PEMPHIGUS VULGARIS : MEKANISME DAN
PENANGGULANGANNYA
(LAPORAN KASUS)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
ABDUL HAFIZ BIN MOHAMED NIM: 050600002
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, Desember 2008
Pembimbing, Tanda tangan,
(Wilda Hafni Lubis,drg., Msi) (………)
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 04 Desember 2008
TIM PENGUJI
KETUA : Syuibah Lubis, drg.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi kewajiban untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat, cinta dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada ayahanda Mohamed bin Mat Saman dan ibunda Paricah@Che Nah binti Daud, Kakanda Khairul Zaki, Nazifah, Faisal, Firdaus dan Azim serta yang dicintai Syathirah Hanim atas segala dukungan dan motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan kasih sayang yang melimpah.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, karena itu dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si sebagai Ketua Departemen Penyakit Mulut dan selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan serta saran dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan.
4. Teman-teman seperjuangan Izzah, Yani, Putra, Daniel, Mat Nor, Arifah, Balqish, Yana, Yufi, Boh, Roy, Ameg, Kak Jannah, Kak Azee serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dalam penulisan skripsi ini, karena itu penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun untuk menghasilkan yang lebih baik lagi. Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, Desember 2008 Penulis
(Abdul Hafiz bin Mohamed) NIM : 050600002
DAFTAR ISI 1.4 Manfaat penulisan... 1.5 Ruang lingkup... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...…...………... 2.1 Definisi Pemphigus Vulgaris……… 2.2 Klasifikasi Pemphigus…….………..…….. 2.2.1 Pemphigus Vegetans ………..………
2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding... 2.4.1 Gambaran Klinis...
2.4.2 Diagnosa banding……….. 2.5 Diagnosis……… 2.5.1 Pemeriksaan Langsung………
2.5.2 Biopsi………
2.5.3 Direct Immunofluorescence……….. 2.5.4 Indirect Immunofluorescence………
DAFTAR GAMBAR 1. Vesikel pemphigus vulgaris yang pecah(*) pada fase awal penyakit
muncul pada jaringan palatum molle yang non-keratin, bersebelahan dengan tuberositas maksilaris (anak panah)………...……… 2. Lesi pemphigus vulgaris fase lanjutan dan telah merebak, meliputi
sebagian besar palatum molle dan mengenai bagian oropharyng..…. 3. Meluas, lepuhan irregular pada daerah retromolar dan bukal yang
telah pecah tapi epitel penutupnya masih melekat... 4. Pada kulit, walaupun kadang-kadang lepuhan yang besar dapat tetap utuh, karena lapisan keratin lebih tebal dari mukosa oral... 5. Tampilan klasik pemphigus vulgaris dibawah mikroskopik dimana satu dari sel epitel terlihat berjauhan antara satu sama lain dan membulat dalam cairan pada lepuhan………….……….. 6. Dalam pemeriksaan immunofluorescence, antibodi yang menyerang ditandai dengan pewarnaan hijau apel di antara atau mengelilingi setiap sel epitel……….………...………
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Penyakit Mulut Tahun 2008
Abdul Hafiz bin Mohamed
Pemphigus Vulgaris: Mekanisme dan Penanggulangannya (Laporan Kasus). viii + 48 halaman
Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang sangat jarang terjadi namun memberikan dampak yang sangat buruk kepada penderita sehingga dapat menyebabkan kematian akibat infeksi yang menyeluruh atau sepsis pada pasien. Mekanisme terjadinya lesi pada pemphigus vulgaris yang dikenali sebagai akantolisis dikaitkan dengan penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk melekatkan antara satu sel dengan sel lain. Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak sehingga gambaran klinis dari pemphigus vulgaris sering dimulai dengan lesi di rongga mulut sehingga dokter gigi mungkin merupakan penemu pertama. Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid.
perawatan kontrol dilakukan yaitu seminggu setelah pemberian obat dan gejala hilang keseluruhan setelah 2 minggu perawatan.
Lesi awal yang sering muncul di rongga mulut akibat taburan Dsg3 menyebabkan dokter gigi sering berperan sebagai penemu pertama penyakit pemphigus vulgaris, maka dokter gigi haruslah berkompetensi untuk menegakkan diagnosa dan merawat penyakit ini. Perawatan yang paling sering digunakan adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar, maka dokter haruslah mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang pemphigus vulgaris untuk menberi edukasi yang cukup dalam meminimumkan efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi komplikasi dari penyakit ini sendiri.
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Penyakit Mulut Tahun 2008
Abdul Hafiz bin Mohamed
Pemphigus Vulgaris: Mekanisme dan Penanggulangannya (Laporan Kasus). viii + 48 halaman
Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang sangat jarang terjadi namun memberikan dampak yang sangat buruk kepada penderita sehingga dapat menyebabkan kematian akibat infeksi yang menyeluruh atau sepsis pada pasien. Mekanisme terjadinya lesi pada pemphigus vulgaris yang dikenali sebagai akantolisis dikaitkan dengan penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk melekatkan antara satu sel dengan sel lain. Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak sehingga gambaran klinis dari pemphigus vulgaris sering dimulai dengan lesi di rongga mulut sehingga dokter gigi mungkin merupakan penemu pertama. Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid.
perawatan kontrol dilakukan yaitu seminggu setelah pemberian obat dan gejala hilang keseluruhan setelah 2 minggu perawatan.
Lesi awal yang sering muncul di rongga mulut akibat taburan Dsg3 menyebabkan dokter gigi sering berperan sebagai penemu pertama penyakit pemphigus vulgaris, maka dokter gigi haruslah berkompetensi untuk menegakkan diagnosa dan merawat penyakit ini. Perawatan yang paling sering digunakan adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar, maka dokter haruslah mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang pemphigus vulgaris untuk menberi edukasi yang cukup dalam meminimumkan efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi komplikasi dari penyakit ini sendiri.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penggunaan berbagai-bagai jenis obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan penyakit-penyakit langka muncul lagi di dunia kesehatan. Gaya hidup masyarakat saat ini yang banyak bergantung kepada obat-obatan seperti d-penisilin dan captopril, jenis serangga dan virus yang bertambah virulensinya serta kasus-kasus kanker baru yang terus bertambah menyebabkan penyakit yang jarang terjadi seperti pemphigus vulgaris muncul. Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimun yang faktor predisposisinya obat-obatan, gigitan serangga atau manifestasi lanjutan dari kanker yang bermanifestasi awal di rongga mulut.1
Pemphigus vulgaris merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi, di United Kindom hanya 5 kasus per sejuta orang dilaporkan setiap tahun.2 Namun, ia memberikan dampak yang sangat buruk kepada penderita sehingga dapat menyebabkan kematian akibat infeksi yang menyeluruh atau sepsis pada pasien.3 Penelitian di Inggris menyatakan angka kematian pasien yang tidak mendapat perawatan adalah 3 kali lebih besar berbanding pasien yang mendapat perawatan dengan kortikosteroid.4
adalah wanita. Insiden pemphigus vulgaris 7 kasus per sejuta orang pertahun dan terjadi peningkatan sebesar 11% kasus pemphigus vulgaris pertahun.4
Sebuah penelitian lain di pelbagai pusat Rumah Sakit pendidikan di Bulgaria, Brazil, India, Israel, Italy, Spain, dan Amerika pada sampel berjumlah 126 orang pasien pemphigus vulgaris, didapati lesi oral pada pasien Bulgarian kurang yaitu 66% berbanding 92% pada pasien Israel dan 83 % pada pasien Itali. Distribusi penyakit pada kulit dan membrana mukosa sama pada semua pasien dari semua negara yaitu lesi kulit 50% dari pasien, lesi yang melibatkan membrana mukosa ialah 23% dan lesi yang melibatkan kulit dan membrana mukosa adalah 27%.5
dikombinasi dengan prednisolon. Enam puluh sembilan persen dari dokter ini mengharapkan tidak perlu lagi penggunaan kortikosteroid dalam perawatan sedangkan hanya 37% spesialis Eropah beranggapan sama. Dilaporkan 79.3% pasien datang mendapatkan perawatan dalam 6 bulan timbulnya gejala, 17,2% diantara 6 bulan sampai setahun dan 3,4% melaporkan lebih dari setahun.6
Penyakit yang mempunyai gejala pada kulit dan juga mulut ini memberikan dampak yang buruk kepada penderitanya. Lesi pada kulit dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi dan infeksi sedangkan lesi pada mulut yang menyakitkan dapat menyebabkan malnutrisi dan memperparahkan dehidrasi akibat konsumsi cairan yang berkurang.2 Lesi pada mulut yang menyakitkan ini pasti dapat menyebabkan pasien tidak mampu menjaga kebersihan mulut dengan optimal sehingga membahayakan gigi dan jaringan periodontal. Dalam usaha memecahkan masalah ini terutama yang berkaitan dengan mulut akibat penyakit ini, maka diharap dokter gigi dapat mendiagnosa, merawat pemphigus vulgaris dan dapat memberikan edukasi dengan informasi yang tepat dan benar pada masyarakat sehingga terhindar dari kematian.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimanakah mekanisme terjadinya pemphigus vulgaris?
