• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Perpajakan Mengenai E-Commerce di Jepang

2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

2.9 Peraturan Perpajakan Mengenai E-Commerce di Jepang

Salah satu negara yang telah mengatur mengenai transaksi e-commerce adalah Jepang, dikarenakan tingkat penerapan teknologi informasi sebagai sarana perdagangan yang cukup tinggi. Dalam sebuah artikel selayang pandang perpajakan atas e-commerce yang ditulis dalam Indonesian Tax Review volume

IV, edisi 42/2005 dituliskan mengenai peraturan perpajakan atas e-commerce di Jepang.

(Belis Siswanto Staf Direktorat Jendral Pajak, 2005) Otorisasi Pajak Jepang, National Tax Agency (NTA) telah mengembangkan sebuah sistem yang diberi nama Kokuzei Sogo Kanri (KSK) atas sistem administrasi perpajakan komprehensif. Sebagai pelengkap sistem KSK dan sistem pelaporan dan pembayaran pajak secara elektronik yang telah terlebih dahulu berjalan. NTA mengembangkan WAN (Wide Area Network) dalam upaya menuju sistem administrasi perpajakan elektronik (e-administration) yang meliputi seluruh kantor pajak yang ada di Jepang. Secara garis besar sistem perpajakan untuk merespon transaksi e-commerce yang ditetapkan di Jepang sebagai berikut:

1. Mekanisme pengumpulan informasi atas transaksi e-commerce dilakukan melalui akses internet (Internet round search system), majalah, koran website, informasi dari sistem KSK dan informasi data base kantor pajak.

Setelah menemukan sejumlah informasi dari internet, Professional for E-commerce Taxation (PROTECT) akan membandingkan data yang diterima dengan SPT yang disampaikan, dengan menggunakan sistem KSK. Sebagai contohnya adalah data-data rekening bank Wajib Pajak, yang akan diverifikasi dengan cara mengkonfirmasikannya kepada bank terkait.

Tindakan ini dapat dilakukan sebab di Jepang untuk tujuan pemenuhan kewajiban perpajakan, tidak berlaku ketentuan kerahasiaan bank. Jika ditemukan perbedaan, petugas pajak akan melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

2. Pengawasan dan pemeriksaan pajak atas e-commerce: pembentukan PROTECT. Sejak terbentuknya PROTECT pada bulan Februari tahun 2000 sampai dengan Desember 2000, tim ini telah menemukan penghasilan yang tidak/belum dilaporkan oleh Wajib Pajak orang pribadi, perusahaan kecil, besar, dan menengah sebesar 5.835 juta yen. Hasil pemeriksaan dan investigasi Tim PROTECT juga telah menghasilkan penerimaan Pajak Konsumsi sebesar 144 juta yen.

PROTECT telah didirikan pada 12 Kantor Pelayanan Pajak dan beranggotakan 74 staf yang tersebar pada beberapa Kantor Wilayah (Regional Tax Baureau) sebagai berikut:

Tokyo RTB Februari 2000 16 (staf)

Nagoya RTB Maret 2000 6

Osaka RTB April 2000 11

Other RTB’s Januari 2001 41

Total 74

Alasan pendirian PROTECT pada saat itu adalah: merespon pertumbuhan e-commerce yang sangat pesat di Jepang, seperti halnya pertumbuhan internet, perlu adanya sistem pengukuran kelayakan (pengujian) yang tepat terkait dengan e-commerce dalam sistem administrasi pajak, pembentukan tim khusus audit atas e-commerce dan bisnis-bisnis lainnya dan pengumpulan informasi. PROTECT memiliki tugas antara lain untuk memeriksa transaksi-transaksi e-commerce, mengembangkan teknik-teknik pemeriksaan atas transaksi e-commerce, melakukan penyelidikan seputar bisnis baru dan mendapatkan informasi terkait tentang transaksi e-commerce. Untuk pengembangan teknik-teknik pemeriksaan, PROTECT telah membuat panduan/manual yang dirancang untuk membantu proses pemeriksaan.

