• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

2.2 Perawatan Nifas

2.2.1 Perawatan Diri Ibu Nifas Selama Masa Nifas

Pasca persalinan biasanya seorang wanita akan banyak mengalami perubahan pada dirinya, baik perubahan fisik maupun psikologis. Karena hal tersebut, pada masa ini pemulihan kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi wanita. Wanita diharapkan mampu melakukan pemenuhan perawatan pada dirinya agar tidak mengalami gangguan kesehatan (Rukiyah, 2011).

Tujuan perawatan masa nifas

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis dimana dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologis maka kesehatan ibu dan bayinya selalu terjaga.

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh).

3. Untuk mendateksi masalah-masalah yang terjadi pada ibu dan bayi. 4. Mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun pada

bayinya.

5. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan bayi sehat; memberikan pelayanan keluarga berencana (Saifuddin, 2006).

Kebersihan diri ibu sehabis bersalin sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi masa nifas disebabkan di beberapa bagian tubuh

terdapat luka seperti:bekas inplantasi plasenta, luka jalan lahir, proses pengembalian fungsi tubuh kesebelum hamil sehingga memerlukan asuhan seperti:

1. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.

2. Mengajarkan ibu bagaimana membersikan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah sekitas vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil.

3. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah di cuci dengan baik, dan keringkan dibawah matahari atau di setrika.

4. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum atau sesudah membersihkan daerah kelamin.

5. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari atau menyentuh daerah luka (Rukiyah, 2011).

2.2.2 Perawatan Vulva atau Perineum pada Post Partum

Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan spritual) dalam rentang sakit sampai sehat (Aziz, 2004). Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2000). Post partum adalah selang waktu kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002). Perineum adalah periode pemulihan

15

dari perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan, perineum (masa nifas) atau priode pasca persalinan umumnya berlangsung selama 6-12 minggu (Hutahean, 2009). Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran plasenta samapi dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil. (Rukiyah, dkk, 2011).

Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Sedangkan menurut Moorhouse, et. al., (2001). Adalah pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau aborsi.

Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk mencegah pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri padaperalatan penampung lochea (pembalut) (Feerer, 2001). Menurut Hamilton (2002), lingkup keperawatan perineum adalah: mencagah kontaminasi dari rektum; menangani denga lembut pada jarungan yang terkena trauma; bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri atau bau.

Waktu perawatan menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah

1. Saat mandi yakni: pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.

2. Setelah buang air kecil: pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.

3. Setelah buang air besar: diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran di sekitas anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknnya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.

Langkah-langkah penatalalsanaan, antara lain: 1. Persiapan

Ibu post partum: perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka.

Alat dan bahan: alat yang digunakan adalah botol, baskom, dan gayung atau shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan bahan yang di gunakan adalah air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik (Fereer, 2001).

17

2. Penatalaksanaan

Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa kidaknyamanan kebersihan, mecegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksaan menurut Hamilton (2002), adalah sebagai berikut:

a. Mencuci tangannya.

b. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat.

c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rektum dan letakkan pembalut tersebut kedalam kantung plastik.

d. Berkemih dan BAB ke toilet.

e. Semprotkan keseluruh perineum dengan air hangat.

f. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke belakang.

g. Pasang pembalut dari depan ke belakang. h. Cuci tangan kembali.

3. Evaluasi

Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah, perineum tidak lembab, posisi pembalut tepat ibu merasa nyaman.

2.2.3 Mobilisasi

Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencagah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke dua

diperbolahkan duduk, hari ke 3 berjalan-jalan kecil (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2005).

Selain itu, ibu juga membutuhkan penyembuhan tubuhnya dari persalinan mereka. Oleh karenanya, ibu dianjurkan untuk melakukan aktivitas secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas mereka, dan untuk istirahat sebelum mereka menjadi keletihan (Hamilton, 1995).

2.2.4 Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur

Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis untuk istirahat teratur. Jumlah kebutuhan istirahat bervariasi, bergantung pada kualitas tidur, status kesehatan, pola aktivitas, gaya hidup dan umur seseorang. Kehamilan, menyusui dan perubahan status kesehatan seperti pembedahan juga meningkatkan kebutuhan istirahat (Poter dan Ferry, 2005).

Kelelahan dan kurang tidur merupakan tantangan besar bagi pemulihan fisik dan emosi (Simkin, Whalley, & Keppler, 2008). Istirahat dan tidur Ibu postpartum sering terganggu karena harus memenuhi kebutuhan bayi pada malam hari sehingga sering terbangun, waktu tidur lebih sedikit, pola tidur tidak teratur (Hung, 2005). Ibu primipara, sering cemas atau tidak nyaman karena rutinitas di lingkungannya dan juga kemampuan merawat bayi yang masih kurang Sehingga ibu mengalami sulit tidur (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).

Anjurkan ibu supaya istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selama bayi tidur.

19

Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara lain mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan defresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri (Eny dan Diah, 2009).

2.2.5 Diet

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25% karena berguna untuk proses kesembuhan karena habis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi,semua itu akan meningkat dari kebutuhan biasanya (Ambawati & Wulandari, 2009).

Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh dan produksi ASI, menu makanan seimbang yang harus di konsumsi adalah dalam porsi yang cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin, serta bahan pengawet dan pewarna, disamping itu harus mengandung sumber energi, protein, mineral vitamin dan air (Ambawati & Wulandari, 2009).

Menurut Prawirohardjo (2005), diet yang di berikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, mengandung cukup protein, cairan, serta banyak buah-buahan dikarenakan mengalami hemokonsentrasi, bagi ibu masa nifas yang menysui dalam hal nutrisi harus:

2. Makan dan diet berimbang untuk medapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup.

3. Minum sedikinya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu minum setiap kali menyusui).

4. Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca persalinan.

5. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.

2.2.6 Eliminasi

1. Miksi

Miksi di sebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam, ibu diusahakan dapat membuang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:

a. Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat klien. b. Mengkompres air hangat di atas simpisis

Bila tidak berhasil dengan cara di atas maka dilakukan kateterisasi. Karena prosedur kateterisasi membuat klien tindak nyaman dan beresiko infeksi saluran kencing tinggi untuk ketetrisasi tidak dilakukan sebelum lewat 6 jam post partum, douwer keteter diganti setelah 48 jam (Ambawati & Wulandari, 2009).

2. Defekasi

Biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air besar, jika klien pada hari ke tiga belum juga buang air besar maka diberikan laksan

21

supositoria dan munim air hangat. Agar dapat buang air besar secara teraturdapat dilakukan denga diit teratur, pemberian cairan yang banyak, makan yang cukup serat dan olah raga.

Setelah kelahiran akan rentan terhadap infeksi oleh karena itu penting sekali agar daerah-daerah tersebut dijaga agar tetap kering dan bersih, untuk membersihkannya dan mencucinyanya dari arah depan ke belakang nasihatkan kepada ibu untuk memberihkan vulva setelah BAK/BAB (Rukiyah, dkk 2011).

2.2.7 Perawatan Payudara

Anatomi dan fisiologi payudara, secara vertikal payudara terletak diantara kosta ke II dan IV, secara hirizontal mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di jaringa sub kutan, tepatnya di antara jaringan sub kutan superfisial dan profundus, yang menutupi muskulus pectoralis mayor. Ukuran normal 10-12 cm dengan beratnya pada wanita hamil adalah 200 gram, pada wanita hamil aterm 400-600 gram dan pada masa lakstasi sekisar 400-600-800 gram (Ambawati & Wulandari, 2009).

Menurut Rukiyah, dkk (2011), payudara terdiri dari beberapa bagian, yakni:

1. Kalang payudara: letaknya menelilingi puting susu, warna kegelapan, mengandung kelenjar-kelenjar Montgomery yang menghasilkan kelenjar sebun yang bertindak sebagai pelumas selama kehamilan dan sepanjang masa post partum.

2. Putting susu: terdiri dari jaringan yang erektil, terdapat lubang-lubang kecil merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat syaraf, pembuluh getah bening, serat-serat otot polos yang memiliki kerja seperti spincter dalam mengendalikan aliran susu.

3. Lobus yang terdiri dari 15 sampai 20 lobus, masing-masing lobus terdiri dari 20-40 mlobus, tiap lobus terdiri dari 10-100 alveoli.

4. Alveoli mengandung sel-sel acini yang menghasilkan susu serta dikelilingi oleh sel-sel miopitel yang berkontraksi mendorong susu ke luardari alveoli.

5. Laktiferus sinus/ampula: bertindak sebagai waduk sementara bagi air susu, payudara mendapat pasokan dari arteri mammary internal dan ekternal serta bercabang dari arteri-arteri intercostalis, venanya diatur dalam bentuk bundar disekekliling puting susu. Cairan limfa mengalir bebas keluar diantaranya payudara dan terus ke node-node limfa didalam axial dan mediastinum.

JKPKKR (2007), Ibu dapat melakukan perawatan payudara selama menyusui dengan cara sebagi berikut.

1. Ibu dapat mengatur ulang posisi menyusui jika mengalami kesulitan. 2. Ibu mengeringkan payudara setelah menyusui, untuk mencegah lecet dan

retak oleskan sedikit ASI ke puting, keringkan dulu sebelum menggunakan pakean. Lecet dan retak pada puting susu tidak berbahaya 3. Jika ibu mengalami mastitis/tersumbatnya saluran ASI anjurkan ibu

23

4. Tanda dan gejala bahaya dalam menyusui yaitu di antaranya adalah bintik/bengkak pada payudara, demam (>380C).

Kedua mamae harus sudah di rawat selama kehamilan. Areola mamae dan puting susu di cuci dengan menggunakan sabun dan diberikan minyak atau cream, agar tetap lemas jagan sampai menjadi lecet atau pecah-pecah. Sebelum menyusui mamae harus dalam keadaan lemas (massase) dan juga bersih (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2005).

Menurut Hamilton (1995), bila puting menjadi pecah-pecah proses menyusui ditangguhkan sampai puting tersebut sembuh. ASI dikeluarkan secara manual atau menggunakan pompa ASI elektrik, disimpan dan kemudian diberikan pada bayi, terus menyusui dengan puting pecah-pecah dan perdarahan dapat mengarah pada matitis.

Tujuan perawatan payudara bagi ibu menyusui, untuk melancarkan sirkulasi darah dan mecegah tersumbatnya saluran susu, sehingga mempelancar pengeluaran susu. Lakukan perawatan payudara secara teratur, perawatan paudara hendaknya dimulai sedini mungkin yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari. (Rukiyah, dkk 2011)

Selama kehamilan puting susu akan berubah menjadi lebih gelap dan lebih besar dalam persiapan penyusuan. Puting ibu mungkinakan membesar/ membengkak bila payudara ibu membesar/membengkak. Dalam hal tersebut puting tersebut akan menjadi mengkilap dan keras sama seperti pada pembesaran, hal ini terjadi antara dua dan keempat setelah melahirkan dan biasanya akan berlangsung hanya selama 24 jam hingga 48 jam.

2.3 Perawatan Bayi Baru Lahir

Dokumen terkait