2. Hal-hal apakah yang dapat memperberatkan kondisi pasien pemphigus vulgaris?
4
4. Hal-hal apakah yang dapat dilakukan oleh penderita pemphigus untuk memperbaiki kondisinya?
1.3 Tujuan penulisan
1. Mengetahui mekanisme terjadinya pemphigus vulgaris.
2. Mengetahui faktor predisposisi yang dapat merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.
3. Mengetahui perawatan yang perlu diberikan serta efek samping perawatan.
1.4 Manfaat penulisan
1. Menambah pengetahuan tenaga kesehatan agar mereka mampu untuk memberikan perawatan dan mengedukasi pasien bagi mendapatkan perawatan lanjutan.
2. Membuka wawasan pemerintah dalam menyediakan fasilitas untuk penelitian dan perawatan penyakit-penyakit yang berbahaya dalam usaha mencapai Indonesia sehat 2010.
1.5 Ruang lingkup
1. Pasien pemphigus vulgaris meliputi pengertian, tipe, patogenesis, gambaran klinis, diagnosa dan perawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pemphigus Vulgaris
Pemphigus vulgaris yang berasal dari bahasa Greek, ‘pemphix’, yang berarti
busa atau lepuhan.3,7,8 Kelainannya berupa penyakit bula atau lepuhan yang kronik di
mana antibodi yang bersirkulasi pada pasien melawan sel pada permukaan jaringan
yang dikenal sebagai keratosit dan terjadi lepuhan pada kulit dan membrana mukosa.
Hal ini diakibatkan oleh hilangnya integritas pada perlekatan interselular yang normal
antara epidermis kulit dan epitel mukosa yang berhubungan dengan kehadiran
autoantibodi terhadap desmoglein-3. Lepuhan pada pemphigus vulgaris terlihat
menyerupai lesi terbakar dan batas keparahannya dari ringan sampai berat sehingga
dapat menyebabkan kematian.3
2.2 Klasifikasi Pemphigus
Pemphigus terdiri dari beberapa subklas dan varian yaitu pemphigus vulgaris,
pemphigus vegetans, pemphigus foliaceus, fogo selvagam, pemphigus erythematosus,
Klasifikasi ini secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:
- Pemphigus vulgaris
Pemphigus vegetans
Drug-induced
- Pemphigus foliaceus
Pemphigus erythematosus
Fogo selvagem
Drug-induced
- Pemphigus paraneoplastik
2.2.1 Pemphigus Vegetans
Pemphigus vegetans merupakan varian dari pemphigus vulgaris. Lepuhan
biasanya berkembang cepat dan memiliki lesi yang besar yang sering berlokalisasi di
daerah pangkal paha dan bawah lengan.9
2.2.2 Pemphigus Foliaceus
Sering terjadi pada muka, kulit kepala, dada bagian atas dan perut namun
dapat juga mengenai seluruh tubuh. Bula jarang terbentuk, lesi mengandung bercak
erytematous dan erosi tertutup oleh keropeng. Penyakit ini terjadi disebabkan
2.2.3 Fogo Selvagem
Gejala klinik dan pemeriksaan secara histologik sama dengan pemphigus
foliaceus namun terjadi secara endemik di Brasil tengah bagian selatan. Kondisi
pasien membaik apabila keluar dari daerah endemik namun akan mengalami relaps
apabila kembali. Terdapat beberapa andaian yang mengaitkan penyakit ini dengan
penularan oleh serangga. Lebih dari 1000 kasus baru pertahun muncul di daerah
endemik.1
2.2.4 Pemphigus Erythematosus
Terdapat lesi yang erytematous, berkeropeng dan erosif yang berbentuk
kupu-kupu di daerah muka, dahi, daerah sternum dan daerah tulang skapula. Secara
histologik sama dengan gambaran pada pemphigus foliaceus. Pemphigus erytematous
dikaitkan juga dengan penyakit thymomas dan myastenia gravis.1
2.2.5 Drug Induced
Sindromanya sama seperti pada pemphigus vulgaris dan juga pemphigus
foliaceus dan dipacu oleh penggunaan obat.1 Obat yang dilaporkan memacu
pemphigus terbagi tiga kelompok sesuai struktur kimianya: obat yang mengandung
radikal sulfhydryl seperti penisilamin; phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin;
dan obat nonthiol nonphenol, seperti calsium channel bloker, angiotensin converting
2.2.6 Pemphigus Paraneoplastik
Limphoma, leukemia dan thymomas sering merangsang pembentukan
antibodi pemphigus dan antibodi yang mirip pemphigus. Neoplasma yang sering
menyebabkan pemphigus adalah lymphoma, leukemia, sarkoma dan tumor thymus.
Waldenstrom’s makroglobulinemia dan penyakit Castleman’s juga dilaporkan
sebagai pencetus terjadinya pemphigus.
Kebanyakan pasien mempunyai penumpukan antibodi pada kulit dan
komponen antibodi (BP230 antigen) pada membrana basalis kulit. Berbeda dengan
pemphigus vulgaris antibodi sirkulasi juga berikatan pada epitel kantung kemih.
Identitas antigen yang terlibat tidak diketahui namun berat molekulnya adalah 250,
230, 210 dan 190 kd.10 Gambaran klinis biasanya ditandai dengan mukositis yang
erosif, konjungtivitis dan bula yang menyeluruh pada kulit. Aktivitas penyakit akan
berkurang apabila tumor yang menyebabkannya diangkat secara operasi atau
mendapat perawatan kemoterapi.11
2.3 Etiologi, Faktor Predisposisi dan Pathogenesis
2.3.1 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini ialah autoimundimana terjadi perikatan antara IgG
autoantibodi dengan permukaan sel keratinosit.3,7,8 Dalam beberapa penelitian yang
dilakukan dengan cara pewarnaan indirect immunofluorescence, telah ditemukan
autoantibodi di dalam serum penderita pemphigus vulgaris dan ini membuktikan
2.3.2 Faktor Predisposisi
Para ahli menyatakan kemungkinan adanya faktor eksternal atau faktor
lingkungan yang bertindak sebagai pencetus atau faktor predisposisi sehingga
penyakit pemphigus vulgaris dapat terjadi, yaitu faktor genetik, psikologik, makanan,
endokrin dan biologik, obat dan lingkungan.2,7,12,15
i) Genetik
Telah lama diduga terdapat faktor predisposisi genetik pada pemphigus
vulgaris. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit ini muncul lebih banyak pada orang
Yahudi Askenazi dibandingkan prevalensi rata-rata. Studi serologi HLA
menunjukkan hubungan yang kuat antara kehadiran haplotypes DR4 dan
HLA-DR6 dengan terjadinya pemphigus vulgaris.14
Satu studi antara pasien pemphigus vulgaris yang memiliki HLA-DR4-positif
pada bangsa Israel dan non-Israel mendapati ada kemaknaan yang signifikan pada
varian DR1 (Dw10) yang diketahui hasil dari reaksi campuran limfosit. Semua
pasien bangsa Israel dan 10 dari 14 pasien non-Israel menunjukkan Dw10 positif.
