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 56
Tabel XIV. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Usia Responden ... 60
Tabel XV. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
xv
Tabel XVI. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Status Pekerjaan... 62
Tabel XVII. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Perbulan ... 63
Tabel XVIII. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Lama Waktu Responden Menonton
Televisi Setiap Hari ... 64
Tabel XIX. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Intensitas Melihat Iklan Obat Sakit
Kepala di Televisi dalam Tiga Hari Terakhir ... 65
Tabel XX. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Produk Obat Sakit Kepala yang
Iklannya pernah dilihat di Televisi ... 66
Tabel XXI. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Produk Obat Sakit Kepala yang
Iklannya sering dilihat di Televisi ... 67
Tabel XXII. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Produk Obat Sakit Kepala yang Pernah
Digunakan selama Sebulan Terakhir ... 69
Tabel XXIII. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Sumber Informasi Pendukung
xvi
Tabel XXIV. Gambaran Pengetahuan mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit
Kepala di Televisi di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan
Cangkringan ... 73
Tabel XXV. Distribusi Persentase Responden di Kecamatan Cangkringan
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan mengenai Persepsi Periklanan
Obat Sakit Kepala di Televisi ... 74
Tabel XXVI. Gambaran Sikap mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit Kepala
di Televisi di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan
Cangkringan ... 75
Tabel XXVII. Distribusi Persentase Responden Penelitian di Kecamatan
Cangkringan Berdasarkan Sikap mengenai Persepsi Periklanan
Obat Sakit Kepala di Televisi ... 77
Tabel XXVIII. Gambaran Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di Kalangan
Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Cangkringan ... 78
Tabel XXIX. Gambaran Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di Kalangan
Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Cangkringan ... 80
Tabel XXX. Hubungan Tingkat Pengetahuan mengenai Persepsi Periklanan
Obat Sakit Kepala di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat
Sakit Kepala di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan
Cangkringan ... 82
Tabel XXXI. Hubungan Sikap mengenai Persepsi Periklanan Obat Sakit Kepala
di Televisi terhadap Tindakan Penggunaan Obat Sakit Kepala di
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanda Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas ... 18
Gambar 2. Asumsi Determinan Perilaku Manusia ... 27
Gambar 3. Model Proses Keputusan Pembelian ... 29
Gambar 4. Diagram Teknik Pemilihan Lokasi Pengambilan Sampel... 41
Gambar 5. Proporsi Sampel Penelitian ... 44
Gambar 6. Alur Pengurusan Surat Izin Penelitian ... 52
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data dari
Fakultas Farmasi ... 92
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Bappeda ... 93
Lampiran 3. Surat Perpanjangan Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan
Data dari Fakultas Farmasi ... 95
Lampiran 4. Surat Perpanjangan Permohonan Izin Penelitian dari Bappeda ... 96
Lampiran 5. Gambaran Jawaban Tingkat Pengetahuan Kuesioner Uji
Reliabilitas dari Kuesioner Uji Coba ... 98
Lampiran 6. Gambaran Jawaban Sikap Kuesioner Uji Reliabilitas dari
Kuesioner Uji Coba ... 98
Lampiran 7. Gambaran Jawaban Tindakan Kuesioner Uji Reliabilitas dari
Kuesioner Uji Coba ... 99
Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Uji Coba Tingkat Pengetahuan 100
Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Uji Coba Sikap ... 101
Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Uji Coba Tindakan ... 101
Lampiran 11. Kuesioner Penelitian ... 102
Lampiran 12. Gambaran Data Karakteristik Demografi Responden Penelitian dan
Pola Melihat Iklan Obat Sakit Kepala di Televisi ... 112
Lampiran 13. Gambaran Jawaban Tingkat Pengetahuan Responden Penelitian 128
Lampiran 14. Gambaran Jawaban Sikap Responden Penelitian ... 133
xix
Lampiran 16. Hasil Uji Normalitas Variabel Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Sebelum di Transformasi ... 144
Lampiran 17. Hasil Uji Normalitas Variabel Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Sesudah di Transformasi ... 144
Lampiran 18. Korelasi Tingkat Pengetahuan terhadap Tindakan ... 145
Lampiran 19. Korelasi Sikap terhadap Tindakan ... 145
xx
INTISARI
Saat ini swamedikasi menjadi pilihan utama bagi penduduk di Indonesia untuk penyembuhan terhadap sakit. Salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk melakukan swamedikasi adalah iklan di televisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Cangkringan.
Jenis penelitian ini merupakan observasional dengan rancangan cross-sectional. Pengukuran menggunakan kuesioner pada 165 responden, dengan teknik cluster random sampling dikombinasikan dengan simple random sampling
(undian).
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden terbilang tinggi (64%) dan sikap yang positif (82%) dengan tindakan yang sesuai (54%). Nilai koefisien korelasi antara tingkat pengetahuan mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala sebesar 0,2228 dengan signifikan 0,02. Nilai koefisien korelasi antara sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala sebesar 0,180 dengan signifikan 0,01.
Penelitian ini, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala.
xxi
ABSTRACT
Nowadays, self-medication becomes the prior choice for residents in Indonesia to cure against the illness. One of the factors that encourage sociery to do self-medication is the advertisement on television. This research is aimed to identify any correlation between knowledge dan attitude levels regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine among housewives in Cangkringan subdistrict.
This type of research was an observational with cross-sectional design. The measurements used a questionnaire on 165 respondents, with cluster random sampling technique combined with simple random sampling (lottery).