Antara lain: penggunaan praktis data e-mail (Juni 2000), penarikan kembali informasi dari internet (September 2000), teknik-teknik pemeriksaan untuk transaksi e-commerce (Juli 2001), cara mendapatkan data yang sebanyak-banyaknya dari sebuah PC (November 2000), cara mendapatkan data MAC dan file-file rahasia.

Dalam rangka menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang diperoleh akibat adanya transaksi e-commerce, maka negara Jepang telah mengikuti peraturan yang diatur oleh OECD, yang menyatakan bahwa atas penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan asing (foreign enterprises) tidak dikenai pajak kecuali terdapat “Permanent Establishment (PE)” (adanya kantor seperti kantor cabang). Tidak ada PE berarti tidak ada pajak yang dapat dikenakan di negara tempat penghasilan diperoleh (source country).

Pada tahun 2000, OECD melakukan beberapa perubahan penjelasan Pasal 5 Model OECD, sehubungan dengan penggunaan definisi PE dalam konteks e-commerce. Dalam hal ini, website tidak dapat dikategorikan sebagai PE tetapi server dapat dikategorikan sebagai PE dalam kondisi-kondisi tertentu.

Perlengkapan komputer (server) di suatu negara dapat dikategorikan sebagai PE akan sangat bergantung pada fungsi utama yang dimiliki oleh perlengkapan komputer (server) tersebut.

Di Jepang, pada prinsipnya PPh atas penghasilan yang diperoleh di Jepang tidak dapat dikenakan pajak oleh suatu negara jika terdapat PE di negara tempat memperoleh penghasilan tersebut. Apabila penduduk/perusahaan asing di luar Jepang memiliki PE di Jepang, maka otoritas pajak di Jepang dapat dikenakan PPh atas penghasilan yang bersumber dari Jepang. Dan jika penduduk/perusahaan asing tersebut tidak memiliki PE di Jepang, maka Jepang tidak dapat mengenakan PPh. Ketika perusahaan dari luar negeri memberikan informasi atau menjual barang pada konsumen yang berada di negara sumber melalui service provider yang berada di negara sumber, selanjutnya juga timbul pertanyaan tentang apakah service provider tersebut dapat dikategorikan sebagai agen atau PE?

Sesuai dengan Undang-undang Pajak Perseroan di Jepang, agen-agen tidak bebas (subordination agents) dapat dikategorikan sebagai PE karena subordination agents merupakan kepanjangan tangan perusahaa-perusahaan induk yang berada di luar Jepang. Sedangkan agen-agen bebas (independent agent) tidak dapat dikategorikan sebagai PE.

Namun demikian, apabila subordination agents yang berupa tempat usaha tetap milik perusahaan asing di Jepang (misalnya server) hanya melakukan fungsi pembelian barang dagangan, mengumpulkan informasi, melakukan penelitian pangsa pasar, menyimpan barang dagangan, maka subordination agents tersebut tidak dapat diaktegorikan sebagai PE.

Kriteria untuk menentukan apakah fasilitas komputer (server) dapat diidentifikasikan sebagai PE menurut otoritas Jepang adalah sebagai berikut:

1. Website (software) adalah intangible thing (barang tidak berwujud) dan tidak dapat dikategorikan sebagai PE.

2. Server komputer yang bebas (independent agents) dan bukan milik ataupun disewa oleh Wajib Pajak tidak dapat dikategorikan sebagai PE.

3. Service provider adalah independent agents sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai PE.

4. Server komputer yang menjadi milik atau leased oleh Wajib Pajak, dapat dikategorikan sebagai PE jika server komputer (subordination agents) tersebut melaksanakan fungsi utama bisnis seperti penentuan kontrak, pengantaran/pengiriman barang-barang, jasa dan lain sebagainya. Tetapi, jika server komputer hanya menjalankan fungsi tambahan saja seperti kegiatan promosi atau iklan, maka server tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai PE.

Dokumen terkait