Produk polipeptida pada haplotype HLA-DR4 Dw10 ini berbeda dari haplotype
HLA-DR4 yaitu dengan hanya tiga asam amino (ILE-67, ASP-70, GLU-71) pada
bagian hypervanable ketiga dari rantai DR1.14
Studi serologik juga telah dilakukan pada pasien pemphigus vulgaris yang
mempunyai HLA-DR6-positif. Studi yang mengevaluasi populasi pemphigus orang
Israel Yahudi Askenazi, orang Israel bukan Yahudi Askenazi dan orang Australia
HLA-DR6 dan DQwl positif. Alel ini hanya dijumpai pada semua pasien berbangsa
Israel yang menderita pemphigus vulgaris dan tidak dijumpai pada pasien kontrol
yaitu penderita non-Israel.14
ii) Psikologik
Hubungan antara sistem imun dan sistem syaraf akan meningkatkan
kecenderungan untuk mendapat kelainan psikoneural yang seterusnya dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit autoimun. Beberapa penelitian dan laporan kasus
menunjukkan adanya peranan stres emosional sebagai faktor predisposisi dalam
pemphigus. Oleh karena itu, menghindari stres emosional merupakan terapi yang
terbaik sehingga obat imunospresif dapat dikurang atau dihentikan.12 Selain itu stres
fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan dapat
merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.2
iii) Endokrin
Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga
penyakit imunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris selama
kehamilan. Kehamilan atau kondisi setelah melahirkan menyebabkan terjadinya
herpes gestationis dan pemphigus pada neonatal. Kondisi tersebut menyebabkan
antibodi pathogenik dapat melewati plasenta menuju ke sasarannya yaitu antigen
plasenta berlainan atau antigen kulit pada bayi baru lahir. Peranan hormon seksual,
iv) Biologik
a) Ras
Diduga terdapat hubungan yang erat antara faktor genetik dengan terjadinya
pemphigus vulgaris pada setengah kelompok etnik seperti Yahudi Ashkenazi dan
orang-orang dari keturunan Mediterranean yang mempunyai prevalensi lebih tinggi.7
b) Jenis Kelamin
Rasio kedua jenis kelamin hampir sama namun pada waktu pubertas, wanita
lebih sering mendapat pemphigus vulgaris dibandingkan laki-laki.7
c) Umur
Penyakit ini sering muncul sekitar 50-60 tahun, namun dapat juga muncul
pada individu yang lebih tua atau pada anak-anak. Umur pasien di India biasanya
lebih muda dibandingkan penghidap pemphigus vulgaris di Eropah.7
v) Lingkungan
i) Mikroorganisme
Virus
Faktor pencetus pemphigus vulgaris masih belum jelas namun jika dilihat
dari segi penularan varian dari pemphigus vulgaris seperti fogo selvagem,
keterlibatan virus diduga memainkan peranan. Laporan terbaru tentang keterlibatan
herpes. DNA virus herpes telah ditemui dengan metode reaksi rantai polymerase
pada pasien pemphigus vulgaris.15
Bakteri
Bakteri seperti coagulase positive staphilokokus aureus mampu merangsang
terjadinya pemphigus. Bakteri gram negatif dan bahkan aktinomises juga
kemungkinan merupakan pencetus.12
ii) Lingkungan Sosial
Pestisida
Bahan-bahan perkebunan dan pestisida merupakan kelompok terbesar yang
terlibat dalam perkembangan penyakit ini. Dalam beberapa literatur dilaporkan
banyak kasus yang dirangsang oleh berbagai pestisida di seluruh dunia. Pestisida
organoklorin dan organofosfat, yang merupakan pestisida generasi baru mempunyai
kaitan erat dengan penyakit ini.
Bagaimana mekanisme kerja pestisida pada kulit masih belum jelas, tetapi
dinyatakan bahwa sistem imun telah diaktivasikan melalui kontak atau paparan secara
sistemik, menyebabkan generasi autoantibodi menyerang antigen demosomal. Yang
menarik ialah, kebanyakkan kasus yang dilaporkan menyebutkan bahwa pasien
mendapat paparan pertama kali namun masa paparan terhadap bahan pestisida
tersebut panjang dan perkembangan penyakit hanya terjadi setelah paparan
Hamil
Orang yang pernah hamil lebih sering mendapat pemphigus vulgaris.15
Merokok
Dilaporkan bahwa orang yang merokok cenderung kurang mengalami
pemphigus vulgaris.15
vi) Obat
Obat yang dilaporkan dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris
dikelompokkan kepada tiga kelompok besar berdasarkan kepada struktur kimianya
yaitu obat yang mengandung radikal sulfhydryl seperti penisilamin; mengandung
phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin; dan obat nonthiol nonphenol, seperti
calcium channel blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors, NSAIDS,
dipiron dan glibenklamid.2,12 Dalam setengah kasus, pemphigus vulgaris dapat
mengalami remisi apabila penggunaan obat ini dihentikan.2
vii) Makanan
Makanan dapat merupakan pencetus dari pemphigus vulgaris yaitu dari
golongan phenol, tannins, thiols.12,15
Phenol terdapat pada buah-buahan seperti mangga, pisang, kentang dan
tomat, pada kacangan seperti pistachio serta makanan yang dibakar dan diasap,
aspartame, sodium benzoate, tartrazine, vanillin, eugenol, asam caffeic, asam
cinnamat, vitamin C and E juga dikaitkan dengan terjadinya pemphigus vulgaris.12
Tannins terdapat secara alami pada tumbuhan dan mempunyai sifat biologis
yaitu berikatan dengan permukaan sel stratified skuamous epitelium, penghambat
enzim dan menyingkirkan ion metal dan sifat-sifat ini juga dimiliki penisillamin
yaitu obat yang terlibat dalam mencetus terjadinya pemphigus. Tannins juga
merupakan bahan utama dalam guarana, pohon yang tumbuh di kawasan Amazon
yang digunakan penduduk lokal saat menyediakan minuman yang populer di
kalangan masyarakat yang disebut guarana.16 Selain itu, terdapat juga pada kacangan
seperti kola, pinang, walnuts, pada buah-buah seperti ubi kayu, cranberi, raspberi,
blackberi, ceri, pisang, apel, pear, anggur, dan alpukat. Minunan seperti teh, mate, jus
buah, beer, wines, liquors, kopi dan guarana. Selain itu, perasa tambahan seperti
vanillin, ajowan, coriander, cumin, lada hitam, cabe, rosemary, bawang putih dan
halia juga dapat meransang terjadinya pemphigus vulgaris.12
Penggunaan thiols di seluruh India, terutamanya dalam penggunaan rempah
secara meluas (bawang putih, mustard, cabe, lada hitam, coriander dan biji cumin)
bukan hanya untuk masakan namun juga untuk kosmetik. Kebanyakan rempah ini
kaya dengan thiols dan isotbiocyanates, bahan dengan struktur kimia (-SH) yang
sama dengan obat yang mencetus pemphigus yaitu penisillamin dan captopril.
Minyak urut dan minyak rambut dari mustard merupakan hal yang biasa di India.16
Selain itu, sayur seperti bawang merah, chivedan dan leek juga dapat mencetus
terjadinya pemphigus vulgaris dan sebagian makanan yang tergolong dalam famili
2.3.3 Patogenesis
Jika terjadi kerusakan pada satu atau lebih desomosomal protein, maka
perlekatan antara sel akan hilang yang akan mengakibatkan terbentuknya vesikel
yang bila pecah akan berubah menjadi erosi atau ulser. Pada pemphigus vulgaris,
terjadinya penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat
antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk
melekatkan antara satu sel dengan sel lain.15 Ketika antibodi menyerang desmoglein,
hubungan interseluler akan rusak dan mengakibatkan hilangnya adhesi antara sel
sehingga terbentuk vesikel.17 Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak
sedangkan kulit mempunyai Dsg 1 dan Dsg 3, maka bila kerusakan terjadi pada
Dsg 3 seperti pada kasus pemphigus vulgaris, gejala primer sering terjadi hanya pada
mukosa oral sedangkan perlekatan pada kulit masih dapat dipertahankan oleh
Dsg 1.15
Autoantibodi merupakan subklas dari IgG dan terdapat bukti terlibatnya
autoantibodi terhadap Dsg 3 dalam patogenesis penyakit ini. Dalam suatu penelitian
dimana serum IgG antibodi terhadap Dsg 3 yang diperoleh dari penderita pemphigus
vulgaris disuntikkan ke tikus uji yang baru lahir, terjadi reaksi pembentukan bula
seperti pada pemphigus vulgaris. Hilangnya toleransi terhadap Dsg3 pada sel B dan T
merupakan penyebab penting terjadinya pemphigus vulgaris.15
Proses terjadinya akantolisis merupakan proses aktif yang lebih kompleks dari
sekadar interaksi sederhana antara antibodi dan molekul perlekatan. Sinyal akibat
perlekatan autoantibodi pemphigus vulgaris dengan keratinosit mengaktivasi
(DAG). Terjadi peningkatan kalsium intrasellular hasil pengaktifan IP3 yaitu dengan
perlepasan simpanan kalsium. Perubahan kalsium intrasellular yang dirangsang oleh
pemphigus vulgaris sama seperti stimulasi sel keratosit dengan muscarinic agonists
dimana pada sel keratinosit, terdapat reseptor kolinergik fungsional yaitu dari klas
nicotinic dan muscarinic yang berfungsi merangsang perlekatan sel keratinosit.