The research results showed the respondents knowledge was high (64%) and the positive attitude (82%) with the corresponding action (54%). The correlation coefficient value between knowledge levels regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine was 0.2228 with 0.02 significant. The correlation coefficient value between the attitudes regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine was 0.180 with 0.01 significant.
This research could not be concluded that there was a positive and significant relationship between knowledge and attitude level regarding the perception of headache medicine advertising on television against the action of using headache medicine.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kesejahteraan badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(MenKes, 2009). Salah satu upaya masyarakat untuk mewujudkan kesehatan yang
optimal yaitu dengan melakukan swamedikasi menggunakan obat tanpa resep
karena lebih murah dan praktis (Tan dan Rahardja, 2010). Menurut data
SUSENAS BPS tahun 2009 sekitar 66% orang sakit di Indonesia lebih cenderung
melakukan pengobatan mandiri dan 34% sisanya berobat ke dokter. Data
SUSENAS tahun 2001 terdapat 77,3% penduduk yang sakit di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta melakukan swamedikasi sebagai upaya penyembuhan
terhadap sakit (Handayani, 2003).
Banyak faktor yang mendorong dan mempengaruhi masyarakat untuk
melakukan pengobatan mandiri daripada ke dokter yaitu tingginya tekanan
ekonomi, keadaan demografi, budaya, keluarga, usia, pekerjaan, pengetahuan atau
tingkat pendidikan, keyakinan dan sikap (Tan dan Rahardja, 2010). Faktor lainnya
yang sangat berpengaruh pula untuk mendorong masyarakat memilih pengobatan
mandiri yaitu iklan (Ariani, 2011). Penelitian Kristina, dkk., (2007) menyatakan
faktor dominan yang berpengaruh terhadap perilaku pengobatan sendiri yang
perkotaan dan Kecamatan Cangkringan sebagai perwakilan masyarakat pedesaan
Kabupaten Sleman adalah tingkat pendidikan atau pengetahuan.
Kecamatan Cangkringan dikategorikan pedesaan karena jumlah
penduduk hanya sebesar 27.657 jiwa (laki-laki 13.361 jiwa, perempuan 14.296
jiwa), jumlah fasilitas (kesehatan, pendidikan, industri, perkantoran) terbilang
sedikit, serta letaknya yang berjarak 25 km dari ibukota Kabupaten Sleman.
Kecamatan Cangkringan pula dinyatakan sebagai wilayah yang tumbuh lambat
karena besarnya migrasi keluar, matapencaharian penduduk yang dominasi di
sektor primer yaitu petani, dan meletusnya Gunung Merapi tahun 2010 berdampak
secara langsung pada penggunaan lahan yang ada saat ini (Badan Pusat Statistik,
2010).
Swamedikasi digunakan sebagai alternatif masyarakat untuk mengatasi
keluhan penyakit ringan salah satunya sakit kepala. Profil Kesehatan Kabupaten
Sleman 2013 dinyatakan bahwa sebesar 87,37% dari 17.895 masyarakat yang
melakukan swamedikasi dengan kasus nyeri kepala. Sebanyak 60% masyarakat
yang mengalami nyeri kepala melakukan swamedikasi berdasarkan informasi
yang diperoleh dari iklan di televisi (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2013).
Menurut penelitian Dharma (2008), menyatakan bahwa sumber informasi obat
sakit kepala 33,3% dari iklan. Informasi yang digunakan sebagai acuan
penggunaan obat sakit kepala selain dari iklan di televisi yaitu pengalaman sendiri
(59,17%), dokter (16,58%), teman (11,83%), dan apoteker (10,06). Sebanyak
81,06% responden menganggap perlunya iklan obat sakit kepala di tayangkan di
Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang berfungsi sebagai
alat penyampaian pesan (informasi) atau penyebarluasan informasi kepada orang
lain, sarana penambah pengetahuan, komunikasi persuasif yang bertujuan
mempengaruhi sikap dan perilaku penerima iklan dalam membuat keputusan yang
tepat demi memelihara kesehatan mereka, maupun sebagai sarana hiburan
(Liliweri, 2013). Menurut Laporan Kinerja Bahan Pengawas Obat dan Makanan
RI Tahun 2012 terhadap pengawasan iklan obat yang beredar sejumlah 2.366
iklan, 565 (23,88%) iklan di antaranya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Penyampaian iklan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tentunya akan membahayakan kesehatan apabila informasi dari iklan obat tersebut
kurang lengkap meliputi informasi sensitivitas, alergi, efek samping atau
resistensi. Pakar komunikasi, Amerika Serikat, Shiley Biagi dalam bukunya “Media/Impact” menyatakan televisi adalah media yang telah berhasil mengubah
kehidupan sehari-hari manusia atau masyarakat (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012; Biagi, 2010).
Media televisi merupakan media massa yang memberikan informasi obat
terbanyak sebesar 55%, menjangkau berbagai lapisan masyarakat, penyampaian
informasi yang cepat, dan menarik karena menyuguhkan informasi secara audio
dan visual. Masyarakat menyatakan bahwa televisi merupakan media periklanan
yang paling berpengaruh (81,8%) dan paling membujuk (66,5%) dalam memilih
Berdasarkan uraian di atas, iklan merupakan salah satu faktor yang
mendorong dan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan swamedikasi. Hal
ini, karena masyarakat memerlukan iklan sebagai salah satu alat informasi untuk
mengetahui informasi barang atau produk yang mereka butuhkan (Turisno, 2012).
