• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Penanggulangan

2.6.1 Perawatan

i) Perawatan Konvensional a) Kortikosteroid

Kortikosteroid Sistemik

Biasanya perawatan dilakukan dengan pemberian steroid dalam bentuk tablet seperti prednison. Steroid mengurangi inflamasi dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh. Dosis tinggi biasanya diperlukan pada peringkat pertama. Kadang-kadang ini diberikan dengan suntikan sebagai tindakan pertama. Dosis dikurangi bila lesi melepuh telah berhenti terbentuk. Tujuannya adalah untuk menemukan dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala dimana dosis yang diperlukan bervariasi antara pasien.21

Pada sebagian kasus dalam tempoh laten, penghentian pemberian steroid tablet dari waktu ke waktu dapat dilakukan dan tablet dapat diberikan kembali jika gejala muncul. Dalam beberapa kasus, dosis steroid yang tinggi diperlukan untuk mengendalikan penyakit ini dan ini dapat menimbulkan efek samping. Efek samping dari steroids terkadang serius, terutama jika penggunaan steroids dosis tinggi dilakukan untuk waktu yang lama. Misalnya, pasien lebih rentan terhadap infeksi tertentu jika menggunakan steroid dosis tinggi secara berkepanjangan.21

Kortikosteroid Topikal

Steroid topikal kadang-kadang digunakan pada kulit yang melepuh di samping perawatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dosis steroid tablet agar lebih rendah. Obat kumur steroid atau sprays kadang-kadang digunakan untuk membantu merawat mulut yang mengalami lepuhan.21

Mekanisme Kerja Kortikosteroid

Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghambat sistem imun ialah dengan cara: 17

- Menghambat profilerasi sel T, imunitas sel T dependen dan pengkodean ekspresi gen sitokin yaitu IL-1, IL-2, IL-6, interferon α dan TNF- α. - Menghambat transkripsi gen IL-2.

- Menimbulkan efek anti inflamasi berupa efek antiadhesi yang menghambat pergerakan sel inflamasi dari sirkulasi ke jaringan.

Indikasi, Kontraindikasi dan Dosis.

Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat pilihan untuk pemphigus vulgaris.14 Pada perawatan pemphigus, kortikosteroid bersifat live saving.25 Perawatan awal

sering dengan kortikosteroid karena ia efektif dan bekerja lebih cepat berbanding perawatan lain dimana kortikosteroid bekerja dengan menekan sistem imun tubuh.2 Terapi topikal saja tidak mampu untuk mengobati penyakit ini karena penyakit ini

merupakan penyakit autoimun sistemis maka pengobatan haruslah diberi secara sistemik.14

Dosis prednison 1-2 mg/kg/BB secara oral atau parenteral menimbulkan efek

immunosupresif pada limfoid, neutrofil dan monosit. Dosis lebih besar dari 2 mg/kg/BB tidak meningkatkan efek terapi, tetapi meningkatkan efek samping obat.

Apabila terapi bertujuan untuk mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien, misalnya pemphigus maka dosis awal harus cukup besar. Bila dalam beberapa hari belum terlihat efeknya maka dosis dapat dilipatgandakan. Dalam hal ini dokter haruslah dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya akibat penyakit itu sendiri.25 Kebanyakan pasien dapat dirawat dengan prednison dengan dosis 1-2 mg/kg/BB dan dikurangi bagi mendapatkan dosis terendah. Pengurangan dilakukan relatif cepat pada awalnya yaitu dikurangi 5-10 mg perminggu tetapi bila dosis mencapai 40 mg perhari, proses pengurangan dosis dilakukan dengan lebih lambat yaitu dengan regimen selang hari (alternate-day regimen). Pengurangan dosis

dilakukan sehingga mencapai dosis 40 mg, dan 0 mg pada hari berikutnya.14

Kontraindikasi absolut kortikosteroid tidak ada tetapi kondisi-kondisi seperti diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem vaskular merupakan kontraindikasi relatif karena efek samping dari kortikosteroid namun hal ini dapat diabaikan terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien seperti pemphigus vulgaris. Dalam hal ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan keuntungan sebelum obat diberikan. Namun harus diberi perhatian pada kondisi ini, pemeriksaan ulang setelah penggunaan selama beberapa hari atau beberapa minggu perlu dilakukan.25

Efek Samping Kortikosteroid

Seperti obat-obat lain, kortikosteriod juga memiliki risiko efek samping dan kadang kadang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Pada awal penggunaan, efek samping yang mungkin dialami ialah pusing, mual, sakit perut, letih atau gangguan tidur. Ini disebabkan tubuh sedang menyesuaikan diri dengan obat yang diambil.23 Jika penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi, efek samping dapat berupa meningkatnya tekanan pada bola mata atau glaukoma, retensi cairan yang dapat menyebabkan kaki membengkak, peningkatan tekanan darah, perubahan mood dan pertambahan berat badan dengan penumpukan lemak pada bagian perut, muka dan belakang leher. 21,24

Efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka panjang pula dapat berupa katarak, gangguan elektrolit, peningkatan gula darah yang dapat mencetus atau memperparahkan diabetes, meningkatnya risiko infeksi, berkurangnya kalsium dari tulang yang dapat mengakibatkan patah tulang dan osteoporosis, gangguan menstruasi, penghasilan hormon dari kelenjar adrenal ditekan, berlaku penipisan kulit, sering terjadi lebam dan penyembuhan yang lambat.21,24 Selain itu dapat juga menyebabkan berkurangnya massa otot atau

myopathy dan kemungkinan mengalami pendarahan dan perforasi pada pasien yang

memiliki tukak peptik.2,25

b) Adjuvan

Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid. Terapi ini biasanya mempunyai onset yang lambat yaitu antara 4 hingga 6 minggu,

karena itu adjuvan sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan konvensional ini termasuk pelbagai agen immunosupresif seperti azathioprine,

mycophenolate mofetil, methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil,

cyclopsorine.22

c) Bedah

Dalam beberapa kasus pemphigus paraneoplastik, bedah pengangkatan tumor mungkin dapat memperbaiki dan menurunkan gejala penyakit ini.14

ii) Perawatan Eksperimental a) IVIG

IVIG ialah hasil pemecahan dan pemurnian darah yang didapat dari plasma 1000 sehingga 15.000 donor yang sehat. Yang mengandung konsentrasi IgG yang tinggi dan mempunyai berbagai antibodi yang mampu menyerang antibodi patogen, antigen asing dan antigen tubuh pasien sendiri. Walaupun mekanismenya masih belum jelas namun IVIG dihubungkan dengan penurunan yang cepat dari paras serum antobodi patologik pada pasien pemphigus vulgaris.22

b) Plasmapheresis

Plasmapheresis merupakan suatu proses dimana plasma dikeluarkan dari darah dengan menggunakan alat pemisah sel. Sel darah dan plasma yang sehat dikembalikan kepada pasien yang sedang menjalani perawatan. Disebabkan antibodi

terdapat di dalam plasma maka plasmapheresis berguna dalam membuang antibodi patogen.22

c) Imunoadsorption (IA)

IA mengandung plasma pasien yang dikumpul yang kemudian dialirkan melalui kolum penyerap untuk membuang kompleks imun sirkulasi dan IgG. Kemudian, hasil saringan dikembali ke hasil saringannya ke pasien. 4 seri kasus dan 2 laporan kasus telah melaporkan keberhasilan merawat pasien pemphigus vulgaris. Pengambilan terapi imunosupresif bersamaan perawatan ini menunjukkan hasil klinis yang baik disamping penurunan IgG autoantibodi yang menyerang desmoglein. Terbaru, kombinasi antara perawatan ini dan rituximab menghasilkan remisi jangka panjang. Penelitian membuktikan, penggunaan perawatan ini berada dalam batas aman.22

d) Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)

Dalam ECP, yang juga dikenali sebagai photopheresis, sel darah putih pasien

dikumpul (leukapheresis), dipaparkan pada 8-methoxypsoralen, dipancarkan dengan

cahaya ultraviolet-A dan kemudian dimasukkan kembali ke pasien. Mekanisme

perawatan ini adalah dengan menghambat antibodi patologik yang dihasilkan oleh limfosit B. Terdapat dua seri kasus dan dua laporan kasus yang melaporkan penggunaan perawatan ini untuk pasien pemphigus vulgaris. Dari sembilan pasien yang dirawat pada suatu penelitian, semua pasien yang mendapat perawatan ini

menunjukkan perbaikan gambaran klinis yang signifikan dan tidak menunjukkan efek samping.22

e) Rituximab

Rituximab ialah monoklonal autobodi chimeric murine/human IgG1

anti-CD20 yang menyerang limfosit B yang belum dan yang sudah matang yang

bertanggungjawab menyebabkan terjadinya sitotoksik akibat antibodi dan apoptosis.

Rituximab mengurangkan sirkulasi sel B yang menyebabkan terhalangnya proses pematangan sel ini kepada bentuk sel plasma yang mampu menghasilkan antobodi. Banyak laporan kasus yang menyatakan rituximab merupakan perawatan yang efektif untuk pemphigus vulgaris. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa dari 14 pasien, 12 pasien mengalami remisi total setelah 3 bulan mendapatkan perawatan satu siklus rituximab. Rituximab juga efektif bila digunakan bersama IVIG.22

f) Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-á) Antagonists

TNF-á antagonists mungkin bermanfaat dalam perawatan pemphigus vulgaris

karena dalam penelitian yang dilakukan, dibuktikan bahwa TNF-á mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya akantholisis. Dua laporaan kasus melaporkan keberhasilan perawatan dengan infliximab dan dua lagi laporan kasus melaporkan

perbaikan gambaran klinis pasien pemphigus vulgaris dengan penggunaan etanercept.

g) Agonis Kolinergik

Para peneliti menyatakan kemungkinan keterlibatan asetilkolin (ACTH) dan reseptornya dalam proses akantholisis. Hanya dua penelitian klinis dijalankan dan dalam seri penelitian yang melibatkan enam orang pasien dengan pemphigus vulgaris aktif, tiga mengalami perbaikan klinis dengan penggunaan cholinergic agonist

pyridostigmine bromide (Mestinon®, Valeant Pharmaceuticals). Dua dari pasien ini

mampu bertahan dalam kondisi laten dengan pyridostigmine bromide saja sedangkan

satu pasien yang lain dapat menghentikan ketergantungan kepada obat untuk terus berada dalam keadaan remisi.22

Dokumen terkait