Antagonis dari reseptor nicotinic dan muscarinic ini merangsang terjadinya
perpisahan sel dan akantolisis dalam percobaan in vitro. Akantolisis terjadi akibat
peningkatan kalsium intrasellular mengganggu interaksi perlekatan dengan cara
merangsang aliran masuk kalsium pada Nicotinic agonists sedangkan muscarinic
agonists meningkatkan kalsium intrasellular dengan pembebasan simpanan kalsium.13
Peningkatan diacylglycerol (DAG) pula mengaktivasi Protein kinase C(PKC)
dimana Dsg3 akan mengalami phosphorilasi oleh kinase dari PKC dan terpisah dari
plakoglobin yaitu komponen dari desmosom. Hal ini mungkin menerangkan
kemampuan antibodi pemphigus vulgaris untuk merusakkan Dsg3 dari desmosom.13
2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding
2.4.1 Gambaran Klinis
Gambaran umum dari lesi pemphigus vulgaris ialah munculnya ulser yang
menyakitkan, ditandai dengan bula dan vesikel yang sudah pecah dan kemunculan
lesi baru bila lesi lama mula membaik. Kira-kira 80 % dari kasus menunjukkan gejala
awal muncul di rongga mulut yaitu di bagian bukal dan labial, palatum molle dan
oropharyng dan pada fase lanjut dapat mengenai gingiva dan palatum durum. Vesikel
menyebabkan terbentuknya ulser yang menyakitkan. Ulser yang terlihat hampir sama
seperti pada lesi aphtous namun akan berubah dengan cepat menjadi ulser yang besar
dan mempunyai pinggir yang irregular. Bentuk deskuamatif mungkin akan muncul
apabila gingiva cekat terlibat. Dengan menggunakan kapas lidi, dapat dilihat tanda
Nikolsky.18
Gambar 1: Vesikel Pemphigus vulgaris yang
pecah(*) pada fase awal penyakit muncul pada jaringan palatum molle yang non-keratin, bersebelahan dengan tuberositas maksilari (anak panah).18
Lesi oral merupakan bula yang sering pecah terutama saat didiagnosis. Lesi
ini berbeda dengan ulser traumatik dan lesi aphtous dimana dasar dari lesi pemphigus
vulgaris tidak konkaf dan biasanya kurang menyakitkan.19
Bula jarang cenderung mendapat infeksi sekunder namun dapat membesar
sehingga berdiameter 4 cm dan berjumlah banyak sehingga dapat memenuhi seluruh
mukosa oral.Sering juga terdapat tanda Nikolsky. Bula dapat muncul pada permukaan
bagian bukal, palatal dan gingiva. Lesi yang terjadi pada kulit sama, kecuali pada
kulit lebih berkeratin sehingga bula berada dalam bentuk yang utuh.19
Pada kasus pemphigus paraneoplastik, manifestasi oralnya sering disertai
erythema multiform atau bula lichen planus yang parah serta lebih resisten terhadap
perawatan.19
Gambar 2 : Lesi pemphigus fase lanjutan dan telah merebak, meliputi sebagian besar palatum molle dan mengenai bagianoropharyng . 18
Varian pemphigus yang jarang terjadi yaitu pemphigus vegetans juga muncul
pada mukosa oral dengan gambaran bula yang lebih kecil dan berisi pus yang sering
Gambar 3 : Meluas, lepuhan irregular pada daerah retromolar dan bukal yang telah pecah tapi epitel penutupnya masih melekat.19
Gambar 4: Pada kulit, walaupun kadang-kadang lepuhan yang besar dapat tetap utuh, karena lapisan keratin lebih tebal dari mukosa oral.19
2.4.2 Diagnosa banding
Herpes simplex, bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis, erythema
multiforme, dan lichen planus merupakan penyakit yang mempunyai gejala klinis
yang sama dengan pemphigus vulgaris dimana kesemua penyakit ini memiliki lesi
Penyakit Darier’s juga boleh didiagnosa bandingkan dengan pemphigus
vulgaris kerana jika dilakukan test Tzanck, kedua-dua penyakit ini memiliki sel
akantolisis yang dikenali sebagai sel Tzanck.19.
Pemphigoid, epidermolysis bullosa acquisita, eosinophilic granuloma, infeksi
parasitik dan traumatic eosinophilic ulcer memiliki lesi vesikoulseratifnya yang
mengandung sel radang kronik maupun akut, termasuklah eosinofil. Kehadiran
eosinofil pada lesi vesikuloulseratif merupakan suatu hal yang unik pada pemphigus
vulgaris tetapi dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit ini.19
2.5 Diagnosis
Banyak penyakit yang merusak perlekatan antara sel yang disebabkan oleh
autoimun, mungkin juga memiliki manifestasi sistemik dan sangat sukar untuk
dibedakan secara klinis. Ciri klinis seperti tanda Nikolsky tidaklah spesifik untuk
penyakit ini saja. Karena itu ,selain dari pemeriksaan klinis, pengambilan riwayat
penyakit dan anamnese, pemeriksaan biopsi, histopatologi dan immunologi yang baik
merupakan hal yang diindikasikan.
2.5.1 Pemeriksaan Langsung
Pemeriksaan langsung secara visual dilakukan dengan cara operator
memeriksa gejala klinis yang terdapat pada rongga mulut dan kulit.2
2.5.2 Biopsi
bula setelah kulit atau mukosa dianastesi dengan injeksi anastesi lokal. Sampel
kemudiannya diperiksa secara histologis dibawah mikroskop untuk melihat adakah
sel terpisah antara satu sama lain.2
2.5.3 Direct Immunofluorescence
Sampel diperiksa di laboratorium untuk melihat kehadiran autoantibodi yang
berkaitan. Jika terdapat autoantibodi tersebut, direct immunofluorescence pada
mukosa di bagian tepi lesi akan menunjukkan corak yang menyerupai renda atau
chicken-wire pattern dari penumpukan yang mengelilingi setiap epitel sel spinous.
Immunoglobulin yang sering bertumpuk adalah dari golongan IgG. Setengah pihak
menyatakan bahwa direct immunofluorescence dapat dipercayai dan merupakan
metode diagnosis yang tidak invasif.19
Gambar 6: Dalam pemeriksaan immuno-fluorescence, antibodi yang menyerang ditandai dengan pewarnaan hijau apel di antara atau mengelilingi setiap sel epitel.19
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan spesimen jaringan mukosa
yang dibiopsi dengan beberapa siri immunoglobulin. Immunoglobulin ini telah
ditandai dengan bahan fluoresense (fluorochrome) yang digunakan untuk
menunjukkan kehadiran autoantibodi yang melekat pada sel jaringan pasien.18
2.5.4 Indirect Immunofluorescence
Test ini dilakukan dengan mengukur jumlah autoantibodi di dalam darah.2
Dalam indirect immunofluorescence ini, serum pasien akan dicampur dengan jaringan
kontrol untuk mengidentifikasi kehadiran dan konsentrasi antibodi sirkulasi.18
2.6 Penanggulangan
Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari
menyebabkan kematian. Pemphigus vulgaris tidak dapat sembuh sempurna dimana
bila telah dirawat pun, serangkaian remissi dan relaps dapat terjadi.
2.6.1 Perawatan
i) Perawatan Konvensional
a) Kortikosteroid
Kortikosteroid Sistemik
Biasanya perawatan dilakukan dengan pemberian steroid dalam bentuk tablet
seperti prednison. Steroid mengurangi inflamasi dengan cara menekan sistem
kekebalan tubuh. Dosis tinggi biasanya diperlukan pada peringkat pertama.
Kadang-kadang ini diberikan dengan suntikan sebagai tindakan pertama. Dosis dikurangi bila
lesi melepuh telah berhenti terbentuk. Tujuannya adalah untuk menemukan dosis
terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala dimana dosis yang diperlukan
bervariasi antara pasien.21
Pada sebagian kasus dalam tempoh laten, penghentian pemberian steroid
tablet dari waktu ke waktu dapat dilakukan dan tablet dapat diberikan kembali jika
gejala muncul. Dalam beberapa kasus, dosis steroid yang tinggi diperlukan untuk
mengendalikan penyakit ini dan ini dapat menimbulkan efek samping. Efek samping
dari steroids terkadang serius, terutama jika penggunaan steroids dosis tinggi
dilakukan untuk waktu yang lama. Misalnya, pasien lebih rentan terhadap infeksi
Kortikosteroid Topikal
Steroid topikal kadang-kadang digunakan pada kulit yang melepuh di
samping perawatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dosis steroid tablet agar
lebih rendah. Obat kumur steroid atau sprays kadang-kadang digunakan untuk
membantu merawat mulut yang mengalami lepuhan.21
Mekanisme Kerja Kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghambat sistem imun ialah dengan
cara: 17
- Menghambat profilerasi sel T, imunitas sel T dependen dan pengkodean
ekspresi gen sitokin yaitu IL-1, IL-2, IL-6, interferon α dan TNF- α.