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sejauh mana hubungan pengetahuan
dan sikap mengenai persepsi periklanan obat di televisi terhadap tindakan
penggunaan obat di kalangan ibu rumah tangga yang berdomisili di wilayah
pedesaan di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan studi
kasus obat sakit kepala.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Seperti apakah karakteristik demografi ibu rumah tangga di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun 2014 ?
b. Seperti apakah pola melihat iklan obat sakit kepala di televisi di kalangan
ibu rumah tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman pada
tahun 2014 ?
c. Seperti apakah tingkat pengetahuan mengenai persepsi periklanan obat
sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun 2014 ?
d. Seperti apakah sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di
televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Cangkringan
e. Seperti apakah tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu
rumah tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun
2014 ?
f. Adakah hubungan tingkat pengetahuan dan sikap mengenai persepsi
periklanan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan
obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun 2014 ?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap
mengenai Persepsi Periklanan Obat di Televisi Terhadap Tindakan Penggunaan
Obat di Kalangan Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten
Sleman (Studi Kasus : Obat Sakit Kepala)” belum pernah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan pustaka yang ditelusuri, beberapa penelitian lain yang serupa, yaitu:
a. Primantana (2001), dengan judul, “Pengaruh Iklan Obat Sakit Kepala di
Televisi terhadap Pemilihan Obat Sakit Kepala di Kalangan Mahasiswa
Angkatan 1997-2000 Kampus III Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta”. Perbedaan terletak pada subjek penelitian, lokasi
penelitian, dan metode sampling. Penelitian saat ini di kalangan ibu
rumah tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman dengan
metode cluster random sampling yang dikombinasikan dengan simple random sampling menggunakan undian, sedangkan penelitian terdahulu dilaksanakan di kalangan Mahasiswa Kampus Sanata Dharma dengan
b. Papilaya (2003), dengan judul, “Penilaian Iklan Obat Selesma di Televisi
dan Peranannya dalam Pemilihan Obat Salesma di Kalangan Pengunjung
Apotik di Pusat Kota Magelang”. Perbedaan pada jenis iklan obat yang
digunakan, subjek, lokasi, dan waktu penelitian. Penelitian terdahulu
menggunakan iklan obat salesma yang dilaksanakan pada pengunjung
Apotik di Pusat Kota Magelang tahun 2003, sedangkan penelitian
sekarang menggunakan iklan obat sakit kepala yang dilaksanakan di
kalangan ibu rumah tangga Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
tahun 2014.
c. Sulistiyawati (2004), dengan judul, “Hubungan Penilaian Iklan Obat
Salesma di Televisi dengan Pemilihan Obat Salesma di Kalangan
Pengunjung 11 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Maret - April Tahun
2004”. Perbedaan terletak pada jenis iklan obat yang digunakan, subyek,
lokasi, dan waktu penelitian. Penelitian Sulistiyawati (2004)
menggunakan iklan obat salesma dengan subyek, lokasi dan waktu
penelitiannya yaitu pengunjung 11 Apotek di Kota Yogyakarta Periode
Maret - April Tahun 2004, sedangkan penelitian saat ini menggunakan
iklan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan
Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Tahun 2014.
d. Wuryanto (2000), dengan judul, “Penilaian Iklan Obat Batuk di Televisi
dan Pengaruh terhadap Pemilihan Obat di Kalangan Mahasiswa Kampus
III Universitas Sanata Dharma”. Perbedaan terletak pada jenis iklan obat
menggunakan iklan obat sakit kepala dengan subjek penelitian ibu rumah
tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, sedangkan
penelitian terdahulu meneliti iklan obat batuk di televisi dengan subjek di
kalangan mahasiswa.
Hasil penelitian Primantana (2001) menunjukkan bahwa tidak adanya
pengaruh iklan obat sakit kepala terhadap pemilihan obat sakit kepala di kalangan
mahasiswa artinya mahasiswa melakukan pemilihan obat sakit kepala didasari
pengalaman sendiri, teman, dan apoteker. Hal yang sama juga didapatkan pada
penelitian Wuryanto (2000) yaitu tidak adanya pengaruh dari iklan obat batuk di
televisi terhadap pemilihan obat batuk oleh kalangan mahasiswa. Papilaya (2003)
mengemukakan bahwa informasi yang disampaikan dalam iklan obat salesma di
televisi belum mencukupi karena iklan obat salesma tersebut tidak menjelaskan
mengenai efek samping obat, waktu pemakaian, dan informasi kontraindikasi
tidak jelas, serta sebagian responden menyatakan bahwa iklan obat salesma di
televisi sering mengada – ada atau membesar – besarkan khasiat, sedangkan
Sulistiyawati (2004) menunjukkan adanya hubungan positif (r=0,231) dan
signifikan (p<0,05) antara penilaian iklan obat salesma di televisi dengan
pemilihan obat salesma oleh mahasiswa dengan tingkat hubungan yang rendah.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah sumber informasi terkait
aspek perilaku meliputi aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek
b. Manfaat praktis
1) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Sleman untuk dilakukannya program penyuluhan mengenai iklan
obat yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan kepada
masyarakat di Kabupaten Sleman dan upaya swamedikasi yang tepat
untuk menghindari terjadinya medication error yang disebabkan pemilihan obat berdasarkan iklan obat yang tidak sesuai.