- Menghambat transkripsi gen IL-2.
- Menimbulkan efek anti inflamasi berupa efek antiadhesi yang menghambat
pergerakan sel inflamasi dari sirkulasi ke jaringan.
Indikasi, Kontraindikasi dan Dosis.
Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat pilihan untuk pemphigus vulgaris.14
Pada perawatan pemphigus, kortikosteroid bersifat live saving.25 Perawatan awal
sering dengan kortikosteroid karena ia efektif dan bekerja lebih cepat berbanding
perawatan lain dimana kortikosteroid bekerja dengan menekan sistem imun tubuh.2
merupakan penyakit autoimun sistemis maka pengobatan haruslah diberi secara
sistemik.14
Dosis prednison 1-2 mg/kg/BB secara oral atau parenteral menimbulkan efek
immunosupresif pada limfoid, neutrofil dan monosit. Dosis lebih besar dari
2 mg/kg/BB tidak meningkatkan efek terapi, tetapi meningkatkan efek samping obat.
Apabila terapi bertujuan untuk mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien,
misalnya pemphigus maka dosis awal harus cukup besar. Bila dalam beberapa hari
belum terlihat efeknya maka dosis dapat dilipatgandakan. Dalam hal ini dokter
haruslah dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya akibat
penyakit itu sendiri.25 Kebanyakan pasien dapat dirawat dengan prednison dengan
dosis 1-2 mg/kg/BB dan dikurangi bagi mendapatkan dosis terendah. Pengurangan
dilakukan relatif cepat pada awalnya yaitu dikurangi 5-10 mg perminggu tetapi bila
dosis mencapai 40 mg perhari, proses pengurangan dosis dilakukan dengan lebih
lambat yaitu dengan regimen selang hari (alternate-day regimen). Pengurangan dosis
dilakukan sehingga mencapai dosis 40 mg, dan 0 mg pada hari berikutnya.14
Kontraindikasi absolut kortikosteroid tidak ada tetapi kondisi-kondisi seperti
diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem vaskular
merupakan kontraindikasi relatif karena efek samping dari kortikosteroid namun hal
ini dapat diabaikan terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien seperti
pemphigus vulgaris. Dalam hal ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan
keuntungan sebelum obat diberikan. Namun harus diberi perhatian pada kondisi ini,
pemeriksaan ulang setelah penggunaan selama beberapa hari atau beberapa minggu
Efek Samping Kortikosteroid
Seperti obat-obat lain, kortikosteriod juga memiliki risiko efek samping dan
kadang kadang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Pada awal
penggunaan, efek samping yang mungkin dialami ialah pusing, mual, sakit perut,
letih atau gangguan tidur. Ini disebabkan tubuh sedang menyesuaikan diri dengan
obat yang diambil.23 Jika penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi, efek samping
dapat berupa meningkatnya tekanan pada bola mata atau glaukoma, retensi cairan
yang dapat menyebabkan kaki membengkak, peningkatan tekanan darah, perubahan
mood dan pertambahan berat badan dengan penumpukan lemak pada bagian perut,
muka dan belakang leher. 21,24
Efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka
panjang pula dapat berupa katarak, gangguan elektrolit, peningkatan gula darah yang
dapat mencetus atau memperparahkan diabetes, meningkatnya risiko infeksi,
berkurangnya kalsium dari tulang yang dapat mengakibatkan patah tulang dan
osteoporosis, gangguan menstruasi, penghasilan hormon dari kelenjar adrenal
ditekan, berlaku penipisan kulit, sering terjadi lebam dan penyembuhan yang
lambat.21,24 Selain itu dapat juga menyebabkan berkurangnya massa otot atau
myopathy dan kemungkinan mengalami pendarahan dan perforasi pada pasien yang
memiliki tukak peptik.2,25
b) Adjuvan
Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid.
karena itu adjuvan sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan
konvensional ini termasuk pelbagai agen immunosupresif seperti azathioprine,
mycophenolate mofetil, methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil,
cyclopsorine.22
c) Bedah
Dalam beberapa kasus pemphigus paraneoplastik, bedah pengangkatan tumor
mungkin dapat memperbaiki dan menurunkan gejala penyakit ini.14
ii) Perawatan Eksperimental
a) IVIG
IVIG ialah hasil pemecahan dan pemurnian darah yang didapat dari plasma
1000 sehingga 15.000 donor yang sehat. Yang mengandung konsentrasi IgG yang
tinggi dan mempunyai berbagai antibodi yang mampu menyerang antibodi patogen,
antigen asing dan antigen tubuh pasien sendiri. Walaupun mekanismenya masih
belum jelas namun IVIG dihubungkan dengan penurunan yang cepat dari paras serum
antobodi patologik pada pasien pemphigus vulgaris.22
b) Plasmapheresis
Plasmapheresis merupakan suatu proses dimana plasma dikeluarkan dari
darah dengan menggunakan alat pemisah sel. Sel darah dan plasma yang sehat
terdapat di dalam plasma maka plasmapheresis berguna dalam membuang antibodi
patogen.22
c) Imunoadsorption (IA)
IA mengandung plasma pasien yang dikumpul yang kemudian dialirkan
melalui kolum penyerap untuk membuang kompleks imun sirkulasi dan IgG.
Kemudian, hasil saringan dikembali ke hasil saringannya ke pasien. 4 seri kasus dan
2 laporan kasus telah melaporkan keberhasilan merawat pasien pemphigus vulgaris.
Pengambilan terapi imunosupresif bersamaan perawatan ini menunjukkan hasil klinis
yang baik disamping penurunan IgG autoantibodi yang menyerang desmoglein.
Terbaru, kombinasi antara perawatan ini dan rituximab menghasilkan remisi jangka
panjang. Penelitian membuktikan, penggunaan perawatan ini berada dalam batas
aman.22
d) Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)
Dalam ECP, yang juga dikenali sebagai photopheresis, sel darah putih pasien
dikumpul (leukapheresis), dipaparkan pada 8-methoxypsoralen, dipancarkan dengan
cahaya ultraviolet-A dan kemudian dimasukkan kembali ke pasien. Mekanisme
perawatan ini adalah dengan menghambat antibodi patologik yang dihasilkan oleh
limfosit B. Terdapat dua seri kasus dan dua laporan kasus yang melaporkan
penggunaan perawatan ini untuk pasien pemphigus vulgaris. Dari sembilan pasien
menunjukkan perbaikan gambaran klinis yang signifikan dan tidak menunjukkan efek
samping.22
e) Rituximab
Rituximab ialah monoklonal autobodi chimeric murine/human IgG1
anti-CD20 yang menyerang limfosit B yang belum dan yang sudah matang yang
bertanggungjawab menyebabkan terjadinya sitotoksik akibat antibodi dan apoptosis.
Rituximab mengurangkan sirkulasi sel B yang menyebabkan terhalangnya proses
pematangan sel ini kepada bentuk sel plasma yang mampu menghasilkan antobodi.
Banyak laporan kasus yang menyatakan rituximab merupakan perawatan yang efektif
untuk pemphigus vulgaris. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa dari 14 pasien, 12 pasien mengalami remisi total setelah 3 bulan mendapatkan
perawatan satu siklus rituximab. Rituximab juga efektif bila digunakan bersama
IVIG.22
f) Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-á) Antagonists
TNF-á antagonists mungkin bermanfaat dalam perawatan pemphigus vulgaris
karena dalam penelitian yang dilakukan, dibuktikan bahwa TNF-á mempunyai
hubungan yang erat dengan terjadinya akantholisis. Dua laporaan kasus melaporkan
keberhasilan perawatan dengan infliximab dan dua lagi laporan kasus melaporkan
perbaikan gambaran klinis pasien pemphigus vulgaris dengan penggunaan etanercept.
g) Agonis Kolinergik
Para peneliti menyatakan kemungkinan keterlibatan asetilkolin (ACTH) dan
reseptornya dalam proses akantholisis. Hanya dua penelitian klinis dijalankan dan
dalam seri penelitian yang melibatkan enam orang pasien dengan pemphigus vulgaris
aktif, tiga mengalami perbaikan klinis dengan penggunaan cholinergic agonist
pyridostigmine bromide (Mestinon®, Valeant Pharmaceuticals). Dua dari pasien ini
mampu bertahan dalam kondisi laten dengan pyridostigmine bromide saja sedangkan
satu pasien yang lain dapat menghentikan ketergantungan kepada obat untuk terus
berada dalam keadaan remisi.22
2.6.2 Edukasi
Menjadi tanggungjawab seorang dokter yang merawat untuk memberikan
edukasi yang tepat dalam usaha membantu pasien untuk meningkatkan tahap
kesehatan dengan cara memberikan petunjuk tentang hal yang harus dilakukan dan
hal yang perlu dielakkan. Selain komplikasi penyakit, efek samping perawatan juga
harus diberi perhatian serius. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan
kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat
berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar,24
maka dokter harus memberikan pasien edukasi yang cukup dalam meminimumkan
efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi
komplikasi dari penyakit ini sendiri.
Anjuran diet dan gizi yang baik dapat membantu tubuh menyembuhkan dan
bertambah buruk atau memicu timbulnya penyakit pemphigus vulgaris. Berhati-hati
dengan pengambilan makanan yang tampaknya menyebabkan reaksi pada kulit dan
hindarilah makanan tersebut. Label pada semua makanan hendaklah dibaca untuk
memastikan agar tidak mengandung bahan yang dapat menyebabkan suatu reaksi.
Untuk mengurangi risiko osteoporosis akibat perawatan dengan
kortikosteroid, pengambilan gizi yang kaya dengan kalsium seperti susu, keju dan
yogurt serta pengambilan vitamin D dan suplemen kalsium dapat mengurangi efek
samping perawatan.2
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian ketika perawatan dengan
kortikosteroid ialah mempertahankan berat badan dengan mengkonsumsi diet tinggi
protein dan rendah karbohidrat dan lemak. Penggunaan garam dikurangi bila timbul
udem yang diakibatkan oleh retensi cairan.2
Konsumsi makanan yang mengandungi potassium seperti buah-buahan,
bayam, kentang dan kacang karena kortikosteroid akan menurunkan kadar potassium.
Selain buah-buahan, sayuran dan kacang juga dapat mengurangi kadar kolestrol. Jika
pasien sadar bahwa diet yang dikonsumsi kurang bergizi, pasien mungkin perlu
mendapatkan suplemen dibawah pengawasan dokter.2
Jika pemphigus vulgaris aktif di dalam mulut, agak sukar untuk
mengkonsumsi diet. Namun, diet yang bergizi tetap penting maka pasien dapat
mengkonsumsinya dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet.
Penggunaan obat kumur anastetik sebelum makan dapat mengurangkan rasa sakit dan
jika tenggorokan atau mulut sakit, es krim atau menghisap es batu dapat
Walaupun tidak mudah, namun olahraga rutin dapat membantu untuk otot dan
sakit sendi bagi mempertahankan kekuatan otot dan mengurangi risiko
osteoporosis.2,24
Terdapat sebagian anggota masyarakat yang tidak percaya dengan perawatan
medis dan memilih perawatan alternatif. Belum ada bukti bahwa perawatan alternatif
mampu merawat pemphigus vulgaris bahkan dapat menyebabkan dampak yang lebih
buruk. Pasien dinasehatkan supaya tidak menggunakan perawatan herba cina dan
herba barat karena masalah utama dengan perawatan herba ialah obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan sistem imun sedangkan dalam mencegah pemphigus
vulgaris hal yang perlu dilakukan ialah menekan sistem imun. Menolak perawatan
dari dokter bermaksud meningkatkan risiko pemphigus vulgaris menjadi semakin
aktif dan tidak terkontrol.2
Namun ada beberapa nasehat yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek
samping perawatan contohnya melakukan masase dan akupuntur. Jika erosi pada kulit
sudah hilang, masase mungkin merupakan cara yang aman untuk membantu masalah
sakit pada sendi dan otot akibat pengobatan dengan kortikosteroid. Akupuntur
dikatakan mampu membantu masalah muntah, kesakitan dan efek samping dari
perawatan. Hindari perawatan dengan jarum jika lesi masih aktif namun
elektro-akupuntur mungkin saja dapat dilakukan namun harus tetap meneruskan perawatan
yang telah disarankan oleh dokter secara rutin. Selain itu jika pasien merasa mual, teh
jahe mungkin membantu menghilangkan rasa mual . Dokter juga dapat memberikan
33
Kebersihan mulut sangat penting untuk dijaga walaupun lesi yang
menyakitkan mungkin ada di dalam mulut. Penggunaan sikat gigi lembut untuk
anak-anak dan pasta gigi untuk gigi sensitif untuk mengelakkan rasa nyeri akibat pasta gigi
yang mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum menyikat gigi,
kumur-kumur dengan obat kumur-kumur yang mengandungi anastesi untuk mengurangi rasa nyeri
semasa menyikat gigi.2
Pasien juga perlu diingatkan bahawa pemphigus vulgaris merupakan penyakit
kronik yang dapat terjadinya relaps. Ini bermakna, pasien pemphigus vulgaris
mungkin akan mengalami flare-up pada suatu ketika. Sebagian flare-up mungkin
serius dan pasien harus segera menemui dokter yang merawatnya agar dosis obat
dinaikkan untuk sementara waktu jika perlu. Apabila flare-up sudah terkontrol,
dokter akan menurunkan kembali dosis obat. Kadang-kadang istirahat dan
mengelakkan faktor pencetus dapat meredakan flare-up yang ringan.2
Selain itu dukungan dari segi psikologis dari ahli keluarga dan orang-orang
terdekat juga sangat perlu dan mereka tidak seharusnya menjauhkan diri kerana
BAB 3
LAPORAN KASUS
Pada pemeriksaan ekstra oral terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah. Pada pemeriksaan intra oral didapati kebersihan mulut pasien kurang baik dan terdapat deskuamasi pada bagian gingiva. Terdapat juga ulser yang memiliki dasar yang tidak konkaf. Selain itu terdapat sebiji bula yang masih utuh dan memiliki tanda Nikolsky positif.
Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa biopsi di departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU pada tanggal 22 Februari dan hasilnya adalah suatu keratinizing skuamousa sel karsinoma. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan IgG dan pemeriksaan darah lengkap di PRAMITA Lab dan dari pemeriksaan IgG ini didapati kadar IgG tinggi 1588mg/dL mendekati nilai tertinggi dan perlu diwaspadai, sedangkan normal (700-1600 mg/dl). Tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan darah lengkap
Sebagai pendapat kedua, pada tanggal 25 Februari 2008 telah dilakukan biopsi ulang di praktek Dokter Spesialis-Konsultan Patologi Anatomi dan hasil yang diterima adalah proses inflamasi.
Berdasarkan anamnese, gambaran klinis dan pemeriksaan patologis maka ditegakkan diagnosa Pemphigus Vulgaris.
Perawatan yang diberikan yaitu tablet Prednison 5mg 3x2, obat oles (mengandung antibiotik Kemicitine 1 gr, antialergi Avil 0,25 gr, Lanolin 2,5 gr,
36
selapis. Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah supaya menyeimbangkan nutrisi makanan dan melakukan olahraga yang seimbang.
Gambar 7 : Krusta pada bibir bawah pasien sudah menunjukkan pembaikan
Pada kunjungan ke-2 pada tanggal 5 Maret 2008, dilakukan kontrol dan didapati krusta pada bibir bawah pasien sudah menunjukkan pembaikan, tidak dijumpai lagi vesikel atau bula dan keluhan sakit sudah tidak ada lagi. Diskuamasi pada gusi juga sudah berkurang. Dosis prednison 5 mg diturunkan menjadi 3x1. Penggunaan obat kumur Tanflex dan obat oles diteruskan. Edukasi seperti minggu pertama diberikan.
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnese berguna untuk mendapatkan informasi berdasarkan keluhan pasien.
Anamnese yang dilakukan oleh klinisi pada kasus ini sudah mengarah kepada gejala
klinis dan faktor pencetus terjadinya suatu penyakit. Namun bila klinisi sudah
menduga kemungkinan penyakit ini adalah pemphigus vulgaris, seharusnya klinisi
lebih mengarahkan lagi anamnese ke arah yang berhubungan dengan faktor pencetus
terjadinya penyakit ini agar diagnosis dapat ditegakkan. Anamnese lain yang
mungkin harus ditanya adalah berhubungan dengan stress emosi dan fisik, jenis
makanan yang dapat menyebab pemphigus seperti bawang dan rempah. Selain itu
perlu ditanya juga jenis obat antihipertensi yang digunakan karena obat angiotensin
converting enzyme inhibitors merupakan salah satu obat yang merangsang terjadinya
pemphigus vulgaris.
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnese dan gambaran klinis.