2) Bagi masyarakat
a) Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui
karakteristik demografi dan pola melihat iklan obat sakit kepala
di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan
Cangkringan pada tahun 2014.
b) Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui tingkat
pengetahuan dan sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit
kepala di televisi juga tindakan penggunaan obat sakit kepala,
serta mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan
sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi
terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu
rumah tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu menganalisis hubungan
pengetahuan dan sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di televisi
terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di
Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun 2014.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi ibu rumah tangga di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun 2014.
b. Mengidentifikasi pola melihat iklan obat sakit kepala di televisi di
kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten
Sleman pada tahun 2014.
c. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan mengenai persepsi periklanan obat
sakit kepala di televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun 2014.
d. Mengidentifikasi sikap mengenai persepsi periklanan obat sakit kepala di
televisi di kalangan ibu rumah tangga di Kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman pada tahun 2014.
e. Mengidentifikasi tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu
rumah tangga di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman pada tahun
2014.
f. Mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap
tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga di
11
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengobatan Mandiri
Pengobatan mandiri adalah pemilihan dan penggunaan obat (termasuk
obat herbal dan obat tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau
gejala yang dikenal sendiri tanpa konsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Pengobatan mandiri sifatnya sementara dan umumnya dilakukan untuk
penyakit – penyakit yang dianggap ringan, antara lain sakit kepala, migran, batuk,
flu, dan cacingan. Pelaku pengobatan mandiri pada umumnya adalah individu
yang sebelumnya pernah menggunakan obat yang sejenis atau individu yang
memperoleh informasi tentang obat yang akan digunakan untuk penyembuhan
penyakitnya (WHO, 2000).
Penggunaan obat tanpa resep dokter masih sering menimbulkan masalah
bagi kesehatan, karena masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tentang
obat. Hal ini mengakibatkan dasar penentuan obat tanpa resep untuk pengobatan
sendiri sering tidak rasional, yaitu umumnya bersumber pada pengalaman
menggunakan obat tertentu pada waktu lampau, karena diberitahu orang lain
(keluarga, tetangga, teman), atau bersumber dari iklan obat di media cetak
maupun media elektronik (Tan dan Rahardja, 2010).
Untuk itu masyarakat perlu dibekali pengetahuan tentang peraturan
perundangan yang berkaitan dengan pengobatan mandiri untuk penyakit ringan.
obat bebas terbatas dan obat wajib apotik. Semua obat yang tergolong obat bebas
dan bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya
tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain
yang diperlukan seperti tanda peringatan, perhatian, dan kontraindikasi (Supardi
dan Notosiswoyo, 2005).
Banyak faktor yang mendorong dan mempengaruhi masyarakat untuk
melakukan pengobatan mandiri, salah satunya ialah iklan (Ariani, 2011). Faktor
lainnya yang menyebabkan masyarakat cenderung memilih pengobatan mandiri
daripada ke dokter yaitu tingginya tekanan ekonomi, keadaan demografi, budaya,
keluarga, usia, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan dan sikap (Tan dan Rahardja,
2010).
B. Peraturan Periklanan Obat dan Pelayanan Kesehatan
Iklan merupakan segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau
jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan
pembayaran. Iklan berfungsi sebagai alat penyampaian pesan (informasi) atau
menyebarluaskan informasi kepada orang lain, sarana penambah pengetahuan,
komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi sikap dan perilaku penerima
iklan. Salah satu media iklan terlaris adalah televisi. Televisi merupakan hasil
produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk
Televisi sebagai media dengan audiensi terbanyak yang umumnya
didominan oleh wanita daripada pria. Secara umum, kelebihan televisi
dibandingkan dengan media massa yang lainnya, diantaranya adalah mampu
menjangkau khalayak sasaran yang luas dan yang paling berbeda dari yang
lainnya adalah mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap konsumen, karena
menekankan pada dua indera sekaligus, yaitu penglihatan dan pendengaran.
Media massa televisi sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang atau kelompok masyarakat dalam
pemilihan obat bagi dirinya maupun untuk keluarganya (Morissan, 2010).
Daya tarik media televisi yang demikian hebat membawa dampak yang
besar bagi pemirsanya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa dari seluruh acara
televisi yang ada, sekitar 50%-nya adalah berupa iklan obat. Oleh karena itu,
pemirsa televisi dimanapun akan menerima terpaan iklan obat yang besar. Iklan
obat juga akan membawa pengaruh baik langsung maupun tidak langsung kepada
pemirsanya. Kesimpulannya, televisi telah memberikan dampak yang besar bagi
masyarakat dalam mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat lebih
dari apa yang disadari (Morissan, 2010).
Iklan obat di televisi harus memenuhi peraturan perundang - undangan
yang berlaku, sehingga informasi yang disampaikan maupun informasi yang
diterima masyarakat bermanfaat dalam pemilihan obat bebas maupun obat bebas
terbatas tanpa resep dokter. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.386/MENKES/SK/IV/1994 tentang
“Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain” (MenKes, 1994).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.386/MENKES/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas bagian A
poin ke-6 menyatakan bahwa :
“Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus” (MenKes, 1994).
Bagian A poin ke-7 menyatakan bahwa :
“Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut ini.
a) Obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.
b) Lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping.
c) Tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.”
(MenKes, 1994). Bagian A poin ke-10 menyatakan bahwa :
“Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium” (MenKes, 1994).
Bagian A poin ke-11a dan 11-b menyatakan bahwa :
b) “iklan obat tidak boleh memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat dengan berlebihan”.
Bagian A poin ke-13 menyatakan bahwa :
“Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat” (MenKes, 1994).
Bagian A poin ke-15 dan ke-16 menyatakan bahwa :
“Iklan Obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut:
(MenKes, 1994).
Bagian A poin ke-17 menyatakan bahwa :
“Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:
a) Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
b) Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat. c) Nama dagang obat
d) Nama industri farmasi
e) Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)
(MenKes, 1994).