Pada kasus ini terdapat beberapa tanda klinis yang sangat mirip dengan gejala dari
pemphigus vulgaris yaitu terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah pada
pemeriksaan ekstra oral sedangkan pada pemeriksaan intra oral terlihat deskuamasi
pada bagian ginggiva serta terdapat sebiji bula yang masih utuh dan menunjukkan
tanda Nikolsky. Ulser terbentuk apabila vesikel pecah dan dasar dari ulser tidak
konkaf. Namun tanda klinis ini masih dapat didiagnosa bandingkan dengan bullous
Stres fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan
dapat merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.2 Penulis menduga faktor pencetus
terjadinya pemphigus vulgaris pada pasien ini disebabkan penggunaan obat
hipertensinya yaitu angiotensin converting enzyme inhibitors atau penghambat ACE25
ditambah keletihan akibat pekerjaan pasien sebagai guru olah raga. Kelompok ubat
dari golongan penghambat ACE seperti kaptopril dan enalapril yang memiliki gugus
thiol sering dikaitkan dengan terjadinya pemphigus vulgaris. Mekanisme terjadinya
dapat diterangkan melalui beberapa hipotesis yaitu obat ini dapat mengganggu kerja
enzim seperti keratinocyte transglutaminase yang akhirnya menyebabkan hilang
perlekatan antara sel. Mekanisme lain ialah dengan mengaktivasi enzim proteolitik
seperti plasminogen aktivator, berikatan dengan DSG membentuk neoantigen yang
akan merangsang respon imun serta berikatan dengan antigen pemphigus yang
mengakibatkan terganggu fungsi normalnya dan kesemua hal ini akan menyebabkan
terjadinya akantolisis
Bila obat hipertensi dari golongan angiotensin converting enzyme inhibitors
disini berperan sebagai pencetus maka dianjurkan supaya pasien menghubungi dokter
penyakit dalamnya dan meminta untuk menukar dengan obat yang tidak termasuk
dalam golongan obat yang mampu sebagai pencetus pemphigus vulgaris seperti
golongan obat diuretik, α-blocker dan β-blocker. Penggantian juga dapat dilakukan
dengan pemberian antihipertensi tambahan seperti vasodiladator langsung, adrenolitik
sentral dan penghambat saraf adrenergik.25 Selain itu, pasien juga perlu banyak
Pada kasus ini klinisi melakukan pemeriksaan biopsi ulang karena meragukan
hasil yang didapat pada pemeriksaan pertama. Hasil berbeda yang didapati dari dua
pemeriksaan ini biopsi mungkin merupakan kesalahan intepretasi dimana pada
pemeriksaan pertama gambaran mikroskopiknya berupa pembesaran inti pleomorfik
kromatin kasar dan gambaran inilah yang menyebabkan kesimpulan yang diambil
adalah keratinizing skuamous sel karsinoma sedangkan pada pemeriksaan biopsi
kedua dinyatakan walaupun memang terjadi pembesaran inti pada beberapa sel
namun masih berada dalam batas normal dan tidak konfirmatif untuk malignansi. Ini
menolak pendapat pertama dan menegakkan diagnosa proses inflamasi dimana pada
kedua pemeriksaan biopsi terdapat proses inflamasi sedangkan pada pemeriksaan
pertama tampak massa keratin dengan latar belakang smear sel-sel radang limfosit
sedangkan pada pemeriksaan kedua didapati sediaan terdiri dari infiltrasi berat sel-sel
radang dan terdapat banyak makrofag. Kehadiran sel radang hanya memberikan
gambaran terjadinya proses inflamasi namun untuk menegakkan diagnosis pemphigus
vulgaris, seharusnya pada pemeriksaan mikroskopik, harus disertakan laporan bahwa
terdapat perpisahan antara sel akibat kehadiran sel radang atau terlihatnya sel Tzanck
/ akantolisis untuk menegakkan diagnosa pemphigus vulgaris. Selain itu, untuk
menegakkan dengan pasti diagnosa pemphigus vulgaris, perlu dilakukan
pemeriksaan direct immunofluorescence dari hasil biopsi dimana adanya autoantibodi
dapat dilihat dengan gambaran khusus yaitu corak yang menyerupai renda atau
chicken-wire pattern dari penumpukan yang mengelilingi setiap epitel sel.19 Penulis
biopsi sebelumnya memberikan hasil yang berbeda untuk memastikan pemeriksaan
biopsi yang mana yang benar.
Selain itu dilakukan juga pemeriksaan IgG dan hematologi lengkap di
PRAMITA Lab. Pemeriksaan IgG menunjukkan kadar IgG tinggi namun masih
dalam batas normal. Kadar IgG yang tinggi sesuai dengan gambaran pemphigus
vulgaris namun tidak dapat dipastikan IgG ini normal atau IgG yang patogen karena
tidak dilakukan pemeriksaan indirect immunofluorescence dimana pada pemeriksaan
ini, serum pasien akan dicampur dengan jaringan kontrol untuk mengidentifikasi
kehadiran dan konsentrasi antibodi sirkulasi.18 Peningkatan IgG dalam darah juga
mungkin dapat dikaitkan dengan penggunaan susu tinggi IgG oleh pasien dan ini
mungkin dapat menimbulkan hasil pemeriksaan yang false positive. Klinisi
melakukan pemeriksaan hematologi lengkap untuk melihat kelainan dalam darah
terutama eosinophil untuk mengetahui apakah diagnosis dokter kulit benar yaitu
pasien mengalami alergi. Penulis setuju dengan tindakan ini karena hasil dari
pemeriksaan darah lengkap yang normal ini dapat mengeliminasikan kemungkinan
beberapa penyakit yang memiliki tanda kelainan pada pemeriksaan darah lengkap
contohnya alergi yang mungkin dapat didiagnosa bandingkan karena gambaran klinis
yang mirip pada kasus ini.
Penegakan diagnosis pada kasus ini dilakukan berdasarkan pertimbangan,
pada anamnese terdapat beberapa faktor pada pasien yang dapat mencetus terjadinya
pemphigus vulgaris, gambaran klinis yang sangat mirip dengan gejala pemphigus
vulgaris namun hasil pemeriksaan biopsi yang tidak menyertakan kehadiran sel
Perawatan dengan kortikosteroid merupakan perawatan yang paling sering
dan populer untuk pemphigus vulgaris yang bertujuan mengurangi inflamasi dengan
cara menekan sistem kekebalan tubuh. Pemberian Prednison 5 mg merupakan
perawatan yang tepat dan dapat mengendalikan gejala pada pasien ini namun
pemberian dosis tidak sesuai dengan perawatan standard untuk pemphigus vulgaris.
Pengobatan awal dengan Prednison 5 mg 3x2 menyebabkan total dosis perhari
menjadi 30 mg dan dosis ini agak rendah dibandingkan dengan dosis yang seharusnya
diberikan. Dosis ini dianggap rendah terutama karena klinisi tidak menggunakan
terapi adjuvan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi yaitu 60-180 mg perhari
diindikasikan untuk kasus pemphigus vulgaris.
Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid.
Terapi adjuvan konvensional ini termasuk berbagai agen immunosupresif seperti
azathioprine, mycophenolate mofetil, methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil,
cyclopsorine..22 Klinisi tidak menggunakan terapi adjuvan dalam merawat kasus ini.
Penulis berpendapat terapi adjuvan perlu diberikan terutama apabila dosis
kortikosteroid yang digunakan rendah untuk membantu meningkatkan efek terapi
kortikosteroid. Dalam sebuah penelitian retrospektif yang melibatkan 48 pasien
pemphigus vulgaris, 31% pasien dari kelompok yang hanya menggunakan
40-100mg/hari prednison meninggal akibat komplikasi penyakit dan 50% pasien dari
kelompok yang menggunakan lebih dari 100mg/hari prednison juga meninggal akibat
efek samping perawatan itu sendiri. Kematian tidak dilaporkan pada kelompok
yang menggunakan 40 mg prednison selang sehari(alternate-day regimen) dan
kasus ini berperan untuk mengurangi efek samping kortikosteroid serta membantu
kerja kortikosteroid sehingga gejala penyakit dapat dikontrol.26
Pada kasus ini pemberian obat oles (yang mengandung antibiotik Kemicitine
1 gr, antialergi Avil 0,25 gr, Lanolin 2,5 gr, Vaseline ad 25 gr) pada lesi ulser yang
masih aktif di dalam mulut membantu mengurangi gejala. Obat kumur yaitu Tanflex
(benzydamine HCl 1,5mg) yang memiliki efek anastesi lokal, antiinflamasi,
antimikrobial telah mengurangi krusta yang terdapat pada bibir
Edukasi yang diberikan oleh klinisi untuk kasus ini adalah supaya
menyeimbangkan nutrisi makanan dan melakukan olahraga yang seimbang. Pasien
juga diminta untuk mengurangi makan daging, mengurangi susu IgG dan
memperbanyakkan memakan buah-buahan dan sayur serta dirujuk ke bagian
periodontal untuk diskeling. Pasien perlu diberi edukasi dalam usaha mengurangi
efek samping perawatan yaitu penggunaan kortikosteroid yaitu dengan melakukan
olahraga rutin untuk membantu masalah otot dan sakit sendi, untuk mempertahankan
kekuatan otot dan mengurangi risiko osteoporosis.2,24 Selain itu pemberian gizi yang
kaya dengan kalsium seperti susu, keju dan yogurt serta pemberian vitamin D dan
suplemen kalsium juga dapat mengurangi osteoporosis. Untuk mengelakkan
pertambahan berat badan akibat kortikosteroid, pasien dapat mempertahankan berat
badan dengan mengkonsumsi diet tinggi protein dan rendah karbohidrat dan lemak.