Bagian B poin ke-2a menyatakan bahwa :
“Obat pereda sakit dan penurun panas, iklan hanya boleh diindikasikan untuk meringankan rasa sakit misalnya: sakit kepala, sakit gigi, dan nyeri otot, dan atau menurunkan panas.”(MenKes, 1994).
Menurut Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, obat
yang dapat diserahkan tanpa resep juga harus memenuhi kriteria seperti tidak
dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua
Peraturan periklanan dan pelayanan kesehatan yang dikeluarkan oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam PMK No. 1787 Tahun 2010
mengkaji beberapa hal mengenai penyelenggaraan, persyaratan, pembinaan dan
pengawasan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan. Dalam pasal 3 ayat 2
dinyatakan bahwa :
“Penyelenggaraan iklan harus sesuai etika iklan yang diatur dalam kode etik rumah sakit Indonesia, kode etik setiap tenaga kesehatan, kode etik pariwara, dan ketentuan peraturan perundang-undangan”(MenKes, 2010).
Persyaratan iklan pada pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa :
“Fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelengarakan iklan dan/atau publikasi harus memenuhi syarat meliputi : memuat informasi dengan data dan fakta yang akurat, berbasis bukti, informatif, edukatif, dan bertanggung jawab” (MenKes, 2010).
Pada pasal 5 mengenai persyaratan iklan dinyatakan pula bahwa :
“Iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat : memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat menyesatkan” (MenKes, 2010).
C. Sakit Kepala
Angka kejadian sakit kepala di Indonesia sekitar 20 - 25 juta orang
berdasarkan survei bahwa 8% pria dan 25% wanita. Sangat sulit untuk
mendapatkan angka yang pasti, karena ada orang yang selama hidupnya hanya
mengalami tiga atau empat kali serangan tanpa disadari (MacGregor, 2005).
Sakit kepala merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi, sangat
keparahan, dan frekuensinya sangat bervariasi, yang dialami oleh 3 dari 4 orang.
Sakit kepala sering diikuti oleh rasa mual, berkeringat, tidak bergairah. Akan
tetapi perlu diketahui, sakit kepala bukan merupakan penyakit atau kelainan pada
otak. Bagi orang yang mengalami sakit kepala menetap (persisten) atau sering
kambuh tanpa penyebab jelas sebaiknya pasien berkonsultasi dengan tenaga
kesehatan agar sakit kepala tersebut dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai
(Pramudianto dan Evaria, 2012; Tjay, 2007).
Jenis obat yang digunakan bagi orang yang mengalami sakit kepala
ringan, sedang dan berat berbeda – beda. Kenalilah sakit kepala terlebih dahulu
apakah karena faktor stress, kurang tidur, ataukah karena penyakit lain yang
menyebabkan sakit kepala seperti sinusitis, sakit gigi ataupun karena makanan
pemicu sakit kepala bagi orang tertentu seperti makanan dan minuman yang
mengandung tiramin yaitu minuman beralkohol, kacang, bawang, dan sebagainya.
Secara umum, pilihan obat bagi pasien sakit kepala ringan dan sedang yaitu obat
bebas, bebas terbatas sampai obat keras dengan resep dokter bagi pasien dengan
sakit kepala berat baik karena penyakit penyerta maupun makanan (Pramudianto
dan Evaria, 2012).
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas dipasaran tanpa dengan resep
dokter yang ditandai khusus pada kemasan atau etiket obat bebas yaitu lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat sakit kepala yang dijual bebas antara
lain adalah obat bermerek dengan kandungan paracetamol, ibuprofen, caffeine,
dexchlorpheniramine malaet. Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya
dan disertai dengan peringatannya. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Djunarko
dan Hendrawati, 2011).
Gambar 1. Tanda Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas (Djunarko dan Hendrawati, 2011).
Obat sakit kepala yang banyak beredar dipasaran yaitu obat dengan
merek dagang Paramex®, Bodrex®, Panadol®, Oskadon®, dan sebagainya. Pada
masyarakat umum obat - obat tersebut sudah tidak asing lagi dan sudah kerap
sekali untuk digunakan ketika sakit kepala menyerang. Penggunaan obat sakit
kepala dengan nama dagang tertentu menyebabkan masyarakat percaya obat
tersebut aman dan manjur untuk pengobatan sakit kepala. Dengan catatan, bahwa
zat aktif obat sama hanya merek dagang saja yang berbeda. Zat aktif obat sakit
kepala perlu dicantumkan pada kemasan seperti parasetamol, metampiron,
asetosal, dan ibuprofen (MacGregor, 2005).
Terapi atau cara untuk menghilangkan sakit kepala dengan berbagai cara,
baik dengan terapi non - farmakologi (tanpa obat) maupun terapi farmakologi
(dengan menggunakan obat). Terapi non - farmakologi yang sering diterapkan
adalah dengan cara istirahat atau tidur, yoga, pijat, konseling dan psikoterapi,
jamu dan vitamin tambahan (vit B2) dengan beberapa tanaman obat yang lainnya,
seperti jahe dan peppermin. Terapi farmakologi (dengan menggunakan obat) antara lain adalah Analgesik (Non-opiat) seperti paracetamol, Nonsteroid
Anti-Obat Bebas
inflamatory Drugs (NSAID) atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
seperti aspirin, dan Analgesik (opiate) yaitu kombinasi obat paracetamol dengan
codeine, ibuprofen dengan codein atau dengan paracetamol (MacGregor, 2005).
D. Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2011), pengetahuan merupakan hasil dari
sesuatu yang dipahami atau tahu akan sesuatu setelah orang melakukan
pengindraan melalui panca indra manusia (penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba dengan sendiri) terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan tentang
suatu objek, mengandung dua aspek yang sangat berpengaruh dalam membentuk
perilaku seseorang, yaitu aspek positif dan negatif. Semakin banyak aspek positif,
maka semakin menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang,
yaitu sebagai berikut:
1. Usia
Tingkat kematangan seorang dalam berfikir dan bekerja juga sebanding
dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Bertambahnya usia pun semakin meningkatnya kemampuan
seseorang untuk memutuskan perilaku yang akan dilakukannya misalnya
Usia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia muda, usia dewasa, dan
usia tua. Usia muda cenderung memiliki pengalaman sedikit sehingga
pengetahuannya pun sedikit, akan tetapi semakin tua usia seseorang maka
pengalamannya pun semakin banyak sehingga pengetahuannya pun semakin
tinggi. Usia dewasa mulai dari usia 17 tahun, seseorang sudah mantap untuk
memberikan penilaian maupun sikap terhadap objek yang ia lihat dan dengar dari
pengalamannya. Usia lebih dari 30 tahun yang artinya sudah bisa lebih matang
akan kesadaran dan pengetahuan untuk mengobati dirinya sendiri (Sarwono,
2008). Didukung pula dalam bukunya Holt and Hall (1990) menyatakan frekuensi
untuk melakukan pengobatan mandiri menurun pada usia di atas 60 tahun.
2. Jenis kelamin
Kecenderungan dalam melakukan pengobatan lebih banyak dilakukan
oleh wanita daripada pria, baik untuk mengatasi masalah kesehatan anggota
keluarga maupun diri sendiri. Wanita juga lebih cenderung memiliki pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena kebanyakan
pria hanya cenderung memandang persoalan secara sistematis dan kurang
kesabaran, sebaliknya wanita lebih memperhatikan diri dan kesehatan (Anna dan
Chandra, 2011).
3. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakan salah satu proses
pengubahan pengetahuan, sikap dan tindakan individu atau kelompok terhadap
sesuatu materi. Pendidikan pula diperlukan untuk memperoleh informasi berupa
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin memberikan
pengaruh yang besar terhadap pengetahuan seseorang untuk menerima informasi
secara mudah, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang didapatkan oleh individu atau kelompok, maka semakin banyak
pula pengetahuan tentang kesehatan dan informasi lainnya yang diterima. Namun,
perlu untuk ditekankan bahwa seorang atau kelompok yang berpendidikan rendah
tidak mutlak berpengetahuan rendah pula, karena pendidikan tidak mutlak berasal
dari pendidikan formal tetapi juga informal seperti pengaruh lingkungan di sekitar
individu yang dapat menyebabkan perubahan – perubahan kebiasaan berpikir,
bersikap dan berperilaku (Notoatmodjo, 2003).
4. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang - orang tanpa melalui
penalaran apakah baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga dapat
berpengaruh pada pengetahuan, karena tidak tersediannya fasilitas yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan tertentu, menyebabkan seseorang tidak
update dengan informasi baru dan tidak adanya perkembangan pengetahuan (Budiman dan Riyanto, 2013).
Status ekonomi berhubungan dengan pekerjaan dan pendapatan
seseorang, karena semakin tinggi tingkatan pekerjaan seseorang maka semakin
tinggi akan pendapatan untuk mencukupi kesehatannya. Akan tetapi, penghasilan
tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila
menyediakan atau membeli fasilitas - fasilitas sumber informasi kesehatan
(Budiman dan Riyanto, 2013).
5. Lingkungan
Lingkungan baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial, sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan orang - orang yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Budiman dan Riyanto,
2013).
6. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan merupakan salah satu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulangi kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu
(Budiman dan Riyanto, 2013).
7. Pengaruh sumber informasi atau media massa terhadap pengetahuan
Sumber informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak
memperoleh informasi maka ia akan cenderung mempunyai pengetahuan yang
lebih luas. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program
komputer, dan basis data. Informasi yang diperoleh dari segi formal maupun
nonformal mempengaruhi pengetahuan individu atau kelompok. Berkembangnya
teknologi akan penyediaan berbagai macam media massa sebagai sarana
sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang,
serta pengetahuan orang (Budiman dan Riyanto, 2013).
Seorang individu dapat dikatakan tahu apabila ia dapat merespon secara
lisan ataupun tertulis dengan memberikan jawaban terkait suatu topik tertentu.
Respon berupa jawaban inilah yang disebut dengan pengetahuan. Wawancara atau
angket dapat digunakan seorang peneliti untuk menanyakan sejumlah pertanyaan
dan pernyataan guna mengetahui tingkat pengetahuan seseorang (Budiman dan
Riyanto, 2013).
Skala pengukuran tingkat pengetahuan dapat dibedakan atas 3 kategori
(tinggi, sedang, dan rendah) menurut Arikunto (2006), yaitu:
1) Tingkat pengetahuan tergolong tinggi apabila responden mampu menjawab
pernyataan dengan persentase jawaban benar sebesar 76-100%.
2) Tingkat pengetahuan tergolong sedang apabila responden mampu menjawab
pernyataan dengan persentase jawaban benar sebesar 56-75%.
3) Tingkat pengetahuan tergolong rendah apabila responden hanya mampu
menjawab pernyataan dengan persentase jawaban benar kurang dari 56%.