Untuk lesi aktif di dalam mulut yang sakit, pasien dapat mengkonsumsi makanan
dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet atau menggunaan obat
kumur anastetik sebelum makan.2 Pasien memiliki kebersihan mulut yang tidak baik
43
sikat gigi lembut untuk anak-anak dan pasta gigi untuk gigi sensitif menghindari rasa
nyeri akibat pasta gigi yang mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum
menyikat gigi, kumur-kumur dengan obat kumur yang mengandungi anastesi berguna
untuk mengurangkan rasa nyeri ketika menyikat gigi.2 Hanya satu arahan kinisi yang
kurang sesuai yaitu tidak ada literatur yang menyatakan hubungan penggunaan
protein pada jumlah yang besar dengan terjadinya pemphigus vulgaris bahkan untuk
mengurangi efek samping dari perawatan pemhigus vulgaris, pasien dianjurkan untuk
BAB 5
KESIMPULAN
Pemphigus vulgaris memiliki gejala klinis seperti terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah, bentuk deskuamatif dapat muncul pada gingiva cekat, lesi tidak konkaf dan sering terdapat tanda Nikolsky. Peningkatan kadar IgG juga sering ditemui dalam pemeriksaan darah. Pemeriksaaan biopsi menunjukkan terjadinya proses inflamasi sehingga terjadi perpisahan antara sel dan terlihat sel Tzanck. Faktor pencetus mungkin akibat obat-obatan tertentu dan stres fisik yang dialami. Walaupun pemeriksaan laborotarium yang dilakukan tidak benar-benar memberikan hasil yang mendukung tegaknya diagnosis dengan pasti, namun hasil anamnese yang sesuai, kekhasan gejala yang ditemui serta data dari pemeriksaan IgG yang membantu membuatkan penulis menyetujui bahwa kasus ini merupakan kasus pemphigus vulgaris. Faktor pemicu pada kasus ini diduga karena penggunaan obat antihipertensi dan stress fisik.
Penatalaksanaan kasus ini dengan kortikosteroid yaitu Prednison 5 mg tenyata merangsang terjadinya remisi yang cepat dimana gejala hilang secara menyeluruh dan tidak ada keluhan efek samping sepanjang kontrol. Mekanisme prednison yang bekerja menekan sistem imun menyebabkan berkurangnya autoantibodi yang bertanggungjawab dalam patogenesis penyakit ini sekaligus menurunkan gejala.
45
mendiagnosis serta perawatan yang perlu dilakukan. Edukasi supaya pasien menghindari faktor pencetus serta menyadari bahwa penyakit ini dapat mengalami
flare-up jika pengobatan dihentikan tanpa pengawasan dokter. Selain itu pasien juga
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas B, Johnson RA, Klauswoff, Suurmond D. Color atlas and synopsys
of clinical dermatology, common and serious disease. New York. Mc
Graw-Hill., 2000: 94-7.
2. Lowe S, Watts MJ, Harman K, Chalmers J, Williams HC. Pemphigus
vulgaris.
<http://www.bad.org.uk/public/leaflets/bad_patient_information_gateway_lea flets/pemphigus> (29 Agustus 2008)
3. Moore E, House F, Dorfman J, Gerber M, Fogarty M, Cowie R. Pemphigus
vulgaris: the blistering oral and skin lesions of vesiculbullous PV.
<http://autoimmunedisease.suite101.com/article.cfm/pemphigus_vulgaris> (29 Agustus 2008)
4. Langan SM, Smeeth L, Hubbard R, Fleming KM, Smith CJP, West J. Bullous
pemphigoid and pemphigus vulgaris – incidence and mortality in the UK: population based cohort study. BMJ 2008; 337: 180-7.
5. Brenner S, Tur E, Shapiro J, Ruocco V, D’avino M, Ruocco E. Pemphigus
vulgaris: environmental factors. Occupational, behavioral, medical and qualitatives food. Int. J Derm 2001; 40: 562-9.
6. Samadi Z, Gorouhi F, Davari P, Firooz A. Think globally, act locally: expert
opinions from Asian on the diagnosis and treatment of pemphigus vulgaris.
Indian J Med Sci. 2007; 61(3), 144-51.
7. Zeina B, Ali M, Mansoor S. Pemphigus vulgaris. <http://www.emedicine.com/DERM/topic319.htm> (30 Augustus 2008) 8. Chan PT. Review on pathogenesis of pemphigus. Hong Kong Dermatology &
Vepereology Bulletin 2002; 10(2): 62-8.
9. Crescent Healthcare, Inc. Pemphigus and pemphigoid. <http://www.crescenthealthcare.com/patient_Pemphigus.htm> (23 November 2008).
11.Kerdel FA, Jimenez–Acosta F. Dermatology just the facts. New York: Mc Graw Hill, 2000: 141-3.
12.Brenner S, Mashiah J, Tamir E, Goldberg I, Wohl Y. Pemphigus: An acronym
for a disease with multiple causes.
<http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=article&c atid=27:medial-articles&id=44:pemphigus-an-acronym-for-a-disease-with-multiple-causes&Itemid=100081> (28 Oktober 2008)
13.Kalish RS. Pemphigus vulgaris: the other half of the story. J.Clin.Invest 2000; 106(12): 1433-5.
14.Muller S, Stenly JR. Pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus <http://www.uoregon.edu/~sshapiro/Pemphigus/DiagnosisAndTreatmentsFor Pemphigus.html> (28 Oktober 2008)
15.Scully C, Shallacombe SJ. Pemphigus Vulgaris: Update on Etiopathogenesis,
oral manifestation and management. Crit Rev Oral Biol Med 2000; 13(5):
397-408.
16.Roucco V, Brenner S, Ruocco E. Pemphigus and diet: does a link
Exist?<http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=arti
cle&catid=27:medial-articles&id=50:pemphigus-and-diet-does-a-link-exist&Itemid=100081> (28 Augustus 2008)
17.Saraventi, Auerkari EI, Aspek imunologis pada pemphigus vulgaris, IJD 2005; 12(1): 19-23.
18.Sciubba JJ. Oral mucosal diseases in the office setting: Part II: Oral lichen
planus, pemphigus vulgaris, and mucosal pemphigoid.<http://www.agd.org/publications/articles/?ArtID=2013>
(28 Oktober 2008)
19.Anonymous. Pemphigus Vulgaris. <http://www.maxillofacialcenter.com /BondBook/mucosa/pv.html> (28 Oktober 2008)
20.Anonymous. Pemphigus vulgaris: A short rewiew for the practitioner <http://www.medscape.com/viewarticle/560623_4> (28 Oktober 2008)
21.Anonymous. Pemphigus Vulgaris symptom, diagnosis and treatment: patien
<http://www.privatehealth.co.uk/diseases/skin-disorders/pemphigus-vulgaris/> (28 Oktober 2008)
48
23.Anonymous. Corticosteroid-oral side effect, medical uses and drug interaction <http://www.medicinenet.com/corticosteroids-oral/article.htm> (28 Oktober 2008)
24.Harm RW, Berge KG, Hagen PT, Litin SC, Sheps SG. Prednisone and other corticosteroids: balance the risks and benefits <http://www.mayoclinic.com/health/steroids/HQ01431> (28 Oktober 2008)
25.Arini Setiawati, Zunilda S. Bustamin. Antihipertensi. Dalam Farmakologi dan terapi Edisi 4. Amir Syarif, Azalia Arif, Hendra Utama, Rianto Setiabudy, Sukarno Sukarban ed. Jakarta. Farmakologi Fakultas UI, 2005: 320-22.