E. Sikap
Sikap merupakan bentuk pernyataan individu atau kelompok terhadap hal
- hal yang ditemuinya seperti benda, orang maupun fenomena. Sikap
membutuhkan adanya stimulus untuk menghasilkan respon. Sikap dapat
digolongkan dalam dua jenis yaitu sikap yang orientasinya memihak atau
Sikap seperti ini, sangat mempengaruhi kesiapan individu atau kelompok untuk
memberikan respon terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013).
Menurut Wawan dan Dewi (2011), beberapa faktor yang mempengaruhi
sikap seseorang yaitu:
1) Pengalaman pribadi merupakan dasar pembentukan sikap karena sifatnya yang
kuat dalam meninggalkan kesan.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting menimbulkan kecenderungan
seorang individu untuk patuh dan searah dengan sikap orang yang dianggap
penting.
3) Pengaruh kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan
sikap seorang individu terhadap berbagi masalah.
4) Lembaga pendidikan sangat menentukan sistem kepercayaan yang nantinya
akan memengaruhi aspek sikap seorang individu.
5) Faktor emosional terkadang dapat mendasari suatu bentuk dari aspek sikap.
Menurut Bilson (2008), terdapat faktor lain yang sangat berpengaruh
pula terhadap sikap seseorang, yaitu iklan di televisi. Artinya, tayangan iklan di
televisi dapat memberikan pengaruh perubahan sikap bagi seseorang yang
melihatnya. Faktor – faktor yang dominan mempengaruhi perubahan sikap, yaitu:
1) Sumber pesan.
Dalam upaya mengubah sikap seseorang, pihak yang menyampaikan
pesan mempunyai peranan penting. Hal ini, di antaranya dari segi:
a) Kredibilitas. Pesan yang disampaikan oleh seseorang atau perusahaan yang
minat dan perhatian penerima pesan serta dapat mempengaruhi pula sikap
seseorang terhadap pesan tersebut. Misalnya: industri yang terkenal, para
ahli kesehatan seperti dokter dan yang lainnya.
b) Keatraktifan. Untuk iklan - iklan komersial, keatraktifan dari pembawa
pesan tersebut menjadi hal penting untuk menarik minat masyarakat.
Sehingga tidak jarang figure publik seperti artis terkenal diminta
perusahaan untuk membawakan iklan, meskipun figur publik itu sendiri
mungkin tidak mengenakan produk tersebut.
2) Isi pesan.
Isi pesan yang disampaikan dalam iklan komersial biasanya berisikan
sugesti sehingga dapat menarik minat dan perhatian responden.
3) Penerima pesan.
a) Kemudahan untuk dipengaruhi. Perusahaan berusaha membuat iklan
semenarik mungkin agar mendapat perhatian dari masyarakat, sehingga
masyarakat akan mempertimbangkan dan mungkin akan memutuskan
membeli.
b) Interpretasi dan seleksi. Kemampuan suatu pesan untuk mempengaruhi
sasaran, sangat bergantung pada interpretasi dan seleksi terhadap pesan
yang masuk, sehingga informasi yang diberikan seharusnya diberikan
sesuai taraf kemampuan menginterpretasi informasi dari kelompok
Hal - hal tersebut di atas merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi
perubahan sikap seseorang terhadap pesan yang disampaikan, dalam hal ini adalah
iklan di televisi. Oleh karena itu perusahaan yang membuat tayangan iklan perlu
memperhatikan hal - hal tersebut di atas dan masyarakat diharapkan lebih selektif
dalam memilih informasi sebagai sumber informasi pemilihan produk dalam hal
ini pemilihan obat.
Skala pengukuran sikap terdiri atas 2 kategori yaitu menurut Azwar
(2009) :
1) Sikap positif dengan kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
dan mengharapkan objek tertentu.
2) Sikap negatif dengan kecenderungan tindakan yaitu menjauhi, menghindari,
membenci, dan tidak menyukai objek tersebut.
Pengukuran sikap dengan menggunakan skala Likert yang mengandung dua kelompok pernyataan yaitu pernyataan favourable dan unfavourable. Setiap item favourable memiliki nilai 4 SS (sangat setuju), 3 S (setuju), 2 TS (tidak setuju), dan 1 STS (sangat tidak setuju), sedangkan nilai untuk pernyataan
unfavourable merupakan kebalikan dari nilai favourable. Cara untuk memberikan interpretasi terhadap skor individu adalah membandingkan skor tersebut dengan
harga rata – rata skor kelompok dimana responden tersebut termasuk.
Perbandingan ini relatif menghasilkan interpretasi skor individual sebagai lebih
F. Tindakan
Di sisi lain, tindakan atau yang juga dikenal dengan perilaku memiliki
arti yang berbeda dengan sikap. Tindakan atau perilaku, dilihat dari segi biologis
yang merupakan serangkaian kegiatan individu yang diamati langsung maupun
tidak langsung oleh orang lain. Perilaku terjadi karena adanya respon terhadap
suatu stimulus dan biasanya dapat dipelajari. Tindakan terbentuk karena adanya
kebutuhan individu terhadap fungsi fisiologis atau biologis, rasa aman, mencintai
dan dicintai, rasa harga diri dan aktualisasi diri (Sunaryo, 2002).
Menurut Azwar (2009), proses terbentuknya perilaku seseorang dapat di
lihat pada Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Asumsi Determinan Perilaku Manusia (Azwar, 2009).
Perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang
terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya,
ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk
mengambil keputusan atau bertindak dan situasi yang memungkinkan dia
berperilaku atau tidak berperilaku (Notoatmodjo, 2003).
Faktor yang mempengaruhi tindakan yaitu keyakinan, nilai, motivasi, dan
penting seperti keluarga, pengaruh budaya, media massa, lembaga pendidikan dan
lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional. Namun yang sangat penting
dalam faktor pendukung terjadinya suatu tindakan yaitu adanya sarana prasarana
dan fasilitas yang mendukung perilaku seseorang (Wawan dan Dewi, 2011).
Salah satu cara mengukur aspek tindakan dapat menggunakan skala
Likert seperti halnya dalam pengukuran aspek sikap (Budiman dan Riyanto, 2013).
G. Proses Keputusan Pembelian
Komponen (kognitif, afektif dan perilaku) akan mempengaruhi
keputusan pembelian suatu produk. Menurut Kotler (2000), terdapat lima tahap
dalam proses keputusan pembelian, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan
Merupakan salah satu proses awal pembelian. Pembeli akan mengenali
suatu kebutuhan individunya yang dapat dipicu oleh faktor internal atau eksternal
sehingga menimbulkan suatu dorongan dan motivasi untuk memenuhinya.
2. Pencarian informasi
Konsumen yang tergerak untuk memenuhi kebutuhannya tersebut akan
berusaha mencari dan mendapatkan lebih banyak informasi. Umumnya 4
kelompok sumber informasi, yaitu sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga,
kenalan), komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara), pengalaman
3. Evaluasi alternatif
Evaluasi merupakan cara konsumen memproses informasi mengenai
produk atau merek tertentu dan membuat pertimbangan. Proses evaluasi ini, akan
melibatkan komponen kognitif dan afektif konsumen. Kognitif konsumen dapat
menentukan tingkat pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan terhadap produk,
sedangkan evaluasi afektif menentukan tingkat perasaan konsumen terhadap
produk.
4. Keputusan pembelian
Merupakan perilaku atau tindakan yang dihasilkan dari proses evaluasi.
Konsumen akan cenderung membeli produk yang memberikan evaluasi positif.
5. Perilaku setelah pembelian
Setelah dilakukan proses pembelian, konsumen akan mengalami suatu
tingkat kepuasan dan ketidakpuasan tertentu. Konsumen akan membeli produk
yang sama atau akan pindah ke produk lainnya, yang biasa disebut minat beli.
Minat beli yaitu adanya perasaan tertarik atau perasaan senang, adanya
perhatian dan kecenderungan untuk melakukan pembelian terhadap produk
tersebut. Minat beli seseorang pula timbul karena adanya perasaan senang yang
diperkuat oleh sikap positif. Hal ini berarti seseorang senang dengan suatu produk
atau dengan model iklan dalam suatu iklan produk. Proses terjadinya minat beli
suatu produk atau model iklan suatu produk yang disertai dengan perasaan tertarik
dan perasaan senang atau sikap positif terhadap suatu hal yang diperoleh melalui
proses sensasi dan persepsi. Individu yang memiliki minat membeli, meyakinkan
dirinya bahwa objek atau barang tersebut mempunyai manfaat bagi dirinya
(Fenny, Gunadi dan Heru, 1998).
H. Kuesioner
Kuesioner merupakan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data
dengan cara memberikan suatu pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden (Sugiyono, 2010). Dari segi psikometrik tes, suatu instrumen dikatakan
baik setelah melalui tahap empiris statistik. Adapun yang dimaksud segi
psikometrik tes adalah kualitas performansi tes untuk mengukur suatu atribut
psikologis tertentu. Tahap empiris statis meliputi proses uji coba tes dan
pemeriksaan analisis butir. Pada tahap analisis butir, item kuesioner harus diuji
satu per satu untuk kemudian diuji secara keseluruhan sebagai satu kesatuan tes.
Terdapat empat aspek psikometrik yang menentukan kualitas suatu tes yaitu
validitas, reliabilitas, statistik item tes dan daya diskriminasi tes (Supratiknya,
Uji validitas instrumen penelitian (kuesioner) digunakan untuk mengukur
ketepatan instrumen dalam menghasilkan data sesuai dengan nilai sebenarnya
(Mustafa, 2009). Tujuan dari pengujian ini, agar tidak terdapat makna ganda
dalam setiap pernyataan kuesioner sehingga penyataan dalam kuesioner relevan
untuk dianalisis dan mempermudah responden untuk mengerti dan menjawab
pernyataan dalam kuesioner tersebut. Suatu pertanyaan yang tidak valid,
kemungkinan disebabkan oleh kurang baiknya susunan kata - kata atau kalimat
dari pertanyaan atau pernyataan tersebut atau kalimat yang digunakan
menimbulkan penafsiran yang berbeda. Validitas pada umumnya dikategorikan
menjadi 3 macam validitas, yaitu validitas isi (content validity), validitas terkait kriteria (criterion-related validity), dan validitas konstruk (construct validity) (Gregory, 2013).
Validitas isi, yaitu jenis validitas yang diukur rasionalitasnya melalui
professional judgement atau validitas konten didasarkan pada suatu penilaian dari pihak yang ahli di bidangnya (expert judgement). Menurut Waltz (2010), persyaratan professional judgement dalam prosedur pengujian validitas konten melibatkan setidaknya dua orang ahli di bidangnya. Dari validitas ini maka dapat
diketahui sejauh mana item dapat menggambarkan dan merepresentasikan
komponen dari domain yang diujikan. Tes dikatakan valid apabila tampilannya
memberikan kesan dapat mengukur apa yang ingin diukur sesuai tujuan peneliti
(Azwar, 2011).
Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana konsistensi